"Mana aku tahu! Baru pertama kali ini aku bertemu dan melawannya," balas Joyonoto. Arah edar pandangnya masih tetap tertuju kepada pedang Naga Bumi yang berada di dalam genggaman Aji.
"Tapi aku tidak yakin jika itu adalah pedang Naga Bumi. Mana mungkin pedang legenda aliran hitam bisa dimiliki pendekar aliran putih? Meskipun begitu, berhati-hatilah dan jangan lengah!" tambahnya.
Kedua pendekar aliran hitam itu sedikit banyak mengerti tentang pedang Naga Bumi yang begitu melegenda. Selain Darmo Jagal, mereka juga mendapat perintah untuk merebut Kitab Naga Bumi oleh Ki Tunggul Anom, ketua pusat perguruan Darah Iblis.
Joyorono mengangguk. Pedang di tangannya bergerak memutar setengah lingkaran, sebelum tiba-tiba tubuhnya melesat memberi serangan. "Pedang Penebas Gelombang!"
Saking kuatnya tebasan yang dilepaskannya hingga menciptakan deru angin yang berdesing di telinga.
Aji melompat dua langkah menyamping untuk menghinda
Saudara kandung Joyorono itu kembali melakukan serangan cepat. Tombak tajamnya diarahkannya menuju dada Aji.Suami Ratih itu tersenyum kecil melihat serangan yang dilancarkan Joyonoto. Tanpa melakukan tangkisan, dia hanya perlu menarik sedikit tubuhnya ke samping untuk menghindari tusukan tombak lawan yang melintas mulus di depan dadanya.Namun serangan Joyonoto tidak berhenti sampai di situ saja, dia melakukan serangan susulan beruntun mengincar titik vital pendekar tampan yang menjadi lawannya kali ini.Tapi Aji bukan pendekar kemarin sore yang bisa ditaklukan dengan mudah. Dia bergerak acak untuk menghindari serangan Joyonoto yang semakin cepat. Itu dilakukannya sambil membaca alur serangan yang dilepaskan lawannya tersebut."Kecepatannya terus meningkat," gumamnya pelan. Dia belum bisa mengukur sampai sejauh mana kekuatan lelaki yang sedang bertarung dengannya tersebut.Setelah belasan kali menghindari serangan lawan, Aji mulai mela
Aji bisa bernapas lega setelah kakek moyangnya itu memberi saran kepadanya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia Kembali mencabut pedang Naga Bumi setelah melihat lawannya tidak lagi menggunakan tombaknya, melainkan mengeluarkan pedang berwarna hitam dari balik punggungnya."Kau akan melihat bagaimana istimewanya pedang setan kesayanganku ini!" Joyonoto mendesis pelan."Pedangku tidak perlu berkenalan dengan pedangmu!" cibir Aji.Pedang hitam di tangan Joyonoto kemudian mengeluarkan asap hitam yang mengepul lumayan tebal. Saudara kandung Joyorono itu lalu menarik kaki kanannya ke belakang dan menjadikannya tumpuan untuk melesat ke depan. Dengan kecepatan tinggi, Joyonoto menyerang Aji yang sudah bersiap untuk meladeninya.Benturan dua pedang pusaka yang sama-sama berwarna hitam itu pun tak terelakkan. Dalam beberapa benturan, Aji bisa merasakan jika asap tebal yang keluar dari pedang hitam Joyonoto juga mengandung racun, sama seperti sera
Aji hanya menanggapi dengan acuh tak acuh ucapan lawannya. Matanya malah sibuk melihat ke tempat lain, tepatnya tempat istrinya bertarung bersama dengan Sakuntala.Merasa tidak dihargai, Joyonoto langsung bergerak memberi serangan kepada pendekar tampan itu. Pedang setannya kembali mengepulkan asap beracun. Tapi bagi Aji yang sudah lumayan kenyang asam garam dunia persilatan, asap beracun tersebut bukan suatu halangan yang berarti.Aji melompat mundur dua langkah ketika ujung Pedang Setan hampir saja membobol perutnya. Kecepatan Joyonoto yang terus bertambah seiring dengan pengerahan tenaga dalamnya yang tersisa, memaksa Aji harus sedikit bekerja keras menutup pertahanannya.Seakan tak mau melepaskan buruannya, Joyonoto kemudian melompat ke depan dan membabatkan pedangnya menuju kepala Aji yang terbuka. Dengan cepat, pendekar 25 tahun itu langsung melakukan tangkisan, hingga membuat kedua terpental ke belakang.Pertemuan dua senjata pusaka tersebut
Setelah mengambil Pedang Setan milik Joyonoto, Aji berjalan mendekati Sakuntala yang sedang termangu menatap begitu banyak jasad bergeletakan di sekitar perguruannya. Lelaki tua itu masih belum melihat di bagian dalam perguruannya yang tadi juga terjadi pertempuran."Kakek, sebaiknya kita masuk dulu ke dalam untuk melihat keadaan," ucap Aji, setelah dia berada di samping lelaki tua itu.Sakuntala menoleh sebentar sebelum menganggukkan kepalanya. Embusan napas berat terdengar meluncur deras dari bibir keriputnya.Sakuntala, Aji dan Ratih berjalan memasuki komplek perguruan. Situasi yang sama juga terjadi di dalam. Begitu banyak tubuh tak bernyawa yang berserakan bagai onggokan sampah tak berguna.Beberapa murid perguruan tampak memapak teman-temannya yang terluka. Ada juga yang sambil bercucuran air mata menggotong saudara seperguruan yang sudah tiada.Pandangan mata Sakuntala nanar menatap itu semua. Rasa geram tidak b
"Kau jangan bersedih cucuku! Dari setiap kejadian, pasti ada hikmah yang bisa diambil. Dan dari kejadian yang kakek alami, akhirnya kakek bisa bertemu denganmu lagi, juga istrimu. Semua sudah menjadi suratan takdir." Prayoga tersenyum menatap Aji. Tidak terlihat raut kesedihan di mata lelaki tua itu, meski dia harus meninggal dengan cara yang tidak seharusnya."Nanti setelah kau bertemu Tetua Damarjaya, kau akan bertemu ayah kandungmu yang selama ini tidak pernah kau lihat wajahnya. Tetua Damarjaya akan mengungkap siapa dirimu sebenarnya," sambung Prayoga."Kakek, tolong katakan siapa ayahku!" pinta Aji.Prayoga tersenyum sebelum tubuhnya berangsur menghilang menjadi sinar kecil-kecil seperti kunang-kunang yang berterbangan.Namun sebelum benar-benar menghilang, Aji mendengar Prayoga berpesan kepadanya, "Jika kau nanti memiliki seorang putra, berilah dia nama seperti namaku! Kelak kau akan tahu maksudnya. Selamat tinggal Aji, tetap
Tapi begitu melihat muka Ratih yang cemberut, Aji pun luluh. "Jangan cemberut begitu, Sayangku. Baiklah, ayo kita naik ke atas!" ucapnya seraya menggandeng tangan istrinya.Senyum Ratih pun mengembang lebar. Dengan penuh semangat 69 dia berjalan di samping Aji.keserasian sepasang suami istri itu tak pelak mengundang perhatian para pengunjung yang berada di lantai bawah. Tatapan kedua bola mata mereka tak lepas hingga keduanya sudah menapaki anak tangga.Sambutan yang sama pun mereka alami. Lantai dua yang sedikit riuh dan juga dipadati para pengunjung, baik lelaki dan perempuan, seketika mendadak mendadak hening.Bagi pengunjung lelaki, mata mereka tidak henti mengagumi dan menikmati kecantikan Ratih. Begitu pula tatapan mata pengunjung wanita yang tak lepas dari wajah rupawan Aji. Mereka semua dibuat terkesima dengan keserasian sepasang suami istri yang menurut mereka sangat sempurna.Aji dan Ratih tidak peduli meski merek
Empat pendekar yang beranjak keluar dari tempat makan itu serentak menghentikan langkah mereka, ketika melihat Aji dan Ratih ternyata belum beranjak pergi meninggalkan tempat makan tersebut. Dengan perlahan serta hati-hati mereka mendekati keduanya."Tuan Aji ..." sapa salah satu dari mereka.Aji dan Ratih serentak menolehkan arah pandang mereka ke belakang. Melihat bahwa yang menyapa mereka adalah empat orang berpenampilan pendekar yang amtadi satu ruangan dengan mereka, keduanya pun membalikkan badannya masing-masingSuami Ratih itu menyatukan kedua alisnya karena bingung. Dia merasa tidak mengenal keempat lelaki yang berpenampilan seperti pendekar tersebut."Siapa kalian? Apa kalian mengenalku?""Maaf, Tuan. Mungkin saat ini Tuan bingung, Kami dari pasukan Khusus kerajaan Cakrabuana di bawah pimpinan Tuan Antasena.""Bagaimana kalian bisa mengenaliku?""Wajah Tuan sangat familiar bagi kami pasukan khus
Diandra dan Ratih terkejut melihat kepulan asap hitam yang keluar dari kepala lelaki tampan itu.Ratih jelas tahu apa yang sedang dilakukan Aji, tapi tidak bagi Diandra. Gadis yang usianya kira-kira 17 tahun itu tidak paham apa yang sedang terjadi pada Aji, dan takut jika suami Ratih itu melakukan sesuatu hal kepada ibunya.Melihat kekuatiran di mata Diandra, Ratih memeluk gadis yang matanya mulai berair itu dan membisikinya pelan. "Tenang, jangan takut, suamiku sedang mengobati ibumu. Racun di dalam tubuh ibumu sedang diserap Kakang Aji.""Benarkah?" Diandra melepaskan pelukan Ratih dan memandang kedua bola mata wanita cantik itu."Apa untungnya aku berbohong padamu?" Ratih tersenyum sambil membalas pertanyaan ringan Diandra.Hembusan napas lega keluar dari bibir merah Diandra. Gadis yang sebenarnya memiliki wajah cantik, tapi sayang tidak terawat itu, kemudian memandang wajah ibunya yang sudah terlihat lebih cerah. Gurat hitam y
"Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju
Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m
Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y
Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat
Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te
Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc
Tubuh tinggi besar itupun terguling hingga menabrak dinding. Suara tubuhnya yang jatuh terdengar cukup keras. Aji berjalan mendekati lelaki itu dan berjongkok di sampingnya. ‘Hmmmm … ternyata pingsan,”’ batinnya. Aji bangkit berdiri untuk melihat kondisi istrinya yang masih berada di dalam kamar. Setelah Aji mengalirkan energinya ke dalam tubuh Ratih, wajah wanita cantik yang pucat itupun kembali segar seperti semula. “Kang, kenapa aku bisa ada di tempat ini?” tanya Ratih. “Panjang ceritanya, nanti saja kuceritakan. Sekarang kita selamatkan dulu gadis yang lain,” kata Aji. Dilihatnya tali tambang di atas sebuah lemari, kemudian diambilnya. ***Tiga orang gadis sudah dikeluarkan dari kamar, salah satunya adalah anak kepala desa Sudirjo. Sedang lelaki bertubuh besar terikat erat di sebuah kursi di ruang tamu. Setelah lelaki itu sadar, Aji pun melakukan interogasi. Dari pengakuannya, lelaki bernama Sanjaya itu diperintah oleh seorang lelaki tua yang merupakan bawahan dari Caraka, s
“Kalian kira aku sedang melucu?” Aji menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat naik, “Tapi tidak apa-apa jika kalian berpikir seperti itu. Kalian nanti bisa tertawa sepuasanya setelah kucabut nyawa satu-satunya yang kalian miliki!” Hahahahaha! Semakin keraslah tawa 8 orang penjaga itu. Bahkan tawa mereka sampai terdengar masuk ke dalam dan memantik keingintahuan penjaga yang berada di dalam. Pintu gerbang pun terbuka, beberapa orang tampak keluar menemui 8 penjaga gerbang. “Kenapa kalian tertawa begitu keras, apa ada yang lucu?” tanya seorang penjaga yang baru saja keluar. “Lihatlah dia, katanya dia akan memberi hukuman kepada kita, bukankah itu sesuatu yang lucu? Apa hanya karena dia membawa pedang terus kita harus takut? Hahahaha!” “Kalian pasti akan ketakutan hingga meminta untuk tidak dibunuh!” sela Aji, kemudian bergerak begitu cepat hingga tiba-tiba sudah berada di depan penjaga yang sudah meremehkannya. Jari tangan Aji langsung mencengkeram leher orang itu hingga kesu
Jendela kamar pun terbuka. Dua orang langsung melompat masuk ke dalam. Suasana kamar yang gelap tidak menyulitkan mereka berdua untuk menemukan ranjang yang digunakan Ratih tidur. Perlahan tubuh Ratih diangkat dan dibawa keluar. Satu orang yang berada di luar menerima tubuh wanita cantik itu. Mereka tidak memeriksa terlebih dahulu, karena merasa sudah mendapatkan targetnya. Dari atas atap, Aji merasa heran karena tidak ada perlawanan sedikitpun dari istrinya. Padahal seharusnya jika dalam posisi tersebut, Ratih pasti terbangun. Aji menilai ketiga orang tersebut menggunakan bius untuk membuat istrinya tidak sadar. Ketiga orang itu kemudian pergi sambil membawa Ratih. Suasana yang sepi membuat aksi mereka berjalan lancar tanpa ada halangan hingga keluar desa. Aji terus mengikuti dari belakang, dia menjaga jarak agar tidak diketahui ketiga orang yang membawa istrinya hingga masuk ke dalam hutan. Hampir tiga jam berjalan di dalam hutan, ketiga orang itu akhirnya sampai di bibir hutan,