Sesampainya di rumah, Ki Mangkubumi mendudukkan Aji dan ingin mengetahui lebih jauh tentang sosok yang akan menjadi menantunya itu. Awalnya dia sudah sangat yakin dengan sosok lelaki yang tidak lama lagi akan menjadi menantunya, tapi setelah Aji berkata kepada kelima bekas muridnya bahwa masa lalu dia jauh lebih kelam dari pada mereka, sontak benaknya pun seolah dipacu untuk bertanya lebih jauh dan ingin mengetahui masa lalu Aji.
"Aji, Aku menikah ketika usiaku mendekati 50 tahun, dan Rangga sekarang berusia kurang lebih 30 tahun. Jadi kau pasti bisa menghitung perkiraan berapa umurku sekarang, bukan? Tapi bukan masalah umur tentang poin yang akan kita bicarakan." Ki Mangkubumi tersenyum kecil. Dia mengambil sebuah kendi yang terbuat dari tanah liat dan menuang isinya ke dalam dua gelas bambu.
"Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa aku sudah sangat tua untuk ukuran umur manusia. Hanya satu yang aku inginkan sebelum ajal menjemputku, aku ingin melihat Ratih bahagia
"Itu tidak perlu dipikirkan lagi bagaimana Tetua Prayoga mengetahuinya, Aji. Dan sesuai pesan ketua Prayoga kepadaku, jika nanti sosok manusia terpilih datang menemuiku, aku harus memberikan sebuah kitab jurus dan petunjuk untuk menemukan tetua Damarjaya," kata Ki Mangkubumi.Lelaki tua itu terkejut dengan calon menantunya yamg merupakan sosok manusia terpilih, dan memiliki keistimewaan darah murni yang akan muncul hanya sekali dalam 500 tahun."Damarjaya? Apakah dia yang akan memurnikan pedang Kegelapan ini?" tanya Aji penasaran."Benar Aji." Ki Mangkubumi berdiri dari kursinya dan berjalan menuju sebuah lemari besar yang berdiri di sudut dinding ruangan. "Sebentar, aku akan mengambil kitabnya."Setelah membuka lemari besar yang ternyata berisi begitu banyak kitab, Ki Mangkubumi mengambil sebuah peti kayu kecil yang diletakkan secara terpisah dengan yang lainnya. kitab yang dia maksud itu ditaruh dalam peti kayu kecil tersebut dan ditutupi ki
Satu hari menjelang hari penikahan, para peserta yang sudah mengetahui tempat turnamen dipindah ke desa Kelor Kelor Arum, tepatnya di lokasi perguruan Pedang Naga, berdatangan memenuhi desa yang tidak terlalu besar tersebut. Dan itu merupakan berkah tersendiri bagi penduduk desa.Pedagang makanan dadakan bermunculan, Rumah-rumah pribadi berfungsi sebagai tempat penginapan. Bahkan tukang pijat pun turun tangan untuk ikut memeriahkan gelaran turnamen yang diselenggarakan Raja Wanajaya untuk Aji. Belum lagi wanita penghibur yang berkamuflase sebagai penduduk setempat. Tapi dandanan mereka yang menor dan cara berbicara yang terkesan menggoda, membuat orang-orang mudah menebak siapa dan apa profesi mereka.Pada masa dahulu, prostitusi adalah hal yang legal dan bebas berbaur di masyarakat umum. Tidak heran jika setiap ada pagelaran acara yang berskala besar dan memakan waktu berhari-hari, gadis penghibur berdatangan untuk memberikan jasa alternatif kepuasan sesaat, dan
Rangga dan Ki Mangkubumi seketika menoleh sesuai arah yang ditunjuk Aji. Mereka berdua melihat seorang laki-laki yang berjalan menuju kerumunan tempat mendaftarkan diri sebagai calon peserta.Yang membuat Rangga heran, padahal jarak mereka bertiga dengan lelaki yang ditunjuk Aji cukup jauh, tapi calon suami Ratih itu bisa merasakan energi tenaga dalamnya.Berbeda dengan Ki Mangkubumi yang sudah mengetahui sejatinya Aji siapa, dia tidak merasa heran karena manusia terpilih memang memiliki kemampuan di atas rata-rata pendekar biasa. Apalagi sekelas dia dan Rangga.Selang satu jam berikutnya, sesuai tugas yang diberikan Ki Mangkubumi, Aji terpaksa harus menyeleksi seratus orang lebih yang sudah mendaftar.Waktu yang mendekati sore membuatnya berpikir praktis. Tidak mungkin juga baginya untuk menyeleksi satu persatu calon peserta ygang segitu banyaknya. Bisa-bisa malam hari baru selesai proses seleksinya.Sesuai arahannya, tiap
Semua pasang mata membelalak lebar tak percaya melihat Aji menahan pedang besar itu hanya dengan pena yang dipegangnya. Mulut mereka ternganga dengan napas tertahan. Tidak ada yang menyangka jika sosok lelaki tampan itu memiliki kekuatan tenaga dalam yang jauh di atas merekaMenahan serangan pedang besar hanya dengan sebuah pena tentu membutuhkan tenaga dalam yang tidak sedikit. Dan tidak ada satupun dari mereka yang bisa melakukannya.Aji memegang bilah pedang besar lelaki gundul dengan tangan kirinya. Tanpa kesulitan berarti, pedang yang sedikit tebal dan memiliki bobot sekitar 15 kilogram itu dipatahkannya dengan mudah.Lelaki berkepala gundul itu memekik pelan. Dia tentu yang paling terkejut dengan apa yang dirasakannya. Pedang besarnya seolah berbenturan dengan logam yang sangat keras dan kuat. Bahkan dia yang dalam posisi menyerang, tangannya sampai bergetar kuat.Aji berdiri dari kursinya sambil menggelengkam kepalanya pelan. Pand
Baru saja Aji merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sebuah ketukan pelan dari luar membuatnya bangkit berdiri untuk membuka pintu."Ada apa, Paman?" tanya Aji, dengan mata menahan kantuk yang mulai menyerang."Paduka sudah tiba, Aji. Dia ingin bertemu denganmu. Bilangnya ada yang ingin beliau tanyakan kepadamu!""Tentang apa, Paman?'" Aji kembali bertanya."Entahlah. Sebaiknya kau temui beliau terlebih dahulu," jawab Ki Mangkubumi. "Aku mau ke belakang sebentar, ada yang harus kulakukan.""Baik, Paman." Aji menutup pintu kamarnya perlahan. Setelah itu mereka berdua berjalan berbeda arah.Ki Mangkubumi sengaja tidak ingin mencampuri urusan Aji. Dia tahu jika calon menantunya itu pasti sudah punya jawaban atas pertanyaan yang nantinya akan diajukan Raja Wanajaya.Aji membungkuk memberi hormat kepada Raja Wanajaya. "Hormat hamba, Paduka."Raja Wanajaya tersenyum ramah. "Duduklah. Ada yang ingin kubicarakan d
"Benar, Kisanak. Guru ingin bertemu dengan kisanak sebelum acara pernikahan dimulai.""Tapi kenapa Ki Mangkubumi ingin bertemu denganku?" tanya Lelaki itu penasaran.Murid tersebut mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak tahu, Kisanak. Mungkin ada sesuatu yang penting ingin guru bicarakan."Setelah berpikir sejenak, lelaki yang juga peserta turnamen itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Mari kembali kita temui beliau. Aku juga penasaran apa yang ingin beliau bicarakan denganku," ucapnya sambil tersenyum kecil.Di dalam rumah, Rangga, Ki Mangkubumi dan Raja Wanajaya sedang berbicara dengan begitu serius. Tapi tidak terlihat Aji di antara mereka bertiga. Lelaki tampan itu sedang bersiap-siap untuk acara pernikahan yang tidak lama lagi akan dilangsungkan."Itu dia yang dimaksud Aji, Paduka," ucap Rangga seraya memandang murid ayahnya berjalan bersama lelaki yang tadi dijemputnya."Dia masih begitu muda, apa Aji tidak salah
"Hamba bersedia, Paduka. Tapi sebelumnya untuk beberapa saat lamanya hamba perlu belajar tentang ilmu pemerintahan. Jujur hamba tidak memiliki sedikit pun wawasan tentang masalah itu, tapi hamba bukan orang yang malas untuk belajar," balas Sanjaya."Tepat seperti yang hamba kira, Paduka. Hamba yakin Sanjaya adalah sosok yang bisa diandalkan nantinya untuk kerajaam Cakrabuana," Aji menimpali ucapan Sanjaya. Lelaki tampan itu kemudian berdiri karena acara sakral penikahan akan segera dimulai."Dan pesan buatmu, Sanjaya ... Jika nanti sudah menjadi pejabat istana, jangan sekali-kali memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan rakyat. Jaga dan emban amanah yang sudah diberikan kepadamu. Jadilah sosok yang selalu bertanggung jawab atas apa yang sudah dan akan kau lakukan!" tambahnya.Sanjaya mengangguk, "Aku berjanji, Tuan. Terima kasih telah memberikan kesempatan yang istimewa ini buatku."Aji memandang sanjaya sesaat sebelum melangkahkan k
"Keputusan Raja Wanajaya itu begitu menghina kita, Tetua. Kita tidak bisa berdiam diri mendapat penghinaan seperti itu!" ucap seorang lelaki berumur setengah baya yang memakai pakaian berwarna serba merah. Di dada kirinya terdapat logo dua celurit yang menyilang."Cokro! kita berkumpul di sini karena tujuan itu, bukan? Kenapa kau harus menegaskan lagi?" balas lelaki tua berjenggot putih panjang. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat besi berwarna hitam dan bergagang tengkorak."Maaf, Tetua Suwarta. Bukan maksudku untuk membuat tetua marah. Lalu kapan kita bergerak menyerang?" Lelaki bernama Cokro, yang juga ketua dari perguruan Celurit kembar terlihat begitu takut kepada lelaki tua tersebut."Tidak semudah itu kita asal menyerang, Cokro. Apa kau tidak tahu jika di dalam juga ada pasukan khusus kerajaan Cakrabuana. Meskipun jumlahnya hanya 200 orang, tapi mereka bukan prajurit sembarangan. Selain itu ada juga anggota perguruan Pedang Naga, dan jangan