"Tenang saja. Kalau melawan prajurit-prajurit itu aku tidak takut sama sekali," balas Bargowo. Raut wajah percaya dirinya tampak begitu tegas.
Aji tersenyum melihat perubahan sifat mantan pemimpin gerombolan perampok itu.
"Mari, Kisanak. Tuan Adipati sudah menunggu di aula," kata seorang prajurit.
"Baiklah. Mari kita temui beliau!"
Aji, Rangga dan Ratih berjalan mengekor di belakang seorang prajurit. Sambil terus berpikir, mata mereka bertiga berkeliling mengamati bagian dalam istana yang kecil itu.
Sejauh mata memandang, tidak terlihat ada sesuatu pun yang mencurigakan di bagian dalam istana. Namun mereka bertiga tidak mengendorkan kewaspadaan. Memang mereka bertiga tidak tahu benar bagaimana karakter Adipati Hanggareksa, tapi tidak ada salahnya juga bersikap waspada.
Setelah berada di depan aula, salah satu dari dua prajurit yang berjaga bergegas membuka pintu aula dan mempersilahkan mereka bertiga untuk
Adipati Hanggareksa hanya tersenyum simpul. Dia kemudian mendekati Ratih yang duduk di samping Aji. "Siapa namamu, Nisanak?"Ratih melirik sebentar ke atas sebelum pandangan matanya kembali menatap lantai. "Nama hamba Ratih, Tuan Adipati."Adipati Hanggareksa mengangguk-angguk kecil. "Hmmm ... Ratih, nama yang bagus," ucapnya pelan, namun masih bisa terdengar Aji dan Ratih."Kalian semua keluarlah!" perintah Adipati Hanggareksa kepada 7 orang pejabat bawahannya.Ketujuh pejabat itu heran dengan sikap yang ditunjukkan pimpinannya tersebut. Namun mereka tidak sedikitpun berani untuk melawan perintah.Satu persatu dari ketujuh pejabat itu kemudian berdiri dan berjalan keluar dari aula, setelah memberi hormat kepada Adipati Hanggareksa.Setelah semua pejabat itu meninggalkan aula dan pintunya tertutup rapat, Adipati Hanggareksa kembali ke tempat duduknya."Ratih, maaf jika aku tadi melihatmu seperti itu. Kau mengingatkan
Adipati Hanggareksa mengernyitkan dahinya. Setahunya, nama Pangeran Dananjaya sebagai adik tiri Raja Wanajaya sangat dirahasiakan. Sebab mendiang Raja Suryajaya memang menyembunyikan status Pangeran Dananjaya yang merupakan anak dari seorang selir. Kalaupun ada yang tahu, bisa dipastikan orang itu mempunyai koneksi khusus ke dalam istana kerajaan Candipura.Rasa penasaran tentang sosok ayah dari Ratih, membuat Adipati Hanggareksa memberanikan diri untuk bertanya, "Siapa nama ayahmu?"Pertanyaan yang diajukan Adipati Hanggareksa membuat Ratih melirik Rangga untuk sesaat. Ada sebuah beban yang menghimpitnya jika berterus terang untuk mengatakan siapa ayahnya sebenarnya. Dia takut jika nama ayahnya akan terseret dalam pusaran masalah yang sedang terjadi."Ayah Ratih bernama Ki Mangkubumi, Tuan Adipati," jawab Rangga cepat.Ratih melotot menatap Rangga. Maksud hatinya untuk menutupi siapa ayahnya menjadi percuma saja, setelah Rangga secara t
Adipati Hanggareksa menganggukkan kepalanya. "Silahkan!"Aji beranjak berjalan menuju pintu aula. sesampainya di luar, dia melihat Bargowo sedang menenteng golok besarnya berhadapan dengan 7 orang prajurit."Bargowo, berhenti!" teriaknya dari jauh.Bekas pemimpin perampok yang memiliki tubuh tinggi besar dan berwajah sangar itu, seketika menolehkan arah pandangnya. begitu melihat Aji berjalan ke arahnya, golok besar yang sudah diangkatnya tinggi, kembali dia masukkan ke dalam sarungnya."Kenapa kau emosi seperti itu, Bargowo? Bukankah sudah kubilang untuk belajar mengontrol emosimu?" tanya Aji.Bargowo menundukkan kepalanya. Emosinya yang tadi memuncak, seketika mencair setelah Aji memberinya satu pertanyaan kecil."Aku minta maaf. Tapi mereka menatapku, seolah keberadaanku di sini seperti hendak berniat buruk."&nbs
Adipati Hanggareksa mengernyitkan dahinya, penasaran dengan ucapan Aji yang terhenti. "Tugas apa yang harus kau lakukan?"Aji tersenyum menutupi rasa gugupnya. "Bukan tugas yang penting, Tuan. Hanya tugas kecil yang masih bisa ditunda," jawabnya."Baiklah kalau begitu, ayo kita keluar sekarang!" Adipati Hanggareksa berjalan menuju pintu, tanpa menunggu Aji membalas ucapannya.Aji mengangguk pelan, Lalu berjalan mengikuti langkah kaki Adipati Hanggareksa."Jadi begini. Setelah masalah di kadipaten Tanjung Rejo ini usai, aku akan mengenalkan kalian pada paduka Raja Wanajaya. Tapi agar tidak terlalu mencolok dan bisa menimbulkan kecurigaan para pejabat, Aji dan Rangga harus ikut turnamen yang kebetulan akan diadakan istana untuk mencari sosok pengganti Senopati Wirabumi yang sudah mangkat."Aji, Rangga dan Ratih saling berpandangan. Mereka bertiga tersenyum kecil karena perkenalan mereka juga berawal dari sebuah turnamen."Itu
Meskipun pandangan mata mereka berdua terlihat biasa saja dan kuluman senyum tercetak di bibir keduanya, tapi itu tidak berarti membuat mereka berdua melepaskan ketajamannya.Dalam pandangan Aji, sosok lelaki yang sekarang berada di depannya itu memiliki fisik yang kokoh dan kondisi tubuh yang segar bugar. Jika dilihat dari segi kepantasan maupun kelayakan, lelaki itu tentunya sangat tidak memenuhi kriteria sebagai seorang pengemis. Pakaian yang dibuat kotor dan compang camping, tidak bisa menyembunyikan fakta jika dia bukanlah seorang pengemis, melainkan prajurit yang menyamar."Siapa nama, Paman?" tanya Ratih, sebelum memberikan beberapa koin perunggu yang ada di genggaman tangannya.Lelaki itu diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Ratih, "Namaku Pranggolo, Nisanak,""Paman sudah lama mengemis seperti ini?""Sudah cukup lama, Nisanak. Sejak enam atau
"Siapa mereka berdua? Kenapa gerak gerik mereka begitu mencurigakan?" sosok yang memakai jubah hitam dan penutup kepala yang juga berwarna hitam, memandang tajam terarah kepada Aji dan Ratih yang mulai berjalan meninggalkan tempat mereka semula."Apa Tuan menaruh kecurigaan kepada mereka berdua?" Lelaki pengemis yang tadi meminta sedekah dari Aji dan Ratih, sudah berdiri di belakang lelaki berjubah hitam itu."Lain kali jangan mengagetkan seperti itu jika tidak ingin dihukum, Pranggolo!" dengus lelaki berjubah."Maafkan hamba, Tuan." Pranggolo menundukkan kepalanya ketakutan."Saat-saat seperti ini kita harus curiga kepada siapapun. Terlebih mereka berdua adalah orang baru di kadipaten ini. Aku lihat tadi kau berbicara dengan mereka, apa yang kalian bicarakan?""Tidak ada yang penting, Tuan. Mereka hanya bertanya, kenapa aku sampai menjadi pengemis, padahal aku
Tak berapa lama, gadis pelayan membawa makanan pesanan mereka berdua, dan meletakkannya di atas meja.Senyum hangat pun terlontar dari bibir gadis pelayan itu kepada Aji. "Silahkan dinikmati makanannya selagi hangat, Kisanak!""Terima kasih." Aji membalas dengam senyuman yang hangat pula.Melihat senyum gadis pelayan itu kepada Aji, dada Ratih seakan bergemuruh. Ada perasaan benci dan juga tak rela, terutama ketika Aji juga membalas senyuman yang tertuju kepadanya.Raut muka tertekuk dan cemberut pun seketika tercipta di wajah gadis cantik itu. Makanan yang seharusnya begitu menggiurkan untuk disantap, kini sudah tidak menggairahkan di matanya. Semua tertutupi oleh rasa cemburunya yang teramat besar.Aji dengan lahap menikmati makanan yang ada di depannya. Dia bahkan tidak menyadari jika gadis cantik di depannya itu sudah tidak bernafsu untuk mengisi perutnya. S
Setelah makanan yang sudaj mulai dingin terbungkus rapi, Aji membayar dan kemudian mengajak Ratih pergi dari tempat makan itu.Senyum yang dibuat semanis mungkin oleh gadis pelayan kepadanya, tidak dihiraukannya sama sekali. Baginya, lebih baik menjaga perasaan Ratih dari pada membalas senyuman gadis pelayan tersebut.Apa yang dilakukan Aji dengan tidak menghiraukan senyumannya membuat gadis pelayan tersebut mengomel gak jelas. "Tampan tidak seberapa saja, sombongnya minta ampun!"Mendengar omelan gadis pelayan itu, Ratih berbalik arah untuk memberinya pelajaran. Tapi Aji segera meraih tangannya dan menggandengnya keluar dari tempat makan."Sudah, tidak usah meladeni ucapannya," kata Aji, sekeluarnya mereka dari tempat makan."Apa kau mau membelanya!?" Ratih yang masih terbakar emosinya, melampiaskannya kepada Aji."Bukan begitu, Ratih