Adipati Hanggareksa menganggukkan kepalanya. "Silahkan!"
Aji beranjak berjalan menuju pintu aula. sesampainya di luar, dia melihat Bargowo sedang menenteng golok besarnya berhadapan dengan 7 orang prajurit.
"Bargowo, berhenti!" teriaknya dari jauh.
Bekas pemimpin perampok yang memiliki tubuh tinggi besar dan berwajah sangar itu, seketika menolehkan arah pandangnya. begitu melihat Aji berjalan ke arahnya, golok besar yang sudah diangkatnya tinggi, kembali dia masukkan ke dalam sarungnya.
"Kenapa kau emosi seperti itu, Bargowo? Bukankah sudah kubilang untuk belajar mengontrol emosimu?" tanya Aji.
Bargowo menundukkan kepalanya. Emosinya yang tadi memuncak, seketika mencair setelah Aji memberinya satu pertanyaan kecil.
"Aku minta maaf. Tapi mereka menatapku, seolah keberadaanku di sini seperti hendak berniat buruk."
&nbs
Adipati Hanggareksa mengernyitkan dahinya, penasaran dengan ucapan Aji yang terhenti. "Tugas apa yang harus kau lakukan?"Aji tersenyum menutupi rasa gugupnya. "Bukan tugas yang penting, Tuan. Hanya tugas kecil yang masih bisa ditunda," jawabnya."Baiklah kalau begitu, ayo kita keluar sekarang!" Adipati Hanggareksa berjalan menuju pintu, tanpa menunggu Aji membalas ucapannya.Aji mengangguk pelan, Lalu berjalan mengikuti langkah kaki Adipati Hanggareksa."Jadi begini. Setelah masalah di kadipaten Tanjung Rejo ini usai, aku akan mengenalkan kalian pada paduka Raja Wanajaya. Tapi agar tidak terlalu mencolok dan bisa menimbulkan kecurigaan para pejabat, Aji dan Rangga harus ikut turnamen yang kebetulan akan diadakan istana untuk mencari sosok pengganti Senopati Wirabumi yang sudah mangkat."Aji, Rangga dan Ratih saling berpandangan. Mereka bertiga tersenyum kecil karena perkenalan mereka juga berawal dari sebuah turnamen."Itu
Meskipun pandangan mata mereka berdua terlihat biasa saja dan kuluman senyum tercetak di bibir keduanya, tapi itu tidak berarti membuat mereka berdua melepaskan ketajamannya.Dalam pandangan Aji, sosok lelaki yang sekarang berada di depannya itu memiliki fisik yang kokoh dan kondisi tubuh yang segar bugar. Jika dilihat dari segi kepantasan maupun kelayakan, lelaki itu tentunya sangat tidak memenuhi kriteria sebagai seorang pengemis. Pakaian yang dibuat kotor dan compang camping, tidak bisa menyembunyikan fakta jika dia bukanlah seorang pengemis, melainkan prajurit yang menyamar."Siapa nama, Paman?" tanya Ratih, sebelum memberikan beberapa koin perunggu yang ada di genggaman tangannya.Lelaki itu diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Ratih, "Namaku Pranggolo, Nisanak,""Paman sudah lama mengemis seperti ini?""Sudah cukup lama, Nisanak. Sejak enam atau
"Siapa mereka berdua? Kenapa gerak gerik mereka begitu mencurigakan?" sosok yang memakai jubah hitam dan penutup kepala yang juga berwarna hitam, memandang tajam terarah kepada Aji dan Ratih yang mulai berjalan meninggalkan tempat mereka semula."Apa Tuan menaruh kecurigaan kepada mereka berdua?" Lelaki pengemis yang tadi meminta sedekah dari Aji dan Ratih, sudah berdiri di belakang lelaki berjubah hitam itu."Lain kali jangan mengagetkan seperti itu jika tidak ingin dihukum, Pranggolo!" dengus lelaki berjubah."Maafkan hamba, Tuan." Pranggolo menundukkan kepalanya ketakutan."Saat-saat seperti ini kita harus curiga kepada siapapun. Terlebih mereka berdua adalah orang baru di kadipaten ini. Aku lihat tadi kau berbicara dengan mereka, apa yang kalian bicarakan?""Tidak ada yang penting, Tuan. Mereka hanya bertanya, kenapa aku sampai menjadi pengemis, padahal aku
Tak berapa lama, gadis pelayan membawa makanan pesanan mereka berdua, dan meletakkannya di atas meja.Senyum hangat pun terlontar dari bibir gadis pelayan itu kepada Aji. "Silahkan dinikmati makanannya selagi hangat, Kisanak!""Terima kasih." Aji membalas dengam senyuman yang hangat pula.Melihat senyum gadis pelayan itu kepada Aji, dada Ratih seakan bergemuruh. Ada perasaan benci dan juga tak rela, terutama ketika Aji juga membalas senyuman yang tertuju kepadanya.Raut muka tertekuk dan cemberut pun seketika tercipta di wajah gadis cantik itu. Makanan yang seharusnya begitu menggiurkan untuk disantap, kini sudah tidak menggairahkan di matanya. Semua tertutupi oleh rasa cemburunya yang teramat besar.Aji dengan lahap menikmati makanan yang ada di depannya. Dia bahkan tidak menyadari jika gadis cantik di depannya itu sudah tidak bernafsu untuk mengisi perutnya. S
Setelah makanan yang sudaj mulai dingin terbungkus rapi, Aji membayar dan kemudian mengajak Ratih pergi dari tempat makan itu.Senyum yang dibuat semanis mungkin oleh gadis pelayan kepadanya, tidak dihiraukannya sama sekali. Baginya, lebih baik menjaga perasaan Ratih dari pada membalas senyuman gadis pelayan tersebut.Apa yang dilakukan Aji dengan tidak menghiraukan senyumannya membuat gadis pelayan tersebut mengomel gak jelas. "Tampan tidak seberapa saja, sombongnya minta ampun!"Mendengar omelan gadis pelayan itu, Ratih berbalik arah untuk memberinya pelajaran. Tapi Aji segera meraih tangannya dan menggandengnya keluar dari tempat makan."Sudah, tidak usah meladeni ucapannya," kata Aji, sekeluarnya mereka dari tempat makan."Apa kau mau membelanya!?" Ratih yang masih terbakar emosinya, melampiaskannya kepada Aji."Bukan begitu, Ratih
Bargowo dan Rangga bingung dengan apa yang dimaksud lelaki tampan yang memiliki rahang kokoh dan garis wajah tegas itu . Keduanya memandang Aji dan Ratih bergantian.Aji sadar ucapannya bisa membuat pembicaraan mereka terganggu, dia kemudian mengalihkannya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi kadipaten Tanjung Rejo."Aku butuh secepatnya menemui Tuan Adipati untuk mengatakan masalah ini kepada beliau. Masalah ini hanya kita berempat yang tahu, jangan ada yang membocorkannya, baik kepada teliksandi atau orang kepercayaan Tuan Adipati," kata Aji."Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Bargowo."Tetap sesuai rencana. Kau dan Rangga jual bahan makanan yang kita punya kepada tengkulak besok. Ingat, kalian jaga sikap kalian dan jangan terlalu mencolok. Copot juga anting besarmu itu, biar mereka tidak curiga!"Bargowo menggaruk kepalanya pelan lalu mencopot an
Sebelum keluar dari pintu penginapan, Aji melongok melihat situasi di jalanan kadipaten yang terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa orang pengemis yang masih beroperasi di kegelapan malam.Setelah berjalan dan sudah berada tidak jauh dari Istana, Aji menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas, beberapa sosok hitam yang bergerombol di seberang depan istanaAji mengernyit sesaat melihat keganjilan tersebut. Tadi ketika dia dan Ratih berjalan-jalan untuk mencari bukti, hanya ada satu pemgemis saja yang berada di seberang depan istana. Tapi kenapa sekarang ada 5 orang pengemis dan posisi duduk mereka berdempetan?Keganjilan itulah yang membuat Aji harus mencari tempat sepi untuk melompat ke atas atap rumah penduduk, agar bisa mencari jalan memasuki istana tanpa ketahuan seorang pun.Setelah dirasa tidak ada yang memperhatikannya, lelaki tampan itu menyelinap memasuki gang antar rumah penduduk dan kemudian melompat denga ringan ke
Yoga yang berada di depan pintu tentu saja dibuat terkejut, ketika Aji membuka pintu secara tiba-tiba.Adipati Hanggareksa pun terhenyak tak percaya. Yoga, sosok yang sangat dipercaya olehnya sebagai kepala teliksandi kadipaten Tanjung Rejo, ternyata adalah seorang terduga penghianat.Setelah tersadar dari rasa terkejutnya, Yoga tiba-tiba berusaha melarikan diri. Dia berlari secepat mungkin meninggalkan aula.Aji dengan sigap melakukan pengejaran. Dan dalam waktu yang relatif singkat, duda tampan itu berhasil menyusul Yoga, sebelum kepala teliksandi itu berhasil keluar dari gerbang istana.Yoga seketika menghentikan ayunan cepat langkahnya. Ternyata kemampuan ilmu meringankan diri yang dimiliknya, masih jauh di bawah lelaki tampan yang kini sudah menghadang jalannya.Raut keterkejutan pun seketika tercetak di wajahnya. "Cepat sekali!" gumamnya dalam hati."Kau mau lari kemana, Yoga? Apakah tidak sebaiknya kau me