Setelah makanan yang sudaj mulai dingin terbungkus rapi, Aji membayar dan kemudian mengajak Ratih pergi dari tempat makan itu.
Senyum yang dibuat semanis mungkin oleh gadis pelayan kepadanya, tidak dihiraukannya sama sekali. Baginya, lebih baik menjaga perasaan Ratih dari pada membalas senyuman gadis pelayan tersebut.
Apa yang dilakukan Aji dengan tidak menghiraukan senyumannya membuat gadis pelayan tersebut mengomel gak jelas. "Tampan tidak seberapa saja, sombongnya minta ampun!"
Mendengar omelan gadis pelayan itu, Ratih berbalik arah untuk memberinya pelajaran. Tapi Aji segera meraih tangannya dan menggandengnya keluar dari tempat makan.
"Sudah, tidak usah meladeni ucapannya," kata Aji, sekeluarnya mereka dari tempat makan.
"Apa kau mau membelanya!?" Ratih yang masih terbakar emosinya, melampiaskannya kepada Aji.
"Bukan begitu, Ratih
Bargowo dan Rangga bingung dengan apa yang dimaksud lelaki tampan yang memiliki rahang kokoh dan garis wajah tegas itu . Keduanya memandang Aji dan Ratih bergantian.Aji sadar ucapannya bisa membuat pembicaraan mereka terganggu, dia kemudian mengalihkannya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi kadipaten Tanjung Rejo."Aku butuh secepatnya menemui Tuan Adipati untuk mengatakan masalah ini kepada beliau. Masalah ini hanya kita berempat yang tahu, jangan ada yang membocorkannya, baik kepada teliksandi atau orang kepercayaan Tuan Adipati," kata Aji."Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Bargowo."Tetap sesuai rencana. Kau dan Rangga jual bahan makanan yang kita punya kepada tengkulak besok. Ingat, kalian jaga sikap kalian dan jangan terlalu mencolok. Copot juga anting besarmu itu, biar mereka tidak curiga!"Bargowo menggaruk kepalanya pelan lalu mencopot an
Sebelum keluar dari pintu penginapan, Aji melongok melihat situasi di jalanan kadipaten yang terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa orang pengemis yang masih beroperasi di kegelapan malam.Setelah berjalan dan sudah berada tidak jauh dari Istana, Aji menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas, beberapa sosok hitam yang bergerombol di seberang depan istanaAji mengernyit sesaat melihat keganjilan tersebut. Tadi ketika dia dan Ratih berjalan-jalan untuk mencari bukti, hanya ada satu pemgemis saja yang berada di seberang depan istana. Tapi kenapa sekarang ada 5 orang pengemis dan posisi duduk mereka berdempetan?Keganjilan itulah yang membuat Aji harus mencari tempat sepi untuk melompat ke atas atap rumah penduduk, agar bisa mencari jalan memasuki istana tanpa ketahuan seorang pun.Setelah dirasa tidak ada yang memperhatikannya, lelaki tampan itu menyelinap memasuki gang antar rumah penduduk dan kemudian melompat denga ringan ke
Yoga yang berada di depan pintu tentu saja dibuat terkejut, ketika Aji membuka pintu secara tiba-tiba.Adipati Hanggareksa pun terhenyak tak percaya. Yoga, sosok yang sangat dipercaya olehnya sebagai kepala teliksandi kadipaten Tanjung Rejo, ternyata adalah seorang terduga penghianat.Setelah tersadar dari rasa terkejutnya, Yoga tiba-tiba berusaha melarikan diri. Dia berlari secepat mungkin meninggalkan aula.Aji dengan sigap melakukan pengejaran. Dan dalam waktu yang relatif singkat, duda tampan itu berhasil menyusul Yoga, sebelum kepala teliksandi itu berhasil keluar dari gerbang istana.Yoga seketika menghentikan ayunan cepat langkahnya. Ternyata kemampuan ilmu meringankan diri yang dimiliknya, masih jauh di bawah lelaki tampan yang kini sudah menghadang jalannya.Raut keterkejutan pun seketika tercetak di wajahnya. "Cepat sekali!" gumamnya dalam hati."Kau mau lari kemana, Yoga? Apakah tidak sebaiknya kau me
Segera dia alirkan tenaga dalamnya untuk mengeluarkan efek racun dari tubuhnya. Asap kehitaman keluar perlahan dan tak lama wajahnya terlihat segar kembali. Tanpa disadarinya, Pedang kegelapan yang tergantung di punggungnya, turut menyerap racun yang bersarang di tubuhnya. Sehingga Aji tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dalam untuk mengeluarkan sisa-sisa racun yang ada.Mata lelaki berpakaian hitam itu pun terbelalak lebar melihat Aji dengan mudahnya menghilangkan efek jurus beracunnya. "Siapa sebenarnya dia, kekuatan macam apa yang dimilikinya?""Ternyata kau seorang pendekar yang licik." Aji tersenyum mencibir."Bedebah ...! Apa kau tidak tahu, kami pendekar aliran hitam tidak peduli dengan aturan dalam pertarungan. Aturan yang kami pakai adalah kemenangan, apapun caranya!"Seusai berkata, lelaki berpakaian serba hitam itu kemudian lagi-lagi menghilang.Aji yang sudah mulai memahami cara licik lawannya, kemudian memusatkan konsentrasiny
Lelaki berpakaian serba hitam yang juga guru dari Yoga itu mengarahkan pandangannya ke sekeliling, sebelum memutuskan masuk ke dalam gua.Dari jarak sekitar 30 meter, samar-samar Aji bisa melihat ketika lelaki yang sudah melarikan diri dari pertarungan itu memasuki gua. Pengalaman sebagai seorang perampok banyak membantunya dalam situasi seperti ini. Ketajaman pandangannya tidak perlu diragukan lagi, meski keadaan gelap gulita.Di dalam gua, Yoga yang sedang terpekur sendirian, duduk di atas sebuah batu berlumut tanpa alas. Dia sudah tidak perduli dengan kotornya pakaian yang dikenakannya saat ini. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana nasibnya selanjutnya setelah ketahuan menjadi seorang penghianat.Ada rasa penyesalan di dalam hatinya tentang apa yang sudah dilakukannya. Padahal sejak dia masih berumur 10 tahun, Adipati Hanggareksa sudah merawatnya selayaknya anak sendiri. Tak pernah sekalipun lelaki berumur 40 tahun lebih itu bersikap ke
"Aku tidak paham maksudmu pendekar. Bisakah kau jelaskan apa rencanamu sebenarnya?" tanya lelaki tua."Begini ... kalau memang Yoga mau menerima tawaranku untuk kembali membantu Tuan Adipati, aku sudah punya rencana untuknya," jawab Aji, dengan senyum tipis tercetak di bibirnya."Rencana apa?""Aku akan mengatakannya nanti di istana. Sekarang tinggal Yoga bagaimana, apakah dia mau bekerja sama atau tidak?"Lelaki tua itu menepuk pundak Yoga pelan, "Jika kau ingin menebus kesalahanmu, maka terimalah tawaran yang diberikan pendekar ini. Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa padamu."Setelah berpikir untuk sesaat, Yoga akhirnya mengangguk dan siap untuk bekerja sama. "Baiklah, Tuan. Aku sudah siap untuk membantu Tuan Adipati. Sekarang apa yang harus aku lakukan?"Aji tersenyum sebelum menjelaskan sedikit apa yang harus dilakukan Yoga."Selebihnya akan aku jelaskan di istana. Sekarang aku pergi dulu ke istana!" pung
"Benar, Tuan. Bahkan Yoga akan menjadi sosok penting dalam rencana kita nanti," jawab Aji."Kalau dia tidak kembali ke sini, apa yang harus kita lakukan?" tanya Adipati Hanggareksa lagi. Dia masih belum mempunyai keyakinan bahwa Yoga akan kembali."Dia pasti kembali, Tuan. Tapi hamba sudah mempunyai rencana cadangan jika dia tidak kembali.""Kita bicarakan besok saja. Aku sudah sangat mengantuk sekarang. Kau mau tidur di sini atau kembali ke penginapan?""Hamba kembali ke penginapan saja, Tuan. Hamba mesti menjelaskan rencana yang akan dijalankan Bargowo dan Rangga besok pagi," jawab Aji."Baiklah. Kau boleh pergi. Tapi besok pagi-pagi kau dan Ratih harus sudah berada di sini. Dengan berhianatnya Yoga, aku tidak bisa mempercayai orang lain selain kalian," tutur Adipati Hanggareksa. Hembusan napasnya terdengar kuat melalui kedua lubang hidungnya.Aji berdiri memberi hormat, lalu berjalan menuju pintu aula. Langka
"Tidak mungkin! Aku tidak percaya jika kau dulu seorang perampok. Kau pasti bercanda, Aji," ucap Ratih.Aji tersenyum menatap Ratih. Dia bisa melihat rasa tidak percaya dari wajah tiga orang di dekatnya itu."Aku tidak memaksamu untuk percaya kepadaku, Ratih. Yang aku katakan baru saja adalah sebuah kenyataan buruk yang sengaja memang ingin aku pendam selamanya."Aji kemudian mengalihkan pandangannya kepada Rangga. "Dan mengenai pertanyaanmu, Rangga ... aku adalah perencana dalam setiap aksi perampokan yang dilakukan kelompokku. Jadi dari pengalaman demi pengalaman yang aku alami selama menjadi perampok, itulah yang aku terapkan sekarang ini. Mungkin kalian masih ingat ketika aku bisa membaca jebakan yang sudah disiapkan kelompok Bargowo ketika kita melintas di hutan, itu karena jebakan yang dipakai sangat sederhana dan sudah umum digunakan para perampok."Bargowo tersenyum kecut mendengar Aji menyebut namanya."Terus
Tak ingin membuang kesempatan bagus untuk membunuh lawan, Raja Wanajaya pun melanjutkan serangannya. "Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya, sembari melompat dan mengayunkan pedang Sabdo Bumi ke arah kepala Aji. Sigap Aji mengangkat pedang Naga Bumi ke atas kepalanya untuk menahan serangan yang sudah mengincar bagian tervitalnya.Kembali benturan dua pusaka itu menghasilkan dentuman dahsyat hingga membuat titik pertarungan bergetar hebat. Tidak sedikit pepohonan dan bangunan yang rubuh, tak mampu menahan getaran kuat yang terjadi beberapa detik lamanya.Raja Wanajaya terpental balik ke belakang, sedangkan kaki Aji terpendam sampai sebatas lutut. Namun, bisa terlihat jika kekuatan pusaka Aji lebih unggul dibanding pusaka Raja Wanajaya.Aji yang ingin mengakhiri pertarungan itu dengan cepat, langsung melompat tinggi sebelum kemudian melesat tajam dengan ujung pedang Naga Bumi berada di depan.Raja Wanajaya melompat mundur menjauh. Dia kini sudah menyadari bahwa kekuatan lawan
Melihat putri satu-satunya berusaha menjadi martir bagi orang yang ingin membunuhnya, Raja Wanajaya pun murka. Raut wajahnya menegang, namun dia masih berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Putri Larasati adalah anak kandungnya. Tidak mungkin juga dia tega untuk menghabisi darah dagingnya sendiri yang selama ini ia jaga. “Minggir, Putriku, menjauh dari manusia biadab itu. Jangan sampai kau membuat ayah gelap mata dan membunuhmu juga!” tegasnya. “Tidak Ayah! Aku tidak akan bergeser sedikitpun. Jika Ayah ingin membunuh Aji, maka langkahi dulu mayat anakmu ini!” bantah Putri Larasati. Matanya terlihat sembab oleh air mata yang tak henti mengalir. Pada dasarnya dia sudah muak melihat kelakuan ayahnya selama ini. Bahkan ibunya meninggal pun karena tidak kuat menahan derita berkepanjangan yang diakibatkan tingkah laku ayahnya. “Ayah peringatkan untukmu yang terakhir kali Larasati! Pergi dari situ atau ayah akan tega mencabut nyawamu!” Raja Wanajaya berteriak saking kesalnya.“Bunuh saj
Namun kecemasan Aji tersebut segera menghilang ketika melihat kemunculan Jaya di dekat putri Larasati. Entah Jaya baru dari mana, tapi kedatangan lelaki tersebut bisa membuatnya fokus untuk menghadapi Raja Wanajaya. Tanpa disadari Aji, pertarungan mereka yang semula digiringnya menjauh dari kotaraja, ternyata harus kembali berada di dekat Kotaraja. Runtuhnya bangunan dinding yang baru saja menimpanya seakan menyadarkannya, bahwa tempat pertarungannya melawan penguasa kerajaan Kalingga tersebut ternyata sudah bergeser cukup jauh dari titik awal pertarungan. Dan lapangan yang berada di luar Kotaraja tersebut merupakan tempat menyiapkan pasukan dalam skala besar jika terjadi perang dengan kerajaan lain. Selepas mengusapkan tangan untuk menyapu debu yang berada di wajahnya, Aji pun memasang kembali kuda-kudanya. Kali ini dia akan berupaya untuk mengajak Raja Wanajaya untuk kembali menjauhi Kotaraja. Mungkin Jaya masih bisa menyelamatkan nyawa Putri Larasati jika ada serangan nyasar, tap
Meski terkejut dengan mampu ditahannya aura pembunuh miliknya, Raja Wanajaya tetap memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa lawannya itu bukan tandingannya dan dia sangat yakin akan bisa memenangkan pertarungan. "Ayo kita lanjutkan pertarungan yang tertunda!" ucapnya dengan nada meremehkan. Sang Raja yang memiliki ilmu kanuragan tinggi itupun kembali memasang kuda-kudanya, begitu pula dengan Aji yang sedari tadi sudah siap untuk melanjutkan pertarungan.Dalam satu tarikan napas, pertarungan pun kembali berlanjut setelah keduanya melesat maju dengan kecepatan tinggi."Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya dengan keras sambil menebaskan pedang Serat Alam ke arah leher Aji.Energi yang begitu besar bisa Aji rasakan dari jurus yang dikeluarkan oleh Raja Wanajaya. Sang pendekar berparas tampan itupun kemudian menarik Pedang Naga Bumi keluar dari wadahnya untuk memberikan tangkisan, dan sekaligus juga mengeluarkan perisai api untuk menahan serangan berenergi besar yang sudah menginc
Aji sedikit dibuat kerepotan meski pada akhirnya sudah bisa membaca serangan ayah dari Putri Larasati tersebut.Raja Wanajaya semakin beringas melakukan serangan. Dia mencabut pedang Serat Alam untuk segera memungkasi pertarungan. Aji sedikit terkesima dengan keluarnya pedang pusaka yang separuh kitab jurus ya kini ada padanya. Energi yang dikeluarkan pedang pusaka tersebut sangat halus, tapi begitu menekan.Suami Ratih itu lalu mencabut pedang Naga Bumi untuk melawan senjata pusaka lawan. Energi yang dikeluarkan pedang miliknya memberi tekanan balik hingga membuat Raja Wanajaya Murka. "Mati kau, Penghianat!" teriak Raja Wanajaya. Dia melompat maju sembari menebaskan pedangnya dengan. Kekuatan yang tidak sedikit. Kecepatan serangannya pun semakin meningkat dan bervariasi.Pedang Naga Bumi meliuk dengan cepat memberi tangkisan demi tangkisan yang membuat tangan lawannya gemetar setiap kali pedang mereka berdua berbenturan."Aku terlalu meremehkan kemampuannya!" Raja Wanajaya mendengu
Raja Wanajaya menatap geram lelaki tampan di depannya. Jari telunjuknya menunjuk Aji, gigi-giginya saling menggigit menahan emosinya yang memuncak. "Kau telah mempengaruhi putriku sehingga dia berani melawanku!"Aji tersenyum kecil menanggapinya. "Kalau Paduka mengira aku telah mempengaruhi Gusti Putri, maka Paduka sudah salah besar. Gusti Putri bisa berpikir untuk menentukan apa yang salah dan benar, dan apa yang sudah paduka lakukan selama ini adalah kesalahan yang teramat besar dan tidak terampuni.""Jangan mengguruiku tentang kebenaran, Bangsat! Aku hidup jauh lebih lama dari pada kau, dan kebenaran buatku adalah kekuasaan!"Aji memandang Putri Larasati yang sudah bercucuran air mata, "Tampaknya sulit menyadarkan paduka dengan kata-kata, Gusti Putri. Jadi jalan kekerasan harus hamba ambil."Putri Larasati mengangguk meski itu berat buatnya. Tapi dia sudah siap jika memang ayahnya harus mati di tangan Aji. "Lakukan apa yang harus kau
Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menemukan kamar yang digunakan Raja Wanajaya untuk melakukan ritual.Tapi langkah mereka terhenti setelah terlihat empat orang prajurit yang berjaga di depan pintu kamar tersebut. Mereka berempat begitu ketat menjaga kamar itu seolah angin pun akan mereka halau jika hendak masuk melalui celah di bawah pintu.Beruntung malam itu bulan tidak bersinar begitu terang hingga keduanya tidak terlihat oleh para prajurit. Berbicara meski pelan jelas akan terdengar oleh keempat prajurit itu saking heningnya suasana. Hanya kode yang bisa mereka lakukan untuk merencanakan langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan.Setelah memantapkan diri, Aji dan jaya bergerak secepat mungkin melumpuhkan keempat prajurit itu. Serangan cepat mengarah titik vital membuat keempat prajurit itu bergelatakan di tanah. Entah pingsan atau mati, keduanya tidak peduli tentang itu.Dalam satu tarikan napas, Jaya menendang
Kedua pendekar itu pergi keluar dari kamar setelah berembuk untuk beberapa saat. Mereka saat ini harus mencari di mana biasanya Raja Wanajaya melampiaskan nafsu bejatnya. Sebab tidak mungkin kamar pribadinya akan digunakan untuk hal seperti itu.Cukup lama mereka berkeliling di dalam istana, hingga pada satu titik mereka melihat belasan orang prajurit tampak berjaga di sebuah ruangan."Apa mungkin di situ?" bisik Aji pelan.Jaya memandang para prajurit yang berjarak sekitar 25 meter dari tempat mereka berdua berdiri. Suasana di dalam istana yang tidak terlalu terang sedikit banyak membantu mereka agar tidak terlihat oleh para prajurit. "Jika ruangan itu sampai dijaga begitu banyak prajurit, maka besar kemungkinan di dalam ruangan itu ada sesuatu yang penting. Atau bisa jadi Raja Wanajaya yang ada di dalamnya," balas Jaya menduga-duga. "Kita lumpuhkan para prajurit itu dulu, baru kita tahu apa yang ada
Ekspresi rasa terkejut Aji sempat tertangkap pandangan mata Putri Larasati. Putri cantik itu menundukkan wajahnya, dia malu atas kelakuan ayahnya."Sebenarnya Gusti Putri bermimpi tentang apa?" tanya Aji penasaran.Putri Larasati memejamkan matanya. Hembusan napasnya begitu berat terdengar keluar dari bibirnya yang ranum.Dia merasa sangat sulit buatnya untuk menjawab pertanyaan Aji. Bagaimanapun juga, dia takut jika Aji adalah sosok yang ditakdirkan untuk membunuh ayahnya.Tapi, kelakuan bejat ayahnya harus ada yang menghentikan, meski ayahnya tadi berjanji jika ritual yang akan dilakukannya nanti adalah yang terakhir. Raja Wanajaya berjanji kepada Putri Larasati tidak akan menggauli gadis lagi untuk ke depannya."Aku kuatir jika kau yang ada dalam mimpiku," ucap Putri Larasati lirih.Aji semakin penasaran dengan mimpi yang dialami Putri Larasati, apalagi putri cantik itu juga menyebutnya.Sete