"Dor!!"
Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya.
"Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.
Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha.
"Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.
Sasha memberikan ekspresi bingung.
"Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay.
"Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.
Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya.
"Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" tanya Sasha setelah meneguk cokelat hangatnya.
Kay menggelengkan kepalanya.
"Gue temenan sama lo sudah lama. Jangan pikir kalau gue gak tahu," lanjut Sasha.
Kay menghela napasnya, "gue cuma masih kepikiran sama hubungan gue yang baru saja kandas kemarin."
"Apa yang mengganggu pikiran lo?"
"Gak tahu. Tapi rasanya kayak ada yang hilang saja. Misalnya, kalau lagi hujan gerimis begini biasanya Rendy suka telfon gue. Dia nanya, apa yang ada di pikiran gue di hujan hari ini? Terus kalau redanya cepat, biasanya dia langsung jemput gue. Sekedar jalan-jalan, cari jajanan," cerita Kay.
Sasha memperhatikan wajah sahabatnya itu. Tatapan Kay lurus ke depan. Namun Sasha tahu, bahwa Kay sedang memutar kembali kenangan yang pernah ada diantara dia dan juga Rendy. Sasha paham, ini akan sangat sulit untuk dilalui.
"Lo hanya belum terbiasa, Kay," balas Sasha.
"Maksudnya?"
Lagi-lagi Sasha meneguk terlebih dahulu cokelat hangatnya, "iya, lo hanya belum terbiasa sama situasi ini. Lo sama Rendy kan pacaran sudah lama. Selama itu, lo sudah terbiasa sama kehadiran Rendy di hidup lo. Terus sekarang ketika hubungan kalian selesai, semua hal yang lo lakuin bareng Rendy, harus lo lakuin sendiri."
"Gak mudah memang. Gak perlu terburu-buru juga kok. Lo juga baru banget putus. Yang terpenting, lo harus bisa terima semuanya dulu. Pelan-pelan."
Kay mendengarkan dengan penuh apa yang disampaikan oleh sahabatnya itu. Andai fase menerima dan ikhlas adalah hal yang mudah, mungkin sudah Kay terapkan. Tapi Kay tahu, itu adalah sebuah proses kehidupan. Setiap hal yang terjadi dalam hidup pasti akan selalu memberikan kita sebuah pelajaran.
Kay tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya, "kalimat lo itu akan gue ingat."
Sasha memberikan ibu jarinya kepada Kay.
***
Alzam sedikit terkejut ketika melihat seorang perempuan sedang duduk di bangku halaman rumahnya. Perempuan itu yang semula sedang memainkan ponselnya, langsung menghampiri Alzam ketika motornya baru saja sampai.
"Hai," sapanya dengan lembut.
Alzam terdiam ketika melihat bagaimana ekspresi ceria dari perempuan ini menyambut dirinya yang baru saja pulang dari rumah sakit.
"Kok pulangnya jam segini? Bukannya biasanya jam lima juga sudah di rumah, ya?" tanya perempuan itu ketika menyadari bahwa sekarang sudah hampir jam enam sore.
"Kamu ngapain disini?" tanya Alzam balik. Dia menghiraukan pertanyaan dari perempuan tersebut.
Perempuan itu terdiam sejenak. Namun dia langsung menunjuk ujung hidung Alzam dengan jari telunjuknya, "kalau ada orang yang nanya itu, dijawab dulu. Baru kamu nanya balik."
Alzam menghembuskan napasnya, "abis ada urusan."
"Kamu ngapain disini?" Alzam mengulangi pertanyaannya.
Perempuan tersebut lagi-lagi tersenyum, "ya mau ketemu kamu. Aku tahu, kalau aku ajak kamu ketemuan di luar, pasti kamu gak mau. Yaudah deh aku kesini. Anggap saja surprise."
"Oh iya, ngomong-ngomong ibu sama adik kamu kemana? Kok tumben rumah sepi banget?" perempuan itu bertanya lagi.
"Rumah sakit. Alsya dirawat."
Alzam pun berjalan menuju rumahnya sementara perempuan itu masih mengikuti Alzam. Dia berusaha menyamakan langkahnya dengan Alzam.
"Hah? Alsya sakit apa?! Dia dirawat di rumah sakit mana? Kok kamu gak bilang sama aku?" tanyanya dengan cukup khawatir.
"Bell, cukup," balas Alzam.
"Udah, cukup. Aku lagi capek. Aku gak mau diganggu."
Perempuan itu terdiam dan perlahan menghampiri Alzam. Dia mencoba menggenggam tangan Alzam, hal itu membuat Alzam sedikit terkejut dan dengan spontan melepas genggaman tangannya.
"Maaf. Aku hanya khawatir, Zam. Kamu lagi ada masalah sama ayah, ya?" tanya Bella dengan nada pelan.
Alzam menghembuskan napasnya dengan kasar. Seakan memang sudah tahu, Bella paham bahwa itu merupakan sebuah jawaban.
"Kamu udah makan, Zam? Kalau belum, aku masakin ya?"
"Kamu mau dimasakin apa? Omelet? Mie rebus? Atau butter rice?" tawar Bella.
"Bell, aku minta tolong sama kamu. Kamu pulang. Aku gak lapar sama sekali. Aku lagi mau sendiri. Tolong, jangan ganggu aku," jawab Alzam dengan nada tegas. Saat ini emosinya benar-benar sedang tidak baik. Dia tidak mau sampai melepaskan emosinya kepada seseorang yang tidak mengerti apa-apa tentang permasalahannya.
Bella terdiam sesaat. Dia memperhatikan langit yang semakin gelap. Kemudian menatap Alzam dengan penuh harap, "tapi ini sudah mau gelap. Kamu gak mau anterin aku, Zam?"
"Kamu bisa pakai ojek atau taksi online. Aku tungguin sampai drivernya datang," balas Alzam.
Kali ini giliran Bella yang mendengus dengan kasar. Dia juga mendudukkan tubuhnya pada kursi yang ada disana.
"Kenapa sih, Zam? Kenapa kamu jadi berubah secepat ini? Aku paham kamu marah--"
"Bell. Stop. Aku sudah bilang sama kamu, aku lagi gak mau diganggu. Kalau kamu masih mau ditungguin sama aku, kamu pesan ojek atau taksi onlinenya sekarang. Kalau enggak, aku mau masuk," potong Alzam.
Bella benar-benar terpaksa menuruti perkataan Alzam. Dia memesan taksi online. Setelah beberapa kali membujuk, akhirnya Alzam mau duduk di sampingnya. Meski Alzam masih sering menepis sentuhan yang Bella berikan, namun setidaknya laki-laki itu untuk saat ini menuruti salah satu permintaannya.
"Drivernya sudah mau sampai," ujar Bella. Dia pun bangun dari duduknya, begitu juga dengan Alzam.
"Kalau gitu aku pulang dulu ya, Zam? Nanti kalau aku chat, jangan lupa dibalas. Besok aku mau ajak kamu jalan-jalan sambil cari makanan."
"Bell--"
"Sst! Aku gak nerima penolakan," potong Bella.
Alzam hanya diam. Tidak mengiyakan dan tidak menolak. Secara tiba-tiba, Bella memeluk tubuhnya. Lagi-lagi hal itu membuat Alzam terkejut. Dia hendak melepaskan, tetapi Bella menolak. Perempuan itu malah semakin mempererat pelukannya.
Alzam tidak mengerti. Seakan ini adalah hal yang dia butuhkan. Tetapi pikirannya selalu memintanya untuk menolak. Karena mengingat hal yang terjadi diantara mereka berdua beberapa waktu lalu. Untuk sesaat, Alzam membiarkan tubuhnya didekap erat oleh Bella.
Beberapa saat..
"Permisi! Kiriman kue--"
Teriakan dari seseorang itu mengejutkan Alzam. Ditambah lagi, ketika dia melihat siapa seseorang tersebut. Perempuan itu. Perempuan yang tadi cukup mengganggunya ketika di kampus. Mereka sama-sama terdiam dan menatap satu sama lain.
Kay mematung di tempatnya ketika melihat apa yang ada di hadapannya kali ini.
Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri
"Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be
Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya
Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men
Kayshilla[Morning Sasha! Aduh sorry banget ya gue gak sempat pamitan sama lo, soalnya gue lihat lo tidurnya masih nyenyak banget. Gue gak enak kalau bangunin. Anyway hari ini kayaknya gue mau libur dulu kerjanya. Gue sudah bilang sama tante Airin dan diizinin sih, cuma takutnya tante Airin lupa... Jadi gue mau minta tolong ke lo untuk sampaikan ke nyokap lo ya! Thankyou, Sash. Nanti gue jajanin es teh di kampus!]Sasha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat baru saja bangun tidur dan membaca pesan masuk di ponselnya. Sahabatnya itu memang bisa dibilang seorang yang pekerja keras. Ya bagaimana tidak, dia hidup untuk dirinya sendiri. Jika Kay tidak bekerja, bagaimana bisa dia dapat bertahan sejauh ini. ***Kay tidak berbohong sepenuhnya kepada Airin atau pun Sasha. Dia mengajukan libur hari ini dengan alasan ingin mengistirahatkan dirinya. Namun disinilah Kay. Perempuan dengan sweater berwarna hitam polos dan celana jeans berwarna senada itu tengah duduk di hamparan rumput yan
"Kenapa lo ngelihatin gue?"Pertanyaan dengan nada suara yang cukup berat itu mampu menyadarkan Kay. Dia benar-benar tidak sadar jika sudah cukup lama menatap Alzam. Dan sekarang, Kay merasa kikuk sendiri. Perempuan itu memilih menarik tangannya yang tadi sempat diobati oleh Alzam dibandingkan menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut."Sudah gue obatin. Sekali lagi sorry," ujar Alzam lagi.Kay memperhatikan punggung tangannya yang. Dia terkekeh dan hal itu membuat Alzam menatapnya dengan tatapan heran. Perempuan aneh. Batin Alzam. "Gue kira lo itu benar-benar galak. Tapi ternyata masih punya sisi lucu juga ya?" kekeh Kay."Maksudnya apa?" tanya Alzam dengan datar."Pemilih plesternya cukup menarik," balas Kay.Alzam lalu menyadari maksud perkataan dari Kay. Dia pun membela diri, "yang polosnya gak ada."Kay hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alzam sambil terkekeh. Karena merasa kewajibannya sudah selesai, Alzam yang kala itu baru saja ingin berdiri dari tempatn
“Gue mau kita putus, Kay.”“Uhuk!”Kay, perempuan yang semula tengah asyik mengunyah beberapa boba di dalam mulutnya mendadak tersedak ketika seorang laki-laki di hadapannya mengatakan hal demikian.“Gi-gimana maksudnya?” Kay mencoba memastikan apa yang dia dengar barusan.Laki-laki itu menatap Kay mencoba mengulangi perkataannya dengan tegas, “Gue mau kita putus.”Kay mengedipkan matanya beberapa kali mencoba untuk mencerna apa yang baru saja dia dengar, “Serius, Ren?”Rendy, lelaki itu menganggukkan kepalanya sambal berdeham.“YES!” ucap Kay dengan cukup lantang.Rendy yang semula bersikap tenang itu mendadak menatap gadis di hadapannya dengan bingung. Pasalnya respons yang Kay berikan benar-benar di luar ekspektasinya.“Maksudnya yes?” tanya Rendy.Kay menghabiskan boba yang masih ada di dalam mulutnya terlebih dahulu, “kenapa gak dari kemarin-kemarin aja sih mutusinnya?”“Lo gak sedih atau nanya alesan kenapa gue mutusin lo?” “Lo sendiri yang bilang kalau gue ini beda dari yang l
Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Kay sedang merebahkan tubuhnya di lantai sambal menikmati sejuknya pendingin ruangan. Hari ini benar-benar sibuk, bahkan di luar ekspektasinya. “Aduh, maaf banget ya Kay kamu jadi lembur,” ujar Airin yang baru saja datang, membuat Kay yang semula sedang memejamkan matanya itu pun membuka dengan perlahan.Kay terkekeh, “gapapa kok tante.” “Kamu Minggu ini berarti belum libur, Kay. Gimana kalau besok saja liburnya?” tawar Airin.“Tapi besok kan banyak pesenan yang harus dianter tante. kalau aku libur, takutnya kekurangan orang.” “Oh iya juga ya.” “Udah, gapapa tante. Buat masalah libur bisa diatur kok. Lagian aku lagi ingin sibuk,” sambung Kay. Airin hanya terkekeh mendengar jawaban Kay. “Sasha belum pulang, tan?” tanya Kay. “Oh iya, tante lupa. Tadi Sasha titip pesan, katanya kalau kamu udah selesai kerja, dia minta kamu ke rumah. Pulang bareng sama tante saja kalau begitu, Kay,” ajak Airin. Kay pun mengangguk setuju.
"Kenapa lo ngelihatin gue?"Pertanyaan dengan nada suara yang cukup berat itu mampu menyadarkan Kay. Dia benar-benar tidak sadar jika sudah cukup lama menatap Alzam. Dan sekarang, Kay merasa kikuk sendiri. Perempuan itu memilih menarik tangannya yang tadi sempat diobati oleh Alzam dibandingkan menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut."Sudah gue obatin. Sekali lagi sorry," ujar Alzam lagi.Kay memperhatikan punggung tangannya yang. Dia terkekeh dan hal itu membuat Alzam menatapnya dengan tatapan heran. Perempuan aneh. Batin Alzam. "Gue kira lo itu benar-benar galak. Tapi ternyata masih punya sisi lucu juga ya?" kekeh Kay."Maksudnya apa?" tanya Alzam dengan datar."Pemilih plesternya cukup menarik," balas Kay.Alzam lalu menyadari maksud perkataan dari Kay. Dia pun membela diri, "yang polosnya gak ada."Kay hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alzam sambil terkekeh. Karena merasa kewajibannya sudah selesai, Alzam yang kala itu baru saja ingin berdiri dari tempatn
Kayshilla[Morning Sasha! Aduh sorry banget ya gue gak sempat pamitan sama lo, soalnya gue lihat lo tidurnya masih nyenyak banget. Gue gak enak kalau bangunin. Anyway hari ini kayaknya gue mau libur dulu kerjanya. Gue sudah bilang sama tante Airin dan diizinin sih, cuma takutnya tante Airin lupa... Jadi gue mau minta tolong ke lo untuk sampaikan ke nyokap lo ya! Thankyou, Sash. Nanti gue jajanin es teh di kampus!]Sasha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat baru saja bangun tidur dan membaca pesan masuk di ponselnya. Sahabatnya itu memang bisa dibilang seorang yang pekerja keras. Ya bagaimana tidak, dia hidup untuk dirinya sendiri. Jika Kay tidak bekerja, bagaimana bisa dia dapat bertahan sejauh ini. ***Kay tidak berbohong sepenuhnya kepada Airin atau pun Sasha. Dia mengajukan libur hari ini dengan alasan ingin mengistirahatkan dirinya. Namun disinilah Kay. Perempuan dengan sweater berwarna hitam polos dan celana jeans berwarna senada itu tengah duduk di hamparan rumput yan
Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men
Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya
"Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be
Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri
"Dor!!"Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya."Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha."Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.Sasha memberikan ekspresi bingung."Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay."Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya."Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" ta
Itu dia. Seseorang yang sebenarnya tidak ingin Kay temui. Sejak lama. tetapi Kay malah harus kembali berada di dalam satu lingkungan yang sama dengannya. Aurelie Artawinata. Seorang perempuan yang sekaligus pernah menjadi teman satu sekolahnya. Perempuan yang pernah menjadi penyebab pertengkaran hebat antara dirinya Rendy. Padahal Kay sudah berharap bahwa kelulusan sekolah merupakan hal yang ditunggu-tunggu, agar dirinya tidak perlu bertemu dengan Aurel lagi.Namun sepertinya untuk doanya yang satu ini, Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya. Mereka dipertemukan kembali di satu universitas yang sama. Meski dengan fakultas yang berbeda. tetapi tetap saja, ketika Rendy menjemputnya, mau tidak mau sering berpapasan dengan Aurel.“Lo lagi ngapain sama cowo ini?” tanya Aurel sambil menatap Alzam.Kay tersadar dari lamunannya. dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Awalnya, Kay idak berminat untuk menjawab. tetapi, satu ide gila muncul di benaknya. dia menatap Alzam sejenak langsung m
“Kok malah diem saja sih?!” tanya Kay saat dia menyadari ada Alzam di belakangnya. Lelaki itu tidak bisa lewat karena Kay yang menutupi akses jalan keluar.Alzam masih terdiam. dia memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh perempuan ini jika dirinya tidak membantu.“Aduh..” keluh Kay yang masih merasakan sakit. dia akhirnya berusaha untuk berdiri meski beberapa kali terduduk lagi karena rasa nyeri itu masih ada.Bukannya mencoba untuk membantu, Alzam justru malah melewati melangkahi kaki Kay untuk bisa keluar dari koridor yang cukup sempit itu. Membuat Kay terkejut untuk kesekian kalinya. Rasanya Kay ingin memarahinya karena tidak memiliki rasa sopan santun sedikit pun. Dengan tanpa bersalahnya, lelaki itu malah melangkahi dirinya tanpa mengucap kata ‘permisi’?“Dasar gak sopan!” maki Kay dengan nada pelan. Dia pun berusaha untuk bangun mengejar Alzam.Langkah lelaki itu sangat cepat, membuat Kay pun ikut mempercepat langkahnya.“Eh, tunggu!” teriak Kay.Seakan tidak mendengar, Alzam