Itu dia. Seseorang yang sebenarnya tidak ingin Kay temui. Sejak lama. tetapi Kay malah harus kembali berada di dalam satu lingkungan yang sama dengannya. Aurelie Artawinata. Seorang perempuan yang sekaligus pernah menjadi teman satu sekolahnya. Perempuan yang pernah menjadi penyebab pertengkaran hebat antara dirinya Rendy. Padahal Kay sudah berharap bahwa kelulusan sekolah merupakan hal yang ditunggu-tunggu, agar dirinya tidak perlu bertemu dengan Aurel lagi.
Namun sepertinya untuk doanya yang satu ini, Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya. Mereka dipertemukan kembali di satu universitas yang sama. Meski dengan fakultas yang berbeda. tetapi tetap saja, ketika Rendy menjemputnya, mau tidak mau sering berpapasan dengan Aurel.
“Lo lagi ngapain sama cowo ini?” tanya Aurel sambil menatap Alzam.Kay tersadar dari lamunannya. dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Awalnya, Kay idak berminat untuk menjawab. tetapi, satu ide gila muncul di benaknya. dia menatap Alzam sejenak langsung menggenggam tangan lelaki tersebut. Membuat Alzam sedikit terkejut.“Gu–e abis dari ruangan bu Lia. Ditemenin sama dia,” jawab Kay dengan senyuman.Aurel melihat Kay menggenggam tangan lelaki di sebelahnya. Dia memberikan pertanyaan secara tersirat melalui matanya “itu siapa?”Seakan mengerti dengan maksud dari tatapan yang dibeirkan oleh Aurel. Tanpa basa-basi, Kay pun langsung menjawab dengan lantang.
“Cowo gue.”Alzam yang semula sedang berusaha melepas genggaman Kay mendadak terdiam menatap Kay dengan lebih tajam lagi dari biasanya. Kay mengeratkan genggamannya pada Alzam, seakan meminta lelaki itu untuk menurutinya kali ini. Sementara Aurel, perempuan itu sedikit terkejut tidak lama tertawa sinis.“Kenapa lo tertawa?” tanya Kay dengan nada sedikit sebal.Aurel meredakan tawa sinisnya, “Dulu lo selalu nuduh kalau Rendy selingkuh atau apa lah. tetapi kenyataannya? Lo sama dia baru putus kemarin kan? sekarang lo dengan beraninya ngenalin pacar baru lo itu.”
“Jadi siapa sebenernya yang main belakang? Rendy? atau lo?”Kay mencoba menahan rasa sesaknya. Aurel melangkahkan kakinya untuk mendekati Kay.“Syukur deh kalau lo udah putus sama Rendy. Dengan begitu, gue bisa sama dia. Tanpa harus diem-diem. Tanpa ada penghalang lagi. Anyway, congrats buat hubungan baru lo. mengapa gak dari lama saja?”Setelah mengatakan hal tersebut, Aurel kembali tersenyum dnegan sinis pergi meninggalkan Kay serta Alzam yang sedari tadi hanya diam sambil mendengarkan mencerna perbincangan kedua perempuan ini.Genggaman tangan Kay yang semula erat perlahan mulai terlepas. Alzam pun akhirnya benar-benar melepaskan genggaman tangan antara dirinya Kay. dia melihat Kay terdiam dengan sorot matanya yang sendu.
“Maksud lo ngomong kayak tadi apa?” tanya Alzam.Kay tersadar dari lamunannya mencoba menyembunyikan wajah sendunya dengan senyuman, “Aduh, iya deh, maaf. tetapi serius tadi tuh gue spontan.”“apa pun alasan lo, jangan pernah libatin gue dalam urusan lo.”Alzam langsung pergi meninggalkan Kay yang terdiam. Jika tadi Kay menahannya, kali ini tidak. Perempuan itu malah kembali terdiam. Bukan karena ucapan Alzam pedas Alzam. Melainkan setiap kalimat yang baru saja dikatakan oleh Aurel kepada dirinya.Sementara itu ketika Alzam baru saja sampai di parkiran, satu notifikasi pesan menghentikan kegiatannya.Ibu[Abang masih di kampus? Nanti pulangnya mampir ke rumah sakit Pertiwi ya.]Membaca isi pesan yang dikirimkan oleh ibunya itu mampu membuat Alzam sedikit kebingungan. Dia pun bergegas menancapkan gas motornya untuk menuju ke rumah sakit. Ibunya langsung menyambut kala Alzam baru saja memasuki ruang tunggu.“Siapa yang sakit, Bu?” tanya Alzam dengan sedikit khawatir.“Adik kamu.”
“Alsya kenapa? Sakit apa?”Rini–ibu Alzam tersenyum untuk mencoba menenangkan putra sulungnya itu, “Adik kamu kena tifus. Semalaman dia panas, ibu udah kompres sama kasih obat. tetapi tadi panasnya malah makin tinggi. Kata dokter, Alsya harus dirawat.”Kini mereka sudah sampai di depan pintu kamar tempat di mana Alsya dirawat. Alzam sedikit terkejut ketika baru saja membuka pintu, dia melihat seseorang sedang duduk di samping Alsya bersenda gurau. Baik Alsya seseorang itu menoleh bersamaan dengan Alzam Rini yang datang.Alzam menghentikan langkahnya. dia terdiam menatap seorang pria itu dengan tatapan sedikit tajam. Seakan menunjukkan rasa tidak sukanya dengan keberadaan pria tersebut di dalam ruangan ini. Seakan tahu akan terjadi suasana seperti ini, Rini pun mengusap punggung Alzam dengan lembut.“Abang!” panggil Alsya di tengah keheningan kecanggungan.Alzam pun menatap Alsya. dia mencoba mengubah raut wajahnya tersenyum tipis kepada adik perempuan satu-satunya itu. Dia menghampiri Alsya.“Kok sakit gak bilang-bilang?” tanya Alzam.Alsya menatap sebal ke arah kakak laki-lakinya itu, “Ibu saja tahu kok. Abang terlalu cuek sih, jadinya gak tahu kan kalau aku sakit.”
“Jangan cuek-cuek, Bang. Kasian nanti pacarnya,” lanjut Alsya sambil tertawa meledek.Mendengar ledekan dari Alsya, Alzam langsung mengacak puncak kepala adik perempuannya itu sambil terkekeh.“Kamu udah punya pacar sekarang, Bang?”Pertanyaan yang keluar dari mulut seseorang itu membuat senyum Alzam memudar kala dia mengetahui siapa yang bertanya. Alzam hanya melirik sebentar tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.“Punya dong, Yah. Cantik,” jawab Alsya.“Dih, kata siapa?” tanya Alzam kepada Alsya.Alsya yang memang pada dasarnya selalu menjahili kakaknya itu pun menjawab kembali, “Ah abang. Suka pura-pura lupa. yang kemarin itu loh.”“Mana ada. Jangan ngarang!” Balas Alzam. Dia pun ikut tertawa bersamaan dengan Alsya. Alzam tahu, adiknya ini hanya bercanda mengada-ngada.“Kok gak dikenalin ke ayah?”Lagi, tawa senyum Alzam memudar kala dia mendangar suara itu.“Gak ada,” jawab Alzam dengan datar tanpa berniat untuk menatap ayahnya.“Bagus lah kalau begitu. Lebih baik memang kamu fokus dahulu sama kuliah. Habis itu kerja. Urusan cinta-cintaan itu, belakangan.”“terus bagaimana perkembangan skripsi kamu?” lanjut Arhan–ayah Alzam.Alzam terdiam sejenak, “Revisi judul.”“Apa? Baru revisi judul? Abang, kamu kuliah sempet cuti satu tahun. Menunda kelulusan kamu yang seharusnya cuma tiga setengah tahun. terus sekarang, skripsi kamu baru sampai judul? itu pun harus direvisi?”
“Mau sampai kapan kamu nunda-nunda kelulusan? Masih betah kamu ada di kampus itu?”Suasana mendadak menjadi tegang. Alsya yang semula masih tersenyum, perlahan memudarkan senyumannya. Rini, yang sedari tadi berdiri memperhatikan hanya bisa menghela napasnya. Dia tidak tahu sampai kapan hubungan putra sulungnya dengan mantan suaminya itu terus seperti ini.Sementara Alzam, dia sudah tahu bahwa perdebatan ini akan terjadi. Seharusnya tadi dia tidak usah menjawab pertanyaan dari ayahnya itu. dalam diamnya, Alzam mengepalkan tangannya. Berusaha untuk menahan segala amarah yang ada di dalam dirinya karena perkataan dari seorang pria yang disebut “ayah”.“Dari awal kamu masuk kuliah, ayah selalu minta kamu untuk bisa lulus tiga setengah tahun. Supaya kamu bisa cepet cari kerja. Kamu mengiyakan, menyanggupi. tetapi mana buktinya, Bang? Bahkan kamu diem-diem ambil cuti selama satu tahun. Kamu piker ayah gak kecewa?”Alzam yang sedari tadi enggan menatap ayahnya itu, kini menatapnya. Matanya penuh amarah. Degup jantungnya berpacu lebih cepat. Dia masih berusaha untuk menahan emosinya.“Yang ayah tahu cuma itu kan?”“Ayah pernah gak, nanya alasan jelasnya kenapa abang mutusin buat cuti kuliah kemarin? Ayah peduli gak? Gak kan!” Lanjut Alzam.“Semua yang ayah ucapin barusan, itu cuma berdasarkan perspektif ayah saja! Pernah gak ayah coba buat liat berbagai hal itu dari perspektif yang lain?”“Ini rumah sakit, Yah. Alsya lagi sakit begini. Jangan bikin keributan,” tutup Alzam.Setelah mengatakan hal tersebut, Alzam langsung keluar dari kamar inap adiknya. Meninggalkan Arhan yang semula berusaha menahan putranya, namun dilarang oleh Riri. Alsya hanya bisa terdiam memperhatikan punggung kakak laki-lakinya yang perlahan menjauh.Alzam berjalan mengikuti langkah kakinya. Dia sendiri tidak tahu akan pergi kemana, yang jelas dia harus segera menjauh dari ayahnya. Karena jika tidak, emosinya malah akan semakin memuncak. Langkahnya terhenti ketika dia menerima satu notifikasi pesan Whatsup dari nomor yang tidak dikenalinya.
+62817289xxx
[Hai, Zam. I am home. Can’t wait to see you.]"Dor!!"Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya."Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha."Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.Sasha memberikan ekspresi bingung."Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay."Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya."Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" ta
Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri
"Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be
Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya
Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men
Kayshilla[Morning Sasha! Aduh sorry banget ya gue gak sempat pamitan sama lo, soalnya gue lihat lo tidurnya masih nyenyak banget. Gue gak enak kalau bangunin. Anyway hari ini kayaknya gue mau libur dulu kerjanya. Gue sudah bilang sama tante Airin dan diizinin sih, cuma takutnya tante Airin lupa... Jadi gue mau minta tolong ke lo untuk sampaikan ke nyokap lo ya! Thankyou, Sash. Nanti gue jajanin es teh di kampus!]Sasha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat baru saja bangun tidur dan membaca pesan masuk di ponselnya. Sahabatnya itu memang bisa dibilang seorang yang pekerja keras. Ya bagaimana tidak, dia hidup untuk dirinya sendiri. Jika Kay tidak bekerja, bagaimana bisa dia dapat bertahan sejauh ini. ***Kay tidak berbohong sepenuhnya kepada Airin atau pun Sasha. Dia mengajukan libur hari ini dengan alasan ingin mengistirahatkan dirinya. Namun disinilah Kay. Perempuan dengan sweater berwarna hitam polos dan celana jeans berwarna senada itu tengah duduk di hamparan rumput yan
"Kenapa lo ngelihatin gue?"Pertanyaan dengan nada suara yang cukup berat itu mampu menyadarkan Kay. Dia benar-benar tidak sadar jika sudah cukup lama menatap Alzam. Dan sekarang, Kay merasa kikuk sendiri. Perempuan itu memilih menarik tangannya yang tadi sempat diobati oleh Alzam dibandingkan menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut."Sudah gue obatin. Sekali lagi sorry," ujar Alzam lagi.Kay memperhatikan punggung tangannya yang. Dia terkekeh dan hal itu membuat Alzam menatapnya dengan tatapan heran. Perempuan aneh. Batin Alzam. "Gue kira lo itu benar-benar galak. Tapi ternyata masih punya sisi lucu juga ya?" kekeh Kay."Maksudnya apa?" tanya Alzam dengan datar."Pemilih plesternya cukup menarik," balas Kay.Alzam lalu menyadari maksud perkataan dari Kay. Dia pun membela diri, "yang polosnya gak ada."Kay hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alzam sambil terkekeh. Karena merasa kewajibannya sudah selesai, Alzam yang kala itu baru saja ingin berdiri dari tempatn
“Gue mau kita putus, Kay.”“Uhuk!”Kay, perempuan yang semula tengah asyik mengunyah beberapa boba di dalam mulutnya mendadak tersedak ketika seorang laki-laki di hadapannya mengatakan hal demikian.“Gi-gimana maksudnya?” Kay mencoba memastikan apa yang dia dengar barusan.Laki-laki itu menatap Kay mencoba mengulangi perkataannya dengan tegas, “Gue mau kita putus.”Kay mengedipkan matanya beberapa kali mencoba untuk mencerna apa yang baru saja dia dengar, “Serius, Ren?”Rendy, lelaki itu menganggukkan kepalanya sambal berdeham.“YES!” ucap Kay dengan cukup lantang.Rendy yang semula bersikap tenang itu mendadak menatap gadis di hadapannya dengan bingung. Pasalnya respons yang Kay berikan benar-benar di luar ekspektasinya.“Maksudnya yes?” tanya Rendy.Kay menghabiskan boba yang masih ada di dalam mulutnya terlebih dahulu, “kenapa gak dari kemarin-kemarin aja sih mutusinnya?”“Lo gak sedih atau nanya alesan kenapa gue mutusin lo?” “Lo sendiri yang bilang kalau gue ini beda dari yang l
"Kenapa lo ngelihatin gue?"Pertanyaan dengan nada suara yang cukup berat itu mampu menyadarkan Kay. Dia benar-benar tidak sadar jika sudah cukup lama menatap Alzam. Dan sekarang, Kay merasa kikuk sendiri. Perempuan itu memilih menarik tangannya yang tadi sempat diobati oleh Alzam dibandingkan menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut."Sudah gue obatin. Sekali lagi sorry," ujar Alzam lagi.Kay memperhatikan punggung tangannya yang. Dia terkekeh dan hal itu membuat Alzam menatapnya dengan tatapan heran. Perempuan aneh. Batin Alzam. "Gue kira lo itu benar-benar galak. Tapi ternyata masih punya sisi lucu juga ya?" kekeh Kay."Maksudnya apa?" tanya Alzam dengan datar."Pemilih plesternya cukup menarik," balas Kay.Alzam lalu menyadari maksud perkataan dari Kay. Dia pun membela diri, "yang polosnya gak ada."Kay hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alzam sambil terkekeh. Karena merasa kewajibannya sudah selesai, Alzam yang kala itu baru saja ingin berdiri dari tempatn
Kayshilla[Morning Sasha! Aduh sorry banget ya gue gak sempat pamitan sama lo, soalnya gue lihat lo tidurnya masih nyenyak banget. Gue gak enak kalau bangunin. Anyway hari ini kayaknya gue mau libur dulu kerjanya. Gue sudah bilang sama tante Airin dan diizinin sih, cuma takutnya tante Airin lupa... Jadi gue mau minta tolong ke lo untuk sampaikan ke nyokap lo ya! Thankyou, Sash. Nanti gue jajanin es teh di kampus!]Sasha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat baru saja bangun tidur dan membaca pesan masuk di ponselnya. Sahabatnya itu memang bisa dibilang seorang yang pekerja keras. Ya bagaimana tidak, dia hidup untuk dirinya sendiri. Jika Kay tidak bekerja, bagaimana bisa dia dapat bertahan sejauh ini. ***Kay tidak berbohong sepenuhnya kepada Airin atau pun Sasha. Dia mengajukan libur hari ini dengan alasan ingin mengistirahatkan dirinya. Namun disinilah Kay. Perempuan dengan sweater berwarna hitam polos dan celana jeans berwarna senada itu tengah duduk di hamparan rumput yan
Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men
Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya
"Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be
Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri
"Dor!!"Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya."Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha."Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.Sasha memberikan ekspresi bingung."Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay."Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya."Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" ta
Itu dia. Seseorang yang sebenarnya tidak ingin Kay temui. Sejak lama. tetapi Kay malah harus kembali berada di dalam satu lingkungan yang sama dengannya. Aurelie Artawinata. Seorang perempuan yang sekaligus pernah menjadi teman satu sekolahnya. Perempuan yang pernah menjadi penyebab pertengkaran hebat antara dirinya Rendy. Padahal Kay sudah berharap bahwa kelulusan sekolah merupakan hal yang ditunggu-tunggu, agar dirinya tidak perlu bertemu dengan Aurel lagi.Namun sepertinya untuk doanya yang satu ini, Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya. Mereka dipertemukan kembali di satu universitas yang sama. Meski dengan fakultas yang berbeda. tetapi tetap saja, ketika Rendy menjemputnya, mau tidak mau sering berpapasan dengan Aurel.“Lo lagi ngapain sama cowo ini?” tanya Aurel sambil menatap Alzam.Kay tersadar dari lamunannya. dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Awalnya, Kay idak berminat untuk menjawab. tetapi, satu ide gila muncul di benaknya. dia menatap Alzam sejenak langsung m
“Kok malah diem saja sih?!” tanya Kay saat dia menyadari ada Alzam di belakangnya. Lelaki itu tidak bisa lewat karena Kay yang menutupi akses jalan keluar.Alzam masih terdiam. dia memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh perempuan ini jika dirinya tidak membantu.“Aduh..” keluh Kay yang masih merasakan sakit. dia akhirnya berusaha untuk berdiri meski beberapa kali terduduk lagi karena rasa nyeri itu masih ada.Bukannya mencoba untuk membantu, Alzam justru malah melewati melangkahi kaki Kay untuk bisa keluar dari koridor yang cukup sempit itu. Membuat Kay terkejut untuk kesekian kalinya. Rasanya Kay ingin memarahinya karena tidak memiliki rasa sopan santun sedikit pun. Dengan tanpa bersalahnya, lelaki itu malah melangkahi dirinya tanpa mengucap kata ‘permisi’?“Dasar gak sopan!” maki Kay dengan nada pelan. Dia pun berusaha untuk bangun mengejar Alzam.Langkah lelaki itu sangat cepat, membuat Kay pun ikut mempercepat langkahnya.“Eh, tunggu!” teriak Kay.Seakan tidak mendengar, Alzam