Share

2. Maling?

Author: stardust moon
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Kay sedang merebahkan tubuhnya di lantai sambal menikmati sejuknya pendingin ruangan. Hari ini benar-benar sibuk, bahkan di luar ekspektasinya.

“Aduh, maaf banget ya Kay kamu jadi lembur,” ujar Airin yang baru saja datang, membuat Kay yang semula sedang memejamkan matanya itu pun membuka dengan perlahan.

Kay terkekeh, “gapapa kok tante.”

“Kamu Minggu ini berarti belum libur, Kay. Gimana kalau besok saja liburnya?” tawar Airin.

“Tapi besok kan banyak pesenan yang harus dianter tante. kalau aku libur, takutnya kekurangan orang.”

“Oh iya juga ya.”

“Udah, gapapa tante. Buat masalah libur bisa diatur kok. Lagian aku lagi ingin sibuk,” sambung Kay.

Airin hanya terkekeh mendengar jawaban Kay.

“Sasha belum pulang, tan?” tanya Kay.

“Oh iya, tante lupa. Tadi Sasha titip pesan, katanya kalau kamu udah selesai kerja, dia minta kamu ke rumah. Pulang bareng sama tante saja kalau begitu, Kay,” ajak Airin.

Kay pun mengangguk setuju. Setelah merasa bahwa istirahatnya cukup, Kay pun langsung menuju ke rumah Sasha bersama Airin. Tidak butuh waktu lama, kini dia sudah berada di halaman rumah yang cukup besar.

“Langsung ke kamarnya Sasha saja, Kay,” ujar Airin ketika mereka berdua sudah berjalan masuk ke ruang tamu.

Kay pun menganggukkan kepalanya langsung menaikki tangga untuk menuju kamar Sasha. Kay mengetuk pintu kamar Sasha beberapa kali. Setelah diizinkan masuk, Kay pun membuka pintu.

Kay mematung ketika sebuah bantal dilempar kepadanya. dia menatap Sasha dengan kesal.

“Rese lo!” ujar Kay sambal melempar kembali bantal tersebut.

“Lo yang rese! Lo kok gak bilang kalau putus sama Rendy?!” omel Sasha.

Kay membelalakan matanya. Bagaimana sahabatnya yang satu ini bisa langsung tahu akan hal tersebut? Padahal Kay belum menceritakan apa pun kepada siapa pun.

“Lo tahu dari mana?” tanya Kay.

“Lo lupa kalau cowo lo itu temennya cowo gue?” tanya Sasha balik.

“Ralat, bukan cowo lo. Tapi mantan lo.”

Sasha melanjutkan ucapannya dengan menekan kalimat ‘mantan’.

Mendengar Sasha menyindirnya, Kay menekuk wajahnya. dia hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar. Sementara Sasha, perempuan itu tengah menunggu penjelasan yang akan Kay berikan. Sayangnya yang terjadi hanyalah keheningan dalam beberapa menit. Kay tidak berbicara sama sekali. Perempuan itu justru malah terlihat sedang melamun.

“Lo gak ada niat buat cerita sama gue?” tanya Sasha.

“Apa yang mau diceritain? Lagian lo kan udah tahu kalau gue sama Rendy udah selesai,” jawab Kay.

“Maksud gue, kenapa lo bisa putus sama dia? terus lo gak mau nyoba buat mertahanin itu semua?”

“Tanpa perlu nanya itupun lo udah tahu alesan utamanya apa, Sha. kenapa yang disuruh mertahanin cuma gue? kenapa lo gak nyuruh itu juga ke Rendy?”

Sasha terdiam. Apa yang Kay ucapkan benar. Sasha memang sudah tahu semuanya. Sebab Sasha adalah tempat Kay bercerita tentang apa pun yang terjadi di hidupnya. Salah satunya adalah ‘perselingkuhan’ Rendy.

“Kalau begitu, gue ganti pertanyaan. Kenapa lo harus berpura-pura buat yang kesekian kalinya? Padahal jelas-jelas gue tahu, ini nyakitin buat lo,” ujar Sasha.

“Terus lo mau gue kaya gimana, Sha? Mohon-mohon? Nangis-nangis? atau ngelabrak mereka? itu semua bakalan percuma. Gue juga gak mungkin nyuruh Rendy tetep bertahan sama gue kalau dari diri dianya sendiri juga udah gak mau lagi sama gue. yang ada, malah nyiksa.”

“Gue cuma mengiyakan apa yang dia mau, Sha. Dia bilang ingin selesai. Yaudah, gue iyain. Masa gue tolak?”

Kali ini Sasha yang menghembuskan napasnya dengan kasar. dia pun perlahan menggeser tubuhnya ke dekat Kay.

“Bukan begitu, Kay. Maksud gue, kenapa sih lo harus bersikap kalau lo baik-baik saja? Okelah gue tahu, lo orang yang ceria. Tapi lo gak bisa terus-terusan ngegunain karakter ceria lo buat nutupin apa yang lagi lo rasain. Lo lupa ya, kalau kita juga harus memvalidasi emosi kita.”

“Jangan terus-terusan lari, Kay. itu semua gak akan bisa selesai. Satu-satunya cara biar rasa sedih lo ini bisa berkurang, ya validasi itu semua. kalau memang sedih, bilang. Lo perlu nikmatin kesedihan itu, supaya hati pikiran lo jauh lebih tenang,” jelas Sasha.

“Tumben bahasa lo ribet banget.”

Sasha memamerkan sederet gigi putihnya, “Hehehe, gue tadi abis liat postingan tentang validasi emosi di Lovagram. Kebetulan timingnya pas sangat sama lo yang lagi patah hati plus Sukanya lari dari kesedihan.”

“Ck. Ngeselin,” balas Kay.

Sasha terkekeh, “begini deh, buat ngobatin yang lagi patah hati. Besok kita nge-mall, mau gak?”

Kay menggelengkan kepalanya, “besok gue ke kampus, abis itu langsung kerja.”

“Lo kaya sama siapa saja deh. Gue tinggal bilang sama nyokap kalau besok lo mau nganterin gue,” balas Sasha.

“Next time deh, Sha. Besok ada pesenan banyak soalnya. kalau gue libur, takutnya kekurangan orang lagi kaya tadi. Ditambah lagi besok pagi gue harus nyerahin tugas proposal dulu.”

Setelah mengucapkan kalimaT tersebut, Kay langsung berdiri dari tempatnya sambal memakai tas yang dia bawa. Membuat Sasha menatapnya dengan bingung.

“Terus, lo mau ngapain?” tanya Sasha.

“Pulang, lah.”

“Maksud gue minta lo ke sini kan supaya lo nginep, Kay.”

“Kan tadi lo sendiri yang bilang, kalau gue harus mulai belajar buat memvalidasi emosi gue. Nah sekarang, gue mau lakuin itu. Gue lagi mau sendiri. Nikmatin kesedihan gue di malem Minggu,” jawab Kay.

Sasha tertawa, “yaudah lah, Kay. Terserah lo saja.”

“kalau begitu, gue pamit ya, Sha.”

Setelah berpamitan, Kay pun berjalan menjauh dari rumah Sasha. dia sempat ditawari untuk diantar oleh sopir yang bekerja di rumah Sasha, namun lagi-lagi Kay menolak. dia lebih memilih untuk naik angkutan umum saja. Saat ini Kay benar-benar hanya ingin sendirian, menikmati semua yang sedang dia rasakan dan dia pikirkan.

Kay melirik jam tangan dia pakai di pergelangan tangan kirinya, jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan kurang. Jalanan masih ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Sudah hampIr lima menit Kay berdiri menunggu angkutan umum yang sedaritadi belum terlihat sama sekali.

Malam ini, Kay kembali teringat dengan semuanya. Membuat diirnya larut dalam lamunan di tengah menunggu angkutan umum. Tanpa dia sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari jarak yang tidak terlalu jauh. Seorang laki-laki yang memakai topi abu tua itu terus memperhatikan Kay. dia perlahan berjalan ke arahnya.

Lamunan Kay buyar ketika seseorang merampas tas yang dia genggam. dia dengan spontan menoleh berteriak, “Maling!”

Di tengah ramainya jalan raya, tidak ada satu pun orang yang membantunya. Bahkan pengendara motor mobil yang berlalu lalang seakan acuh dan hanya memperhatikan Kay yang sedang berlari mengejar maling tersebut.

Dapat! Kay berhasil menyusul maling tersebut menarik tasnya. Namun, kekuatannya memang tidak sebanding jika dibandingkan dengan laki-laki.

“Tolong! Maling!”

Maling tersebut mendorong tubuh Kay sampai terjatuh. tiba-tiba,

Bugh!

Kay melihat jelas seorang laki-laki berdiri membelakangi tubuhnya meninju wajah maling tersebut sampai tersungkur. Sebuah perkelahian terjadi di hadapannya. Membuat Kay meringis, sebab laki-laki itu seakan mengeluarkan semua tenaga dalam yang dimilikinya untuk menghajar maling tersebut.

Tidak berselang lama, keheningan secara tiba-tiba menyapa. Kay yang masih menutupi kedua mata dengan lengannya itu perlahan mengintip.

“ini tas lo.” Suara berat itu terdengar membuat Kay membuka matanya lebar-lebar.

Kay terdiam. Menatap laki-laki yang ada di hadapannya ini.

“Ehh tunggu!” tahan Kay ketika laki-laki yang menolongnya ini hendak pergi. Laki-laki itu langsung menghentikan langkahnya.

Kay memperhatikan sudut bibir lelaki tersebut yang sedikit terluka, “itu, ujung bibir lo berdarah. mau diobatin dulu?”

Bukannya menjawab, lelaki yang belum diketahui namanya ini langsung naik ke atas motornya. Tanpa mengucap kalimat apa pun lagi, dia langsung pergi meninggalkan Kay yang terkejut dengan perlakuan yang baru saja diterimanya.

“Eh! Kok malah pergi?!” teriak Kay.

Dia menghembuskan napas sambil mengercutkan bibirnya.

Related chapters

  • Mungkinkah Kita Bersama?   3. Kesialan Lainnya

    Suasana gaduh sudah terjadi sejak sepuluh menit yang lalu. Siapa lagi jika bukan Kayshilla pelakunya. Gadis itu saat ini tengah menyisir mengikat rambutnya dengan gerakan yang super cepat.“Haduh, haduh. di mana lagi nih proposalnya?” tanya Kay kepada dirinya sendiri.Dia mengobrak-abrik seisi kamar apartemen nya, mencari kumpulan kertas yang sudah di jilid itu. Deru napas detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. ini semua karena Kay yang bangun terlambat. Alasan klasik. Namun memang nyata adanya seperti itu. Padahal semalam dia sudah memasang alarm di ponselnya.Mungkin karena kemarin Kay cukup kewalahan bekerja membuatnya kelelahan. sehingga Kay benar-benar tepar sulit untuk bangun.“Ah ini dia!” ucapnya dengan nada semangat. Perasaan lega yang semula dia rasakan sirna dengan cepat ketika melihat jarum jam yang bergerak di setiap menitnya.Tanpa harus menunggu lama lagi, Kay langsung meninggalkan kamar apartemennya bergegas menuju kampus dengan motornya.Waktu tempuh yang

  • Mungkinkah Kita Bersama?   4. Perdebatan

    “Kok malah diem saja sih?!” tanya Kay saat dia menyadari ada Alzam di belakangnya. Lelaki itu tidak bisa lewat karena Kay yang menutupi akses jalan keluar.Alzam masih terdiam. dia memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh perempuan ini jika dirinya tidak membantu.“Aduh..” keluh Kay yang masih merasakan sakit. dia akhirnya berusaha untuk berdiri meski beberapa kali terduduk lagi karena rasa nyeri itu masih ada.Bukannya mencoba untuk membantu, Alzam justru malah melewati melangkahi kaki Kay untuk bisa keluar dari koridor yang cukup sempit itu. Membuat Kay terkejut untuk kesekian kalinya. Rasanya Kay ingin memarahinya karena tidak memiliki rasa sopan santun sedikit pun. Dengan tanpa bersalahnya, lelaki itu malah melangkahi dirinya tanpa mengucap kata ‘permisi’?“Dasar gak sopan!” maki Kay dengan nada pelan. Dia pun berusaha untuk bangun mengejar Alzam.Langkah lelaki itu sangat cepat, membuat Kay pun ikut mempercepat langkahnya.“Eh, tunggu!” teriak Kay.Seakan tidak mendengar, Alzam

  • Mungkinkah Kita Bersama?   5. Pertengkaran

    Itu dia. Seseorang yang sebenarnya tidak ingin Kay temui. Sejak lama. tetapi Kay malah harus kembali berada di dalam satu lingkungan yang sama dengannya. Aurelie Artawinata. Seorang perempuan yang sekaligus pernah menjadi teman satu sekolahnya. Perempuan yang pernah menjadi penyebab pertengkaran hebat antara dirinya Rendy. Padahal Kay sudah berharap bahwa kelulusan sekolah merupakan hal yang ditunggu-tunggu, agar dirinya tidak perlu bertemu dengan Aurel lagi.Namun sepertinya untuk doanya yang satu ini, Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya. Mereka dipertemukan kembali di satu universitas yang sama. Meski dengan fakultas yang berbeda. tetapi tetap saja, ketika Rendy menjemputnya, mau tidak mau sering berpapasan dengan Aurel.“Lo lagi ngapain sama cowo ini?” tanya Aurel sambil menatap Alzam.Kay tersadar dari lamunannya. dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Awalnya, Kay idak berminat untuk menjawab. tetapi, satu ide gila muncul di benaknya. dia menatap Alzam sejenak langsung m

  • Mungkinkah Kita Bersama?   6. Ingatan Masa Lalu

    "Dor!!"Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya."Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha."Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.Sasha memberikan ekspresi bingung."Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay."Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya."Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" ta

  • Mungkinkah Kita Bersama?   7. Hujan yang Dingin

    Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri

  • Mungkinkah Kita Bersama?   8. Pertolongan Kesekian

    "Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be

  • Mungkinkah Kita Bersama?   9. Alzam Si Jiwa Pelindung?

    Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya

  • Mungkinkah Kita Bersama?   10. Pergi Bersama Bella

    Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men

Latest chapter

  • Mungkinkah Kita Bersama?   12. Permintaan

    "Kenapa lo ngelihatin gue?"Pertanyaan dengan nada suara yang cukup berat itu mampu menyadarkan Kay. Dia benar-benar tidak sadar jika sudah cukup lama menatap Alzam. Dan sekarang, Kay merasa kikuk sendiri. Perempuan itu memilih menarik tangannya yang tadi sempat diobati oleh Alzam dibandingkan menjawab pertanyaan dari lelaki tersebut."Sudah gue obatin. Sekali lagi sorry," ujar Alzam lagi.Kay memperhatikan punggung tangannya yang. Dia terkekeh dan hal itu membuat Alzam menatapnya dengan tatapan heran. Perempuan aneh. Batin Alzam. "Gue kira lo itu benar-benar galak. Tapi ternyata masih punya sisi lucu juga ya?" kekeh Kay."Maksudnya apa?" tanya Alzam dengan datar."Pemilih plesternya cukup menarik," balas Kay.Alzam lalu menyadari maksud perkataan dari Kay. Dia pun membela diri, "yang polosnya gak ada."Kay hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alzam sambil terkekeh. Karena merasa kewajibannya sudah selesai, Alzam yang kala itu baru saja ingin berdiri dari tempatn

  • Mungkinkah Kita Bersama?   11. Injakan Kaki Alzam

    Kayshilla[Morning Sasha! Aduh sorry banget ya gue gak sempat pamitan sama lo, soalnya gue lihat lo tidurnya masih nyenyak banget. Gue gak enak kalau bangunin. Anyway hari ini kayaknya gue mau libur dulu kerjanya. Gue sudah bilang sama tante Airin dan diizinin sih, cuma takutnya tante Airin lupa... Jadi gue mau minta tolong ke lo untuk sampaikan ke nyokap lo ya! Thankyou, Sash. Nanti gue jajanin es teh di kampus!]Sasha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat baru saja bangun tidur dan membaca pesan masuk di ponselnya. Sahabatnya itu memang bisa dibilang seorang yang pekerja keras. Ya bagaimana tidak, dia hidup untuk dirinya sendiri. Jika Kay tidak bekerja, bagaimana bisa dia dapat bertahan sejauh ini. ***Kay tidak berbohong sepenuhnya kepada Airin atau pun Sasha. Dia mengajukan libur hari ini dengan alasan ingin mengistirahatkan dirinya. Namun disinilah Kay. Perempuan dengan sweater berwarna hitam polos dan celana jeans berwarna senada itu tengah duduk di hamparan rumput yan

  • Mungkinkah Kita Bersama?   10. Pergi Bersama Bella

    Alzam benar-benar baru ingat kalau hari ini Bella akan datang ke rumahnya. Padahal dia sudah berniat untuk pergi lebih pagi untuk menghindari Bella, tetapi itu semua gagal karena ulahnya sendiri. Dan berakhirlah seperti sekarang. Bella yang saat ini sudah terduduk manis dan rapih di ruang tamu untuk menunggu Alzam. Laki-laki itu tengah berada di dalam kamar sambil memilih pakaian yang akan dikenakannya. Dengan terpaksa Alzam harus mengiyakan permintaan Bella. Perempuan itu meminta waktu Alzam satu hari penuh untuk menemaninya. Menolak secara langsung tidak akan berpengaruh untuk Bella. Perempuan itu akan mencari cara supaya Alzam mau menurutinya. Maka jika seperti itu, Alzam pun sudah memikirkan seribu cara untuk nantinya bisa pergi menghindar dan tidak memiliki waktu yang lama dengan Bella.Bella langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Alzam sudah keluar dari kamarnya. Seakan memang sudah bertemu lama sekali, Bella menatap Alzam dengan tatapan kagumnya. Laki-laki itu hanya men

  • Mungkinkah Kita Bersama?   9. Alzam Si Jiwa Pelindung?

    Canggung adalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi saat ini. Meski hanya sempat bersentuhan dalam hitungan detik, namun rupanya hal tersebut dapat memberikan efek kepada Kay maupun Alzam. Untung saja tidak berapa lama, Sasha datang untuk menjemput Kay. Perempuan itu sempat terkejut ketika melihat dengan siapa Kay saat ini. Namun dia lebih memilih diam dan memberikan senyuman ramahnya kepada Alzam, walaupun laki-laki itu hanya membalasnya dengan anggukan sesaat.Mulanya Kay berniat untuk mengembalikan hoodie milik Alzam, namun itu semua sepertinya tidak bisa terlaksana sekarang sebab Kay menyadari jika hoodie lelaki itu sedikit lembab karenanya. Alhasil Kay pun harus meminta izin kepada Alzam untuk menyuci terlebih dahulu hoodie tersebut sebelum dikembalikan."Kak, hoodienya-""Bawa saja," potong Alzam. Seakan dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Kay.Kay pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "makasih banyak ya kak. Gue pamit dulu."Kesekian kalinya lelaki itu hanya

  • Mungkinkah Kita Bersama?   8. Pertolongan Kesekian

    "Eh? Engga usah," tolak Kay dengan spontan ketika dia menyadari bahwa Alzam lah yang memakaikan selimut itu pada tubuh Kay. Duh, rasanya Kay ingin kembali menarik penolakannya. Sebab apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakannya saat ini berbanding terbalik. Dia benar-benar butuh selimut itu. Bahkan kalau boleh, dia ingin lebih dari satu selimut. Tapi dia malah menolaknya lantaran merasa tidak enak hati dengan Alzam. "Yaudah," balas Alzam. Lelaki itu langsung mengambil kembali selimut yang dia pakaikan pada Kay. Ketika Alzam hendak masuk, sebuah tangan menahannya. Dia menoleh dan mendapati Kay yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya. Ada satu hal yang Alzam sadari. Tangan perempuan ini dingin. Ditambah lagi tubuh serta rambutnya sedikit basah karena cipratan air hujan. "Boleh narik lagi penolakan yang baru saja gue ucapin ngga?" tawar Kay dengan wajah bersalahnya. Alzam yang semula sedang memperhatikan perempuan ini pun lantas langsung mengalihkan pandangannya dan be

  • Mungkinkah Kita Bersama?   7. Hujan yang Dingin

    Brak! Tanpa sengaja Kay menjatuhkan tas bingkisan yang dia bawa sesaat ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Alzam dengan cepat langsung melepas pelukan Bella. Begitu juga dengan Bella. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ada seorang perempuan dengan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Seakan seperti maling yang tertangkap basah, Kay pun langsung mengambil tas bingkisannya yang jatuh. "Hah, ya ampun, kuenya..." ringis Kay. Perempuan itu segera mengecek apakah ada kue yang dibawanya mengalami kerusakan akibat terjatuh tadi. Alzam melangkahkan kakinya menghampiri. Membuat Kay menghentikan kegiatannya sejenak dan mendongakkan kepalanya. Dari bawah, dia dapat melihat bahwa Alzam sedang menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seakan mengisyaratkan ada keperluan apa Kay datang kesini. "Mau apa lo kesini?" tanya Alzam tanpa basa-basi. Bella pun menghampiri Alzam, "kamu kenal sama dia?" Kay menatap dua orang ini secara bergantian. Dia pun berdiri

  • Mungkinkah Kita Bersama?   6. Ingatan Masa Lalu

    "Dor!!"Suara yang cukup lantang itu membuat Kay yang semula sedang termenung mendadak terkejut. Ditambah lagi, seseorang itu menepuk pundaknya. Dia menoleh dan langsung mendengus ketika mengetahui bahwa Sasha adalah pelakunya."Lagi hujan gini malah melamun," ujar Sasha sambil memberikan secangkir matcha latte hangat kepada sahabatnya itu.Kay tersenyum kecil dan mengucapkan terima kasih untuk matcha latte hangat yang dibawakan oleh Sasha."Lo gak pernah baca buku angkatan ya?" tanya Kay.Sasha memberikan ekspresi bingung."Disitu tertera jelas kalau hobi gue selain mendengarkan musik yaitu melamun," lanjut Kay."Aneh," balas Sasha sambil terkekeh.Kekehannya memudar, Kay pun kembali larut dalam lamunannya. Dia memperhatikan situasi jalan raya dari dalam kafe. Jendela kaca yang besar menjadi pelindung Kay dari cipratan air hujan. Suara kendaraan yang berlalu lalang ditambah rintikkan air hujan benar-benar memberikan ketenangan sendiri untuknya."Kali ini apa yang lagi lo pikirin?" ta

  • Mungkinkah Kita Bersama?   5. Pertengkaran

    Itu dia. Seseorang yang sebenarnya tidak ingin Kay temui. Sejak lama. tetapi Kay malah harus kembali berada di dalam satu lingkungan yang sama dengannya. Aurelie Artawinata. Seorang perempuan yang sekaligus pernah menjadi teman satu sekolahnya. Perempuan yang pernah menjadi penyebab pertengkaran hebat antara dirinya Rendy. Padahal Kay sudah berharap bahwa kelulusan sekolah merupakan hal yang ditunggu-tunggu, agar dirinya tidak perlu bertemu dengan Aurel lagi.Namun sepertinya untuk doanya yang satu ini, Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya. Mereka dipertemukan kembali di satu universitas yang sama. Meski dengan fakultas yang berbeda. tetapi tetap saja, ketika Rendy menjemputnya, mau tidak mau sering berpapasan dengan Aurel.“Lo lagi ngapain sama cowo ini?” tanya Aurel sambil menatap Alzam.Kay tersadar dari lamunannya. dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Awalnya, Kay idak berminat untuk menjawab. tetapi, satu ide gila muncul di benaknya. dia menatap Alzam sejenak langsung m

  • Mungkinkah Kita Bersama?   4. Perdebatan

    “Kok malah diem saja sih?!” tanya Kay saat dia menyadari ada Alzam di belakangnya. Lelaki itu tidak bisa lewat karena Kay yang menutupi akses jalan keluar.Alzam masih terdiam. dia memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh perempuan ini jika dirinya tidak membantu.“Aduh..” keluh Kay yang masih merasakan sakit. dia akhirnya berusaha untuk berdiri meski beberapa kali terduduk lagi karena rasa nyeri itu masih ada.Bukannya mencoba untuk membantu, Alzam justru malah melewati melangkahi kaki Kay untuk bisa keluar dari koridor yang cukup sempit itu. Membuat Kay terkejut untuk kesekian kalinya. Rasanya Kay ingin memarahinya karena tidak memiliki rasa sopan santun sedikit pun. Dengan tanpa bersalahnya, lelaki itu malah melangkahi dirinya tanpa mengucap kata ‘permisi’?“Dasar gak sopan!” maki Kay dengan nada pelan. Dia pun berusaha untuk bangun mengejar Alzam.Langkah lelaki itu sangat cepat, membuat Kay pun ikut mempercepat langkahnya.“Eh, tunggu!” teriak Kay.Seakan tidak mendengar, Alzam

DMCA.com Protection Status