Permintaan Raka memang sangat sulit di pahami. Namun untuk mendapatkan pekerjaan, Rania pun tak menolak permintaan dari pria arogan itu.
“Apa permintaan dari Bapak?Mudah-mudahan saya bisa memenuhinya.” Gadis ini dengan penuh rasa percaya diri.
Dengan penuh keyakinan, ia menerima permintaan dari Raka. Tentunya sikap percaya diri Rania sangat membuat Raka merasa tertantang. Pria ini merasa jika dirinya sedang berhadapan dengan seseorang yang sikapnya pantang menyerah seperti Rania. Tak membalas ungkapan hinaan dan kemarahan Raka. Ia seperti sebuah tiang yang kokoh dan sulit untuk di robohkan. Itulah batin Raka dalam menilai Rania.
Selama ini, hidup Raka tak ada yang menarik. Hanya belajar dan bekerja yang selalu menghiasi kehidupannya. Tak pernah menjalani asmara dengan serius. Kehidupannya sangat glamour dan terkesan mewah. Tak ada satu halpun yang membuat hidupnya berwarna selain dari aktivitas kerjanya.
Dengan hadirnya gadis asing ini, rupanya Raka seakan menemukan permainan baru yang dianggapnya menarik. Pria ini sudah memiliki rencana yang membuat gadis ini menderita.
“Sepertinya, rasa percaya dirinya sangat tinggi!Aku mau lihat sampai dimana ia mampu bertahan menghadapiku,” batin Raka menyeringai.
Galih semakin tak mengerti dengan sikap aneh sang kakak. Barusan tadi ia marah-marah dan sekarang senyum-senyum tak jelas.
“Kakak kelihatan aneh!Apa kakak sakit?” tanya Galih.
Galih merasa jika kakaknya perlu ke psikiater. Ia merasa jika ada yang salah dalam otaknya Raka.
“Kamu telah menemukan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan ini. Wajahnya sangat cocok untuk menjadi seorang OB,” jawab Raka.
Jiwa arogan Raka semakin menjadi-jadi. Sementara Rania harus berdiri disitu dan menyaksikan penghinaan yang di lontarkan oleh pria angkuh itu.
“Kakak jangan memperlakukan Rania seperti itu. Tak perlu memakai syarat untuk menerimanya bekerja disini.” Galih terdengar membela.
Rania bersyukur karena masih ada Galih yang mau membantu dan membelanya di hadapan Raka si cowok angkuh dan sombong.
“Untung ada Galih yang masih membela dan mau mengerti keadaanku. Terima kasih Galih, kau telah menyelamatkanku dari singa buas ini!” batin Rania.
Mendengar ucapan Galih, Raka masih saja membela diri.
“Aku tak meminta hal-hal yang aneh padanya. Oh, jadi kamu sudah tahu nama gadis calon OB ini?” Jelas Raka.
Ia seperti meremehkan Rania. Tak tahu ada hal apa, namun Raka terlihat ingin sekali membuat hidup gadis ini menderita.
Galih merasa jika kakaknya ingin merencanakan sesuatu untuk membuat Rania tak betah. Galih sangat mengenal kakaknya. Iapun berniat akan melindungi Rania dari kejahatan kakaknya.
“Pasti Raka merencanakan sesuatu hal?Aku sangat mengenalnya. Kasihan Rania!Ia harus menerima perlakuan buruk dari Raka. Padahal gadis itu tak melakukan kesalahan apa-apa,” batin Galih.
“Bagaimana, kamu setuju dengan permintaanku?Jika kamu mau mengikuti aturanku, maka aku akan menerimamu untuk bekerja disini.” Raka menawarkan.
“Iya Pak. Apa yang harus ku-lakukan agar bisa di terima kerja disini?” tanya Rania.
“Kamu terlihat sangat bersemangat dan penuh ambisi untuk mendapatkan pekerjaan ini?Aku suka dengan kemauanmu dalam mencapai tujuan yang kamu inginkan. Benar-benar gadis yang bersemangat!Aku akan menunggumu besok untuk datang ke kantor ini. Tepat pukul tujuh pagi, kamu harus sudah berada disini. Aku ingin melihat keseriusanmu. Aku perlu bukti dan tak suka banyak janji. Kamu harus menuruti semua perintahku!Bagaimana?Apa kamu sanggup?Aku tak ingin ada pengeluhan di belakang. Dari sekarang sebaiknya mundur jika memang tak bisa.” Jelas Raka spontan.
Sepertinya permintaan Raka sangatlah berat. Ia terpaksa harus berjanji pada seorang pria arogan seperti itu. Bukankah ini sangat menantang bagi awal perjalanan karir Rania. Walaupun demikian, Rania tetap mengikuti sesuai permintaan dari Raka.
“Aku nggak akan mundur. Aku siap memenuhi semua perintah dari Bapak,” jawab Rania.
Gadis ini menundukan kepala sebagai tanda setuju dengan permintaan Raka. Melihat hal itu, membuatnya merasa ter-tantang. Raka berfikir jika ia memiliki saingan yang punya rasa ambisi yang sama dengannya.
“Ia benar-benar gadis yang sangat ambisius dalam mendapatkan apa yang di-inginkannya. Permainan ini semakin menarik,” batin Raka.
“Sebaiknya kamu kembali lagi kesini besok. Selamat datang di perusahaan ini!” ucap Galih. Pria baik hati ini kemudian menjabat tangan Rania.
Galih sengaja langsung memotong pembicaraan kakaknya. Ia tak ingin jika Raka akan menyuruh Rania untuk sesuatu hal yang menyusahkan gadis itu. Begitulah cara Galih menyelamatkan Rania dari Raka yang arogan.
“Siapapun namamu, selamat bergabung di perusahaan ini!” sambung Raka. Pria ini tersenyum sinis.
Rupanya Raka terlihat sumringan. Ia merasa telah menemukan mainan baru yang membuat hidupnya berbeda dari sebelumnya.
“Aku permisi dulu!Besok pagi, aku akan kembali lagi kesini. Mohon bimbingannya!” pamit Rania.
Walaupun perjuangannya tak mudah, tapi akhirnya Rania telah menemukan pekerjaan baru. Iapun keluar dari dalam perusahaan itu dengan wajah bahagia.
“Akhirnya aku berhasil juga mendapatkan pekerjaan itu!Bosnya kelihatan angkuh. Mudah-mudahan aku betah kerja di perusahaan itu,” Ujarnya.
Raka dan Galih akhirnya kembali ke ruangan mereka untuk bekerja.
“Ayo kak, kita masuk!” ajak Galih. Ia pun langsung menarik tangan Raka yang masih asyik dengan lamunannya.
Pria ini senyum-senyum sendiri dan kelihatan tak jelas. Melihat hal itu, tentu membuat Galih bingung. Ia tak mengerti apa yang sedang di fikirkan oleh saudaranya.
“Apa yang kakak fikirkan?” tanya Galih. Sambil menoleh ke arah Raka dan menepuk pundaknya.
“Kamu apaan sih, Ngagetin aja!” ucap Raka. Iapun tersadar dari lamunannya.
“Harusnya aku yang nanya, kakak kenapa senyam-senyum kayak gitu?Aneh deh!” jelasnya,
“Siapa sih yang senyam-senyum?Kakak biasa aja. Kamu jangan mulai deh. Ayo masuk!” ketus Raka.
Tampaknya Raka menyembunyikan sesuatu pada Galih. Ia tak ingin Galih berfikir yang aneh-aneh tentang dirinya.
“Aku juga udah ngajak masuk dari tadi.” Jawab Galih.
“Tau ah. Ayo duluan sana!Nanti kamu kabur-kaburan lagi.” Jelas Raka.
Galih pun langsung menuruti perintah dari Raka. Ia tak ingin berdebat dan membuat masalah lagi dengan kakaknya.
“Oke-oke. Aku akan nurut kali ini.” Jawab Galih.
“Jadi, maksud kamu hanya untuk kali ini saja?Kamu tuh udah gede, fikirannya jangan hanya main mulu. Sana kerja!” ketus Raka.
Galih tak ingin lagi memperpanjang masalah. Ia tahu, jika meladeni Raka akan membuat masalah tambah runyam. Walaupun demikian, Galih sangat menyayangi kakaknya. Memang Raka adalah orang yang sangat pemarah dan arogan. Namun, ia tahu jika Raka sangat menyayanginnya. Raka akan melakukan apa saja demi adiknya. Hanya saja, sikap dingin, arogan dan sulit akrab pada orang lain itu sudah tertanam dalam jiwanya.
Keesokan harinya, Rania bangun pagi-pagi sekali. Ia tak ingin telat di hari pertamanya kerja.
“Aku harus berangkat sekarang,” ucapnya,
Rania mengenakan baju sweater panjang dan celan jeans seperti biasanya. Rambutnya di ikat seperti biasanya. Tak ada satupun yang berubah dari penampilan Rania.
Gadis ini terlihat buru-buru. Ia tak ingin membuat kesan yang buruk di hari pertamanya masuk kerja.
“Pagi mi, pi. Rania berangkat dulu!” pamitnya.
Ia tak lupa melakukan kebiasaan untuk menyalami orang tua-nya dan juga Bik Ratih.
“Doa-kan Rania, semoga hari ini semuanya berjalan lancar!” Rania minta restu.
Bu Aulia dan Pak Marcel terkejut mendengar ucapan putrinya. Memang Rania sengaja tak menceritakan hal ini pada Ibu dan Ayahnya.
“Kamu udah kerja?” tanya Aulia. Sambil menatap putrinya.
“Rania, kok buru-buru?Kenapa nggak sarapan dulu?” tanya Marcel.
“Iya, Non Rania nggak sarapan dulu?Nanti sakit loh!” ucap Bik Ratih.
Rania tersenyum pada mereka. Ia menunjukan wajah bahagia pada orang-orang yang sangat di kasihinya.
“Rania udah dapat kerjaan dari kemarin. Hari ini, Rania udah boleh masuk kerja.” Jelasnya dengan senyuman bangga.
Mendengar hal itu, tentu membuat Pak Marcel, Bu Aulia dan Bik Ratih tersenyum bahagia.
“Kalau boleh tahu, Rania kerja dimana?” tanya Aulia. Ia seakan meng-introgasi putrinya.
“Iya sayang. Kok, nggak bilang-bilang kalau udah dapat kerjaan,” ucap Marcel.
“Rania minta maaf sama kalian semua!Nanti Rania jelaskan setelah pulang dari kerja. Aku pamit dulu ya!” ia pun berlalu dari mereka.
“Tapi Rania belum makan. Nanti sakit!” seru Aulia.
“Rania udah kenyang. Da...da...mi!” gadis ini berlalu dari istana megahnya .
“Lihat itu, pi!Kelakuan anak gadismu itu. Ia selalu saja membuat mami khawatir!” ketus Aulia.
“Sabar mi. Mami nggak usah terlalu mikirin Rania. Ia pasti bisa menjaga diri,” ucap Marcel. Ia mencoba menenangkan istrinya yang masih terlihat khawatir.
“Sabar gimana?Nggak khawatir gimana, pi?Rania itu anak kita satu-satunya, pi. Papi nggak mikirin anak kita, hah?” ucapnya lirih.
“Iya, papi ngerti. Tapi kita nggak boleh jadi orang tua egois dong, mi. Kita berikan saja kepercayaan dan dukungan pada Rania. Papi yakin, jika Rania nggak akan menghianati kepercayaan kita!” jawab Marcel.
“Tau ah. Papi nggak ngerti gimana perasaan seorang ibu. Mami mau ke kantor duluan!” pamit Aulia.
Walaupun dalam keadaan kesal, Aulia tetap melakukan kebiasaannya sehari-hari sebelum ke kantor. Ia mencium tangan suaminya seperti biasa.
“Mi, kok pergi duluan?Nggak mau barengan ke kantor?” tanya Marcel. Iapun langsung menyusul Aulia.
“Mami lagi kesel. Nggak usah ngikutin.” Jelas Aulia. Masih dengan nada kesal-nya.
“Mami jangan marah-marah gitu dong. Biasanya mami tuh romantis. Mengapa sekarang mami udah berubah kayak gini?” goda Marcel. Ia sengaja mengatakan hal itu agar Aulia bisa kembali tersenyum.
“Papi sih, bikin kesel. Pokoknya mami nggak mau tahu, ntar malam papi harus bujuk Rania untuk kerja di perusahaan kita,” ujarnya.
“Iya, mi. Papi akan usahakan membujuk Rania. Asalkan mami nggak marah-marah lagi. Papi stres kalo lihat mami marah terus,” tambah Marcel. Ia sengaja mengatakan hal itu agar Aulia tak lagi sedih memikirkan putri mereka.
Mendengar ucapan Marcel, kini wajah Aulia terlihat sumringan. Ia merasa senang dengan keputusan suaminya.
“Mami mau barengan ke kantor,” ucap Aulia manja.
“Udah nggak jadi marahnya, kan?” goda Marcel lagi.
“Marah gimana sih, pi?Mami nggak marah.” Aulia dengan wajah malu-malu.
“Mami nggak usah malu. Papi sangat tahu betul dengan karakter mami,” goda Marcel lagi.
“Tau ah, pi. Ayo berangkat sekarang!Nanti ke-buru telat,” ketus Aulia.
Marcel pun langsung menyalakan mobil dan segera ke kantor bersama Aulia.
“Kok buru-buru sih, mi?Apa ada masalah di perusahaan mami?” tanya Marcel.
“Nggak ada masalah, pi. Mami punya jadwal meeting hari ini dengan client,” jelas Aulia.
“Oh gitu ya,mi. Semoga berjalan dengan baik!” jawab Marcel. Ia menyemangati sang istri tercinta.
“Makasih atas do'a-nya, pi. Papi emang suami is the best!” puji Aulia.
“Makasih istriku. Kalau mami butuh bantuan di perusahaan, mami bilang aja ya,” ujarnya,
“Iya, pi. Mami akan informasikan jika butuh bantuan papi,” jawab Aulia.
“Gitu dong. Itu baru Aulia yang aku kenal,” puji Marcel.
Mobil merekapun melaju dan meninggalkan rumah. Di dalam mobil, Aulia dan Marcel tak hentinya membahas Rania si putri tunggal mereka.
“Rania emang nggak berubah ya, pi?” tanya Aulia.
“Nggak berubah gimana?” jawab Marcel. Ia pun bingung dengan pertanyaan sang isteri.
“Penampilannya kayak gitu-gitu terus. Kalo kayak gitu, apa ada pria yang mau menikahinya?” tambah Aulia yang tersenyum manis.
“Siapa bilang nggak ada yang mau dengan putriku?Putriku itu adalah gadis yang paling cantik!Udah gitu, dia anak yang baik dan nggak manja. Papi salut sama Rania!Dia nggak menggunakan nama kita untuk mengejar karirnya. Bener-bener dari nol,” sahut Marcel dengan bangga.
Sebagai seorang ayah, tentu Marcel sangat mengagumi putrinya. Bukan hanya karena Rania ber-status sebagai anak kandung, melainkan sikap dan jiwa Rania yang patut di acungi jempol.
“Papi itu kayaknya seneng kalau anaknya hidup menderita!” ucap Aulia.
“Siapa orang tua yang akan tega melihat putrinya menderita?Mami jangan mulai deh. Bukannya kita udah baikan sekarang?Justru mami harus bangga punya anak seperti Rania. Dia itu lagi mencari jati diri, jadi kita sebagai orang tua harus mendukung penuh dengan keputusannya,” jawab Marcel.
“Iya-iya. Papi bawel deh. Ya udah cepetan dikit, mami mau meeting sama client pagi ini,” jelas Aulia.
“Iya, mami sabar dikit. Kalau papi ngebut juga, nanti mami malah marah,” jawab Marcel. Ia pun menambah kecepatan mobil agar cepat sampai.
POV Rania.
Akhirnya Rania pun sampai di perusahaan tepat waktu. Gadis ini terlihat sangat buru-buru menuju ke dalam kantor. Ia tak ingin memberi kesan buruk pada hari pertamanya masuk kerja.
“Aku harus segera menemui Tuan arogan itu!Nanti aku malah kena omel pagi-pagi. Ayo semangat Rania!Tunjukan pada bos arogan itu, kalau kamu bukanlah wanita yang mudah menyerah!” Rania menyemangati dirinya sendiri.
Ia pun melangkahkan kaki dengan buru-buru. Tak sengaja, Rania menabrak seorang pria tampan yang tubuhnya kekar. Kini tubuh Rania terjatuh akibat tabrakan itu. Tapi lucunya, Rania kini berada di atas tubuh pria asing itu.Ia belum sadar jika orang yang ditabrak-nya adalah sang CEO di perusahaan ini, ia tak lain adalah Raka.
Ketika ingin berdiri, betapa terkejutnya wajah Rania. Tubuhnya kini telah menindih sang direktur yang arogan itu. Jika boleh menghindar, ia ingin lari se-kencang mungkin dari sisi pria itu. Apa yang tak di inginkannya, kini terjadi begitu saja.
“Sialan!Mengapa aku harus membuat kesan buruk di hari pertama-ku kerja?Ya Tuhan, tolong aku dari pria berhati buas ini!” batin Rania. Sepertinya, Rania meminta perlindungan pada Tuhan.
Hal yang samapun di rasakan oleh Raka. Ia tak menyangka jika tubuh Gadis itu telah menindihnya. Tak tahu ada hal apa, Raka seakan tak mengerti harus bereaksi bagaimana. Aliran darahnya seakan mengalir dengan cepat. Denyut jantungnya berdetak seakan tak beraturan.
“Apa yang terjadi padaku?Mengapa wanita ini selalu membuatku dalam masalah?” batin Raka.
Rania segera bangun dan secepatnya minta maaf atas sikapnya barusan.
“S....saya minta maaf Pak!” ucap Rania. Ia pun mengatakan hal itu dengan perasaan deg-degan.
Raka menutupi perasaan gugupnya dengan memarahi Rania. Padahal, Raka merasa nyaman se-waktu mereka berada di jarak yang paling dekat. Namun Raka tak terbiasa dengan hal seperti itu, jadi ia tetap pada jiwa arogan-nya.
“Kamu nggak punya mata, ya?Dasar pembuat masalah!Bajuku jadi kotor gara-gara kamu!” jelas Raka. Ia memarahi Rania dengan nada tinggi.
“Aku benar-benar minta maaf Pak!Aku tak sengaja melakukannya.” Jawab Rania. Ia tak berani menatap wajah Raka.
Rania tak sadar jika sekarang matanya tertutup.
“Apa yang ia lakukan?Mengapa mata-nya tertutup ketika berhadapan denganku?Apa karena kejadian tadi, ia merasa malu dan jijik melihatku?Ataukah gadis ini merasa terhina karena bersentuhan denganku?” batin Raka bertanya-tanya.
Jelas sikap Rania itu, membuat Raka tersinggung. Ia merasa jika gadis itu telah mempermainkan-nya.
“Benar-benar membuatku merasa terhina dengan sikapnya itu!Apa ia tak tahu, jika semua wanita ingin mendekati tubuhku?” batin Raka geram.
Raka pun langsung melampiaskan rasa tersinggungnya.
“Kamu apa-apaan sih?Mengapa dengan matamu?Kamu sengaja membuatku tersinggung?Apakah tubuhku begitu hina, sehingga kamu bersikap demikian?Disini, tak ada yang di untungkan. Kita sama-sama Rugi. Atau jangan-jangan kamu sengaja menabrak-ku untuk mengambil keuntungan padaku!” sahut Raka dengan nada penuh curiga.
Rania langsung saja terkejut kala mendengar ucapan dari pria arogan itu.
“Mengapa ia berani berkata demikian?Apa wajah-ku terlihat seperti seseorang yang suka mengambil keuntungan?Ia benar-benar pria gila dan geer yang pernah ku temui!” batin Rania.
Padahal Rania menutup matanya hanya karena tak ingin melihat amarah dari Raka. Apalagi sang dewa penyelamat tak ada untuk membelanya dari singa buas ini. Iapun membuka matanya perlahan. Rania mencoba cari alasan agar terhindar dari tuduhan yang tak masuk akal itu.
“Mataku perih, Pak. Makanya, aku tutup,” Jawab Rania. Gadis ini sengaja membohongi Raka.
“Cari alasan saja. Apa dia malu menatapku?Lihat saja, wajahnya itu terlihat memerah seperti orang yang memakai blush on!” batin Raka. Pria arogan itu seperti mengetahui jika Rania sedang mencari alasan saja untuk membuat dirinya aman.
“Ya sudah. Lain kali kalo jalan pake mata dong!Jangan asal main nabrak orang sembarangan. Jangan merasa canggung ataupun malu dengan kejadian ini, ya!Anggap tak pernah terjadi apa-apa antara kita. Aku tunggu kamu di ruangan sekarang!Jangan pake lama!” sambung Raka. Ia pun pergi dan menyuruh Rania ke dalam ruangan-nya.
“Apa-apaan sih?Jadi cowok, pede bener. Maksudnya, kalau kejadian ini hanya dia saja yang di rugikan!Itu kan namanya aneh. Trus dia menyuruh-ku untuk melupakan kejadian ini, emangnya kejadian apa?Tuh cowok emang aneh dan harus pergi ke psikiater. Jika saja aku tak membutuhkan pekerjaan ini, maka aku akan membuat perhitungan dengan si Arogan itu.” sahut Rania yang terlihat sangat kesal atas ucapan Raka.
Raka merasa jika Rania benar-benar telah membuatnya malu. Jujur saja, sejak kejadian itu, Raka seakan merasa terikat pada gadis itu.
“Apa otak-ku sedang bermasalah sekarang?Mengapa ia terus-terusan membuat hidupku dalam masalah?Apa gadis itu merasa malu ketika menatapku?Trus, apa maksud dari pipinya yang terlihat memerah seperti orang yang pakai blush on?Atau mungkin saja dia terpesona dengan ketampananku?!” ucap Raka. Ia terlihat berseri-seri.
Sepertinya Raka kini tenggelam dalam lamunannya. Iapun tak mengerti mengapa semua hal ini bisa terjadi. Raka belum pernah merasakan hal yang demikian.
“Mengapa ia lama sekali?” Raka bertanya-tanya.
Ia terlihat agak gelisah karena menunggu Rania yang belum kunjung datang. Ia tak pernah se-gelisah itu saat menunggu orang. Raka sendiri masih belum paham dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Tak lama kemudian, Raniapun mengetuk pintu ruangan. Raka langsung secepatnya duduk di kursi dan mengontrol suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga. Ia tak ingin jika Rania menyadari akan hal itu.
Tok,tok,tok.
Rania mengetuk pintu. Terdengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk.
“Masuk saja!” seru Raka.
Raniapun perlahan-lahan membuka pintu itu. Ia takut akan melakukan kesalahan lagi seperti biasa.
Tampak Raka sedang duduk dan pura-pura membaca laporan yang tersusun di atas meja-nya. Rania seakan Ragu untuk mendekatinya, namun ia mengumpulkan semua tenaga untuk bisa berada tepat di dekat sang direktur.
“P....permisi pak!” ucapnya. Bibir Rania seakan gemetar.
“Ayo mendekat kesini!” perintah Raka.
Rania melangkahkan kakinya dengan penuh hati-hati.
“Apa yang akan ia lakukan padaku nanti?Apa dia mau menyiksaku di dalam ruangan se-besar ini?” batin Rania mencurigai.
Raka seakan bisa membaca ekspresi wajah Rania.
“Kamu nggak usah geer dan mikir yang macem-macem. Aku masih manusia. Kamu tenang aja.”Raka menyeringai.
“Iya Pak. Aku bisa nggak mulai kerja sekarang?” tanya Rania.
“Apa dia sengaja buru-buru untuk menghindariku?” batin Raka. Bermacam pertanyaan mulai muncul dalam benak-nya.
Raniapun bertanya lagi pada Raka.
“Aku boleh nggak mulai kerja sekarang, Pak?” tanya Rania lagi.
“Kamu kok buru-buru?Apa kamu kurang nyaman berada disini?Aku harus membuat perjanjian denganmu dulu sebelum kamu mulai bekerja!” jelas Raka.
Iapun mengambil selembaran kertas perjanjian yang sudah di rancang-nya se-malam. Raka melemparkan kertas itu pada Rania.
“Ini ambil dan kamu bisa baca sekarang!Jika setuju, tinggal tanda tangan saja.” Jelas Raka. Wajah Raka terlihat sangat puas.
Rania langsung mengambil kertas itu dan membaca dalam hati. Ia sangat terkejut membaca surat perjanjian itu. Isi perjanjian itu adalah: Rania harus mengikuti semua apa yang di perintahkan oleh sang atasan. Tak mengenal jam kerja atau di luar jam kerja. Jika bos butuh bantuan, maka tugas Rania harus membantunya tanpa mengenal waktu.
Kemudian, tak ada waktu libur ataupun pacaran. Jika ketahuan, akan di keluarkan dari perusahaan. Isi perjanjian yang terakhir adalah: Jika Raka pergi liburan kemanapun, maka Rania harus siap menemaninya.
Setelah membaca surat perjanjian itu, tentu membuat Rania shock dan merasa tak masuk akal dengan permintaan sang bos.
“Apa ini tugas mutlak dari seorang OB?Aku seperti kacung-nya saja. Nggak ada waktu istirahat dan harus selalu siap sedia membantu pria arogan ini.” Batin Rania.
Namun percuma saja untuk mundur, Rania sudah terlanjur berjalan sejauh ini. Ia harus menyelesaikan hingga akhir dengan permainan ini.
“Apa kamu sudah baca semua isi perjanjian itu?Bagaimana menurutmu?Apa kamu setuju melaksanakan semua isi perjanjiannya?Jika kamu setuju, maka kamu bisa mulai bekerja sekarang. Bukankah otak-ku sangat cerdas dan briliant?” jelas Raka. Pria ini tersenyum menyeringai.
“Benar-benar menguji kesabaranku!Aku harus netral dan tak ter-pancing oleh suasana,” batin Rania.
“Ayo cepat tanda tangan!Jangan hanya di lihatin kertasnya. Kalau nggak mau, ya sudah. Aku nggak maksa,” Sambung Raka.
“Baiklah, Pak. Aku akan menanda tangani isi surat perjanjian ini. Tapi Bapak harus janji untuk menerimaku kerja sebagai OB disini!” jawab Rania.
“Kamu tenang aja. Aku orang yang bisa memegang kata-kata. Ayo tanda tangani dan cepat keluar dari sini!” ucap Raka. Ia terlihat seperti mendesak Rania untuk segera menanda tanganinya.
Akhirnya Rania memenuhi permintaan Raka. Dia siap dengan semua poin-poin yang ada dalam surat itu.
Kisah ini baru saja di mulai. Inilah awal penderitaan Rania ketika menanda tangani semua perjanjian itu.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Penasaran?!!
Baca terus kisahnya hanya di GOOD N***L!!
Terlihat wajah sumringan Rania ketika keluar dari ruangan Tuan Raka.“Akhirnya aku bisa dapat pekerjaan. Terima kasih Tuhan!” ucap Rania. Gadis ini terlihat sangat bahagia karena baru saja mendapat pekerjaan baru. Walaupun hanya sebagai OB, namun Rania sangat mengharapkan pekerjaan ini.Baru beberapa meter berjalan kaki, tiba-tiba ada seseorang menepuk pundak Rania, ia tak lain adalah Galang.“Hei. Aku perhatikan kamu senyam-senyum sendiri sejak tadi. Ada kejadian apa barusan?Aku penasaran ingin dengar cerita kamu?” tanya Galih. Pria ini tersenyum ramah pada Rania.Tentu saja Rania kaget karena di tanyakan hal seperti itu oleh adik sang Direktur.“Eh, Pak Galih. Aku sampai kaget!Nggak ada kejadian yang aneh, Pak. Hanya saja, aku sangat senang karena bisa di terima kerja oleh perusahaan sebesar ini,” Jawab Rania. Gadis ini menjawab apa adanya dan sesuai dengan suasana hatinya sekarang.“ Selamat, atas keberhasilanmu!Aku fikir kamu akan menyerah kar
Gadis itu melangkahkan kaki perlahan menuju ke arah direktur. Rasanya ia ingin mencekik pria arogan itu.Rania menunduk-kan wajahnya dan tak ingin melihat wajah sang direktur.“Mengapa dengan wajahmu?Apa kamu malu dan merasa tak percaya diri dengan wajahmu yang terlihat biasa saja?” ucap Raka. Ia terdengar seakan menghina gadis itu.“Jika kamu bukan atasanku, aku tak akan membiarkan kata-kata hinaan itu keluar dari mulutmu.” Batin Rania lirih.Ia sesekali menarik nafas panjang.“Ada apa denganmu?Apa kamu tersinggung dengan ucapanku barusan?” tanya Raka. Pria ini seakan mencari masalah dengan-nya.Jika saja Rania mengikuti ego-nya, sejak kemarin ingin sekali ia menampar wajah pria arogan itu.Rania hanya tersenyum biasa kala mendengar ucapan yang tak masuk akal Raka. Walaupun sudah kesal, Rania berusaha untuk menahan diri agar tak membuat masalah dengan direktur. Ia merasa jika sang
“Gadis itu benar-benar pandai mencari masalah!Apa dia ingin cari mati?Jangan-jangan sikapku sendiri yang bermasalah?!Bukankah ini sangat memalukan jika ia membuka mulut kemana-mana?Aku harus terlihat tenang dan biasa saja. Jika marah sekarang, maka dia akan menertawakanku. Aku harus tenang dalam menghadapi situasi genting ini!Gadis ini sangat pandai mencari celahku. Aku tak boleh lalai dan kalah darinya!” batin Raka mulai khawatir.“Ada apa Tuan Raka?Kenapa wajah Tuan terlihat sangat gusar?Apa Tuan sakit kepala?Aku bisa membantu meringankan sakit kepala Tuan, itupun jika Tuan Raka butuh bantuanku.” Tambah Rania. Ingin sekali Rania tertawa sejadi-jadinya, namun ia menahan sekuat mungkin agar tak nampak di hadapan sang direktur angkuh.Tawaran Rania membuat Raka menemukan cara untuk mengerjai gadis itu. Sebenarnya, Raka tak sakit kepala atau apapun itu. Ia hanya memikirkan cara untuk menghindari pertanyaan konyol dan menjebak yang dilontarkan oleh Rania.“Karena kamu
Walaupun terlihat kesal, Rania tetap harus mengikuti perintah dari sang atasan.Setelah masuk ke dalam ruang kerja Raka, ia memperhatikan penataan ruang kerja sang direktur dari setiap sudut ruangan.“ Wah....!Pantas saja ia dijuluki si Tuan bersih, ruangan-nya saja tertata rapi dan tak ada sedikit pun debu yang menempel dalam ruangan ini,” batin Rania kagum.Walaupun demikian, Rania sengaja tak menampakan wajah kagumnya kepada sang direktur. Ia tak ingin jika memuji sekarang, maka sang Direktur akan tambah besar kepala. Apalagi Rania berfikir jika direktur adalah tipe orang yang suka akan pujian.Masih asyik melirik suasana ruang kerja Raka, tiba-tiba sang direktur menyuruhnya duduk dengan nada sinis.“Mengapa bengong aja disitu?Mau berdiri terus sampai pelayanku datang mengantarkan baju?Cepat duduk!Jangan membuatku perlu mengulangi kata-kataku barusan!” ucap Raka dengan gaya arogannya.Mendengar sang Direktur menegur, akhirnya Rania langsu
Gadis itu sangat nekat,”batinnya lirih.” Detak jantung Raka, kini tak beraturan. Kacau-balau kini menghantui fikirannya. Imajinasinya,melayang kemana-mana.“Apa wanita ini sengaja ingin mencelakaiku?” semakin terlihat wajahnya yang pucat.Raka seakan memiliki trauma yang sulit untuk dilupakan. Tatapannya semakin memudar. Pandangannya kini samar-samar terhadap gadis yang sedang menyupir, ia tak lain adalah Rania.Gadis ini masih tetap dengan dramanya. Ia belum sadar akan penampakan pria yang duduk di belakang. Wajah direktur kian memucat. ”Tolong hentikan permainanmu!” ucapnya lirih. Nada suara yang biasa tinggi kini mulai merendah.“Ada apa denganmu, Tuan?Bukankah aku sangat pandai mengemudi?” Rania masih tak sadar juga. ”Cepat hentikan mobilnya!Aku...!” ucapannya terputus.Rania belum mengalihkan pandangannya ke belakang. Ia belum tahu apa yang terjadi pada sang Direktur.“Aku kenapa, Tuan?Mengapa tak melanjutkan kata-katamu?” R
Setelah kata-kata ancaman keluar dari mulut Raka, gadis ini sontak saja mengurungkan niatnya. Rania tak tahan diperlakukan seperti itu oleh sang Direktur. Hampir saja ia menyerah, namun tak mungkin jika harus angkat tangan dalam waktu yang singkat.Apalagi Rania telah membuat perjanjian dengan Raka.“Aku tak punya pilihan, selain mengikuti perintahnya sekarang. Toh, ini hanya sementara.” Gadis ini menenangkan diri.“Ngapain melamun, hah?Aku tak punya waktu untuk tinggal lama-lama disini. Kita pergi sekarang!” Raka terburu-buru.“Ta...,” ucapan Rania terputus.“Kenapa?Apa kamu kurang senang dengan perintahku?” bicaranya datar.Rania menarik nafas. Jika membantah dan membela diri pun, tak lantas akan membuat pemikiran sang Direktur berubah.“Dia kan pria berhati es, sangat dingin dan menyebalkan!” Rania membatin.Sang Direktur mengganti pakaian rumah sakit.“Dimana bajuku?Cepat bawakan kesini sekarang!” pria yang melemah kini
Setelah kejadian di stasiun itu, kini Raka seakan terlihat penasaran pada Rania. Mengapa demikian?Entahlah, pria itu pun tak mengerti.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, Rania bangun seperti biasa. Gadis ceria ini terlihat tak bersemangat. Entah apa yang terjadi padanya, hanya dia yang tahu.Walaupun masih agak kesal dengan kejadian kemarin, namun Rania mencoba untuk tak mencampur aduk-kan dengan masalah pekerjaan. Apalagi hari ini, baru kedua harinya ia bekerja di perusahaan Raka.“Aku harus mandi secepatnya. Sebaiknya, aku tak bersikap seperti ini,” gadis ini mencoba kembali tersenyum dan melupakan semua kejadian kemarin.Langkah kakinya langsung menuju kamar mandi. Rania tak ingin Buk Tuti marah, hanya karena ia terlambat datang.“Aku tak boleh malas-malasan. Kasihan, Buk Tuti. Ia sudah cukup tua untuk marah dan membuang energi,” fikir Rania.Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, kini Rania langsung turun ke bawah. Tampak mami dan papinya lag
Mata mereka menatap satu sama lain. Sejuta pertanyaan membatin di antara keduanya. Gadis ini tak tahu lagi harus berkata apa?Situasinya sangat membingungkan.“Mengapa tak menjawabku?Siapa yang menjemputmu semalam?” tanya Raka yang terdengar menyelidiki.“Bukan urusan anda, Tuan Raka,” jawab Rania menghindari pertanyaan.Raka tersenyum dingin ketika mendengar jawaban datar dari gadis sederhana ini. Ia tak menyangka ada gadis yang terlihat kolot dan kampungan yang berani membantahnya. Benar-benar suatu penghinaan baginya. Sebenarnya, apa yang di katakan Rania memang tak salah. Walaupun sebagai atasan, Raka tak berhak untuk menanyakan urusan pribadi dari sang Karyawan. Namun,hal ini rupanya tak berlaku bagi Rania. Ia seakan terpojok dengan pertanyaan-pertanyaan sang Direktur yang kesannya tak masuk akal.“Kamu bekerja di atas lindungan perusahaanku. Jika terjadi sesuatu padamu,bagaimana nasib perusahaanku di masa depan?Apa kamu sengaja ingin mencoreng bisnisku?”
Si Pria Arogan ini langsung saja masuk ke dalam kantor dengan wajah penuh dengan amarah. Bagaimana mungkin Galih bisa membela gadis asing itu tepat di hadapannya?Itu sangat melukai harga diri Raka.“Galih sudah berani melawanku!Ini semua gara-gara gadis itu!Dia memang pembawa malapetaka bagi kami!Jangan berharap bisa keluar dari sini sesuka hati!Dia harus membayar semua yang terjadi hari ini!” Raka mengepalkan kedua tangan dengan penuh amarah.Sementara Rania masih berada di rumah sakit bersama galih.“Terima kasih karena sudah membawaku kesini!” Galih dengan tatapan tulus.“Pak Galih tak perlu minta maaf. Semua terjadi karena aku. Jadi,aku harus merawat Pak Galih hingga sembuh.” Sahut Rania terdengar tulus.“Aku sangat terharu mendengarnya!Kau benar-benar gadis yang dapat di andalkan.” Galih dengan nada pujian.“Pak Galih masih saja bercanda dalam keadaan seperti ini. Aku benar-ben
Rania sampai di kantor terlebih dahulu. Ia seakan menghindari untuk bertemu dengan sang Direktur. “Ini benar-benar menyebalkan!Mengapa dia harus ke rumahku?Apa pria itu ingin mengadukanku pada Mami?Ini tak bisa dibiarkan!” ketus Rania. Sementara Raka belum tahu jika Rania adalah putri tunggal dari Tuan Marcel dan Nyonya Aulia. “Ya Tuhan,apa yang harus kulakukan?Mengapa juga harus bertemu si Pria Arogan ini?Sangat menyebalkan!Bagaimana aku bisa menghindarinya?Dia selalu berkeliaran dimana-mana.” Ketus Rania lagi. Gadis ini pun berjalan dengan wajah yang penuh kecemasan. Rania tak sadar jika Galih memperhatikannya sejak tadi. Pria ini menyapa perlahan. “Hei. Mau kemana?” Galih menyapa ramah. Rania pun terlihat kaget. Bagaimana tidak?Gadis ini sedang menghayal. Tiba-tiba Galih muncul di hadapannya. “Tu—tuan!Apa yang kau lakukan disini?” tanya Rania dengan wajah panik. Galih pun tersenyum karena mendengar pertanyaan gadis i
Marcel dan Aulia merasa kaget akan kejujuran Raka. Namun,tak dipungkiri jika Aulia kagum tatkala mendengar keberanian Raka yang sangat jujur akan perasaannya. “Apa kau tak bercanda,Nak?” tanya Aulia. “Aku serius. Aku harap kalian jangan marah padaku setelah mendengar ini!” sahut Raka. “Hahaha....Anak muda yang sangat pemberani!Mengapa kami harus marah padamu?Hal itu biasa dirasakan oleh muda-mudi seperti kalian. Jadi,tak perlu merasa canggung. Jika kau menyukai Rania. Maka,kejarlah sampai kau mendapatkannya!Kami sudah memberi restu dan mendukungmu penuh!Apalagi kau adalah anak dari sahabat kami. Akan lebih bagus jika kau sendiri yang menginginkannya.” Tukas Marcel memberi restunya. “Iya. Om Marcel benar,Nak. Kami menginginkan agar kau sendiri yang mendapatkan hatinya!Tante hanya mengingatkan saja. Sebelumnya,Rania tak pernah pacaran atau memiliki kekasih. Jadi,dia masih agak sulit untuk menerima semua ini. Tante harap,kau bisa merubah semua sikap kera
Tak terasa mereka telah sampai di depan rumah Rania. “Apakah ini rumahmu?” tanya Raka. “Iya. Ini rumahku. Terima kasih telah mengantarku pulang.” Sahut Rania tersenyum ringan. “Apakah kau tak menyuruhku masuk terlebih dahulu?” Raka terdengar berharap. “Tak perlu. Ibumu pasti sudah cemas menunggumu di rumah. Kau seharusnya kembali lebih awal.” Rania mencari alasan. “Hahahaha. Ada apa denganmu,Nona Rania?Aku bukanlah anak kecil. Jadi,tak perlu mencemaskan hal itu. Ayo kita masuk ke dalam rumah!” sahut Raka nampak sumringah. “A—apa maksdumu?Mami pasti tak berada di rumah sekarang!Pergilah pulang!” Rania menatap cemas. “Kau nampak cemas?Apa yang terjadi denganmu?” tanya Raka penasaran. “Ti—tidak. Maksudku,tak terjadi apa-apa padaku. Kau tak perlu cemas. Aku bisa masuk sendiri. Ayo pergilah!” Rania semakin tak jelas. Raka semakin terlihat penasaran akan sikap gadis itu. “Mengapa dia menolakku masuk ke dalam r
Mereka berdua menikmati keindahan puncak hingga sore hari. Langit tampak cerah dan mulai menguning. Rania terlihat sangat senang menikmati keindahan puncak di sore hari. Gadis ini bahkan tak sadar akan tingkahnya yang terlihat kekanakkan. Rania lupa jika ada Raka di dekatnya. “Disini sangat nyaman!Aku menyukai tempat ini!Terima kasih sudah membawaku kesini!” Rania terdengar tulus. Raka hanya tersenyum dan memandangi kebahagiaan gadis yang sedang berputar-putar mengelilingi pohon yang berada di dekat situ. Tanpa sadar,pria arogan ini telah jatuh hati pada kepolosan Rania. “Apa anda sering kesini?” tanya Rania tersenyum ramah. “Iya. Di akhir pekan aku menghabiskan waktu mampir kesini. Aku suka akan tempat ini!Jiwaku tentram dan hatiku damai tanpa memikirkan aktivitasku yang menumpuk di kantor.” Jelas Raka apa adanya. “Oh,begitu. Aktivitas di kantor memang sangat membosankan!Kita perlu menyegarkan fikiran dengan mengunjungi tempat-tempat seperti
Rania terpaksa harus menunjukan wajah pada Raka. Semua orang telah mendesaknya. Tentu hal itu membuat Raka kaget. “Dia cantik sekali!Aku tak menyangka jika wajahnya seperti ini!” batin Raka memuji tanpa mengenali. Bagaimana tidak. Wajah Rania sangat berbeda jauh dari biasanya. Tentu saja Raka tak mengenalinya dengan baik. “Dia terlihat sangat berbeda jauh dari Rania si Gadis pembuat masalah itu!Jelas saja, Rania ini terlihat lebih cantik dan menggoda!” batin Raka tak hentinya memuji. Pria ini sampai lupa makan karena terpesona akan kecantikan Rania. Sementara Rania masih terlihat cemas dengan apa yang akan difikirkan oleh Raka. “Apa dia mengenaliku?Aku akan tamat hari ini!Ya Tuhan,tolong selamatkan aku!” keluhnya dalam hati. Melihat dua anak muda yang saling menatap membuat Denisa segera bertindak. Uhuk...,uhuk...,uhuk.... “Ayo dimakan!” tukas Denisa nampak sumringah. “Mengapa kalian termenung?Apa terjadi sesuat
Buk Aulia,Pak Marcel, dan juga keluarga Pak Hendra semakin merasa heran dengan sikap Rania. “Ada apa sayang?Kenapa wajahmu ditutupi seperti itu?” tukas Aulia bertambah heran. “Iya. Mami kamu benar. Nggak sopan kayak gitu,Nak. Ayo salaman!” ucap Marcel. Tanpa bicara,ia langsung saja menyalami pria yang ada di hadapannya dengan wajah yang masih tertutup. “Maafkan atas tingkah putri kami!Dia memang agak kekanakkan. Ini juga kali pertama aku mendandaninya.” Tukas Aulia dengan nada polosnya. “Aduh,Putrimu benar-benar sangat menggemaskan!Tak perlu minta maaf. Kadang kala,anak-anak selalu seperti itu. Kita sebagai orang tua harus lebih bijak lagi menghadapi mereka.” Jawab Denisa tersenyum ramah. “Iya,Pak Marcel. Tak perlu sungkan seperti itu. Wajar saja dia bertingkah seperti itu karena ini pertama kalinya dia merias diri.” Hendra menambahkan lagi. Ucapan Denisa dan Hendra membuat Aulia merasa lega. “Syukurlah kalau semuanya b
Hari ini Rania libur. Gadis ini bangun agak kesiangan. Dia masih saja berdiam diri di kamar. Sementara Ibu dan Ayahnya pun tak pergi ke kantor. Mereka baru selesai lari pagi.“Rania kita dimana,Pi?” tanya Aulia.“Rania masih di kamarnya,Mi. Biarkan saja dia istirahat di akhir pekan ini. Akhir-akhir ini dia jarang istirahat di rumah.” Jawab Marcel sembari mengambil segelas air putih.“Iya juga sih. Berikan Mami juga air putihnya. Tenggorokan Mami rasanya kering,” tukas Aulia meminta segelas air untuk melepas dahaga.Marcel pun segera memberikan air putih pada Aulia.“Ini,Mi. Mami minum banyak-banyak. Papi mau mandi dulu. Udah bau keringat.” Pungkas Marcel tersenyum ringan.“Ya udah,Pi. Jangan kelamaan mandinya,ya. Mami juga mau mandi. Rasanya gerah habis jogging!” seru Aulia.Aulia pun langsung ke kamar Rania sambil menunggu Marcel selesai mandi.Tok,tok,tok.&ld
Si Cowok Arogan tak ingin terlihat lemah di hadapan Rania.“Gadis itu benar-benar pandai bicara. Dia mempunyai semua jawaban atas setiap pertanyaanku. Bagaimana aku bisa membungkam gadis cerewet itu,ya?” tukas Raka sambil memikirkan cara.Tiba-tiba Galih datang dan menepuk pundak Raka.“Hei,Kak. Lagi ngapain sih?Aku selalu melihatmu menghayal akhir-akhir ini. Kakak kenapa sih?” tanya Galih menatap bingung.“Kamu ngagetin aja. Siapa bilang Kakak melamun. Kamu asal bicara aja. Lagian,kamu ngapain kesini?” pungkas Raka.“Kakak itu selalu nggak mau jujur. Tetap saja mengelak. Aku jadi heran!Aku kesini mau minta tanda tangan,Kak.” Jawab Galih menatap heran.“Sini berikan berkasnya. Kakak tanda tangan sekarang. Setelah itu, kau jangan muncul lagi ke ruangan Kakak. Mengerti!” Raka dengan nada peringatan.“Iya,Kak. Bawel deh. Galak amat sama adik sendiri,” jawab Galih ter