Setelah kejadian di stasiun itu, kini Raka seakan terlihat penasaran pada Rania. Mengapa demikian?Entahlah, pria itu pun tak mengerti.
Waktu menunjukkan pukul enam pagi, Rania bangun seperti biasa. Gadis ceria ini terlihat tak bersemangat. Entah apa yang terjadi padanya, hanya dia yang tahu.
Walaupun masih agak kesal dengan kejadian kemarin, namun Rania mencoba untuk tak mencampur aduk-kan dengan masalah pekerjaan. Apalagi hari ini, baru kedua harinya ia bekerja di perusahaan Raka.
“Aku harus mandi secepatnya. Sebaiknya, aku tak bersikap seperti ini,” gadis ini mencoba kembali tersenyum dan melupakan semua kejadian kemarin.
Langkah kakinya langsung menuju kamar mandi. Rania tak ingin Buk Tuti marah, hanya karena ia terlambat datang.
“Aku tak boleh malas-malasan. Kasihan, Buk Tuti. Ia sudah cukup tua untuk marah dan membuang energi,” fikir Rania.
Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, kini Rania langsung turun ke bawah. Tampak mami dan papinya lagi duduk di meja makan.
“Pagi Mi,Pi,” sambil mencium pipi kedua orang tuanya seperti biasa.
“Mata kamu kenapa, sayang?” Aulia dengan nada khawatir.
Marcel memandangi wajah sang Istri yang terlihat panik.
“Mami jangan lebay gitu, deh. Jangan bikin Papi panik dengan ulah Mami,” Marcel menyela.
“Papi kenapa sih, marah-marah?Apa Papi nggak lihat mata anaknya?Tuh, tuh,mata Rania bengkak gitu. Papi sih, pake kacamata,” ketus Aulia.
Marcel kehabisan kata-kata karena mendengar ucapan sang Istri. Ia tak tahu harus menjawab apalagi pada Aulia. Memang tak asing lagi, jika Aulia bersikap seperti itu pada sang Putri mereka.
“Cepat jawab Mami. Kenapa mata kamu bengkak kayak gini?Duh Rania, kamu ngapain aja?Kamu pulang jam berapa semalam?” tanya Aulia dengan tatapan curiga.
“Kok Mami, melototin aku sih. Ayo Pi, belain dong!” jawab Rania manja.
“Mami..., jangan bikin anaknya takut kayak gitu,” bela Marcel.
Sambil tertawa kecil, Rania terlihat sangat bahagia dengan kehangatan keluarga mereka. Aulia cemberut karena ditantang oleh suami dan anaknya.
Sungguh beruntung menjadi Rania. Selain cantik, pintar, baik, Rania juga adalah anak yang ceria dan selalu membuat orang tuanya bangga.
Waktu sudah menunjukan pukul enam lewat tiga puluh menit, Rania harus segera pergi bekerja.
“Mi, Pi,Rania berangkat kerja dulu!” pamit Rania.
“Habiskan dulu susunya, sayang. Nanti, Mami yang antar ke tempat kerjamu,” Aulia menawarkan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Marcel.
“Nanti Papi anterin sampai di depan tempat kerjamu. Duduk dan habiskan susunya,” ujar Marcel menambahkan.
Agar orang tuanya tak kecewa, akhirnya Rania pun mengikuti permintaan mereka. Ia tersenyum manis dan kembali ke tempat duduknya. Gadis ini meminum susu tanpa ada yang tersisa.
“Susunya udah habis Mi, Pi. Boleh, Rania pergi sekarang?” ucapnya seraya menunjukkan gelas susu yang ia minum.
Di rumah itu, Rania di layani bak seorang putri. Jika mau, dia bisa saja di layani sampai sepuluh pembantu yang akan mengurus keperluan pribadinya, namun Rania tak akan bertindak semaunya. Walaupun dikatakan kategori orang kaya-raya, akan tetapi Rania lebih nyaman dengan dirinya sendiri tanpa harus dikaitkan unsur kemewahan yang sudah melekat dalam dirinya sejak lahir. Itulah dan begitulah Rania dalam bersikap.
“Rania pergi dulu ya, Mi, Pi,” pamitnya.
“Tunggu sebentar!Kamu belum jawab tentang pertanyaan Mami sama Papi kemarin? Sebenarnya, anak Mami udah kerja dimana?” Aulia dengan tatapan menyelidiki.
“Rania kerja di tempat bagus, Mi, Pi. Perusahaannya gede bangat. Rania senang bisa masuk ke perusahaan itu,” mencoba mengelabui orang tuanya. Ia tak punya kesempatan panjang untuk menjelaskan pada Mami dan juga Papinya.
Rania berusaha menyembunyikan yang di alaminya sekarang. Benar-benar sangat menyiksa hingga ke dalam batin.
“Boleh, Rania pergi sekarang?” tanya gadis ini sambil melirik ke arah Marcel dan Aulia.
“Iya, sayang. Kamu boleh pergi sekarang,” Marcel tersenyum.
“Tunggu sebentar, sayang. Nanti, Mami suruh Pak Denis untuk mengantarmu ke tempat kerja,” Aulia dengan tatapan memaksa.
“Nggak perlu, Mi. Rania mau berangkat naik motor aja. Mami kan tahu sendiri, kalo Rania sekarang lagi menyamar. Mami nggak perlu khawatir, Rania bisa jaga diri kok,” Rania dengan nada meyakinkan.
“Ya sudah, kamu hati-hati bawa motornya,jangan ngebut!Aduh, kasihan bangat nasib anak Mami!” Ibu satu anak ini masih dengan perasaan khawatir.
Marcel hanya menggeleng kepala, kala melihat reaksi sang Istri yang begitu over protektiv pada anak gadis satu-satunya.
“Udahlah, Mi. Rania itu mau pergi kerja, bukan lagi ke luar negeri. Jangan drama lagi, Mi,” goda Marcel yang terlihat gemas pada sikap istrinya.
“Papi itu nggak pernah ngerti perasaan Mami. Tau ah, bukan khawatirin anak gadisnya, malah ngeledekin Mami terus,” ketus Aulia.
“Kok, Papi lagi yang di salahin. Tuh, lihat kelakuan Mami kamu, ia selalu menindas Papi. Rania bisa lihat sendiri, kan?” Marcel masih terlihat senang dengan dramanya.
Rania tersenyum bahagia, ia merasa jadi orang paling beruntung di dunia ini karena memiliki kedua orang tua yang selalu terlihat akur, hangat dan saling menyayangi satu sama lain. Benar-benar gadis beruntung.
Sambil tersenyum tipis, Rania menenangkan kedua orang tuanya agar tak lagi saling menyalahkan.
“Kali ini, Rania belain Papi. Mami nggak boleh nyalahin Papi terus, Mi. Kan,kasihan kalo Papi Rania di marah-marah terus,” ledek Rania.
“Oh, jadi gitu. Sekarang kalian berdua mau nyerang Mami?Rania juga pake bela-belain Papinya yang jelas-jelas terlihat salah. Mami marah, sekarang,” Aulia masih dengan nada ketusnya.
Ayah dan anak ini tertawa lepas, kala mendengar pengakuan Aulia yang terdengar polos namun sangat menggemaskan di telinga Rania dan juga Marcel.
“Hahahaha...,Mami itu kalo marah ya, jangan dibilang-bilang ke Papi dan Rania. Biar kami berdua yang nebak sendiri kalo Mami emang lagi marah-marah,” Marcel dan sang Putri tertawa se jadinya.
“Tau ah, kalian rese. Mami mau ke kantor sekarang,” ketus Aulia lagi.
“Gara-gara Mami sama Papi, Rania jadi telat pergi kerja. Rania duluan. ya!” gadis itu mencium punggung tangan Marcel dan Aulia.
Gadis ini berjalan terburu-buru. Ia mengendarai sepeda motornya menuju kantor.
“Astaga, aku pasti dimarahin Pak Raka!Bagaimana aku bisa melihat wajah pria yang tak punya hati seperti dia?Tega sekali, ia meninggalkanku sendiri di stasiun yang tak berpenghuni,” wajah gadis ini berubah seketika. Ia teringat kembali kejadian semalam.
Rania tak tahu jika sang Direktur kembali lagi ke tempat itu, untuk menjemputnya . Alhasil, sang Direktur melihat suatu pemandangan yang sangat aneh dan membuatnya curiga. Sekarang pun, pria arogan itu masih penasaran atas kejadian semalam.
Tak berapa lama, Rania sampai juga di tempat kerjanya. Ia tak tahu harus memasang ekspresi seperti apa, ketika harus berpapasan dengan sang Direktur. Apa harus marah, atau pura-pura bahagia?Entahlah.
Dengan cepat, gadis ini langsung memasuki perusahaan besar itu. Rania pergi ke ruangan untuk mengganti seragam kerja seperti biasa. Untung saja, gadis ini tak lambat datang. Waktu masih tersisa lima belas menit untuk mulai beraktivitas di dalam kantor.
Setelah mengganti pakaian, ia langsung masuk ke dalam ruang kerja khusus OB. Rupanya, Buk Tuti telah berada di dalam ruangan mereka.
Rania pun menyapa dengan ramah.
“Selamat pagi, Buk,” sapa Rania dengan senyuman tipis.
“Pagi juga,” Buk Tuti dengan nada datar.
Gadis ini merasa tak enak hati, ekspresi Buk Tuti terlihat sangat dingin tak seperti biasanya. Rania bisa merasakan itu.
Tiba-tiba Valen datang dan menepuk pundak Rania.
“Hey, apa yang terjadi antara dirimu dan juga Pak Raka kemarin?Aku sangat penasaran!Di antara semua pegawainya, hanya kamu yang bisa membantah beliau. Aku salut dengan keberanianmu!” Valen memuji. Rekan kerja Rania, memang terkesan cerewet. Walaupun demikian, ia juga sangat ramah dan mudah bergaul dengan orang lain.
Rania hanya tersenyum dingin, gadis ini merasa enggan untuk membahas sang Direktur yang berhati es itu.
“Aku tak ingin membahas tentang Tuan Raka. Lebih baik, kita ngobrol tentang hal yang lain,” Rania datar.
Melihat ekspresi itu, barulah Valen mengerti jika Rania tak suka dengan pembahasan mengenai sang Direktur mereka.
Tak lama kemudian, ada seorang pria yang bertubuh tegap, sorot matanya terlihat sangat tajam, mata yang agak kecoklatan dan rambut dengan gaya curly, pria itu tak lain adalah Bara sang Asisten Raka.
Bara terkenal tak banyak bicara dan tak suka basa-basi. Ia yang mengurus semua keperluan sang Direktur. Pria yang usianya tiga puluh dua tahun ini, masih terlihat jomblo. Kisah asmaranya tak ada yang tahu, termasuk Raka. Ia benar-benar pria yang misterius dan tak kalah dari sang Bos.
Bara pergi ke arah Buk Tuti dan mencari gadis yang bernama Rania. Rupanya Bara datang ke ruangan ini, atas perintah dari Raka.
“Suruh gadis yang bernama Rania agar ke ruangan Pak Raka sekarang. Jangan lama dan membuat sang Direktur menunggu!” Bara dengan nada tegasnya.
Buk Tuti bingung, ia tak tahu apa yang terjadi antara sang Direktur dan pegawai baru ini.
“Baik,Pak Bara. Saya akan menyuruhnya kesana sekarang,” jelas Buk Tuti.
Banyak para wanita di dalam ruangan itu terpesona, dengan ketampanan Bara si Asisten cuek bak kulkas. Tak sedikit penggemar dari Bara yang mengagumi pria yang diberi gelar jomblo sejati.
Setelah menyampaikan amanat dari Raka, akhirnya si Asisten kembali lagi bekerja.
Kemudian Buk Tuti menghampiri Rania untuk menyampaikan maksud dari kedatangan Bara sang Asisten tadi.
“Anda disuruh ke ruangan Pak Raka, sekarang!” ucap Buk Tuti tanpa berbicara banyak.
Mata Rania langsung terbuka lebar dan sorot matanya terlihat bingung.
“Mengapa si Arogan memanggilku ke ruangan pribadinya?Apa aku harus menerima penghinaan lagi?” Rania membatin.
Walaupun masih bertanya-tanya, akhirnya gadis ini memutuskan untuk tetap pergi ke ruangan Raka.
“Ayo kesana, sekarang. Pangeran tampan itu sedang menunggumu,” goda Valen.
“Apaan sih, len. Rese ah,” Rania yang terlihat kesal.
Sambil berjalan, gadis ini masih terus memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.
Sampai di depan pintu ruangan Raka, gadis ini seakan ragu untuk mengetuk pintu sang Direktur. Ia terlihat khawatir, kesal dan juga merasa canggung dengan kondisinya sekarang.
Tiba-tiba saja, suara dari dalam ruangan menyuruhnya masuk.
“Ayo cepat masuk sekarang!” perintah suara asing itu.
“Siapa yang menyuruhku masuk, ya?Mengapa ia tahu, jika aku telah berada di depan pintu ruangan ini?” Rania masih dalam ekspresi bingung.
“Tak perlu bingung, cepat masuk sekarang!Jangan membuatku lebih marah!” jawab suara asing.
Suara itu seakan mengetahui dengan apa yang ia fikirkan sekarang. Benar-benar ajaib.
Padahal, Raka telah memasang CCTV di depan ruangannya. Pria ini memantau Rania di balik layar.
Akhirnya Rania membuka gagang pintu itu, secara perlahan.
“Permisi,” nada khawatir. Rania masuk dan menghampiri sang Direktur yang sementara duduk santai.
“Ada apa memanggilku kesini?” nada datar Rania.
“Apa tak boleh aku menyuruh karyawanku kesini?Aku yang bosnya disini. Ikuti aturanku bukan aturanmu!” Raka sinis.
Rania tertunduk sejenak. Mulut Rania seakan terkunci rapat dan enggan membantah sang Direktur. Ia tahu, sia-sia saja membantah pria yang tak punya hati.
Tanpa berfikir panjang, Raka langsung bicara pada intinya. Ia tak suka basa-basi dan bertele-tele.
“Siapa yang menjemputmu kemarin?” tanya Raka. Wajah pria tampan ini seakan menyelidiki.
“Apa maksudmu?” Rania berusaha mengelabui Raka.
“Apa benar-benar harus ku ucapkan lebih jelasnya?” Raka mencurigai.
Rupanya Rania baru mengerti dengan maksud sang Direktur.
“Apa dia melihatku di jemput, kemarin?” Rania membatin.
Wanita ini benar-benar telah kehabisan akal untuk mengelabui sang Direktur yang aneh ini.
Rania pun tak mengerti, mengapa sang Direktur sangat tertarik dengan kehidupan pribadinya?
Raka yang masih belum mendapat jawaban pasti, tentunya membuat ia semakin penasaran pada Rania sang OB yang membuatnya menjadi seperti itu.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Penasaran?!
Baca kisahnya hanya di GN!!
Karyanya oke-oke
Mata mereka menatap satu sama lain. Sejuta pertanyaan membatin di antara keduanya. Gadis ini tak tahu lagi harus berkata apa?Situasinya sangat membingungkan.“Mengapa tak menjawabku?Siapa yang menjemputmu semalam?” tanya Raka yang terdengar menyelidiki.“Bukan urusan anda, Tuan Raka,” jawab Rania menghindari pertanyaan.Raka tersenyum dingin ketika mendengar jawaban datar dari gadis sederhana ini. Ia tak menyangka ada gadis yang terlihat kolot dan kampungan yang berani membantahnya. Benar-benar suatu penghinaan baginya. Sebenarnya, apa yang di katakan Rania memang tak salah. Walaupun sebagai atasan, Raka tak berhak untuk menanyakan urusan pribadi dari sang Karyawan. Namun,hal ini rupanya tak berlaku bagi Rania. Ia seakan terpojok dengan pertanyaan-pertanyaan sang Direktur yang kesannya tak masuk akal.“Kamu bekerja di atas lindungan perusahaanku. Jika terjadi sesuatu padamu,bagaimana nasib perusahaanku di masa depan?Apa kamu sengaja ingin mencoreng bisnisku?”
Rania sontak saja kaget, matanya terbuka lebar karena mendengar keputusan direktur yang terbilang tiba-tiba.“Mengapa ia selalu memutuskan sesuatunya sendiri tanpa berdiskusi terlebih dahulu?Memangnya, aku ini sebuah boneka yang tak punya perasaan,” hatinya kesal.Tanpa bicara terlebih dahulu, tiba-tiba sang Direktur langsung menjadikan ia sebagai Asisten pengganti. Bagaimana tanggapan orang-orang terhadabnya nanti?Sang Direktur benar-benar telah membuat hidup Rania bermasalah.Walaupun marah, kesal dan tak terima, namun Rania tak bisa berbuat banyak. Ia tak ingin menghancurkan semua yang sudah ia bangun, hanya karena menuruti egonya.“Mengapa wajahmu terlihat murung?Apa kamu tak suka menjadi Asisten penggantiku?” Raka menatap sinis.“Bukan begitu, Tuan. Hanya saja, aku sangat terkejut dengan keputusan tiba-tiba ini. Aku juga merasa tak enak pada karyawan yang lain. Bukankah, aku baru dua hari bekerja disini?” Rania canggung.“Memangnya ada
“Aku akan menyuruh pelayan untuk mengambilkan baju yang lain. Kamu jangan kemana-mana dan awas saja, jika sampai orang lain melihatmu!” nada peringatan dari sang Direktur.Rania menggelengkan kepala dengan tatapan polos. Kini sang Direktur masih menelfon pelayan untuk mengantarkan baju untuk Rania.“Cepat antarkan baju khusus wanita!Bajunya jangan yang terbuka!Aku tunggu di ruanganku, jangan pakai lama!” Raka menutup telfon.Gadis ini terlihat sudah tak nyaman dengan busananya sekarang. Ia merasa kurang percaya diri.“Kamu boleh duduk sekarang!” perintah Raka. Pria ini kemudian mengambil jas untuk menutupi bagian kaki Rania yang terlihat.“Pakailah ini!Jika merasa kurang nyaman, seharusnya kau jujur,” Raka merendahkan suaranya.Rania terdiam, ia menatap penuh tanya pada sang Direktur. Laki-laki yang terlihat arogan, kini berubah bak menjadi malaikat pelindung.“Apa yang terjadi dengan Tuan Arogan ini?Mengapa ia terlihat berbeda dari biasanya
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan sebuah kafe.“Ayo cepat turun!Ingat, jangan membuatku malu disana!Jika aku tak menyuruhmu bicara, sebaiknya diam saja!Banyak klien penting disana!” Raka dengan nada memperingatkan.“Baik, Tuan Raka. Aku akan bersikap seperti permintaan anda,” ucapnya datar.“Baguslah, kalau kau mengerti. Sekarang, ikut aku masuk ke dalam!” perintah Raka.Tanpa membantah, akhirnya Rania mengikuti langkah kaki sang Direktur.“Dasar pria sensitif!Kerjaannya marah-marah mulu. Ya Tuhan, kapankah cobaan ini akan berakhir?” Rania membatin.Sampai di dalam kafe, tampaknya para investor penting belum datang. Rupanya sang Direktur telah memesan meja nomor dua bagian depan.“Syukurlah,mereka belum sampai. Jadi, aku bisa membuat kesan yang lebih baik. Aku benar-benar sangat pintar dan jenius!” Raka memuji diri sambil tersenyum tipis.Melihat pemandangan itu, tentu membuat Rania kesal dengan gaya sang
“Gadis itu berbahasa Jepang dengan fasih!Dia belajar dari mana?Dari gaya bicaranya, sepertinya ia sudah terbiasa berbahasa asing!Bara aja bahasa Jepangnya nggak se-lancar itu.” Batin Raka penasaran.Tiba-tiba saja, Rania memberanikan diri untuk minta izin duduk disitu.“Tuan, bolehkah saya duduk?Kakiku sangat pegal,” keluh Rania.“Hmm, kita akan melanjutkan perjalanan ketemu klien yang lain,” jawab Raka datar.“Benar-benar pria gila!Dia fikir, aku ini sebuah robot. Aku juga hanya manusia biasa sepertimu yang terkadang juga butuh istirahat,” Rania membatin. Gadis ini seakan ingin menangis dan memaki sang Direktur. Namun, apalah daya jika dia hanyalah karyawan yang harus menuruti perintah.Wajah cemberut Rania seakan terpampang dengan jelas. Rupanya, sang Direktur belum usai dengan dramanya.“Ayo cepat jalan!Jangan lelet!” ucap Raka yang terdengar seperti sebuah perintah.Dengan langkah tergesa-gesa, gadis itu mengikuti sang Direktur. T
“Apa kamu sudah merasa lebih baik, sekarang?Aku akan keluar sebentar. Kamu jangan kemana-mana dulu!” ucap sang Direktur yang terdengar sepertisebuah perintah.Rania menganggukkan kepala sebagai tanda setuju.“Aku akan mencari makanan untukmu. Kau istirahatlah dulu!” pamit Raka. Ia pun langsung keluar dari ruangan itu.Sementara Rania masih terlarut dengan fikirannya. Ia penasaran dengan perubahan sang Direktur yang terkesan tiba-tiba.“Apa yang salah dengannya?Mengapa ia begitu baik padaku hari ini?” Rania membatin.Gadis ini pun belum menemukan jawabannya sejak tadi. Apapun itu, Rania sangat bersyukur dapat diperlakukan selayaknya oleh Tuan Raka.Tak lama kemudian, Raka datang dan membawa bungkusan yang berisi makanan.“Aku akan membantu menyuapimu. Kamu makan yang banyak dan minumlah obat!” ucap Raka yang terdengar seperti sebuah perintah.Rania mengangguk sebagai tanda setuju.“Apa Direktur sakit?Mengapa dia mau
Hari itu juga, Rania memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. Dia tak ingin orang tuanya khawatir karena harus menginap di rumah sakit.“Kamu benar, sudah baikan?Mengapa tak menginap semalam saja disini?Nanti, aku akan minta izin kepada orang tuamu. Aku akan bertanggung jawab penuh atas dirimu!” Raka dengan nada serius.“What?Tanggung jawab?Memangnya, aku kenapa?Dasar pria aneh!” Batin Rania bingung.“Apa kamu dengar ucapanku barusan?” tanya Raka. Ia penasaran dengan tanggapan Rania nanti.“Aku tak bisa bermalam disini, Tuan!Ibuku pasti khawatir.” Tatapannya sulit di tebak.“Baiklah, kalau memang itu keputusanmu. Aku akan mengantarmu pulang sekarang,” ujar Raka“Terima kasih atas pengertianmu, Tuan.” Rania terlihat lega.“Tunggu sebentar!Aku akan membayar administrasi dulu,” ucap Raka.“Sekali lagi, terima kasih banyak. Tuan memang sangat dermawan!” Rania memuji.“Siapa bilang aku dermawan?Semua biaya administrasi
Suasana di dalam mobil terasa hening. Tak ada satupun dari mereka yang menyapa duluan. Sama-sama masih terlarut dalam dramanya.“Apa-apaan sih, mengapa gadis ini sangat jual mahal?Sudah tampilannya norak, pake belagu segala!” batin Raka kesal.Sepertinya, sang Direktur kesal karena sepanjang jalan tak ada pembicaraan ataupun pertengkaran yang terjadi di antara mereka.“Mengapa pria ini menatapku dingin?Apa dia sangat membenciku karena aku miskin?Benar-benar pria yang sangat sombong dan membosankan!Aku sangat heran pada gadis-gadis yang mengejarnya,mengapa mereka begitu bodoh karena menyukai pria yang tak punya hati ini?Tampangnya aja yang ganteng, tapi kelakuannya naudzubillah!” batin Rania mengutuk.Rupanya gadis ini memperhatikan ekspresi datar sang Direktur. Sepanjang jalan, mereka terlibat perang dingin. Saling mengutuk satu sama lain walaupun hanya dalam hati.Sepertinya,Rania tak kembali ke istana megahnya. Dia takut,
Si Pria Arogan ini langsung saja masuk ke dalam kantor dengan wajah penuh dengan amarah. Bagaimana mungkin Galih bisa membela gadis asing itu tepat di hadapannya?Itu sangat melukai harga diri Raka.“Galih sudah berani melawanku!Ini semua gara-gara gadis itu!Dia memang pembawa malapetaka bagi kami!Jangan berharap bisa keluar dari sini sesuka hati!Dia harus membayar semua yang terjadi hari ini!” Raka mengepalkan kedua tangan dengan penuh amarah.Sementara Rania masih berada di rumah sakit bersama galih.“Terima kasih karena sudah membawaku kesini!” Galih dengan tatapan tulus.“Pak Galih tak perlu minta maaf. Semua terjadi karena aku. Jadi,aku harus merawat Pak Galih hingga sembuh.” Sahut Rania terdengar tulus.“Aku sangat terharu mendengarnya!Kau benar-benar gadis yang dapat di andalkan.” Galih dengan nada pujian.“Pak Galih masih saja bercanda dalam keadaan seperti ini. Aku benar-ben
Rania sampai di kantor terlebih dahulu. Ia seakan menghindari untuk bertemu dengan sang Direktur. “Ini benar-benar menyebalkan!Mengapa dia harus ke rumahku?Apa pria itu ingin mengadukanku pada Mami?Ini tak bisa dibiarkan!” ketus Rania. Sementara Raka belum tahu jika Rania adalah putri tunggal dari Tuan Marcel dan Nyonya Aulia. “Ya Tuhan,apa yang harus kulakukan?Mengapa juga harus bertemu si Pria Arogan ini?Sangat menyebalkan!Bagaimana aku bisa menghindarinya?Dia selalu berkeliaran dimana-mana.” Ketus Rania lagi. Gadis ini pun berjalan dengan wajah yang penuh kecemasan. Rania tak sadar jika Galih memperhatikannya sejak tadi. Pria ini menyapa perlahan. “Hei. Mau kemana?” Galih menyapa ramah. Rania pun terlihat kaget. Bagaimana tidak?Gadis ini sedang menghayal. Tiba-tiba Galih muncul di hadapannya. “Tu—tuan!Apa yang kau lakukan disini?” tanya Rania dengan wajah panik. Galih pun tersenyum karena mendengar pertanyaan gadis i
Marcel dan Aulia merasa kaget akan kejujuran Raka. Namun,tak dipungkiri jika Aulia kagum tatkala mendengar keberanian Raka yang sangat jujur akan perasaannya. “Apa kau tak bercanda,Nak?” tanya Aulia. “Aku serius. Aku harap kalian jangan marah padaku setelah mendengar ini!” sahut Raka. “Hahaha....Anak muda yang sangat pemberani!Mengapa kami harus marah padamu?Hal itu biasa dirasakan oleh muda-mudi seperti kalian. Jadi,tak perlu merasa canggung. Jika kau menyukai Rania. Maka,kejarlah sampai kau mendapatkannya!Kami sudah memberi restu dan mendukungmu penuh!Apalagi kau adalah anak dari sahabat kami. Akan lebih bagus jika kau sendiri yang menginginkannya.” Tukas Marcel memberi restunya. “Iya. Om Marcel benar,Nak. Kami menginginkan agar kau sendiri yang mendapatkan hatinya!Tante hanya mengingatkan saja. Sebelumnya,Rania tak pernah pacaran atau memiliki kekasih. Jadi,dia masih agak sulit untuk menerima semua ini. Tante harap,kau bisa merubah semua sikap kera
Tak terasa mereka telah sampai di depan rumah Rania. “Apakah ini rumahmu?” tanya Raka. “Iya. Ini rumahku. Terima kasih telah mengantarku pulang.” Sahut Rania tersenyum ringan. “Apakah kau tak menyuruhku masuk terlebih dahulu?” Raka terdengar berharap. “Tak perlu. Ibumu pasti sudah cemas menunggumu di rumah. Kau seharusnya kembali lebih awal.” Rania mencari alasan. “Hahahaha. Ada apa denganmu,Nona Rania?Aku bukanlah anak kecil. Jadi,tak perlu mencemaskan hal itu. Ayo kita masuk ke dalam rumah!” sahut Raka nampak sumringah. “A—apa maksdumu?Mami pasti tak berada di rumah sekarang!Pergilah pulang!” Rania menatap cemas. “Kau nampak cemas?Apa yang terjadi denganmu?” tanya Raka penasaran. “Ti—tidak. Maksudku,tak terjadi apa-apa padaku. Kau tak perlu cemas. Aku bisa masuk sendiri. Ayo pergilah!” Rania semakin tak jelas. Raka semakin terlihat penasaran akan sikap gadis itu. “Mengapa dia menolakku masuk ke dalam r
Mereka berdua menikmati keindahan puncak hingga sore hari. Langit tampak cerah dan mulai menguning. Rania terlihat sangat senang menikmati keindahan puncak di sore hari. Gadis ini bahkan tak sadar akan tingkahnya yang terlihat kekanakkan. Rania lupa jika ada Raka di dekatnya. “Disini sangat nyaman!Aku menyukai tempat ini!Terima kasih sudah membawaku kesini!” Rania terdengar tulus. Raka hanya tersenyum dan memandangi kebahagiaan gadis yang sedang berputar-putar mengelilingi pohon yang berada di dekat situ. Tanpa sadar,pria arogan ini telah jatuh hati pada kepolosan Rania. “Apa anda sering kesini?” tanya Rania tersenyum ramah. “Iya. Di akhir pekan aku menghabiskan waktu mampir kesini. Aku suka akan tempat ini!Jiwaku tentram dan hatiku damai tanpa memikirkan aktivitasku yang menumpuk di kantor.” Jelas Raka apa adanya. “Oh,begitu. Aktivitas di kantor memang sangat membosankan!Kita perlu menyegarkan fikiran dengan mengunjungi tempat-tempat seperti
Rania terpaksa harus menunjukan wajah pada Raka. Semua orang telah mendesaknya. Tentu hal itu membuat Raka kaget. “Dia cantik sekali!Aku tak menyangka jika wajahnya seperti ini!” batin Raka memuji tanpa mengenali. Bagaimana tidak. Wajah Rania sangat berbeda jauh dari biasanya. Tentu saja Raka tak mengenalinya dengan baik. “Dia terlihat sangat berbeda jauh dari Rania si Gadis pembuat masalah itu!Jelas saja, Rania ini terlihat lebih cantik dan menggoda!” batin Raka tak hentinya memuji. Pria ini sampai lupa makan karena terpesona akan kecantikan Rania. Sementara Rania masih terlihat cemas dengan apa yang akan difikirkan oleh Raka. “Apa dia mengenaliku?Aku akan tamat hari ini!Ya Tuhan,tolong selamatkan aku!” keluhnya dalam hati. Melihat dua anak muda yang saling menatap membuat Denisa segera bertindak. Uhuk...,uhuk...,uhuk.... “Ayo dimakan!” tukas Denisa nampak sumringah. “Mengapa kalian termenung?Apa terjadi sesuat
Buk Aulia,Pak Marcel, dan juga keluarga Pak Hendra semakin merasa heran dengan sikap Rania. “Ada apa sayang?Kenapa wajahmu ditutupi seperti itu?” tukas Aulia bertambah heran. “Iya. Mami kamu benar. Nggak sopan kayak gitu,Nak. Ayo salaman!” ucap Marcel. Tanpa bicara,ia langsung saja menyalami pria yang ada di hadapannya dengan wajah yang masih tertutup. “Maafkan atas tingkah putri kami!Dia memang agak kekanakkan. Ini juga kali pertama aku mendandaninya.” Tukas Aulia dengan nada polosnya. “Aduh,Putrimu benar-benar sangat menggemaskan!Tak perlu minta maaf. Kadang kala,anak-anak selalu seperti itu. Kita sebagai orang tua harus lebih bijak lagi menghadapi mereka.” Jawab Denisa tersenyum ramah. “Iya,Pak Marcel. Tak perlu sungkan seperti itu. Wajar saja dia bertingkah seperti itu karena ini pertama kalinya dia merias diri.” Hendra menambahkan lagi. Ucapan Denisa dan Hendra membuat Aulia merasa lega. “Syukurlah kalau semuanya b
Hari ini Rania libur. Gadis ini bangun agak kesiangan. Dia masih saja berdiam diri di kamar. Sementara Ibu dan Ayahnya pun tak pergi ke kantor. Mereka baru selesai lari pagi.“Rania kita dimana,Pi?” tanya Aulia.“Rania masih di kamarnya,Mi. Biarkan saja dia istirahat di akhir pekan ini. Akhir-akhir ini dia jarang istirahat di rumah.” Jawab Marcel sembari mengambil segelas air putih.“Iya juga sih. Berikan Mami juga air putihnya. Tenggorokan Mami rasanya kering,” tukas Aulia meminta segelas air untuk melepas dahaga.Marcel pun segera memberikan air putih pada Aulia.“Ini,Mi. Mami minum banyak-banyak. Papi mau mandi dulu. Udah bau keringat.” Pungkas Marcel tersenyum ringan.“Ya udah,Pi. Jangan kelamaan mandinya,ya. Mami juga mau mandi. Rasanya gerah habis jogging!” seru Aulia.Aulia pun langsung ke kamar Rania sambil menunggu Marcel selesai mandi.Tok,tok,tok.&ld
Si Cowok Arogan tak ingin terlihat lemah di hadapan Rania.“Gadis itu benar-benar pandai bicara. Dia mempunyai semua jawaban atas setiap pertanyaanku. Bagaimana aku bisa membungkam gadis cerewet itu,ya?” tukas Raka sambil memikirkan cara.Tiba-tiba Galih datang dan menepuk pundak Raka.“Hei,Kak. Lagi ngapain sih?Aku selalu melihatmu menghayal akhir-akhir ini. Kakak kenapa sih?” tanya Galih menatap bingung.“Kamu ngagetin aja. Siapa bilang Kakak melamun. Kamu asal bicara aja. Lagian,kamu ngapain kesini?” pungkas Raka.“Kakak itu selalu nggak mau jujur. Tetap saja mengelak. Aku jadi heran!Aku kesini mau minta tanda tangan,Kak.” Jawab Galih menatap heran.“Sini berikan berkasnya. Kakak tanda tangan sekarang. Setelah itu, kau jangan muncul lagi ke ruangan Kakak. Mengerti!” Raka dengan nada peringatan.“Iya,Kak. Bawel deh. Galak amat sama adik sendiri,” jawab Galih ter