Gadis itu melangkahkan kaki perlahan menuju ke arah direktur. Rasanya ia ingin mencekik pria arogan itu.
Rania menunduk-kan wajahnya dan tak ingin melihat wajah sang direktur.
“Mengapa dengan wajahmu?Apa kamu malu dan merasa tak percaya diri dengan wajahmu yang terlihat biasa saja?” ucap Raka. Ia terdengar seakan menghina gadis itu.
“Jika kamu bukan atasanku, aku tak akan membiarkan kata-kata hinaan itu keluar dari mulutmu.” Batin Rania lirih.
Ia sesekali menarik nafas panjang.
“Ada apa denganmu?Apa kamu tersinggung dengan ucapanku barusan?” tanya Raka. Pria ini seakan mencari masalah dengan-nya.
Jika saja Rania mengikuti ego-nya, sejak kemarin ingin sekali ia menampar wajah pria arogan itu.
Rania hanya tersenyum biasa kala mendengar ucapan yang tak masuk akal Raka. Walaupun sudah kesal, Rania berusaha untuk menahan diri agar tak membuat masalah dengan direktur. Ia merasa jika sang direktur sengaja membuatnya kesal dengan semua perkataan-perkataan itu. Apabila terpancing, maka sang direktur akan dengan mudahnya mengeluarkan ia dari perusahaan.
“Aku harus sabar menghadapi pria gila ini. Bisa-bisa aku jadi bahan candaan-nya. Dasar pembuat masalah!” batin Rania mengutuk.
“Mengapa diam saja?Aku tak ingin mengulangi kata-kataku.” Sambung direktur.
“Maafkan aku Tuan Raka!Aku tak pernah merasa tersinggung sedikitpun atas ucapan Tuan Raka. Memang benar apa yang Tuan Raka katakan!Wajahku sama sekali jauh dari kata cantik seperti gadis pada umumnya. Hanya saja, aku sangat bangga dengan diriku walaupun aku mempunyai banyak kekurangan, tak seperti Tuan Raka, semuanya hampir terlihat sempurna!” Rania memuji. Gadis ini seakan menyeringai sebagai tanda kemenangan dari perangkap sang direktur.
“Mengapa wajahmu terlihat seperti meremehkanku?Apa kamu sengaja cari masalah, hah?” Raka dengan nada tinggi.
Semua orang dalam ruangan itu terdiam sejenak. Mereka takut karena melihat kemarahan Tuan Raka, tapi tidak untuk Rania. Gadis ini seakan senang melihat ekspresi marah dari pria arogan ini. Memang ini yang Rania harapkan sejak tadi.
Rania sama sekali tak merasa takut dan bersalah sedikitpun pada sang direktur.
“Mengapa Tuan Raka terlihat kesal seperti itu?Apa aku mengatakan hal yang salah tentang Tuan?Bukankah Tuan Raka dikenal sebagai direktur yang tampan, sempurna dan menjadi idaman setiap wanita?Reaksi Tuan Raka sangat berlebihan. Aku hanya mengatakan sebuah kebenaran tentang Tuan. Bukankah Tuan Raka suka dipuji?” tanya Rania. Kata-kata itu keluar dari mulut Rania tanpa ragu-ragu.
“Apa maksudmu?Apa wajahku seperti orang yang suka mengharapkan pujian,hah?Mulut anda terlalu tajam, Nona!Ayo cepat ikut aku!” Raka dengan nada tinggi.
Semua orang yang berada di dalam ruangan itu terlihat membisu seribu bahasa. Mereka tak menyangka jika pegawai baru ini tak merasa takut sedikitpun untuk menjawab sang direktur.
Rania dengan wajah khawatir, ia mengikuti sang direktur.
“Apa kata-kataku sangat berlebihan?Mengapa dia terlihat begitu marah?Bukankah ia sepantasnya mendapat perlakuan seperti itu?” batin Rania.
Walaupun demikian, Rania masih terlihat sangat gugup. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya nanti. Apalagi sang direktur terlihat kesal dengan perkataannya tadi.
“Mudah-mudahan aku bisa selamat dari singa buas ini!Ya Tuhan,tolong lindungi hambamu yang malang ini!” batin Rania lirih.
Langkah kaki Raka sangat cepat, ia masih terlihat sangat kesal dengan kejadian tadi. Pria ini merasa jika Rania sengaja membuatnya malu di depan banyak orang. Kata-kata Rania seakan bagai seribu duri yang menancap di jantungnya. Raka tak pernah mendapat perlakuan seperti ini sebelumnya. Bukankah ini sebuah hal yang memalukan bagi pria yang terkenal dengan sosok sempurna-nya. Seketika hal yang selalu ia jaga dan banggakan, kini jatuh begitu saja hanya karena sebuah perkataan yang keluar dari mulut seorang gadis seperti Rania.
Raka seakan ingin berteriak sekeras-nya, namun ia masih memiliki akal yang waras.
“Wanita itu benar-benar membuatku terlihat rendah di hadapan banyak orang!Ia seakan mencoreng wajahku di hadapan para karyawan!Tunggu saja, aku akan membuatmu membayar apa yang telah kau lakukan tadi!” batin Raka penuh amarah.
Raka masih tak henti-hentinya memikirkan kejadian yang sangat memalukan baginya, sementara Rania berada di belakang sang direktur. Gadis ini berusaha menyusul langkah kaki Raka yang panjang.
“Ini sungguh melelahkan!Mengapa langkah kakinya begitu panjang?Membuatku lelah saja!” keluh Rania dengan nada perlahan.
Rania berlari kecil agar bisa menyusul sang direktur dengan cepat. Raka yang sadar akan hal itu, iapun menghentikan langkah kakinya di depan tangga lift. Lift yang ia gunakan adalah milik pribadi. Tak ada orang yang bisa menggunakan lift itu, kecuali dirinya dan orang-orang tertentu. Raka sengaja menaiki lift pribadinya agar bisa memiliki kesempatan melampiaskan amarahnya pada Rania.
“Tunggu saja!Aku akan membalasmu gadis kecil!Apa kamu tak tahu sedang berhadapan dengan siapa?” batin Raka. Ia senyum menyeringai menandakan kemenangan.
Rania dengan perasaan ragu, namun ia masih tetap mengikuti sang direktur. Jika bukan karena perintah dan sebuah perjanjian diantara mereka, maka Rania tak akan se-nekad itu mengikuti sang direktur yang masih dalam keadaan penuh amarah.
“Mengapa ia menggunakan lift yang paling ujung?Apa dia ingin membunuhku di dalam lift itu?” batin Rania khawatir. Berbagai pertanyaan dan keraguan muncul dalam benaknya.
Rania seakan pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Apalagi tatapan Raka seakan tak memiliki belas kasih.
Kini lift telah terbuka. Raka melangkahkan kaki dan masuk ke dalam, sementara Rania masih berdiri di depan lift seperti patung. Gadis ini tampak ragu untuk mengikuti sang direktur.
“Apa yang kamu lakukan disitu?Cepat masuk!Aku tak suka melihat karyawan pemalas sepertimu!” Raka dengan nada kesalnya.
Rania menarik nafas panjang dan mengumpulkan segala keberanian untuk masuk ke dalam bersama sang direktur. Setelah berfikir sesaat, akhirnya Rania memutuskan untuk mengikuti Raka. Gadis ini berusaha menyembunyikan segala ketakutan dan rasa khawatirnya. Ia tak ingin terlihat lemah dan penakut di hadapan pria arogan seperti Raka. Walaupun sudah berusaha menyembunyikan, namun wajah Rania tetap saja terlihat gugup.
Raka sadar akan hal itu, ia melihat jika wanita yang terlihat pemberani tadi, kini wajahnya penuh dengan rasa khawatir dan was-was.
“Apakah ia takut padaku sekarang?Bukankah tadi, ia terdengar sangat pintar bicara?Mengapa sekarang gadis biasa ini terlihat bagaikan patung?” batin Raka menduga-duga.
Setelah mereka berdua masuk ke dalam lift, Raka kini memulai aksinya untuk menakuti Rania. Ia mengatakan banyak hal yang membuat Rania gugup setengah mati.
“Mengapa kau tak bicara sekarang?Bukankah tadi, kamu sangat pintar bicara?Apa kau sudah puas membuatku terlihat malu dan bodoh di hadapan banyak orang?Ayo bicara sekarang!” perintah Raka. Ia maju selangkah demi selangkah agar tepat berada di dekat Rania.
Kini tubuh mereka sudah saling berdekatan. Jantung Rania berdegup kencang tak beraturan. Ia khawatir jika sang direktur melakukan sesuatu hal yang tak pernah ada dalam bayangan-nya.
“A....a.....pa yang kamu lakukan,Tuan?” Rania dengan suara terbata-bata. Wajah Rania kini memerah, ia rasanya ingin menangis karena tak pernah diperlakukan seperti itu oleh pria lain.
“Mengapa wajahmu terlihat ketakutan seperti itu?Bukankah kamu wanita pemberani?” ucap Raka. Pria ini semakin mendekatkan tubuhnya pada Rania.
Kini posisi Rania terpojok karena tak ada ruang lagi untuk keluar. Raka sengaja tak memberi Rania kesempatan untuk keluar dari permainan-nya sekarang.
Gadis ini menutup matanya dan mengutuk sang direktur.
“Dasar pria mesum!Cepat jauhkan tubuhmu dari hadapanku!Jika tak singkirkan sekarang, aku akan berteriak!” Rania dengan nada mengancam.
“Coba saja berteriak!Tak akan ada yang akan mendengarmu. Lift ini sangat jauh dari ruangan-ruangan lain. Kau mau teriakpun percuma saja!” Raka dengan nada menakuti. Pria ini semakin melancarkan aksinya. Ia hanya ingin menakuti Rania dan membalas atas kejadian tadi.
Rania benar-benar ketakutan dengan sikap Raka yang berlebihan. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tak berdaya.
“Kamu......!Benar-benar pria mesum!Dasar pria hidung belang!” Rania menggerutu. Walaupun takut, Rania tetap saja mengutuk pria yang telah membuatnya seperti itu.
Raka tertawa terbahak-bahak, ia tak menyangka jika wanita yang pemberani itu, kini berubah jadi lemah tak berdaya.
Walaupun sikapnya telah kelewatan terhadap Rania, namun Raka tak merasa bersalah sedikitpun. Ia malah menghina gadis itu. Apalagi Rania baru saja mengatakan jika dia adalah pria hidung belang. Bukankah itu sangat memalukan dan tak masuk akal.
“Hahahahahaha.....!Apa kamu ketakutan sekarang?Makanya, jangan macam-macam padaku!Jika marah, aku bisa melakukan sesuatu hal yang lebih daripada ini!” Raka tersenyum menyeringai. Pria ini terlihat sangat puas karena berhasil membuat Rania ketakutan setengah mati.
“Ingat baik-baik!Aku bukan pria mesum dan hidung belang!Jangan terlalu naif! Aku tahu, kamu menginginkan hal seperti ini padaku, kan?Nggak usah munafik!Gadis standar rendah sepertimu, pasti menyukai pria kaya sepertiku untuk memberikan harga diri!Mengapa reaksimu sangat berlebihan?Bukankah kau sudah biasa melakukannya?” ucap Raka merendahkan.
Kata-kata Raka seakan bagai pisau tajam yang menancap di jantungnya. Ia tak menyangka jika sang direktur akan berfikir rendah terhadapnya. Sungguh sebuah penghinaan terbesar bagi Rania. Mana mungkin ia menjadi wanita gampangan sedangkan pacaran sekalipun tak pernah ia lakukan. Jika saja Raka tahu statusnya sebagai anak orang kaya-raya, maka Raka akan sangat malu untuk mengeluarkan kata-kata tajam seperti itu.
Tiba-tiba sebuah tamparan keras melayang di pipi mulus sang direktur.
Plak......!
“Jaga biacaramu direktur!Aku memang miskin dan bukan dari wanita kalangan atas, tapi setidaknya aku masih punya harga diri yang selalu ku-jaga!Aku bukan wanita murahan seperti yang anda katakan, wahai Tuan direktur yang Agung!” Rania dengan nada tinggi. Mata gadis itu berkaca-kaca, perkataan sang direktur sungguh sangat melukai hatinya.
Bukan merasa bersalah, sang direktur malah tersenyum puas. Matanya seakan menatap dengan penuh kebencian. Air mata Rania yang jatuh seakan menjadi sebuah kemenangan baginya.
“Tak usah munafik!Aku benci melihat gadis yang bertampang polos, namun sikapnya sangat murahan!Memangnya harga dirimu berapa?Cepat sebutkan, aku akan membelinya!” Raka dengan nada sombong.
Mata mereka saling menatap satu sama lain. Seakan terpampang pandangan kebencian diantara keduanya. Jika saja Rania tak berkomitmen untuk memulai usahanya dari bawah, ingin sekali Rania memberikan pelajaran bagi Tuan arogan ini.
Kata-kata sang direktur benar-benar telah kelewatan batas. Ia selalu menilai rendah orang lain hanya karena ia memiliki segalanya. Sedangkan Rania, ia harus berjuang dari bawah sebelum akhirnya menerima ahli waris dari semua perusahaan kedua orang tua-nya.
Suasana di dalam semakin panas karena perdebatan yang sengit diantara mereka. Tak lama kemudian, tiba-tiba lift-nya terhenti.
“Mengapa lift-nya nggak jalan?” Rania dengan nada khawatir. Ia seakan terasa sesak bernafas karena harus berlama-lama di dalam lift dengan pria menyebalkan ini.
“Reaksimu tak perlu berlebihan. Bukankah ini yang kamu harapkan bisa berdua-an dengan pria tampan sepertiku?” ucap Raka penuh kemenangan.
Jika membalas ucapan Raka, maka permasalahan akan tambah me-lebar kemana-mana. Rania memilih untuk diam. Ia mencoba menahan amarahnya untuk tak ter-pancing dengan kata-kata Raka yang tak masuk akal.
Dalam hati Rania, ia ingin sekali muntah ketika Raka berkata dengan begitu sangat percaya diri.
“Aku....?Aku mengharapkan bisa berduaan denganmu?Apa dia masih waras?Sebegitu tinggi rasa percaya dirinya sehingga se-enaknya merendahkan orang lain!Benar-benar pria geer tingkat dewa yang pernah ku temui!” batin Rania mengeluh.
Raka berharap jika Rania menjawab kata-katanya tadi, namun apa yang diharapkan-nya tak berjalan sesuai harapan. Pria ingin membangkitkan amarah Rania agar mereka bertengkar. Raka sengaja membuat hati gadis itu terluka. Ia ingin sekali melihat sampai dimana Rania bertahan dan langsung menyerah sendiri.
“Mengapa ia hanya berdiam diri saja?Bukankah dia sangat cerewet tadi?Aku puas karena telah memberinya pelajaran agar ia tak bersikap seperti itu lagi padaku!Atau jangan-jangan dia takut dan tak berani bicara lagi padaku?!Apapun itu, baguslah kalau ia telah sadar dan tahu posisinya sekarang.” Batin Raka.
Raka mengambil ponsel dan menghubungi asisten-nya.
“Halo, mengapa lift-nya mati?” tanya Raka.
“Ada sedikit kesalahan tekhnis, Tuan Raka.”Jawab sang asisten.
“Butuh waktu berapa lama untuk memperbaikinya?” tambah Raka.
“Sekitar se-jam, Tuan. Kami akan memperbaiki secepat-nya.” Jawab sang asisten.
“Cepat selesaikan dan jangan membuatku menunggu!Kamu tahu, aku paling benci dengan pekerjaan yang lambat.” Jelas Raka. Ia langsung mematikan telfon tanpa menunggu jawaban dari sang asisten.
Kini Rania duduk di bagian sudut ruangan yang agak sedikit berjauhan dengan sang direktur. Gadis ini tak ingin menatap wajah tampan Raka namun terlihat sangat menyebalkan baginya.
Kini sudah lima belas menit waktu berlalu begitu saja, Rania dan direktur terlihat sangat kepanasan di dalam lift. Tiba-tiba Raka memanggil Rania untuk berada di sampingnya.
“Kamu, kesini!” ucap Raka.
Panggilan sang direktur terdengar bagaikan sebuah perintah yang harus ia laksanakan.
“Mengapa dia memanggilku?Apakah dia pria yang tak tahu malu?Seenaknya menghina orang lain tanpa merasa bersalah. Benar-benar pria berhati es!” batin Rania.
“Kenapa bengong aja?Kamu budek, ya?Nggak dengar barusan aku ngomong apa?” Raka dengan nada datar.
“Mengapa aku harus pergi kesitu?Apa tak bisa bicara disitu saja?Aku nggak budek!Aku masih bisa mendengar ucapanmu dengan baik.” Jawab Rania. Gadis ini bicara tanpa menoleh ke arah Raka.
“Nggak usah membantah!Kesini sekarang atau kamu memilih di pecat tanpa hormat dan tak mendapatkan gajimu!Apa kamu mau berakhir seperti itu, hah?Apa kamu sudah lupa dengan perjanjian kita yang sudah kamu tanda tangani?Apa perlu ku-jelaskan lagi?” Raka mengancam.
Rania terdiam. Sepertinya, ia tak punya pilihan selain mengikuti perintah sang direktur. Iapun tanpa bicara, langsung saja pergi ke arah Raka dengan perasaan was-was. Rania telah berjanji dalam hatinya, jika sang direktur melakukan sesuatu hal yang kurangajar, maka ia tak akan segan-segan bersikap kasar pada Raka. Begitulah batin Rania dalam mempertahankan harga dirinya.
Kini Rania telah berada di depan sang direktur, namun jarak antara keduanya masih sedikit jauh.
“Mengapa duduk disitu?Mendekat kesini, tepat di hadapanku!Ini bukanlah permohonan, melainkan sebuah perintah!Mengikuti perintahku adalah salah satu bagian dari tugasmu!” nada memperingatkan.
Rania terlihat sangat kesal dengan perlakuan sang direktur sombong. Seperti manusia yang tak punya hati. Ia mengeluarkan kata-kata tajam dan tak perduli dengan perasaan orang lain. Apakah sebegitu rendahnya orang lain di matanya?Tak tahulah, mungkin karakternya sudah seperti itu sejak dulu.
Dengan terpaksa, akhirnya Rania menuruti perintah sang direktur. Iapun tak ingin lagi membantah dan memperpanjang masalah. Apalagi sekarang, Rania masih bekerja di perusahaan itu. Ia tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan-nya dalam mendapatkan pekerjaan ini.
“Rania, kamu harus bersikap dewasa dan jangan kekanak-kan!Anggap saja, direktur itu atasanmu yang kurang waras. Jika meladeni orang seperti itu, maka kamu tak ada bedanya dengan-nya.” Batin Rania berfikir positif.
Rania mendekati sang direktur dengan jarak yang se-dekat mungkin. Ia tak ingin mendengar jika direktur sombong itu bicara terus-terusan, itu sangat mengganggu pendengaran-nya.
Kini jarak mereka sudah sangat berdekatan.
“Mengapa anda memanggilku, Tuan Raka?Apa yang kau inginkan dariku?Tolong jelaskan!Aku akan melakukan-nya sesuai dengan perintahmu!” ucap Rania. Gadis ini sengaja membuat sang direktur kurang nyaman, agar mereka secepatnya keluar dari situ.
Wajah tampan Raka berubah jadi merah merona seketika. Ia tak tahu apa yang sedang dialami-nya. Lebih tepatnya, jantung Raka berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Mengapa jantungku detaknya sangat kencang?Apa yang terjadi padaku?Tadi, perasaanku baik-baik saja. Mengapa sekarang jadi nggak jelas gini?” batin Raka bercampur aduk.
Secara refleks, ia langsung mendorong tubuh Rania agar tak berdekatan dengan-nya. Raka hanya ingin memastikan jika dirinya akan baik-baik saja.
Rania merasa sangat terluka dengan berbagai macam penghinaan yang ia dapatkan dari Raka. Apakah sebegitu buruk dan hina dirinya, sehingga ia seakan tak pantas untuk diperlakukan dengan baik. Entahlah,hanya Tuhan yang tahu bagaimana hati manusia.
“Mengapa ia mendorongku?Bukankah dia sendiri yang menyuruhku untuk mendekat padanya?Benar-benar pria yang aneh!Apakah dia itu psikopat yang punya kepribadian ganda?” batin Rania. Gadis itu merasa tangannya kesakitan akibat dorongan Raka yang spontan dan membuatnya kaget.
“Mengapa aku mendorongnya?Bukankah aku sendiri yang memintanya mendekat?Sikap apa yang aku tunjukan barusan?Dia pasti merasa senang dan ingin menertawaiku!” batin Raka menduga.
Bukannya membantu Rania yang sedang kesakitan, justru Raka menyalahkan gadis itu.
“Jika saja kamu tak membuatku kesal, kita tak mungkin berada di dalam lift ini berjam-jam!Dasar pembuat masalah!” Raka kesal.
“Mengapa anda menyalahkanku, Tuan Raka?Bukankah Tuan sendiri yang membawaku masuk ke dalam lift ini?Apa Tuan Raka yang Agung sudah lupa?Atau Tuan Raka benar-benar telah kehilangan akal sehat?Sebagai karyawan yang baik, aku menyarankan agar Tuan Raka pergi memeriksakan diri ke psikiater. Tuan Raka benar-benar aneh dan punya kepribadian yang ganda!Aku serius dengan ucapanku!Tadi saja, Tuan Raka mendorongku, padahal Tuan sendiri yang memintaku duduk di dekat situ. Bukankah ucapanku sangat tepat dan benar?” jelas Rania. Gadis ini menahan tawanya. Ia sangat senang melihat ekspresi sang direktur sekarang.
Kata-kata Rania terdengar halus, namun jantung Raka seakan mau sobek karena telah dipermalukan oleh gadis itu untuk kesekian kalinya.
Bagaimana kisah selanjutnya??
Penasaran!!
Ikuti kisahnya hanya di GOOD N***L!!
“Gadis itu benar-benar pandai mencari masalah!Apa dia ingin cari mati?Jangan-jangan sikapku sendiri yang bermasalah?!Bukankah ini sangat memalukan jika ia membuka mulut kemana-mana?Aku harus terlihat tenang dan biasa saja. Jika marah sekarang, maka dia akan menertawakanku. Aku harus tenang dalam menghadapi situasi genting ini!Gadis ini sangat pandai mencari celahku. Aku tak boleh lalai dan kalah darinya!” batin Raka mulai khawatir.“Ada apa Tuan Raka?Kenapa wajah Tuan terlihat sangat gusar?Apa Tuan sakit kepala?Aku bisa membantu meringankan sakit kepala Tuan, itupun jika Tuan Raka butuh bantuanku.” Tambah Rania. Ingin sekali Rania tertawa sejadi-jadinya, namun ia menahan sekuat mungkin agar tak nampak di hadapan sang direktur angkuh.Tawaran Rania membuat Raka menemukan cara untuk mengerjai gadis itu. Sebenarnya, Raka tak sakit kepala atau apapun itu. Ia hanya memikirkan cara untuk menghindari pertanyaan konyol dan menjebak yang dilontarkan oleh Rania.“Karena kamu
Walaupun terlihat kesal, Rania tetap harus mengikuti perintah dari sang atasan.Setelah masuk ke dalam ruang kerja Raka, ia memperhatikan penataan ruang kerja sang direktur dari setiap sudut ruangan.“ Wah....!Pantas saja ia dijuluki si Tuan bersih, ruangan-nya saja tertata rapi dan tak ada sedikit pun debu yang menempel dalam ruangan ini,” batin Rania kagum.Walaupun demikian, Rania sengaja tak menampakan wajah kagumnya kepada sang direktur. Ia tak ingin jika memuji sekarang, maka sang Direktur akan tambah besar kepala. Apalagi Rania berfikir jika direktur adalah tipe orang yang suka akan pujian.Masih asyik melirik suasana ruang kerja Raka, tiba-tiba sang direktur menyuruhnya duduk dengan nada sinis.“Mengapa bengong aja disitu?Mau berdiri terus sampai pelayanku datang mengantarkan baju?Cepat duduk!Jangan membuatku perlu mengulangi kata-kataku barusan!” ucap Raka dengan gaya arogannya.Mendengar sang Direktur menegur, akhirnya Rania langsu
Gadis itu sangat nekat,”batinnya lirih.” Detak jantung Raka, kini tak beraturan. Kacau-balau kini menghantui fikirannya. Imajinasinya,melayang kemana-mana.“Apa wanita ini sengaja ingin mencelakaiku?” semakin terlihat wajahnya yang pucat.Raka seakan memiliki trauma yang sulit untuk dilupakan. Tatapannya semakin memudar. Pandangannya kini samar-samar terhadap gadis yang sedang menyupir, ia tak lain adalah Rania.Gadis ini masih tetap dengan dramanya. Ia belum sadar akan penampakan pria yang duduk di belakang. Wajah direktur kian memucat. ”Tolong hentikan permainanmu!” ucapnya lirih. Nada suara yang biasa tinggi kini mulai merendah.“Ada apa denganmu, Tuan?Bukankah aku sangat pandai mengemudi?” Rania masih tak sadar juga. ”Cepat hentikan mobilnya!Aku...!” ucapannya terputus.Rania belum mengalihkan pandangannya ke belakang. Ia belum tahu apa yang terjadi pada sang Direktur.“Aku kenapa, Tuan?Mengapa tak melanjutkan kata-katamu?” R
Setelah kata-kata ancaman keluar dari mulut Raka, gadis ini sontak saja mengurungkan niatnya. Rania tak tahan diperlakukan seperti itu oleh sang Direktur. Hampir saja ia menyerah, namun tak mungkin jika harus angkat tangan dalam waktu yang singkat.Apalagi Rania telah membuat perjanjian dengan Raka.“Aku tak punya pilihan, selain mengikuti perintahnya sekarang. Toh, ini hanya sementara.” Gadis ini menenangkan diri.“Ngapain melamun, hah?Aku tak punya waktu untuk tinggal lama-lama disini. Kita pergi sekarang!” Raka terburu-buru.“Ta...,” ucapan Rania terputus.“Kenapa?Apa kamu kurang senang dengan perintahku?” bicaranya datar.Rania menarik nafas. Jika membantah dan membela diri pun, tak lantas akan membuat pemikiran sang Direktur berubah.“Dia kan pria berhati es, sangat dingin dan menyebalkan!” Rania membatin.Sang Direktur mengganti pakaian rumah sakit.“Dimana bajuku?Cepat bawakan kesini sekarang!” pria yang melemah kini
Setelah kejadian di stasiun itu, kini Raka seakan terlihat penasaran pada Rania. Mengapa demikian?Entahlah, pria itu pun tak mengerti.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, Rania bangun seperti biasa. Gadis ceria ini terlihat tak bersemangat. Entah apa yang terjadi padanya, hanya dia yang tahu.Walaupun masih agak kesal dengan kejadian kemarin, namun Rania mencoba untuk tak mencampur aduk-kan dengan masalah pekerjaan. Apalagi hari ini, baru kedua harinya ia bekerja di perusahaan Raka.“Aku harus mandi secepatnya. Sebaiknya, aku tak bersikap seperti ini,” gadis ini mencoba kembali tersenyum dan melupakan semua kejadian kemarin.Langkah kakinya langsung menuju kamar mandi. Rania tak ingin Buk Tuti marah, hanya karena ia terlambat datang.“Aku tak boleh malas-malasan. Kasihan, Buk Tuti. Ia sudah cukup tua untuk marah dan membuang energi,” fikir Rania.Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, kini Rania langsung turun ke bawah. Tampak mami dan papinya lag
Mata mereka menatap satu sama lain. Sejuta pertanyaan membatin di antara keduanya. Gadis ini tak tahu lagi harus berkata apa?Situasinya sangat membingungkan.“Mengapa tak menjawabku?Siapa yang menjemputmu semalam?” tanya Raka yang terdengar menyelidiki.“Bukan urusan anda, Tuan Raka,” jawab Rania menghindari pertanyaan.Raka tersenyum dingin ketika mendengar jawaban datar dari gadis sederhana ini. Ia tak menyangka ada gadis yang terlihat kolot dan kampungan yang berani membantahnya. Benar-benar suatu penghinaan baginya. Sebenarnya, apa yang di katakan Rania memang tak salah. Walaupun sebagai atasan, Raka tak berhak untuk menanyakan urusan pribadi dari sang Karyawan. Namun,hal ini rupanya tak berlaku bagi Rania. Ia seakan terpojok dengan pertanyaan-pertanyaan sang Direktur yang kesannya tak masuk akal.“Kamu bekerja di atas lindungan perusahaanku. Jika terjadi sesuatu padamu,bagaimana nasib perusahaanku di masa depan?Apa kamu sengaja ingin mencoreng bisnisku?”
Rania sontak saja kaget, matanya terbuka lebar karena mendengar keputusan direktur yang terbilang tiba-tiba.“Mengapa ia selalu memutuskan sesuatunya sendiri tanpa berdiskusi terlebih dahulu?Memangnya, aku ini sebuah boneka yang tak punya perasaan,” hatinya kesal.Tanpa bicara terlebih dahulu, tiba-tiba sang Direktur langsung menjadikan ia sebagai Asisten pengganti. Bagaimana tanggapan orang-orang terhadabnya nanti?Sang Direktur benar-benar telah membuat hidup Rania bermasalah.Walaupun marah, kesal dan tak terima, namun Rania tak bisa berbuat banyak. Ia tak ingin menghancurkan semua yang sudah ia bangun, hanya karena menuruti egonya.“Mengapa wajahmu terlihat murung?Apa kamu tak suka menjadi Asisten penggantiku?” Raka menatap sinis.“Bukan begitu, Tuan. Hanya saja, aku sangat terkejut dengan keputusan tiba-tiba ini. Aku juga merasa tak enak pada karyawan yang lain. Bukankah, aku baru dua hari bekerja disini?” Rania canggung.“Memangnya ada
“Aku akan menyuruh pelayan untuk mengambilkan baju yang lain. Kamu jangan kemana-mana dan awas saja, jika sampai orang lain melihatmu!” nada peringatan dari sang Direktur.Rania menggelengkan kepala dengan tatapan polos. Kini sang Direktur masih menelfon pelayan untuk mengantarkan baju untuk Rania.“Cepat antarkan baju khusus wanita!Bajunya jangan yang terbuka!Aku tunggu di ruanganku, jangan pakai lama!” Raka menutup telfon.Gadis ini terlihat sudah tak nyaman dengan busananya sekarang. Ia merasa kurang percaya diri.“Kamu boleh duduk sekarang!” perintah Raka. Pria ini kemudian mengambil jas untuk menutupi bagian kaki Rania yang terlihat.“Pakailah ini!Jika merasa kurang nyaman, seharusnya kau jujur,” Raka merendahkan suaranya.Rania terdiam, ia menatap penuh tanya pada sang Direktur. Laki-laki yang terlihat arogan, kini berubah bak menjadi malaikat pelindung.“Apa yang terjadi dengan Tuan Arogan ini?Mengapa ia terlihat berbeda dari biasanya
Si Pria Arogan ini langsung saja masuk ke dalam kantor dengan wajah penuh dengan amarah. Bagaimana mungkin Galih bisa membela gadis asing itu tepat di hadapannya?Itu sangat melukai harga diri Raka.“Galih sudah berani melawanku!Ini semua gara-gara gadis itu!Dia memang pembawa malapetaka bagi kami!Jangan berharap bisa keluar dari sini sesuka hati!Dia harus membayar semua yang terjadi hari ini!” Raka mengepalkan kedua tangan dengan penuh amarah.Sementara Rania masih berada di rumah sakit bersama galih.“Terima kasih karena sudah membawaku kesini!” Galih dengan tatapan tulus.“Pak Galih tak perlu minta maaf. Semua terjadi karena aku. Jadi,aku harus merawat Pak Galih hingga sembuh.” Sahut Rania terdengar tulus.“Aku sangat terharu mendengarnya!Kau benar-benar gadis yang dapat di andalkan.” Galih dengan nada pujian.“Pak Galih masih saja bercanda dalam keadaan seperti ini. Aku benar-ben
Rania sampai di kantor terlebih dahulu. Ia seakan menghindari untuk bertemu dengan sang Direktur. “Ini benar-benar menyebalkan!Mengapa dia harus ke rumahku?Apa pria itu ingin mengadukanku pada Mami?Ini tak bisa dibiarkan!” ketus Rania. Sementara Raka belum tahu jika Rania adalah putri tunggal dari Tuan Marcel dan Nyonya Aulia. “Ya Tuhan,apa yang harus kulakukan?Mengapa juga harus bertemu si Pria Arogan ini?Sangat menyebalkan!Bagaimana aku bisa menghindarinya?Dia selalu berkeliaran dimana-mana.” Ketus Rania lagi. Gadis ini pun berjalan dengan wajah yang penuh kecemasan. Rania tak sadar jika Galih memperhatikannya sejak tadi. Pria ini menyapa perlahan. “Hei. Mau kemana?” Galih menyapa ramah. Rania pun terlihat kaget. Bagaimana tidak?Gadis ini sedang menghayal. Tiba-tiba Galih muncul di hadapannya. “Tu—tuan!Apa yang kau lakukan disini?” tanya Rania dengan wajah panik. Galih pun tersenyum karena mendengar pertanyaan gadis i
Marcel dan Aulia merasa kaget akan kejujuran Raka. Namun,tak dipungkiri jika Aulia kagum tatkala mendengar keberanian Raka yang sangat jujur akan perasaannya. “Apa kau tak bercanda,Nak?” tanya Aulia. “Aku serius. Aku harap kalian jangan marah padaku setelah mendengar ini!” sahut Raka. “Hahaha....Anak muda yang sangat pemberani!Mengapa kami harus marah padamu?Hal itu biasa dirasakan oleh muda-mudi seperti kalian. Jadi,tak perlu merasa canggung. Jika kau menyukai Rania. Maka,kejarlah sampai kau mendapatkannya!Kami sudah memberi restu dan mendukungmu penuh!Apalagi kau adalah anak dari sahabat kami. Akan lebih bagus jika kau sendiri yang menginginkannya.” Tukas Marcel memberi restunya. “Iya. Om Marcel benar,Nak. Kami menginginkan agar kau sendiri yang mendapatkan hatinya!Tante hanya mengingatkan saja. Sebelumnya,Rania tak pernah pacaran atau memiliki kekasih. Jadi,dia masih agak sulit untuk menerima semua ini. Tante harap,kau bisa merubah semua sikap kera
Tak terasa mereka telah sampai di depan rumah Rania. “Apakah ini rumahmu?” tanya Raka. “Iya. Ini rumahku. Terima kasih telah mengantarku pulang.” Sahut Rania tersenyum ringan. “Apakah kau tak menyuruhku masuk terlebih dahulu?” Raka terdengar berharap. “Tak perlu. Ibumu pasti sudah cemas menunggumu di rumah. Kau seharusnya kembali lebih awal.” Rania mencari alasan. “Hahahaha. Ada apa denganmu,Nona Rania?Aku bukanlah anak kecil. Jadi,tak perlu mencemaskan hal itu. Ayo kita masuk ke dalam rumah!” sahut Raka nampak sumringah. “A—apa maksdumu?Mami pasti tak berada di rumah sekarang!Pergilah pulang!” Rania menatap cemas. “Kau nampak cemas?Apa yang terjadi denganmu?” tanya Raka penasaran. “Ti—tidak. Maksudku,tak terjadi apa-apa padaku. Kau tak perlu cemas. Aku bisa masuk sendiri. Ayo pergilah!” Rania semakin tak jelas. Raka semakin terlihat penasaran akan sikap gadis itu. “Mengapa dia menolakku masuk ke dalam r
Mereka berdua menikmati keindahan puncak hingga sore hari. Langit tampak cerah dan mulai menguning. Rania terlihat sangat senang menikmati keindahan puncak di sore hari. Gadis ini bahkan tak sadar akan tingkahnya yang terlihat kekanakkan. Rania lupa jika ada Raka di dekatnya. “Disini sangat nyaman!Aku menyukai tempat ini!Terima kasih sudah membawaku kesini!” Rania terdengar tulus. Raka hanya tersenyum dan memandangi kebahagiaan gadis yang sedang berputar-putar mengelilingi pohon yang berada di dekat situ. Tanpa sadar,pria arogan ini telah jatuh hati pada kepolosan Rania. “Apa anda sering kesini?” tanya Rania tersenyum ramah. “Iya. Di akhir pekan aku menghabiskan waktu mampir kesini. Aku suka akan tempat ini!Jiwaku tentram dan hatiku damai tanpa memikirkan aktivitasku yang menumpuk di kantor.” Jelas Raka apa adanya. “Oh,begitu. Aktivitas di kantor memang sangat membosankan!Kita perlu menyegarkan fikiran dengan mengunjungi tempat-tempat seperti
Rania terpaksa harus menunjukan wajah pada Raka. Semua orang telah mendesaknya. Tentu hal itu membuat Raka kaget. “Dia cantik sekali!Aku tak menyangka jika wajahnya seperti ini!” batin Raka memuji tanpa mengenali. Bagaimana tidak. Wajah Rania sangat berbeda jauh dari biasanya. Tentu saja Raka tak mengenalinya dengan baik. “Dia terlihat sangat berbeda jauh dari Rania si Gadis pembuat masalah itu!Jelas saja, Rania ini terlihat lebih cantik dan menggoda!” batin Raka tak hentinya memuji. Pria ini sampai lupa makan karena terpesona akan kecantikan Rania. Sementara Rania masih terlihat cemas dengan apa yang akan difikirkan oleh Raka. “Apa dia mengenaliku?Aku akan tamat hari ini!Ya Tuhan,tolong selamatkan aku!” keluhnya dalam hati. Melihat dua anak muda yang saling menatap membuat Denisa segera bertindak. Uhuk...,uhuk...,uhuk.... “Ayo dimakan!” tukas Denisa nampak sumringah. “Mengapa kalian termenung?Apa terjadi sesuat
Buk Aulia,Pak Marcel, dan juga keluarga Pak Hendra semakin merasa heran dengan sikap Rania. “Ada apa sayang?Kenapa wajahmu ditutupi seperti itu?” tukas Aulia bertambah heran. “Iya. Mami kamu benar. Nggak sopan kayak gitu,Nak. Ayo salaman!” ucap Marcel. Tanpa bicara,ia langsung saja menyalami pria yang ada di hadapannya dengan wajah yang masih tertutup. “Maafkan atas tingkah putri kami!Dia memang agak kekanakkan. Ini juga kali pertama aku mendandaninya.” Tukas Aulia dengan nada polosnya. “Aduh,Putrimu benar-benar sangat menggemaskan!Tak perlu minta maaf. Kadang kala,anak-anak selalu seperti itu. Kita sebagai orang tua harus lebih bijak lagi menghadapi mereka.” Jawab Denisa tersenyum ramah. “Iya,Pak Marcel. Tak perlu sungkan seperti itu. Wajar saja dia bertingkah seperti itu karena ini pertama kalinya dia merias diri.” Hendra menambahkan lagi. Ucapan Denisa dan Hendra membuat Aulia merasa lega. “Syukurlah kalau semuanya b
Hari ini Rania libur. Gadis ini bangun agak kesiangan. Dia masih saja berdiam diri di kamar. Sementara Ibu dan Ayahnya pun tak pergi ke kantor. Mereka baru selesai lari pagi.“Rania kita dimana,Pi?” tanya Aulia.“Rania masih di kamarnya,Mi. Biarkan saja dia istirahat di akhir pekan ini. Akhir-akhir ini dia jarang istirahat di rumah.” Jawab Marcel sembari mengambil segelas air putih.“Iya juga sih. Berikan Mami juga air putihnya. Tenggorokan Mami rasanya kering,” tukas Aulia meminta segelas air untuk melepas dahaga.Marcel pun segera memberikan air putih pada Aulia.“Ini,Mi. Mami minum banyak-banyak. Papi mau mandi dulu. Udah bau keringat.” Pungkas Marcel tersenyum ringan.“Ya udah,Pi. Jangan kelamaan mandinya,ya. Mami juga mau mandi. Rasanya gerah habis jogging!” seru Aulia.Aulia pun langsung ke kamar Rania sambil menunggu Marcel selesai mandi.Tok,tok,tok.&ld
Si Cowok Arogan tak ingin terlihat lemah di hadapan Rania.“Gadis itu benar-benar pandai bicara. Dia mempunyai semua jawaban atas setiap pertanyaanku. Bagaimana aku bisa membungkam gadis cerewet itu,ya?” tukas Raka sambil memikirkan cara.Tiba-tiba Galih datang dan menepuk pundak Raka.“Hei,Kak. Lagi ngapain sih?Aku selalu melihatmu menghayal akhir-akhir ini. Kakak kenapa sih?” tanya Galih menatap bingung.“Kamu ngagetin aja. Siapa bilang Kakak melamun. Kamu asal bicara aja. Lagian,kamu ngapain kesini?” pungkas Raka.“Kakak itu selalu nggak mau jujur. Tetap saja mengelak. Aku jadi heran!Aku kesini mau minta tanda tangan,Kak.” Jawab Galih menatap heran.“Sini berikan berkasnya. Kakak tanda tangan sekarang. Setelah itu, kau jangan muncul lagi ke ruangan Kakak. Mengerti!” Raka dengan nada peringatan.“Iya,Kak. Bawel deh. Galak amat sama adik sendiri,” jawab Galih ter