Beberapa bulan berlalu dengan pencarian yang melelahkan bagi Max. Namun, ia tak ingin menyerah begitu saja. Ia percaya suatu saat akan menemukan Lyra dan membawanya kembali pada mereka. Begitu juga Ivory yang mulai bisa turut mengusahakan untuk mencari, karena Isaac dan Mackenzie sudah sedikit lebih besar dan terkadang dijaga oleh pengasuh yang diperkerjakan khusus oleh Max. Tentu saja dengan ketentuan yang mengharuskan mereka menguasai bela diri dan perlindungan, untuk kedua bayinya.
Pertumbuhan Isaac dan Mackenzie pun tak bisa dikatakan biasa, karena bagaimana pun mereka adalah bayi serigala yang tentu saja berbeda dengan bayi lainnya yang akan bertumbuh sesuai dengan usia. Mereka bahkan sudah menunjukkan postur tubuh dan perkembangan kecerdasan yang melebihi bayi seusia mereka yang seharusnya masih enam bulan. Mereka sudah selayaknya anak berusia dua tahun.Tak hanya itu saja yang kini menjadi fokus Max, melainkan juga pernikahannya dan Ivory yang akan segerMirielle sudah membaik dan ia bisa beraktivitas seperti biasa bahkan menghadiri pernikahan Max. Ia memang menderita sakit cukup lama, seolah Amethyst sengaja memberinya hukuman cukup berat atas kesalahan yang ia lakukan. Namun, ia dan Ronan masih menjalin hubungan karena tak ada satu pun yang bisa menarik hati sang elder muda selain pria itu. “Apakah kau yakin ingin menemui Amethyst, Elle?” tanya Ronan suatu ketika melihat Mirielle sudah siap dan ia berpesan agar Ronan tidak mengikutinya. “Aku harus menemanimu. Siapa yang tahu kalau Amethyst akan menjadi kejam. Nyatanya ia menahan kekuatanmu dan membuatmu sakit cukup lama.” Tujuan Ronan memang baik, karena ia tak ingin ada yang menyakiti Mirielle. Namun, bagi Mirielle, hal itu justru akan membuat sang dewi bulan marah. “Ron, aku menghargai bantuanmu, tetapi kita tak pernah tahu bagaimana karakter Amethyst. Bagaimana pun aku telah melakukan hal yang tidak ia sukai, tak peduli benar atau salah. Jadi ak
“Max! Mengapa kau menghalangiku saat ingin memberinya pelajaran tadi? Kau tahu ia adalah iblis yang memosisikan diri sebagai Tuhan kita. Apakah kau tahu?” omel Mirielle saat mereka sudah berada dalam perjalanan menuju ke rumah. Tak ada hasil dari perjuangan mereka untuk merayu dan meminta belas kasihan Amethyst. Sayangnya, yang mereka dapatkan hanya gertakan dan ultimatum lain yang justru merusak suasana hati Mirielle. Kini Mirielle justru menyasarkan kemarahannya pada Max yang sejak semula berada di dekatnya dan justru meminta Mirielle untuk bersabar ketika ia hendak meluapkan kemarahan dan protesnya. “Aku hanya berusaha melindungimu, Elle! Dia memiliki kekuatan yang jauh melebihimu. Kau tak bisa begitu mudah melampiaskan emosi sesaatmu,” jawab Max sembari mengemudikan kendaraannya pada kecepatan yang stabil. Konsentrasinya masih tertuju pada jalanan padat yang membuatnya tak memerhatikan Elle. “Jika terjadi sesuatu padamu, aku tidak akan bisa memaa
Max sudah menyelesaikan pekerjaannya yang sejak semula bertumpuk karena ia mengambil cuti lebih lama untuk merayakan pernikahannya. Ia dan Ivory belum berniat untuk pergi berbulan madu karena Ivory masih enggan untuk meninggalkan dua bayinya. Ditambah lagi rencananya dan Max untuk menelusuri The Cardinal untuk menemukan Linea dan merebut Lyra kembali ke pelukan mereka. Max sebenarnya tidak mengizinkan Ivory untuk ikut serta mencari Lyra, tetapi tak ada yang bisa menghalangi keinginan sang istri yang begitu keras kepala. Pada akhirnya dengan terpaksa Max mengizinkannya untuk ikut. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil yang bergerak perlahan menyusuri sepanjang jalan Eastonville menuju ke Westmont. Max berencana untuk menemui Markus Odephine, alpha dari Odelius Pack yang menguasai daerah barat dari The Cardinal. Max dan Ivory akan meminta bantuan kawanan Markus untuk membantu menemukan Lyra, karena pencarian mereka sudah berlalu cukup lama tanpa hasil yang
Max dan Ivory sudah berada di mansion milik Jester Moonson yang berada tak jauh dari hotel di mana keduanya menginap. Mereka dipersilakan dan dijamu dengan sangat baik oleh keluarga Moonson generasi kelima. Generasi pertama hingga ketiga generasi selanjutnya telah tiada dan tonggak kepemimpinan murni dipegang oleh Jester yang merupakan sahabat satu perkuliahan Max. Pertemuan keduanya pun diramaikan dengan keramah-tamahan karena kebetulan Jester belum memiliki pendamping dan sedang dalam masa pencarian. “Tampaknya kau harus lepaskan titelmu sebagai seorang player jika ingin mendapatkan pasangan, J,” ujar Max, yang sangat kenal betul bagaimana Jester yang memang digandrungi banyak wanita. Terlebih di usianya yang menginjak tiga puluh tahun yang dianggap matang oleh sebagian besar orang, ia kelihatan semakin gagah dan makin banyak yang mendambakan untuk bisa menjadi lunanya. “Aku berharap bisa sepertimu, tetapi sepertinya itu hanya akan ada dalam angank
Jester mengatakan bahwa Max mungkin akan kembali sebelum petang, tetapi Ivory bahkan menunggu sampai dirinya hampir bosan dan tak ada tanda-tanda Max akan datang kembali ke tempat di mana Ivory tertinggal, atau mungkin dengan sengaja Max tinggalkan entah dengan alasan apa pun. Ivory merasa kesal, apakah memang ini yang Max rencanakan sejak tadi? Apakah mungkin Max memang tak berniat mengajak Ivory sejak awal? Ivory bahkan tak tahu jawaban atas semua pertanyaan itu. Ia kini masih menunggu, di taman, masuk ke kamar, lalu kembali ke taman, begitu seterusnya. Ia jenuh dan bosan karena tak tahu apa yang harus ia lakukan. Jester berusaha menemani dan menghibur, tetapi sesekali ia akan masuk ke kamarnya dan kembali tenggelam dalam kesunyian. Ivory kali ini sudah berada di ruangannya. Ia lelah dan memutuskan untuk beristirahat saja. Ponsel Max tak bisa ia hubungi dan ia tak tahu bagaimana cara memastikan keberadaan Max, karena Ivory tak juga bisa menjangkaun
“Maafkan kami, Luna. Anda tidak diperbolehkan keluar dari daerah ini selama Alpha Max belum kembali. Itu adalah perintah dari Alpha Jester dan demi keselamatan anda maka sebaiknya anda mematuhi aturan yang ia buat,” ucap salah seorang yang membuat Ivory terduduk lemah. Namun, tak lama ia merasakan hal tersebut, karena ia sadar bahwa ia harus mencari Max ke wilayah barat. Ivory bangkit dan berhadapan degan lelaki tinggi besar itu demi menjelaskan apa tujuannya pergi dari tempat itu. “Katakan pada Alpha Jester, aku tidak bisa mematuhi perintahnya, karena aku harus mencari suamiku lalu segera pulang. Ada dua bayi yang harus aku urus dan aku tak mungkin berlama di sini,” tutur Ivory yang membuat pengawal tersebut menoleh pada kawanannya. “Kumohon, panggilkan saja Alpha Jester.” “Ia sedang beristirahat, Luna.” Ivory tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan selain berlari. Ia tak indahkan panggilan pengawal yang berusaha mengejar langkah cepat Ivory untuk keluar dari tempatnya berada saa
“Apakah terjadi sesuatu pada Luna Ivory?” tanya Ronan yang mengantarkan Mirielle ke mana pun pergi dan kini mereka telah berada di Westmont di mana Odephius Pack berada. Namun, mereka belum bisa bertemu dengan Markus Odephine dikarenakan pria itu berprofesi sebagai seorang dokter dan di Westmont tengah terjadi wabah penyakit yang cukup meresahkan. Kini Mirielle dan Ronan berada di sebuah ruangan untuk karantina agar keduanya tidak terjangkit penyakit tersebut. Ada beberapa orang juga selain mereka, tetapi tak ada Max di sana. “Tampaknya kita sedang terjebak dalam sebuah masalah, Ron. Aku tak bisa jelaskan apa masalahnya, tetapi lihatlah.” Mirielle menunjuk ke seluruh ruangan. “Dari sekian banyak orang, tak ada Max di antara mereka. Dan di Southernshore kini sedang terjadi air pasang. Ivy tidak bisa keluar dari wilayah itu dan entah apa yang terjadi padanya hingga ia mengakhiri panggilan begitu saja.” Keduanya terdiam sejenak, tampak raut cemas tergambar di wajah Mirielle dan Ronan.
Ivory terbangun saat cahaya rembulan sedikit memudar. Konon katanya, saat bulan biru, malam akan jauh lebih panjang dibanding biasanya, seperti yang saat ini ia sadari. Bahkan fajar belum menyingsing tetapi ia tak menemukan Max di sampingnya. Apakah pria itu sedang membersihkan diri? “Max ...” panggilnya, yang kemudian disusul langkahnya mencari sang suami. Di seluruh ruangan, dan lagi-lagi ia tak menemukan apa pun selain ruangan kosong yang hanya terisi olehnya. “Ke mana lagi kau, Max?” Ivory mengambil ponselnya dan menghubungi sang suami, tetapi sama seperti beberapa hari sebelumnya, hanya terhubung dengan pesan suara dan itu membuat Ivory menjadi kesal. Ia tak habis pikir apa yang ada di kepala Max hingga datang hanya malam ini, tetapi pagi harinya ia justru kembali pergi. Namun, Ivory menatap ke arah dirinya sendiri yang masih mengenakan pakaian lengkap seperti malam tadi. Ivory ternganga dan melorot ke atas ranjang, mengingat kembali dan yakin b
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k