Jester mengatakan bahwa Max mungkin akan kembali sebelum petang, tetapi Ivory bahkan menunggu sampai dirinya hampir bosan dan tak ada tanda-tanda Max akan datang kembali ke tempat di mana Ivory tertinggal, atau mungkin dengan sengaja Max tinggalkan entah dengan alasan apa pun.
Ivory merasa kesal, apakah memang ini yang Max rencanakan sejak tadi? Apakah mungkin Max memang tak berniat mengajak Ivory sejak awal? Ivory bahkan tak tahu jawaban atas semua pertanyaan itu.Ia kini masih menunggu, di taman, masuk ke kamar, lalu kembali ke taman, begitu seterusnya. Ia jenuh dan bosan karena tak tahu apa yang harus ia lakukan. Jester berusaha menemani dan menghibur, tetapi sesekali ia akan masuk ke kamarnya dan kembali tenggelam dalam kesunyian.Ivory kali ini sudah berada di ruangannya. Ia lelah dan memutuskan untuk beristirahat saja. Ponsel Max tak bisa ia hubungi dan ia tak tahu bagaimana cara memastikan keberadaan Max, karena Ivory tak juga bisa menjangkaun“Maafkan kami, Luna. Anda tidak diperbolehkan keluar dari daerah ini selama Alpha Max belum kembali. Itu adalah perintah dari Alpha Jester dan demi keselamatan anda maka sebaiknya anda mematuhi aturan yang ia buat,” ucap salah seorang yang membuat Ivory terduduk lemah. Namun, tak lama ia merasakan hal tersebut, karena ia sadar bahwa ia harus mencari Max ke wilayah barat. Ivory bangkit dan berhadapan degan lelaki tinggi besar itu demi menjelaskan apa tujuannya pergi dari tempat itu. “Katakan pada Alpha Jester, aku tidak bisa mematuhi perintahnya, karena aku harus mencari suamiku lalu segera pulang. Ada dua bayi yang harus aku urus dan aku tak mungkin berlama di sini,” tutur Ivory yang membuat pengawal tersebut menoleh pada kawanannya. “Kumohon, panggilkan saja Alpha Jester.” “Ia sedang beristirahat, Luna.” Ivory tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan selain berlari. Ia tak indahkan panggilan pengawal yang berusaha mengejar langkah cepat Ivory untuk keluar dari tempatnya berada saa
“Apakah terjadi sesuatu pada Luna Ivory?” tanya Ronan yang mengantarkan Mirielle ke mana pun pergi dan kini mereka telah berada di Westmont di mana Odephius Pack berada. Namun, mereka belum bisa bertemu dengan Markus Odephine dikarenakan pria itu berprofesi sebagai seorang dokter dan di Westmont tengah terjadi wabah penyakit yang cukup meresahkan. Kini Mirielle dan Ronan berada di sebuah ruangan untuk karantina agar keduanya tidak terjangkit penyakit tersebut. Ada beberapa orang juga selain mereka, tetapi tak ada Max di sana. “Tampaknya kita sedang terjebak dalam sebuah masalah, Ron. Aku tak bisa jelaskan apa masalahnya, tetapi lihatlah.” Mirielle menunjuk ke seluruh ruangan. “Dari sekian banyak orang, tak ada Max di antara mereka. Dan di Southernshore kini sedang terjadi air pasang. Ivy tidak bisa keluar dari wilayah itu dan entah apa yang terjadi padanya hingga ia mengakhiri panggilan begitu saja.” Keduanya terdiam sejenak, tampak raut cemas tergambar di wajah Mirielle dan Ronan.
Ivory terbangun saat cahaya rembulan sedikit memudar. Konon katanya, saat bulan biru, malam akan jauh lebih panjang dibanding biasanya, seperti yang saat ini ia sadari. Bahkan fajar belum menyingsing tetapi ia tak menemukan Max di sampingnya. Apakah pria itu sedang membersihkan diri? “Max ...” panggilnya, yang kemudian disusul langkahnya mencari sang suami. Di seluruh ruangan, dan lagi-lagi ia tak menemukan apa pun selain ruangan kosong yang hanya terisi olehnya. “Ke mana lagi kau, Max?” Ivory mengambil ponselnya dan menghubungi sang suami, tetapi sama seperti beberapa hari sebelumnya, hanya terhubung dengan pesan suara dan itu membuat Ivory menjadi kesal. Ia tak habis pikir apa yang ada di kepala Max hingga datang hanya malam ini, tetapi pagi harinya ia justru kembali pergi. Namun, Ivory menatap ke arah dirinya sendiri yang masih mengenakan pakaian lengkap seperti malam tadi. Ivory ternganga dan melorot ke atas ranjang, mengingat kembali dan yakin b
“Apa yang bisa kita lakukan sekarang, Elle? Apakah kita akan berdiam di sini?” tanya Ronan sembari mengedar pandangan ke sekeliling ruang karantina yang terisi beberapa orang yang tidak mereka kenali. Mereka yakin, orang-orang tersebut merupakan anggota kawanan dan beberapa adalah manusia biasa yang hendak melakukan perjalanan dan terpaksa berakhir di tempat ini karena wabah seperti yang mereka katakan. “Tidak mungkin kita berdiam diri, Ron. Ivy dan Max sedang dalam bahaya. Kau tunggulah di sini. Aku akan mencari Alpha Markus untuk bicara dengannya dari hati ke hati.” Mirielle meraih tas selempangnya, kemudian bangkit dan hendak melangkah pergi, tetapi Ron memanggil namanya. “Apakah tidak sebaiknya aku ikut denganmu untuk menjagamu?” tanya Ronan, memastikan. Bagaimana pun, terlepas hubungan mereka sebagai sepasang kekasih, Ronan adalah pengawalnya dan sudah seharusnya ia melindungi Mirielle. Namun, gadis itu menggeleng. “Aku tidak ingin melibatkanmu
Mirielle telah siap dengan pengawalan dari kawanan Odephius untuk menuju ke Southernshore menjemput Max dan Ivory. Sebelumnya ia ingin menghubungi Ivory sebelum datang dan menjemput kedua anggota keluarganya itu. Namun, beberapa kali Mirielle menghubungi, ia selalu terhubung dengan pesan suara. “Di mana kau, Ivy?” gerutunya setiap kali memanggil dan selalu hasilnya sama. Ronan yang sejak tadi sudah siap hendak tancap gas akhirnya mengurungkan niat. Begitu juga anggota kawanan lain yang telah menunggu di kendaraan masing-masing. Mirielle beruntung karena Markus masih bersedia untuk memberikan bantuan untuk menolong Max, tetapi tetap saja, keberadaan Max masih belum mereka ketahui dan Ivory tak mampu ia jangkau. Mirielle tidak bisa menggunakan telepati karena kekuatannya yang belum kembali hingga saat ini. Ia berharap melihat perjuangan semua orang dan bagaimana sulitnya ujian yang harus mereka hadapi, Amethyst bisa sedikit saja melunak. “Bagaimana? Apakah kau sudah berhasil menghubu
Mirielle dan rombongan kawanan Odephius Pack tiba di perbatasan antara Southernshore dan Westmont. Mereka sudah keluar dari wilayah Westmont dan akan melanjutkan ke Southernshore. Namun, sebelum melewati gapura pertama, Mirielle menghentikan rombongannya. Ronan yang mengemudikan sejak tadi, menepikan mobil dan memandang Mirielle dengan tatapan tak mengerti. “Mengapa kita harus berhenti di sini?” tanya Ronan, yang melongok ke luar jendela mobil memastikan bahwa tak ada yang aneh dari daerah yang kan mereka masuki. Namun, Mirielle terus menajamkan tatapannya ke satu arah seolah ia bisa melihat apa yang ada jauh di hadapannya. “Aku hanya memastikan. Ivy mengatakan bahwa daerah ini terendam air laut yang membuatnya seolah bagai pulau di tengah samudera. Apakah di sini tempatnya, Ron? Apakah kau melihat air laut di sekitar kita?” Mirielle menanyakan hal itu dengan serius, tetapi Ronan justru tergelak. “Oke, aku bukan bermaksud menganggap Ivy sedang membual, tetapi, Ron ... aku sungguh t
Ronan mengikuti apa yang Mirielle perintahkan padanya juga anggota kawanan Odephius, sementara dirinya mulai melangkah masuk ke sebuah bangunan yang tampak seperti sebuah hotel dengan beberapa pegawai yang terlihat begitu sibuk. Mirielle bermaksud memastikan, jika memang benar Jester adalah sahabat Max, ia pasti akan langsung mengenali Mirielle sebagai saudara kembar Max, begitu pula anggota kawanannya. Terlebih Mirielle adalah seorang elder, maka sudah seharusnya mereka tahu dengan siapa mereka berurusan kali ini. Sayangnya, Mirielle tak bisa mendapatkan jaminan itu jika berurusan dengan Jester, karena seperti yang elah ia katakan pada Ivory bahwa dirinya tak percaya pada elder dan tidak menyembah dewi bulan melainkan dewi alam semesta. Mirielle tak peduli akan hal itu, ia hanya ingin menyelamatkan Ivory dan Max serta ingin tahu, apa tujuan utama Jester melakukan semua ini terhadapnya saudara kembarnya itu. “Hai, apakah ada yang bisa kami bantu?” sapa salah seorang yang mengenakan
Ronan sudah mendatangi Amethyst seperti yang Mirielle perintahkan. Ia bersungguh-sungguh melakukannya bahkan jauh lebih baik dibanding bagaimana cara Mirielle ketika menghadapi sang dewi bulan. Dan kini, berhadapan dengan sosok yang tak mudah ditemui, secara langsung, membuat Ronan tak bisa berkutik selain menundukkan kepala dan tak mampu menatap sang dewi langsung. “Mengapa kau menundukkan wajahmu, Ronan Zavency? Angkat kepalamu dan lihat aku,” titah sang dewi, mendekat pada pria yang merupakan seorang serigala biasa dengan kasta omega. Kasta yang tidak seharusnya menatap seorang alpha, elder, bahkan dewi bulannya secara langsung. Namun, ketika Ronan mengangkat wajah, Amethyst tahu mengapa pria itu mendapatkan tempat istimewa di dalam keluarga Reynz-Alsen, bahkan mungkin ia pun akan melakukan hal yang sama. “Ronan ... aku tahu sekarang mengapa Elle sangat menyukaimu, bahkan sampai terpesona dan rela mengorbankan kastanya sebagai seorang elder.” Amet
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k