“Ini namanya gaya apa mami?” tanya Ginny, saat Debora mengeringkan rambutnya dan membutnya bervolume.
“Layer pendek, Cantik. Nanti kalau teman-teman tanya itu namanya ya. Ginny bisa cari di laman pencarian, namanya gaya rambut ini ‘layer pendek’, suka enggak?”
“Suka Mami, beda,” jawab Ginny menggeleng-gelengkan kepala. Menengok rambutnya. Debora kemudian memakaikan penjepit rambut kupu-kupu yang biasa dia pakai, jika dia menggerai rambutnya.
“Sudah siap? Daddy antar Ginny dulu, baru daddy ke hotel dan kembali ke Jakarta,” kata Gerald yang sudah selesai mandi.
Ginny mengangguk dan tersenyum dengan manisnya. Keceriaannya kembali lagi, menenangkan hati Gerald yang akan kembali bekerja.
Tepat pukul tujuh, Gerald mengantar Ginny ke sekolahnya bersama Debora. Sekolah di mulai pukul delapan tiga puluh. Gerald meminta Debo
TokyoHari-hari Debora bersama Ginny dan orang tua Letha, membuat Debora merasa benar-benar menjadi ibu seutuhnya, juga perhatian orang tua yang lengkap. Pasangan Subono memperlakukan Debora dengan sangat baik, bahkan menganggap Debora sebagai anak mereka, karena pembawaan Debora yang santun dan berbudi pekerti baik.Waktu dua minggu menjadi masa-masa penilaian untuk keluarga Subono terhadap Debora, apa Debora benar-benar bisa di percaya untuk menjadi ibu bagi Ginny, yang tidak lahir dari rahimnya. Keluarga Subono khawatir jika mereka menyerahkan Ginny pada Gerald dan Debora, Ginny akan menderita, dan takutnya Ginny akan mendapat penyiksaan dari istri Gerald.Namun, kekhawatiran mereka menjadi berlebihan setelah mengenal keseharian Debora yang tulus pada Ginny. Sebagai ibu, Debora tidak segan mengingatkan Ginny dan memarahi Ginny jika Ginny salah.Seperti tadi pagi, Debora mendapat laporan sensei Hikaru, jika Ginny memukul teman sekelasnya. Meski teman se
JakartaGerald dan Debora sudah sampai di Jakarta, di malam hari. Ginny tertidur di pangkuan Debora, saat dalam perjalanan dari bandara ke rumah Gerald. Gerald menggendong Ginny menuju ke kamar Ginny, yang sudah Gerald siapkan sebelumnya.“Nona kecil imut sekali Mas,” seru bik War saat membukakan pintu Gerald. “Nyonya, selamat datang,” sapa Bik War pada Debora yang berjalan di belakang Gerald dengan membawa tas punggung Ginny.“Malam Bik, maaf menganggu istirahatnya,” jawab Debora dengan senyum manisnya, meski wajahnya terlihat lelah, Debora masih manis.“Mau di siapkan makan malam Mas, Nyonya?”“Kami sudah makan Bik, terima kasih,” jawab Gerald sambil berjalan menaiki tangga. Debora pun mengikuti Gerald. Kamar yang dulu sempat di tempati Debora saat menginap semalam di rumah Gerald sudah berubah menjadi kamar untuk Ginny. Dekorasinya sudah bergant
Debora sudah di mal terbesar dan terlengkap di Jakarta, dengan di antar pak Yanto dan didampingi istrinya Arum. Ginny begitu bersemangat memilih pakaian saat berada di stan khusus pakaian anak-anak dan remaja.“Mami, uang daddy nanti habis enggak, kalau Ginny ingin beli pita rambut dan mainan juga?” tanya Ginny dengan polosnya, saat mereka di kasir membayar belanjaan miliknya yang sudah satu trolly penuh.Tiga orang dewasa yang menemaninya belanja hanya tersenyum saja melihat kepolosan Ginny. Apalagi mereka tahu, kekayaan Gerald tidak akan habis kalau hanya untuk belanja kebutuhan Ginny.“Kita lihat dulu belanjaan Ginny nanti apa, yang jelas beli yang diperlukan saja ya sayang,” jawab Debora menggantung, tidak melarang juga mengizinkan.“Mbak, saya antar ini ke mobil dulu ya,” kata Yanto dengan lima kantong belanjaan, berpamitan pada Debora.&l
Debora menuju ke kantornya untuk menjemput Anita, sebelum pergi ke apartemen yang ditempati Vera.Debora tidak masuk dalam kantornya menghindari banyak pertanyaan dari teman-temannya, apalagi dia juga membawa Ginny. Mereka menunggu di depan kantor di dalam mobil. Tak lama setelah dihubungi Anita pun nampak berlari keluar dari kantor.“Hai, mimpi apa aku semalam bisa naik mobil mewah begini,” seru Anita yang biasa ceplas-ceplos begitu pak Yanto membuka pintu mobil di depan.“Biasa saja kali Say, semua mobil sama,” jawab Debora cuek. Ginny yang semula berbaring dengan kepala di pangkuan Debora terbangun karena suara lantangnya Anita.“Ada gadis cantik. Hai, boleh kenalan cantik?” Anita membungkuk ke belakang dan mengulurkan tangannya pada Ginny yang duduk di samping Debora.Anita mengucapkan namanya dan Ginny pun menjawab dengan ramah. “Kakak senang deh berkenalan den
Debora harus memenuhi panggilan Kepolisian mengenai kasus Deviana, Debora tidak bisa mangkir lagi untuk memberi kesaksian yang akan memberatkan Deviana di pengadilan nanti. Bersama Thomas dan pengacara Gerald Debora datang ke kantor Polisi.Debora di minta untuk menceritakan bagaimana dia mengenal Deviana, dan kenapa dirinya sampai mendapat pekerjaan dari Deviana.Awalnya Debora nampak takut, namun pengacara Gerald meyakinkan semua akan dia tangani dengan baik. Debora pun menceritakan Deviana sebagai teman kuliahnya dan alasab Debora menemui Deviana setelah lama tidak bertemu adalah, ingin mencari uang untuk biaya pengobatan ibunya. Debora pun mengakui bahwa dirinya tergiur dengan imbalan besar dan cepat.Pertanyaan pun beralih pada kasus pemukulan pada bule partner Deviana. Debora ketakutan, tangannya bergetar, lidahnya pun seolah kelu, membuat Debora lama menjawab. Dan akhirnya sang pengacara mewakili Debora menjawab, dengan alasan, Debora masih tr
Gerald mengajak Debora pulang, sampai dirinya tidak kembali lagi ke kantor. Gerald tahu betul rasanya patah hati, mengingatkan dirinya saat Letha di miliki orang lain.Gerald meminta Debora untuk beristirahat, sedang dirinya akan bermain dengan Ginny.Melihat Debora pulang, Ginny terus lengket pada Debora, Gerald melihat Debora terpaksa tersenyum, Gerald kemudian mengajak Ginny untuk ke rumah kedua orang tuanya, dengan alasan mereka ingin bertemu dan sudah kangen dengan Ginny setelah pertemuan mereka yang sebentar kemarin.Begitu Gerald dan Ginny pergi, Debora masuk dalam kamar, dia berendam dengan air hangat. Debora memanjakan dirinya selama satu jam. Aroma coklat yang sengaja Debora letakkann di samping bath up, membuatnya rileks. Rasa capeknya pun hilang dengan hangatnya air yang menyentuh kulitnya.Merasa baikan, Debora ke dapur dan memasak untuk makan malam, setelah sebelumnya bertanya Gerald akan pulang atau tidak.Gerald dan Ginny pulang tep
Gerald masih bercanda dengan Ginny di samping rumah setelah sarapan. Meski Thomas sudah menunggunya untuk memimpin rapat para direksi, Gerald tidak perduli.Sampai pukul sepuluh, Gerald belum juga ada tanda-tanda untuk menyudahi permainan gamenya bersama Ginny sambil tertawa-tawa. Thomas pun meminta bantuan Debora, untuk mengingatkan bahwa rapat itu penting.“Sayang, sudah dulu mainnya, daddy harus kerja. Sudah siang, daddy juga sudah di tunggu banyak orang,” kata Debora mendekati anak dan bapak yang guling-guling di atas karpet di pinggir taman.Ginny dan Gerald kompak membelitkan mata pada Debora, karena sudah di ganggu. Debora pun tak mau kalah dia pura-pura sedih dan sesegukan.“Ok, kalau tidak ada yang mau beranjak dari sini. Mami pergi,” kata Debora berbalik.“Mami … jangan pergi!” seru Ginny kemudian mengejar Debora yang sudah berjalan dua langkah. “Daddy, cepat berangkat, nanti terlamba
Fatmasari merasa marah dengan keangkuhan Gerald, apalagi Debora juga tidak memberinya muka sedetik pun. Belum pernah dirinya diperlakukan seperti pengemis, dirinya selalu mendapatkan yang dia inginkan.Manda pura-pura menangis, dirinya merasa kalah dari Debora. Manda pun meminta uang pada Fatmasari untuk mempercantik diriya lagi, menurut Manda Gerald suka dengan Debora karena warna kulit Debora yang eksotis, jarang wanita sekarang memilikinya. Banyak wanita yang ingin kulitnya putih, namun Debora tetap mempertahankan kulit khas orang Indonesia yang sedikit kecoklatan.Fatmasari merasa pusing dengan permintaan anak kesayangannya. Dia pun mengajak Manda ke rumah kakeknya. Mencoba membujuk kakek Manda, agar membantu Manda. Karena rencana awal mereka gagal.“Kok ke rumah kakek sih, Ma. Kita ke salon saja Ma. Manda tidak mau kalah dengan Debora.” Manda berteriak-teriak di dalam mobil membuat Fatma tambah pusing.Begitu sampai di rumah sang kakek, M