Share

Kesalahan Fatal

Gerald menyibakkan rambut yang menutupi wajah wanita itu. “Letha,” panggilnya kemudian.

Wanita itu mendongak dan menoleh ke pada Gerald yang ada di sampingnya. Letha langsung menghambur ke tubuh Gerald begitu melihat wajah yang dikenalnya itu.

Gerald membalas pelukan wanita itu yang ternyata memang Letha. Dengan cepat dia mengajak Letha berdiri. Gerald melepas jasnya dan memakaikannya pada Letha, kemudian berusaha mencari taksi. Namun karena sudah malam, susah sekali mencari taksi yang kosong melewati tempat itu. Gerald kemudian menghubungi pihak hotel tempatnya biasa menginap, minta untuk dijemput.

Sambil menunggu dijemput, Gerald mengajak Letha masuk dalam sebuah restoran, yang masih terbuka di daerah itu. Awalnya Letha menolak karena keadaan dirinya yang sudah tidak karuan. Namun Gerald, menyakinkannya untuk ikut.

Mereka berjalan berdua, begitu melewati sebuah butik, Gerald mengajak Letha masuk. Butik yang hampir menutup itu ternyata dimiliki oleh seorang berkebangsaan Malaysia, dengan senang hati wanita penjaga melayani Gerald dan Letha, wanita berhijab yang bernama Muslimah itu membantu Letha membersihkan diri, bahkan memberikan secangkir teh hangat untuk Gerald dan Letha. Akhirnya Gerald dan Letha memutuskan untuk menunggu jemputan hotel di butik milik Muslimah itu. Tidak jadi ke restoran.

“Kamu, sudah lama di  kota ini?” tanya Mumu, panggilan akrab Muslimah pada Letha. Mereka berdua berada dikamar Mumu, untuk berganti pakaian.

“Hampir dua tahun, Kak. Saya mendapat beasiswa untuk kuliah di sini. Dan kebetulan ayah juga bekerja di sini, jadi kami satu keluarga pindah ke sini.”

Mumu mengangguk paham, karena kebanyaan orang melayu yang tinggal di sini juga alasan pekerjaan. Gaji yang ditawarkan untuk menjadi tenaga kerja di Jepang memang sangat menggiurkan. Dan Jepang yang terkenal juga sebagai salah satu negara maju di Asia. Menjadikan Jepang menjadi salah satu negara tujuan para pencari kerja.

“Lalu, pria yang di depan itu siapa?”

“Saya baru mengenalnya satu bulan lalu, ini kedua kalinya kami bertemu, dan kedua kalinya dia menolong saya.”

“Saya kira dia kekasih kamu.”

Letha tersenyum kecut di depan cermin. “Betapa bahagianya saya, jika saya memiliki pacar seperti dia, yang begitu menghargai wanita, Kak.”

Mumu menangkap nada kesedihan dan kekecewaan dari jawaban Letha. Dia membantu mengikat tali dari gaun yang dipakai Letha. Satu-satunya pakaian yang cukup untuk dipakai Letha yang bertubuh ramping. Karena butik Mumu menyediakan pakaian untuk wanita yang memiliki badan besar.

Gaun bertali di belakang dipilih karena bisa disesuaikan dengan badan pemakainya.

“Letha, mobil sudah menunggu,” seru Gerald dari depan pintu yang tertutup.

Letha menatap Mumu dan mengucap terima kasih. Mereka berdua kemudian keluar dari kamar.  Letha membungkus gaun yang dipakainya tadi dengan kantong dari butik Mumu. Letha juga meminjam alas kaki Mumu, untuk pergi.

Tak disangka, Gerald membayar pakaian dan alas kaki yang dipakai Letha. Bahkan dua cangkir teh yang disajikan juga di bayar oleh Gerald. Meski awalnya Mumu keberatan, tapi setelah dipaksa, Mumu menerimanya dengan berat hati, hingga Mumu menawarkan persahabatan untuk pada mereka berdua.

“Kamu mau diantar ke mana?, di mana rumah kamu?” tanya Gerald saat mereka sudah berada dalam mobil

“Aku tidak berani pulang, Gi. Bolehkah aku pulang ke tempat kamu lagi?” pinta Letha dengan memelas.

“Kenapa?”

“Orang tuaku pasti akan menghukumku jika aku pulang tidak diantar Namura.”

Gerald mengangguk seolah paham, meski ada ribuan pertanyaan yang berputar di kepalanya. Dia pun menyuruh sang sopir untuk kembali ke hotel saja.

Sesampai di Hotel, Gerald memesankan satu kamar untuk Letha, namun naas baginya. Karena masih suasana tahun baru, Hotel itu sudah fullbook. Gerald pun  membawa Letha ke kamarnya.

 *

“Tidurlah, aku akan mandi dulu,” kata Gerald begitu mereka sampai di kamar suite room. Gerald segera masuk dalam kamar mandi.

Letha merasa tidak enak hati, jika  menempati tempat tidur Gerald. Maka, dirinya memilih duduk di sofa menunggu Gerald keluar dari kamar mandi. Tak disangka, Gerald mandi sangat lama, membuat Letha tertidur di sofa dalam posisi miring dengan kepala yang ditahan tangannya, di sandaran sofa.

Gerald keluar dari kamar mandi hanya dengan handuknya, untuk mengambil pakaian ganti. Dilihatnya Letha meringkuk di sofa. Karena kuatir, Gerald pun mendekati Letha.

“Kenapa kamu tidur di sini, tidurlah di tempat tidur,” kata Gerald duduk di depan Letha. Tidak ada tanggapan dari Letha, Gerald menyibakkan rambut Letha yang jatuh menutupi wajahnya dan menyentuh kening Letha.

Tangan dingin Gerald yang menyentuh keningnya, membuat Letha terbangun. Tatapan matanya bertemu dengan mata Gerald yang menatapnya lembut.

“Aku tidak apa-apa, aku hanya mengantuk,” jawab Letha lirih tanpa melepas tatapannya pada manik mata coklat didepannya. Pemandangan badan Gerald yang cukup berotot dan basah, mengalihkan mata Letha.

Tangan Gerald yang masih di kening Letha merambat pelan  menyusuri wajah manis yang tertimpa sorot lampu berwarna kuning di atas mereka. Gerald mengagumi wajah manis itu. Nafasnya menderu begitu ibu jarinya menyentuh bibir yang terluka. Bayangan saat bibir itu dilumat paksa oleh Namura terlintas di benak Gerald. Muncul rasa ingin memyembuhkan luka itu, dan menunjukkan bagaimana seharusnya bibir manis itu diperlakukan.

Letha memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut dari tangan dingin Gerald di wajahnya. Saat jemarinya menyentuh bibirnya, Letha membuka bibirnya.

Gerald meneguk kasar salivanya saat Letha membuka bibirnya dan kemudian menggigit bibir bagian bawahnya. Gerald, lelaki normal, dan manganggap gerakan bibir Letha sebagai godaan. Gerald memiringkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya pada Letha, mengikis jarak di antara mereka berdua.

Saat Letha merasakan hembusan nafas beraroma mint di kulit wajahnya Letha membuka mata, tatapanya bersiborok dengan mata Gerald. Letha mengerjapkan matanya dan kemudian menatap bibir Gerald yang sudah siap menerkamnya. Letha menelan salivanya dan memejamkan mata, dia menyerahkan dirinya pada Gerald.

Melihat penerimaan Letha, Gerald mendaratkan bibirnya dengan lembut di bibir Letha, sekali, dua kali kecupan, Letha tidak mengindar. Dimainkannya lidahnya di mulut Letha, dan tidak ada penolakan dari Letha. Bahkan tangan Letha pun sudah berpegangan pada lengannya. Gerald melepas sebentar panggutannya, ditatapnya wajah Letha yang sudah pasrah. Letha membuka matanya lagi dan mengerjap. Seolah memberi ijin pada Gerald untuk melanjutkan permainannya.

Gerald tersenyum, tangannya kemudian menangkup pada pipi Letha, dan dilumatnya dengan lembut bibir Letha. Lumatan yang awalnya lembut menjadi penuh tuntutan saat Letha membalas mengulum bibir Gerald.

Kecupan dan hisapan Gerald pun turun keleher dan tengkuk Letha, satu huruf ambigu keluar dari mulut Letha, dia pun mendongak memberi akses pada mulut Gerald untuk berselancar di lehernya.

Tangan Gerald meraba punggung Letha dan menarik simpul-simpul tali yang mengikat gaun Letha, kemudian ditariknya kepala reseliting gaun itu ke bawah, tangannya yang lain menarik kain yang ada di bahu Letha dan menariknya ke bawah. Hingga entah bagaimana caranya jemari Gerald begitu terampil menurunkan gaun Letha hingga ke pinggang.

Terbukalah akses untuk menikmati bahu dan dua aset Letha yang terlihat ranum. Sambil mengecupi kulit Letha pada kedua asetnya, tangannya yang bebas menyibakkan bagian bawah gaun Letha, tangannya menelusuri paha hingga berhasil menelisip di panty yang melindungi area senstif Letha.

Rasa basah terasa di jemarinya dari balik panty. Gerald tersenyum menatap Letha, yang menggeliat dengan permainan jarinya, yang hanya mengusap dan menyentuh lembut garis tengah area sensitif itu.

Tanpa ragu, Gerald melepas semua kain yang menutupi tubuh Letha, kemudian diangkatnya badan Letha ke atas tempat tidur, king sizenya.

Seolah tidak mau polos sendirian, Letha menarik handuk yang dipakai Gerald, saat Gerald membaringkannya di tempat tidur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status