Debora berhasil melewati tugasnya untuk memberi kesaksian atas penculikan yang di lakukan Dokter Irfan pada Ginny, dan juga pelecehan yang dialaminya. Meski berat untuk menceritakan apa yang terjadi saat itu, karena sama saja dengan mengingat lagi sesuatu yang ingin dia lupakan dengan susah payah.
Dengan dukungan Gerald yang duduk di sampingnya, memberikan semangat tersendiri bagi Debora. Karena Debora sebagai korban, bukan tersangka, kesaksian di lakukan di ruangan yang cukup nyaman, dan bersahabat. Tidak seperti yang Debora bayangkan, petugas penyelidikan begitu professional, namun tetap menghargai Debora.
Kini mereka sedang berada dalam mobil, Gerald segera membawa Debora pergi dari gedung berlantai lima itu.
“Kita mau ke mana Gee, ini bukan jalan pulang?” tanya Debora bingung. Gerald mengarahkan mobilnya berlawanan arah untuk ke rumah mereka.
“Kita makan dulu ya, ini sudah lewat jam makan siang,” jawab Gerald yang mengkhawatirk
Gerald sangat senang, Debora makan dengan lahapnya di dalam mobil di depan gerobak penjual bubur ayam, yang berjualan dari pukul enam sampai pukul sepuluh, itupun jika masih ada. Dari sekian banyak penjual bubur ayam di kawasan pusat bisnis di ibu kota, Debora meminta untuk di antar ke lapak yang berada di pinggil jalan di depan sebuah ruko tempat Fitnes dan sebuah anjungan tunai mandiri.Nafsu makan Gerald pun terpancing melihat Debora begitu bersemangat. Hal pertama bagi Gerald makan di pinggir jalan. Pengorbanan seorang suami dan calon ayah untuk istri yang sedang mengidam.Saat Gerald bertanya kenapa di sana, Debora hanya menjawab, sering datang ke sana jika pulang dari dinas.“Gee, aku tetap ikut kamu kerja ya. Meski kita pulang sekarang,” pinta Debora saat mereka sudah dalam perjalanan pulang ke rumah.“Nanti kamu capek Babe, tidak bisa tiduran kalau di kantor,” jawab Gerald yang sebenarnya senang jika di temani Debora, namun
Usaha Gerald mencari bantuan untuk menghadapi Namura mendapatkan hasil. Anak buah Gideon berhasil menggertak Namura. Para eksportir yang awalnya memutuskan hubungan kerja dengan GENOBE mendadak mengajukan proposal kerja sama lagi, dengan pembagian hasil yang lebih besar dari perjanjian sebelumnya. Mereka berlomba untuk dapat memasarkan produk mereka lewat GENOBE, membuat tim Gerald kewalahan untuk mengambil keputusan..Berita bisnis dan trading pun mengabarkan penurunan harga saham dari usaha yang di miliki keluarga Namura. Kabar yang membahagiakan bagi Gerald.Gerald pun berinisiatif mengirim hadiah untuk Gideon yang telah bersedia membantunya. Meskipun tak sedikit uang yang harus Gerald keluarkan untuk membayar jasa Hoo Ping, orang kepercayaan Gideon.Tapi uang bukan masalah bagi Gerald jika keluarganya aman.Dan malam ini Gerald kembali lembur dengan proposal-proposal penawaran produk baru dari eksportir Tokyo yang sempat meninggalkan dirinya.
Gerald tetap berangkat bekerja, begitu pun dengan Ginny juga ke sekolah, karena hari ini tugas Ginny untuk menjadi ketua kelas. Ginny akan menjadi siswa yang paling awal datang, menyiapkan kebutuhan guru kelas, seperti penghapus, spidol dengan dua warna, dan secangkir teh, yang akan di siapkan oleh petugas, dan Ginny tinggal mengambilnya di kantin. Saat pulang pun Ginny akan pulang paling akhir, mengembalikan cangkir teh, dan merapikan kelas.Ginny sangat bersemangat hari itu, dan menunggu-menunggu satu hari di mana dia akan mendapat perhatian guru satu hari full. Karena guru kelas hanya akan memanggil dirinya jika membutuhkan pertolonngan. Untuk siswa lain hal itu sama saja dengan menjadi pesuruh, tapi bagi Ginny itu adalah sesuatu yang baru, dan bisa membuatnya lebih di kenal oleh orang lain. Sebagai siswi baru seperti Ginny, mendapat sekecil apapun perhatian akan sangat berarti.Suatu kebanggan bagi Ginny, bisa keluar masuk ke ruang guru yang jarang bisa di masuki o
*Rumah Sakit MedikaSopir Luis Bernado terlambat datang ke rumah Gerald. Rumah sudah dalam keadaan sepi, hanya satpam dan bik War yang ada di rumah.“Mas Jo. Mbak Debora sudah tidak ada di rumah, tadi pergi bersama Yantodan istrinya, baru saja pergi kata bik Warti,” kata Soleh sopir dari sang mama.“Kamu sekarang di mana?” tanya Joshua panic.“Saya sambil jalan Mas, siapa tahu masih kelihatan mobilnya. Kata satpam tadi pakai mobil biasanya,” jawab Soleh. “Mas, sudah dulu ya, kayanya kelihatan mobilnya,” kata Soleh kemudian menutup teleponnya.Gerald yang masih harus menunggu cairan infusnya menatap tanya pada Joshua. Namun belum juga mendapat penjelasan dari Joshua, karena Joshua menelepon temannya untuk meminta tolong mencari mobil yang di pakai Yanto biasanya.“Jo,” bentak Gerald yang tidak sabar lagi.Joshua yang masih berpikir, terkejut dengan suara lantang Gerald. Gerald
Debora dalam keadaan terikat tangannya dan mulut yang di lakban, duduk di bangku belakang di sebelah Arum, sambil memangku kepala Ginny yang tertidur di pangkuannya setelah kelelahan menangis.Di bangku depan duduk Yanto dan seorang pria yang sama sekali tidak di kenali Debora. Debora tidak menyangka jika dirinya akan tertipu oleh Arum dan Yanto yang mengajaknya untuk menemui Gerald yang kecelakaan, namun ternyata, bukannya di bawa ke tempat Gerald, Debora justru di bawa keluar kota, dan jadi satu mobil dengan mobil yang membawa Ginny dari sekolahnya.Debora sendiri juga sudah kelelahan memberontak dari Arum dan Yanto begitu sadar dari obat bius yang di berikan oleh Arum begitu Debora masuk dalam mobil.Debora hanya bisa menatap Arum yang sebenarnya terlihat menaruh belas kasihan pada dirinya. Wajah lugu Arum dan Yanto tidak pantas untuk menjadi orang jahat. Debora menjadi bertanya-tanya, apa yang membuat mereka tega melakukannya, sedangkan saat Debora ber
Sifat ular yang merasa terancam akan semakin agresif membuat Debora menjadi panic. Begitupun pak Yanto yang menyusul Debora dan Ginny menjadi ikut panic, melihat ular yang siap mengeluarkan bisanya.Ular yang berwarna hitam kecoklatan dengan kepala tegak dan mulut tumpulnya sudah memengaga, dapat menjangkau jarak satu meter saat menyemprotkan bisanya.Debora terus waspada, Ginny memeluk kaki Debora dengan wajah ketakutan.“Dari mana ular itu datang, Mbak?” tanya Pak Yanto berteriak.“Dari tumpukan dahan-dahan itu Pak. Tiba-tiba saja muncul, saya juga tidak menganggunya,” jawab Debora masih tetap waspada dengan tongkat kayunya.Saat sang ular yang memiliki panjang kurang lebih satu meter itu melompat ke arah Debora, sebuah letusan dari senjata api mengelegar bersamaan dengan jeritan Debora dan Ginny.Dua buah anak peluru membuat sang ular yang sudah di udara jatuh ke tanah dengan keras. Sang ular tidak berdaya la
Malam merambat naik ke angkasa, menggantikan senja yang tidak bisa Gerald nikmati dengan nyaman, meski dirinya berada di balkon kamar menatap cakrawala yang akan menyembunyikan matahari.Pikirannya kacau, bingung tidak tahu apa yang bisa dia lakukan. Setelah berkabar dengan opa dari kekasih Joshua, Gideon. Gerald di minta menunggu, berjaga-jaga jika Pak Yanto atau siapapun yang bekerja sama dengannya menghubungi dirinya.Gerald belum tahu maksud dari Pak Yanto membawa pergi Debora.“Bik War,” gumam Gerald. Ya, Gerald teringat pada wanita sepuh yang sudah lama menemani dirinya. Kalau Pak Yanto yang keponakan bik War belum ada sepuluh tahun bersama Gerald. Sejak Gerald masuk rumah sore tadi, dia belum juga bertemu, ataupun mendengar suara wanita itu.Gerald turun dari kamarnya, berteriak memanggil dan mencari Bik War. Seluruh ruangan dan kamar Gerald datangi, namun tidak ada tanda-tanda bik War di rumah.Kamar bik War terlihat rapi,
Gerald masih berdiskusi dengan ketiga tamunya dan keluarganya hingga menjelang pagi. Karena Alfat sang tamu, sudah menyuruh anak buah Gideon yang ada di sekitar Jakarta-Bogor untuk menuju tempat yang di curigai menjadi persembunyian Namura di Indonesia.“Sudah ada dua mobil yang bergerak ke Bogor, di mana kakak Arum tinggal, berdasarkan alamat yang diberikan orang tua Arum,” kata Alfath menerima laporan anak buahnya.“Tadi sore mereka tidak mau memberi alamat lengkapnya Al,” kata Joshua “Jangan bilang kalau anak buah kamu siksa kedua orang tua renta itu?”“Tidak Josh, cukup gertak saja, kalau mereka tidak mau kasih tahu, mereka akan ikut di penjara. Tapi kalau mau kasih tahu, akan dapat hadiah,” jawab Alfath sambil tersenyum.Gerald tersenyum bangga dengan cara anak muda didepannya bernegosiasi.“Jangan heran Kak, meski masih muda sudah banyak macam orang yang dia hadapi. Dari kecil dia su
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald. “Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora. Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah. “Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?” “Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang. “Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya. “T
Gerald tidak dapat menyangkal lagi jika hatinya telah terpaut pada Debora, dia rela memberikan seluruh jiwa dan raganya pada wanita yang telah mengandung anaknya itu. Gerald begitu memanjakan Debora, membuat Debora terkadang geli sendiri. Perlakuan Ginny pada Debora pun seolah tidak mau kalah dengan daddy-nya. Seolah mereka sedang berlomba untuk menyenangkan hati Debora. “Kalian ini, jangan manjakan aku seperti ini Gee. Nanti aku jadi pemalas. Tidak kamu, tidak Ginny. Ibu juga sama saja,” protes Debora saat Gerald melayani semua kebutuhannya. Bahkan satu minggu pertama sejak Debora di rumah, Gerald semakin sering di rumah dari pada ke kantor. Gerald dengan setia menemani Debora. Menggendong Debora saat waktunya mandi, dan menjadi tugas Ginny untuk menyisir rambut Debora. “Aku tahu kamu bukan pemalas, aku manjakan kamu, karena aku sayang kamu dan anak kita,” jawab Gerald dengan senyum. “Ginny juga sudah tidak sabar ingin lihat adiknya ‘kan. Jadi
Gerald tak melepaskan pandangannya dari Debora sejak aktivitas panas mereka di kamar mandi. Dia berada di dekat Debora dengan sabarnya. “Gee, geli deh, dengan sikap kamu yang seperti ini,” kata Debora merasa risih teus di perhatikan oleh Gerald dengan pandangan mesum.“Aku ‘kan kangen kamu,” jawab Gerald dengan senyum menyimpan sejuta keinginan.“Tadi ‘kan sudah puas. Berapa kali coba, hah!” tanya Debora heran. “Ini dipasang lagi ‘kan gara-gara kamu, yang tidak bisa kontrol barang kamu,” imbuh Debora sambil memegang selang oksigennya. Debora merasa sesak, karena jantungnya yang bekerja terlalu berat dengan aktifitas gila yang Gerald lakukan padanya tanpa henti, selama satu jam di kamar mandi.“Maaf,” jawab Gerald dengan senyum dan mencium tangan Debora.Kondisi Debora yang baru sadar dari koma di paksa untuk melayani nafsu Gerald yang Debora kira hanya sebent