Malam merambat naik ke angkasa, menggantikan senja yang tidak bisa Gerald nikmati dengan nyaman, meski dirinya berada di balkon kamar menatap cakrawala yang akan menyembunyikan matahari.
Pikirannya kacau, bingung tidak tahu apa yang bisa dia lakukan. Setelah berkabar dengan opa dari kekasih Joshua, Gideon. Gerald di minta menunggu, berjaga-jaga jika Pak Yanto atau siapapun yang bekerja sama dengannya menghubungi dirinya.
Gerald belum tahu maksud dari Pak Yanto membawa pergi Debora.
“Bik War,” gumam Gerald. Ya, Gerald teringat pada wanita sepuh yang sudah lama menemani dirinya. Kalau Pak Yanto yang keponakan bik War belum ada sepuluh tahun bersama Gerald. Sejak Gerald masuk rumah sore tadi, dia belum juga bertemu, ataupun mendengar suara wanita itu.
Gerald turun dari kamarnya, berteriak memanggil dan mencari Bik War. Seluruh ruangan dan kamar Gerald datangi, namun tidak ada tanda-tanda bik War di rumah.
Kamar bik War terlihat rapi,
Gerald masih berdiskusi dengan ketiga tamunya dan keluarganya hingga menjelang pagi. Karena Alfat sang tamu, sudah menyuruh anak buah Gideon yang ada di sekitar Jakarta-Bogor untuk menuju tempat yang di curigai menjadi persembunyian Namura di Indonesia.“Sudah ada dua mobil yang bergerak ke Bogor, di mana kakak Arum tinggal, berdasarkan alamat yang diberikan orang tua Arum,” kata Alfath menerima laporan anak buahnya.“Tadi sore mereka tidak mau memberi alamat lengkapnya Al,” kata Joshua “Jangan bilang kalau anak buah kamu siksa kedua orang tua renta itu?”“Tidak Josh, cukup gertak saja, kalau mereka tidak mau kasih tahu, mereka akan ikut di penjara. Tapi kalau mau kasih tahu, akan dapat hadiah,” jawab Alfath sambil tersenyum.Gerald tersenyum bangga dengan cara anak muda didepannya bernegosiasi.“Jangan heran Kak, meski masih muda sudah banyak macam orang yang dia hadapi. Dari kecil dia su
* Bogor, Kediaman Kakak ArumGerald dan rombongan berhasil menemui wanita yang merupakan kakak tiri Arum. Benar dugaan Gerald dan Joshua, jika wanita itu adalah Muslimah yang akrab di panggil Mumu oleh Gerald.Mumu dan keluarga adiknya duduk di sofa dalam penjagaan empat anak buah Gideon yang bersenjata. Mumu tersenyum melihat Gerald datang.“Kamu kangen sama aku Gerald?” tanya Mumu dengan senyum bahagia.“Kurang ajar,” kata Gerald emosi, hampir saja Gerald menampar Mumu, kalau tidak di cegah oleh Joshua. “Dek,” seru Gerald tidak terima tangannya di tarik oleh Joshua.“Sabar kak.” Joshua dan Alfath menepuk bahu Gerald agar tenang.Anak buah Gideon memberi rombongan Gerald tempat duduk, menghadapi keluarga kakak Arum.“Mereka adik kamu Gerald. Kalau kamu menolak aku, aku mau dengan mereka,” kata Mumu menatap Joshua dan Alfath bergantian. Pesona dua anak muda itu memang t
Gerald mengemudikan mobilnya dengan ugal-ugalan, jalanan perkampungan yang sepi dan gelap, Gerald terjang tanpa peduli ada lubang dan batu yang akan membuatnya tidak nyaman, atau bahkan merusak mobilnya. Joshua hanya bisa diam dan perpeganggan erat sambil melihat lurus ke depan. Di belakang mobil mereka, dua mobil anak buah Gideon yang juga pengawal Alftah mengikutinya. Meski agak berlebihan membawa banyak tukang pukul untuk mencari Debora dan Ginny, tapi mereka jug tidak tahu kekuatan musuh mereka. Bisa saja mereka akan menghadapi puluhan Yakuza yang terkenal kejam itu. Suara burung malam dan jangkrik menambah sunyinya malam mejelang subuh di area perkebunan. Mereka sudah memasuki jalan tanah yang sempit. Sebuah cahaya yang kecil sudah terlihat. Mobil pun segera mendekat dan berhenti mengelilingi dua pondok yang berjajar dengan cahaya seadanya. Sebuah mobil mini bus hitam tanpa plat nomor terparkir di samping pondok. Sayup-sayup, Gera
Letupan suara senjata api dari Namura membuat perdebatan Gerald, Mumu, Joshua dan Yanto berakhir. Alfath langsung berlari melihat Debora yang roboh di antara orang-orang yang berdebat. Satu letupan senjata meletus mengenai Ginny yang tak jauh dari Debora. Gerald mendorong Yanto yang menghalanginya untuk mendekati anak istrinya. Pengawal Alfath yang baru datang langsung mengamankan Namura yang tertawa senang, meski masih butuh pertarungan sengit untuk menaklukkan Namura. Gerald memangku Ginny yang terkena tembakan di lengannya, sambil menatap Debora yang terluka di pengkuan Alfath memegangi dadanya. Joshua segera menghidupkan Mobil. Gerald segera membawa Ginny masuk dalam mobil “Bertahan ya sweetheart,” kata Gerald kemudian kembali mendekati Debora yang sudah bersimbah darah, begitupun Alfath. “Kak, jangan memejamkan mata, tetap sama kami kak. Ayo kak bertahan,” kata Alfath memberi semangat Debora. “Babe, bertahan ya. Kita ke ru
Masa-masa KritisRumah Sakit Bogor KotaSudah satu minggu Debora tidak sadarkan diri. Syaraf otaknya tidak merespon semua rangsangan. Pancawati mendengar kabar itu, langsung panik dan meminta pada Gerald untuk pulang ke Jakarta.Sebagai ibu, Pancawati ingin mengurusi anaknya, melihat perkembangan anaknya. Meski sang anak sudah dewasa, seorang ibu akan tetap menganggapnya anaknya selalu menjadi anak kecil. Itulah ibu, ingin selalu menggendong dan menyusui anaknya, meski sudah dewasa.Gerald mengizinkan Pancawati untuk pulang, jika kesehatan Sang mertua sudah membaik da nada izin dari Dokter untuk Pancawati melakukan perjalanan jauh.Tak di sangka, sebelum Gerald mengirimkan pesawatnya untuk menjemput ke Singapura, Pancawati mengabarkan jika Mr Kang mengantarkan dirinya ke Jakarta.Gerald yang tidak tahu menahu tentang kedekatan Mr Kang menjadi bingung sendiri.“Babe, ibu sudah dalam perjalanan ke sini. Dan tahukah kamu yang buat
Gerald berdiskusi dengan kedua orang tuanya juga Joshua dan Pancawati. Gerald ingin memindahkan Debora ke rumah. Tak perduli berapa lama, dan berapa pun biaya yang akan dia keluarkan untuk membuat ruang perawatan intensive seperti rumah sakit di rumahnya.Gerald sangat merasa kehilangan Debora, apalagi dia juga sedang menunggu kelahiran bayinya. Meski terdengar aneh jika orang koma bisa tetap melahirkan, namun beberapa penelitian dan pengalaman di dunia kedokteran, hal itu bisa saja terjadi dengan segala resikonya. Seperti pertumbuhan janin yang buruk dan terserang penyakit diabetes ataupun hipertensi, karena sang ibu yang tidak bisa bergerak untuk membuang kalorinya.“Kamu sudah memikirnya Gerald?” tanya Luis pada Gerald. “Maksud papa, apa aman untuk Debora di pindahkan, sedangkan pemindahannya butuh waktu yang cukup lama. Jakarta-Bogor cukup jauh, Nak,” kata Luis yang mengkhawatirkan kondisi Debora.Luis takut kondisi Debora akan
Club ArtemisHari pun berganti minggu, dan berganti bulan. Gerald merasakan kehilangan yang amat dalam. Sebagai manusia biasa Gerald tentu memiliki titik bosa dalam hidupnya. Hingga Gerald berusaha mencari hiburan untuk mengusir sepi.Gerald menemani rekan bisnisnya ke sebuah club. Salah satu club terbesar di Jakarta yang menyajikan banyak hiburan.Gerald mabuk di temani seorang wanita. Wanita penghibur yang di sediakan club.Saat Gerald tak sadarkan diri, dan tak berdaya di sofa, memeluk wanita bayaranya, datang seorang wanita lain. Wanita yang sudah lama mengincar Gerald“Kamu kesepian ya tampan. Istri yang dulu kamu puja tidak mampu memuaskan kamu lagi bukan,” kata wanita muda yang terobsesi untuk menjadi kaya dan terkenal. Wanita muda itu mendepak wanita penghibur dari sofa. Agar dirinya bisa mendeketi Gerald yang sudah tidak tahu apa-apa.“Manda, jangan aneh-aneh di sini. Kalau mau jebak dia jadi milik kamu, ayo kita b
Rumah Keluarga Bachtiar LubisManda belum pulang ke rumah membuat Fatmasari kebingungan. Tidak biasanya Manda, anak kesayanganannya yang manja tidak pulang. Meski sering pulang pagi, Manda tetap saja pulang.Namun pagi itu, hampir jam sepuluh siang, Manda belum juga sampai rumah.“Bagaimana, anak manja itu belum juga pulang?” tanya Bachtiar pada Fatmasari, saat akan berangkat bekerja.“Kamu ini. Anak tidak pulang, tidak ada rasa khawatirnya. Tidak ada usahanya untuk mencari. Apa kamu tidak takut anak kamu kenapa-napa, hah,” kata Fatmasari emosi.Bachtiar memang kurang menyukai sifat Manda, alasan itulah yang membuatnya tidak perhatian pada Manda. “Nanti juga pulang, kalau ada masalah atau uangnya habis. Seperti itu ‘kan dia. Tidak pernah menghargai dirinya, selalu menyusahkan.Tidak seperti,….”“Debora, kamu membandingkan anakku dengan anak dari jalang itu? Manda seperti itu karena
“Lepas, Fatma.” Dengan kasarnya Bachtiar melepaskan tangan Fatmasari dari lengannya. Tubuh Fatmasari terdorong dan membentur dinding tangga.Bachtiar tidak mempedulikan Fatmasari, dengan langkah cepat dia mengejar Debora yang sudah keluar dari restoran. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi, jika dia ketinggalan.“tunggu, Nak. Papa masih mau bicara!” seru Bachtiar tergopoh – gopoh.Debora masuk dalam mobil, begitupun Pancawati. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk pergi dari restoran itu.“Papa untuk apa mengejar mereka? Papa mau tinggal dengan mereka?” seru Manda penuh amarah.“Iya, Papa mau tinggal dengan mereka,” jawab Bactiar dengan keras sambil terus berjalan menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Mobil Gerald telah berjalan meninggalkan restoran, tidak mungkin lagi baginya untuk mengejar dengan kakinya.“Papa memang tidak pernah Sayang dengan Manda,” seru M
Bachtiar merasa begitu senang mendapat kesempatan untuk mendekati Debora dan Pancwati lagi. Dia tahu jika keputusan Debora sangat berpengaruh pada kebaikan Gerald dan Pancawati. Untuk itu Bactiar akan membujuk Debora untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri menjadi ayah yang baik untuk Debora.‘Kalau Debby bisa menerimaku lagi, Gerald pasti tidak akan segan lagi untuk memberiku kekayaan. Wati saja sekarang begitu cantik dan terawat,’ gumam Bachtiar dalam hati, ‘hmm …, dia juga sudag memekai perhiasan mahal sekarang, artinya dia sudah hidup enak dalam perlindungan Gerald,’ batin Bachtiar lagi dengan menyeringai dan membayangkan akan hidup enak, dan lebih terhormat lagi bersama Pancawati sebagai mertua dari seorang Gerald.“Mau ke mana lagi Babe?” tanya Gerald menuntun Debora yang kembali masuk ke restoran.“Masuk lagi Gee, biar cepat selesai. Aku sudah malas bertemu dengan orang itu dan keluarganya. Seola
Debora masih khawatir dengan Pancawati, meski sang Ibu sudah nampak di depan matanya. Debora tidak ingin sang Ibu terpedaya dengan ucapan Bachtiar.“Gee, kita duduk di sana aja yuk!” ajak Debora pada Gerald menunjuk sebuah bangku kosong yang tak jauh dari Pancawati dan Bachtiar berada.“Jangan Babe, kita di sini saja, kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Ibu, baru kita mendekat,” jawab Gerald memaksa Debora untuk duduk di meja yang di pilih Gerald, “tenang saja, enggak akan terjadi apapun pada Ibu,” kata Gerald lagi menenangkan Debora yang masih khawatir.Baru sebentar Gerald dan Debora duduk, dari ujung restoran terdengar teriakan Pancawati yang marah pada Bachtiar.Semua pengunjung restoran ikut menoleh pada meja sepasang pria dan wanita yang sudah tak lagi muda itu.Pancawati terlihat mengancam Bachtiar, bahkan tangan Pancawati pun selalu menepis tangan Bachtiar yang akan menyentuh tangannya.Debora
Debora tidak menemukan ibunya di rumah. Seluruh sudut rumah Gerald sudah dia hampiri, namun belum juga menemukan Pancawati.“Mami, cari siapa?” teriak Ginny dari balkon kamarnya saat melihat Debora keluar dari taman samping rumah.“Lihat nenek, engak sayang?” jawab Debora sekaligus bertanya balik pada Ginny tentang keberadaan Pancawati.“Tadi Ginny lihat Nenek naik taxi Mi, pergi sendirian,” jawab Ginny dengan polosnya.Debora segera masuk ke rumah, mendengar jawaban Ginny. Ruang tengah menjadi tujuannya untuk mencari ponselnya yang seingat dirinya dia letakkan di atas meja untuk di tambah daya, di samping televisi.Debora menelepon Pancawati dengan rasa khawatir, tidak biasanya sang ibu pergi tanpa pamit padanya. Pesan pun tidak di tinggalkan oleh Pancawati di ponselnya.“Ada apa Babe? Gelisah banget, sampai enggak dengar aku jalan,” tanya Gerald mengecup kepala Debora yang berdiri di pinggir
Manager Manda, paham betul jika Manda sedang cemburu pada Debora. Mood Manda yang sedang buruk setelah di tolak seorang produser film, juga Manda yang baru di selingkuhi kekasihnya, melihat Debora begitu beruntung, pasti membuat Manda marah.Sang Manager mengikuti Manda dan berusaha mengajak Manda untuk keluar dari toko, sebelum Manda mempermalukan dirinya sendiri.“Kamu pergi sana, tidak perlu ikut campur urusanku!” seru Manda dengan kencang, membuat para pengunjung toko menatap pada Manda.Gerald dan Debora pun langsung mendongak ke arah Manda, yang berdiri empat meter di depannya.“Manda,” gumam Debora menyerahkan sebuah kaos dalam pada Gerald. Debora ingin berdiri untuk menghampiri Manda.“Duduk saja di sini. Bukan urusan kita Babe,” kata Gerald menahan Debora agar tidak mendekati Manda.“Begitukah?” tanya Debora meminta pendapat.“Iya. Biarkan saja. Ayo pilih lagi, mana
Gerald menyambut Debora dan membantunya menuruni dua anak tangga terakhir dengan mengulurkan tangannya. Sungguh sikap seorang pangeran pujaan, yang begitu perhatian pada istrinya. Dengan tersenyum manis Debora mengucap terima kasih. Debora berjalan ke meja dapur, mendekati satu piring besar kue pukis yang dia inginkan. “Kamu beli berapa sih Gee. Banyak banget!” tanya Debora sambil mengambil piring yang lebih kecil untuk membagi kue pukisnya. “Hmm, seratus lima puluh ribu, dagangannya langsung habis aku beli,” jawab Gerald dengan tersenyum bangga. Kue pukis dengan harga dua ribu perbuah, dia borong semua. “Tadi dapat bonus lima Babe.” Debora tersenyum, tidak heran lagi dengan cara suaminya mengabiskan uang. “Enak ‘kan Josh?” “Hmm. Iya, enak. Santannya terasa, manisnya pas dan tidak eneg. Dengan selai nanasnya jadi segar,” jawab Joshua setelah menghabiskan satu potong kue. “Iya. Dulu aku sering beli di situ kalau mau berangkat terbang. U
Meski Debora yakin Gerald akan mengizinkan dirinya menerima tamu di rumah, apalagi jika orang-orang yang selalu baik dengan dirinya juga sang ibu. Namun, demi melegakan sang ibu, yang tetap merasa tidak enak hati pada Gerald, hanya karena rumah itumilik Gerald, Debora pun menelepon Gerald. “Belum ada satu jam aku pergi, kamu sudah meneleponku, kangen ya, Babe?” tanya Gerald dengan wajah sumringah keluar dari mobilnya, menerima panggilan telepon Debora. Debora tersenyum mengakui, dirinya memang sudah merindukan Gerald, terlepas dari dirinya yang ingin memberi kabar akan mengundang tetangga kontrakannya ke rumah. “Pasti lagi tersenyum sekarang ya,” kata Gerald menggoda Debora dengan hembusan nafas Debora yang terdengar oleh Gerald. Gerald sudah sangat hafal apapun tentang Debora. “Ada apa Babe?” “Aku mau minta izin Gee,” jawab Debora sambil tersenyum senang. “Untuk?” tanya Gerald sambil terus melangkah memasuki lobby gedung kantornya. “T
Gerald tidak dapat menyangkal lagi jika hatinya telah terpaut pada Debora, dia rela memberikan seluruh jiwa dan raganya pada wanita yang telah mengandung anaknya itu. Gerald begitu memanjakan Debora, membuat Debora terkadang geli sendiri. Perlakuan Ginny pada Debora pun seolah tidak mau kalah dengan daddy-nya. Seolah mereka sedang berlomba untuk menyenangkan hati Debora. “Kalian ini, jangan manjakan aku seperti ini Gee. Nanti aku jadi pemalas. Tidak kamu, tidak Ginny. Ibu juga sama saja,” protes Debora saat Gerald melayani semua kebutuhannya. Bahkan satu minggu pertama sejak Debora di rumah, Gerald semakin sering di rumah dari pada ke kantor. Gerald dengan setia menemani Debora. Menggendong Debora saat waktunya mandi, dan menjadi tugas Ginny untuk menyisir rambut Debora. “Aku tahu kamu bukan pemalas, aku manjakan kamu, karena aku sayang kamu dan anak kita,” jawab Gerald dengan senyum. “Ginny juga sudah tidak sabar ingin lihat adiknya ‘kan. Jadi
Gerald tak melepaskan pandangannya dari Debora sejak aktivitas panas mereka di kamar mandi. Dia berada di dekat Debora dengan sabarnya. “Gee, geli deh, dengan sikap kamu yang seperti ini,” kata Debora merasa risih teus di perhatikan oleh Gerald dengan pandangan mesum.“Aku ‘kan kangen kamu,” jawab Gerald dengan senyum menyimpan sejuta keinginan.“Tadi ‘kan sudah puas. Berapa kali coba, hah!” tanya Debora heran. “Ini dipasang lagi ‘kan gara-gara kamu, yang tidak bisa kontrol barang kamu,” imbuh Debora sambil memegang selang oksigennya. Debora merasa sesak, karena jantungnya yang bekerja terlalu berat dengan aktifitas gila yang Gerald lakukan padanya tanpa henti, selama satu jam di kamar mandi.“Maaf,” jawab Gerald dengan senyum dan mencium tangan Debora.Kondisi Debora yang baru sadar dari koma di paksa untuk melayani nafsu Gerald yang Debora kira hanya sebent