Raina mendengar suara langkah kaki seseorang. Ia menoleh. Bibirnya tersenyum manja. Seorang pria bertelanjang dada, dengan handuk berukuran kecil yang melilit di pinggangnya. Rambutnya turun menjadi poni. Mungkin karena masih basah.
"Ren!" panggil Raina. Raina melangkah cepat menghampiri Renza yang terdiam mematung menatapnya. Lampu menyorot sedikit remang karena Renza tidak terlalu suka jika kamarnya terlalu terang."Ren, kenapa kau diam saja? Apa kau berada di kamar dan menungguku?" tanya Raina sembari merangkul lengan Renza. "Maafkan aku. Seharusnya aku tadi langsung masuk saja," sambungnya.'Apa yang harus aku katakan?' batin Renza. Raina yakin kalau kali ini ia tidak salah orang lagi dalam mengenali Renza. Raina meletakkan tangannya di atas dada Renza."Kau tidak membawaku masuk ke kamar?" tanya Raina sembari menggoda Renza. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Renza. Bahkan, ia hanAretha tidak mengajak Loid bicara sampai tengah malam menghampiri mereka. Entah sejak kapan mata Loid terpejam. Ia tersadar dan membuka matanya."Eh, kenapa tanganku terikat di atas?" pekik Loid.Mata Loid mendelik. Aretha yang mengenakan pakaian dinas malam terlihat sangat seksi. Di bawah penerang kamar yang remang-remang, Loid tahu apa yang Aretha inginkan.Sayangnya, apa yang akan terjadi tidak akan sesuai dengan apa yang Loid bayangkan. Di tangan Aretha, ada sebuah cambuk yang membuat Loid menelan air liurnya.Loid memperhatikan tubuhnya. "Ke mana perginya pakaianku?" gumam Loid.Aretha naik ke atas ranjang. Ia biasanya sangat lembut, tapi kali ini ia terlihat berbeda. Apa selama pernikahan Aretha menahan diri karena kepuasannya cukup mengerikan? Pikir Loid."Sayang," bisik Aretha."Sayang, apa yang kau inginkan?" tanya Loid. Ia tersenyum canggung karena ditelanjangi istri sendiri.'Apa karena cemburu?' bati
Apa yang terjadi? Naura ingin menguasai Delice malam ini. Dari ujung rambut sampai ujung kaki Delice adalah miliknya. Meski kedua tangan Delice terikat, tapi Delice masih bisa bergerak bebas.Rasa cemburu itu menghilangkan akal sehat Naura. Trauma akan perasaan dikhianati muncul kembali. Ternyata, luka itu sama sekali tidak terkikis.Naura menyentuh Delice. Sepanjang sentuhan tangannya yang semakin terasa panas, Naura berpikir bagaimana caranya membuat Delice tetap tinggal.Delice, pria yang dulunya bebas berganti wanita seperti sebuah pakaian yang mudah ia buang. Hal itu menghantui Naura karena setelah menikah dengannya, Delice hanya memakai pakaian yang sama yaitu dirinya. Bagaimana jika Delice bosan? Bagaimana jika di belakang Naura ia mulai merayu wanita lain?Pikiran dangkal itu terjadi karena trauma masa lalu saat Delice tidak setia padanya. Insiden demi insiden buruk muncul secara berkala."Ngh ... Sayang, jangan menggigit dadaku,"
Raina terlihat sangat tidak nyaman. Ia begitu cemas dan dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Renza yang baru saja kembali, langsung memeluknya.'Dia gemetaran. Apa yang terjadi?' batin Renza. Tubuh Raina sampai dingin. Renza tidak langsung bertanya. Ia menggendong Raina dan membawanya masuk ke dalam kamar."Maaf karena meninggalkanmu terlalu lama," ujar Renza."Aku takut." Tangan Raina meremas kerah kemeja Renza. Menyalurkan ketakutannya melalui reaksi tubuh. Tak bisa dijelaskan dengan kata. Mana mungkin Raina mengatakan ia takut kalau Naura dan Aretha akan bertengkar dengan pasangan mereka karena dirinya."Apa yang terjadi?" tanya Renza."Aku takut kau pergi tanpa bicara padaku. Iya ... Aku hanya takut itu," jawab Raina. Renza menurunkan Raina di atas ranjang. Ia mengambil kaos miliknya yang ada di lemari. Saat ini, Renza bahkan memakai kemeja Delice karena pakaian miliknya sudah tidak ada ya
Malam yang panjang dan tegang telah usai. Semua orang sudah berkumpul di ruang santai tanpa terkecuali. Kiana sudah beberapa hari tidak menemui siapapun. Ia juga membiarkan Kumey bebas menjalani kehidupannya. Kiana masih mengenakan baju tidur yang lucu. Rambutnya setengah berantakan dan wajahnya tanpa riasan sedikitpun.Tap ... Tap ... Tap ... Kiana turun dari tangga. Semua kepala menoleh padanya. Namun, Kiana sangat acuh dan tidak menyapa satu orangpun di sana. Kiana mengusap matanya. Ia mengerutkan keningnya sembari menatap semua orang. Semuanya terlihat kelelahan, tapi Kiana tetap tidak peduli."Kiana!" panggil Delice. "Ambil sampah itu dan buang keluar," pinta Delice."Siapa?" tanya Kiana. "Aku, Ayah?" tanya Kiana lagi sembari menunjuk dirinya sendiri."Iya. Buang sampah itu dan jemput seseorang untukku," pinta Delice."Kalian terlihat lelah. Apa yang terjadi? Kenapa bangun sepagi ini kalau masih l
Jordan datang ke salah satu penjara. Tempat yang beberapa tahun lalu pernah menjadi rumahnya. Jordan menyembunyikan senyumnya. Penampilannya seperti biasanya. Kemeja yang dipadukan dengan celana yang senada, juga kacamata yang menempel di atas hidungnya. Jordan datang khusus untuk menemui seseorang yang akan ia keluarkan dari tempat terkutuk itu. Tentu saja, Jordan tidak akan melakukan apapun tanpa rencana."Apa yang membawa Tuan Jordan ke sini? Apalagi, Anda datang seorang diri tanpa pengawal khusus saat bertemu dengan kriminal sepertiku," ujarnya. Seorang wanita muda, saat ini berhadapan dengan Jordan. Dia sudah berada di dalam penjara selama dua tahun karena keliarannya. Bahkan setiap hari, dinding penjara itu bertambah percikan darah baru."Nona Celine, mohon perhatikan tata bicara Anda," ujar Jordan. "Saya akan menjamin kebebasan Anda dengan sebuah syarat. Bagaimana?" sambungnya."Ayah yang memintamu untuk datang?" Celine
Saat ini, ada dua orang sedang berhadapan. Bertemu di salah satu tempat terpencil yang jarang sekali ada orang lain di sana. Tempat paling sepi, hanya terdengar suara-suara hewan kecil saat malam hari.Tempat itu menjadi tempat persembunyian yang sering digunakan. Dua orang yang saling berdebar, bertemu dengan membawa sebuah kerahasiaan."Apa begitu menyenangkan mempermainkan perasaan orang lain?" Suara lembut, namun bergetar karena menahan rasa yang hampir meledak dari dadanya."Apa aku terlihat seperti itu bagimu?" balasnya.Wajah yang sering kali dilihat namun tidak pernah ditatap. Wajah yng tidak asing tapi sekarang menjadi sangat tidak dikenali karena identitas asli yang terbongkar."Bagaimana sekarang aku harus memanggilmu? Tuan muda? Rael? Atau ...""Kenapa kau tidak memanggilku suami?" celetuk Rael."Heuh!" Kiana tersenyum pahit. Kiana maju selangkah. "Suami? Apa kau layak?" ucap Kiana."Kau datang denga
"Aku tidak melihat Kiana padahal sudah dua hari ini aku merindukannya," kata Ken. Mereka sangat sibuk sampai tidak ada yang menyadarinya. Kiana tidak keluar dari kamarnya selama dua hari. Kiana seperti hilang tanpa suara dan jejak."Aku menghampirinya tapi Kiana menolak, Ken. Dia membutuhkan waktu untuk sendiri," jawab Naura.Sesibuk apapun itu, Naura sebagai seorang ibu sangat mengerti keadaan Kiana. Ia terus menghampiri meski Kiana juga selalu menolak untuk bicara."Dua hari terakhir, aku memang tidak mengganggunya sama sekali. Aku membiarkannya bebas untuk memiliki waktu menata kembali hidupnya," ujar Kiana. "Kalau kau khawatir, aku akan mendatanginya lagi," sambungnya."Tidak perlu," tolak Ken. "Aku akan melihatnya sendiri," lanjutnya.Ken baru kembali London karena perjalanan bisnis. Orang yang pertama kali ingin ia lihat saat lelah menempel pada tubuhnya adalah Kiana. Putri yang sangat ia cintai selama ini.Kea
Naura menyusul Delice yang sedang emosi. Langkah Delice sangat cepat masuk ke dalam kamar. Reaksi Delice tidak seperti biasanya. Apa karena live saat itu merupakan clue dan kali ini Kiana terjerat lagi dengan HG Group?"Delice, ada apa denganmu?" teriak Naura. Delice tidak mempedulikan Naura. Ia membuka laci dan mengambil empat pistol yang langsung ia pasang di sekitar tubuhnya."Delice!" bentak Naura. Delice memutar tubuhnya. Ia menatap sekeliling kamar, lalu mengecup bibir Naura."Tolong jelaskan pada Renza kalau aku minta maaf padanya. Dari awal sampai akhir, aku mempercayainya," bisik Delice. Suara Delice sangat lirih. Ia bicara tanpa memiliki kebebasan, padahal di kamarnya merupakan ruangan kedap suara."Kenapa kau berbisik seperti ini?" balas Naura. Bahkan bibirnya tidak terlihat bergerak."Tolong jaga mansion. Penjaga kita sedang kacau. Ada penyusup yang menyamar. Naura, aku akan mencari Kian
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p