Malam itu berlalu dengan semua orang yang memiliki aktifitas masing-masing. Saat siang hari, semuanya berjalan seperti hari biasa. Tidak ada keributan. Hanya ada ketenangan. Karena ketenangan itulah, semua orang menjadi gusar.
Renza saat ini sedang berada di penthouse milik Raina. Sedangkan Raina sibuk memeriksa pekerjaannya di meja kerja. "Apa saya harus diabaikan seperti ini?" tanya Renza. "Apa dokumen itu lebih menarik dibandingkan dengan saya?" sambungnya. Ia merajuk seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu."Lakukan apa saja yang kau inginkan, Renza. Aku sedang sibuk saat ini," kata Raina."Aku akan olahraga di sini," ucap Renza."Terserah kau saja." Raina acuh tak acuh karena ia sibuk. Setumpuk pekerjaan sudah menggunung di atas meja. Ia bahkan belum mengerjakan setengah dari tumpukan tersebut. Fokusnya lenyap. Ia teRaina berbaring dengan paha Renza yang menjadi tempat bersandar kepalanya. Renza menyandarkan punggungnya di ujung ranjang. Ia memeriksa dokumen milik Raina dengan sangat teliti dan juga cepat."Kalau kau bisa menyelesaikan dokumen itu dalam satu jam, aku akan memberimu hadiah," kata Raina."Sungguh? Bagaimana kalau hadiah itu, saya yang memilihnya?" tanya Renza."Boleh saja. Asal bukan bergemukut dalam selimut semalaman," kata Raina. Renza terkekeh karena Raina sudah lebih dulu menolak bahkan sebelum Renza mengatakan keinginannya. Ekspresi Raina yang malu, membuat Renza terus menertawainya."Nona pikir, saya ini pria seperti apa? Bukankah Anda berpikir terlalu jauh?" goda Renza."Kau ingat-ingat saja sendiri. Aku enggan untuk menjabarkan.""Nona harus menepati janji.""Iya … Mana mungkin aku bisa ingkar?" ujar Raina. Rasanya sangat nyaman, tidu
Renza berdiri di belakang Raina yang duduk di kursi. Terlihat sangat romantis karena ia meminta Raina untuk memegang kartu sebagai keberuntungan. Awalnya Raina menolak, tapi ada akhirnya ia mengalah. Tidak ada yang bisa melawan keputusan Renza dalam situasi seperti itu. Permainan cukup sengit. Hanya ada satu babak kali ini. Sebelum Renza meminta Raina untuk membuka kartu miliknya, Renza menatap Mike."Bagaimana saya akan percaya kalau Anda akan menepati janji tanpa ada uang yang bisa terlihat oleh mata?" kata Renza."Renza, jangan terus memancingnya," pinta Raina."Jangan khawatir. Apapun yang terjadi, aku pasti menang," kata Renza penuh percaya diri. Mike memetik jarinya. Meminta Leon untuk mengambil koper lalu membukanya. Tumpukan uang terlihat sangat memuaskan. Renza memgang uan
Dua monster sedang saling menyerang satu sama lain. Mereka tidak hanya berakting tapi benar-benar bertarung tanpa ring. Mike menikmati pemandangan itu, sedangkan Raina sangat cemas. Ia ingin menari Renza menjauh, tapi semua sudah terlanjur. Tidak ada siapapun yang bisa masuk ke dalam pertarungan dua binatang buas yang sedang mengeluarkan taringnya. Entah siapa yang menang dan siapa yang kalah. Keduanya memiliki sisi unik. Pandai berkelit, licin seperti belut. Pandai menangkis, bahkan merubah strategi langsung menyerang.Buagh … Buagh … Buagh … Suara pukulan sudah sepetri baja yang saling berbenturan. Gigi mereka saling menggertak, mata saling menyorot tajam.“Kalau kau kalah, ingat untuk mentlaktirku,” kata Renza.“Kau terlalu berpikir tinggi. Mana mungkin aku kalah dari cecunguk sepertimu,” balas Leon. Sebenarnya, dalam situasi itu, Mike tidak diuntungkan. Mike
Rai meminta Zaila berdiri di belakangnya. Mau bagaimanapun, Leon saat ini berhadapan dengannya sebagai musuh. Rai tidak bisa mempercayai Leon akrena mereka adalah orang yang profesional ditempat kerja."Kenapa hanya menatap saja? Bukankah tubuhku baik-baik saja? Ingin melawannya, kau harus melewatiku lebih dulu," ujar Rai."Bertarung lah denganku menggantikan Zaila sampai orang itu datang," pinta Leon."Orang itu?" tanya Rai sembari mengerutkan keningnya."Kau akan tahu sebentar lagi. Lindungi dia saat ku tidak dapat berbuat apa-apa," ujar Leon."Tidak!" tolak Zaila."Kak!" pekik Rai."Carilah kertas yang kita butuhkan. Aku sendiri yang akan melawannya," jelas Zaila."Zaila, aku tidak bisa …""Leon, saat ini aku adalah musuhmu!"Hah! Rai pergi mencari petunjuk yang ia inginkan. Di tengah kekacauan, Rai mengobrak-abrik brankas. Sedang Leon gemetaran karena h
Jordan, Lukas dan Rael bertemu dengan Delice. Delice bersembunyi di belakang Loid. Ia enggan untuk bertemud enggan mereka karena kedatangannya berniat membantu tapi ternyata bisa dibereskan dalam petikan jari saja."Delice, semakin tua kau semakin gila," gerutu Loid"Kenapa?" tanya Delice"Sialan!" gerutu Loid. "Tubuhmu jauh lebih besar dariku. Mana mungkin kau bisa bersembunyi di belakangku?" ujar Loid."Itu salahmu," kata Delice."Kenapa salahku?" pekik Loid. Ia bahkan memukul lengan Delice karena kesal."Karena ku tidak memiliki tubuh sebesar aku.""Kenapa juga aku harus memiliki tubuh sebesar dirimu, hah?" teriak Loid. Mereka berdua mula beradu mulut. Delice mengangkat Loid dengan sebelah tangannya. "Supaya kau tidak bisa aku lempar seperti ini lagi!" jelas Delice."Bajingan! Turunkan aku!" maki Loid.Bruk!"Aduh, bangsat! Kau cukup menurunkankh tanpa mwmbanti
Renza berdiri di cermin. Tiba-tiba saja, Tuan Dogam memukul bahunya.Plak!"Aduh!" pekik Renza. "Kenapa memukul saya?" pekik Renza lagi."Aku memintamu untuk membuatnya tidak berjudi lagi. Kenapa kau malah berkencan dengannya?" tanya Tuan Dogam."Karena saya menyukainya," jawab Renza. Tuan Dogam memberikan sebuah kunci. Renza hanya menatap sembari menaikkan sebelah alisnya."Apa ini?" tanya Renza."Kunci mobil. Mana mungkin kau sudah tampan seperti ini harus naik motor," ujar Tuan Dogam."Apa ada sesuatu yang membuat Anda baik sekarang?" tanya Renza."Kau ini selalu saja curiga. Tidak setiap kebaikanku harus kau sangkutkan dengan tugas," gerutu Tuan Dogam. Ia mulai protes karena Renza menilai dirinya seperti itu. "Jangan terlalu larut. Kau harus kembali ke SMA besok pagi," sambungnya."Hah!" Renza menghela napasnya. "Saya sudah mengira kalau akhirnya tidak enak," ujar Renza."
Renza lesu menjalani harinya. Tuan Dogam memberikan Renza ponsel tapi ia menolak. Padahal, Tuan Dogam juga memberikan nomor ponsel Raina. Renza tidak tergiur. Ia ingin kembali menjalani harinya tanpa Raina. Tugas Renza membuat Raina tidak berjudi lagi sudah selesai. Saatnya Renza untuk kembali pad atugasnya di HG Group. Seperti murid pada umumnya, Renza duduk di kursi miliknya. Sekolah masuk seperti biasa tanpa hambatan. Han tidak mengganggu Renza karena ia tidak masuk. Namun, seseorang dari anggota osis tiba-tiba saja datang dan menyiram Renza menggunakan seember air.Byuur! Renza terdiam. Ia memang banyak diam sejak kisah cintanya kandas. Renza beranjak dari tempatnya duduk. Ia menyingkirkan tasnya supaya buku yang ia miliki tidak ikut basah dan rusak."Kenapa diam? Siram lagi saha. Aku tidak ak
Delice menerima sebuah panggilan ketika ia sedang meeting bersama rekan. Ia menyeringai menerima panggilan tersebut. Semuanya bertanya-tanya karena baru kali ini, Delice menerima telepon ketika meeting sedang berlangsung."Meeting kita tunda. Siapkan laporan dana presentasi yang lebih Sempurna. Kita akan meeting lagi lusa," kata Delice. Semuanya bergegas keluar kecual Loid, Ken dan Sam. Ada secerca pertanyaan dari ekspresi mereka tapi Delice tidak langsung menjelaskan dan membiarkan mereka menebak-nebak sesuatu kapasitas otak yang mereka miliki."Apa kau menang undian?" tanya Loid."Pikiran terburuk," jawab Delice."Apa kau dilamar wanita cantik?" tanya Sam."Apa kau ingin aku kenalkan dengan wanita cantik? Aku rasa, gantungan di depan pintu mansion sudah lama menganggur," jawab Delice."Hm …" Ken berpikir keras. Ia tidak gegabah menebak seperti dua r