Jordan, Lukas dan Rael bertemu dengan Delice. Delice bersembunyi di belakang Loid. Ia enggan untuk bertemud enggan mereka karena kedatangannya berniat membantu tapi ternyata bisa dibereskan dalam petikan jari saja.
"Delice, semakin tua kau semakin gila," gerutu Loid "Kenapa?" tanya Delice "Sialan!" gerutu Loid. "Tubuhmu jauh lebih besar dariku. Mana mungkin kau bisa bersembunyi di belakangku?" ujar Loid."Itu salahmu," kata Delice. "Kenapa salahku?" pekik Loid. Ia bahkan memukul lengan Delice karena kesal."Karena ku tidak memiliki tubuh sebesar aku.""Kenapa juga aku harus memiliki tubuh sebesar dirimu, hah?" teriak Loid. Mereka berdua mula beradu mulut. Delice mengangkat Loid dengan sebelah tangannya. "Supaya kau tidak bisa aku lempar seperti ini lagi!" jelas Delice."Bajingan! Turunkan aku!" maki Loid.Bruk!"Aduh, bangsat! Kau cukup menurunkankh tanpa mwmbantiRenza berdiri di cermin. Tiba-tiba saja, Tuan Dogam memukul bahunya.Plak!"Aduh!" pekik Renza. "Kenapa memukul saya?" pekik Renza lagi."Aku memintamu untuk membuatnya tidak berjudi lagi. Kenapa kau malah berkencan dengannya?" tanya Tuan Dogam."Karena saya menyukainya," jawab Renza. Tuan Dogam memberikan sebuah kunci. Renza hanya menatap sembari menaikkan sebelah alisnya."Apa ini?" tanya Renza."Kunci mobil. Mana mungkin kau sudah tampan seperti ini harus naik motor," ujar Tuan Dogam."Apa ada sesuatu yang membuat Anda baik sekarang?" tanya Renza."Kau ini selalu saja curiga. Tidak setiap kebaikanku harus kau sangkutkan dengan tugas," gerutu Tuan Dogam. Ia mulai protes karena Renza menilai dirinya seperti itu. "Jangan terlalu larut. Kau harus kembali ke SMA besok pagi," sambungnya."Hah!" Renza menghela napasnya. "Saya sudah mengira kalau akhirnya tidak enak," ujar Renza."
Renza lesu menjalani harinya. Tuan Dogam memberikan Renza ponsel tapi ia menolak. Padahal, Tuan Dogam juga memberikan nomor ponsel Raina. Renza tidak tergiur. Ia ingin kembali menjalani harinya tanpa Raina. Tugas Renza membuat Raina tidak berjudi lagi sudah selesai. Saatnya Renza untuk kembali pad atugasnya di HG Group. Seperti murid pada umumnya, Renza duduk di kursi miliknya. Sekolah masuk seperti biasa tanpa hambatan. Han tidak mengganggu Renza karena ia tidak masuk. Namun, seseorang dari anggota osis tiba-tiba saja datang dan menyiram Renza menggunakan seember air.Byuur! Renza terdiam. Ia memang banyak diam sejak kisah cintanya kandas. Renza beranjak dari tempatnya duduk. Ia menyingkirkan tasnya supaya buku yang ia miliki tidak ikut basah dan rusak."Kenapa diam? Siram lagi saha. Aku tidak ak
Delice menerima sebuah panggilan ketika ia sedang meeting bersama rekan. Ia menyeringai menerima panggilan tersebut. Semuanya bertanya-tanya karena baru kali ini, Delice menerima telepon ketika meeting sedang berlangsung."Meeting kita tunda. Siapkan laporan dana presentasi yang lebih Sempurna. Kita akan meeting lagi lusa," kata Delice. Semuanya bergegas keluar kecual Loid, Ken dan Sam. Ada secerca pertanyaan dari ekspresi mereka tapi Delice tidak langsung menjelaskan dan membiarkan mereka menebak-nebak sesuatu kapasitas otak yang mereka miliki."Apa kau menang undian?" tanya Loid."Pikiran terburuk," jawab Delice."Apa kau dilamar wanita cantik?" tanya Sam."Apa kau ingin aku kenalkan dengan wanita cantik? Aku rasa, gantungan di depan pintu mansion sudah lama menganggur," jawab Delice."Hm …" Ken berpikir keras. Ia tidak gegabah menebak seperti dua r
Mata Renza mendelik. Melihat wajah wanita yang saat ini tengah mencium bibirnya. Bibirnya terasa dingin tapi tetap lembut. Tangan yang mungil itu mulai menutupi mata Renza yang menatapnya tanpa ragu. Raina merasakan kekarnya tangan Renza tengah menghimpit pinggangnya. Kedua tangan yang memeluknya dengan agresif. Membuat tubuhnya menempel tanpa cela. Mereka berdua sangat intim padah berada di depan pintu."Nona, saya pergi dulu karena ada beberapa urusan," ucap Arin. Raina mengangguk. Arin penuh pengertian. Ia membiarkan Raina menghabiskan waktunya bersama Renza. Ciuman Raina lembut. Bibir Renza perlahan basah oleh air liurnya. Manis sampai Renza tak bisa berkata-kata. Renza mulai membalas tanpa memperdulikan salju yang mendinginkan tubuh mereka. Lidah Renza menyeruak masuk, memenuh
Raina menatap cermin beberapa saat. Kamarnya yang berantakan sudah kembali rapi. Arin mengetuk pintu kamar Raina. Raina yang sedang seorang diri karena Renza sudah pergi, langsung menghampiri Arin.“Arin, ada apa?” tanya Raina. Wajahnya masih tampak begitu lelah.“Nona, di luar ada seorang pria yang mencari Nona.” Raina menyipitkan matanya. “Siapa? Pesuruh Ayah?” tanya Raina.“Sepertinya bukan, Nona. Saya belum pernah melihat pria itu sebelumnya,” jawab Arin.“Aku akan menemuinya.” Arin memakaikan jaket untuk Raina karena di luar cuaca cukup dingin. Pakaian Raina terlalu tipis. Raina tidak akan memint
Cukup sulit menahan diri selama ini. Akan tetapi, Renza berusaha untuk tetap terlihat bodoh. Orang-orang yang mengetahui tato pada tubuhnya, bentuk tubuh sempurna dibalik pakaian besar yang ia pakai, mereka masih bungkam karena Han belum mengetahuinya.“Saya tidak akan menghindar, jadi lepaskan baju saya,” pinta Renza dengan suara yang cukup lemah.“Kalau sampai kau kabur, aku akan mematahkan lehermu.” Han adalah orang yang Tuan Don besarkan. Renza semakin penasaran dengan pekerjaan seperti apa yang Tuan Don berikan. Meski tendangannya terasa sangat lemah, tapi Renza tidak akan meremehkan Han karena bisa jadi, ia memiliki toleransi untuk tidak mengerahkan seluruh tenaganya pada sembarangan orang.&
Malam itu berakhir tanpa hasil. Akan tetapi, Renza menemukan sebuah data yang bisa ia gunakan sebagai riset penelitian selanjutnya. Beberapa jam bersama Han, Renza sedikit tahu kalau musuhnya kali ini bermain belakang dengan sangat cantik, tanpa ada cacat. Renza juga berpikir demikian.Hah! Renza mendesah sembari membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Namun, ia merasa ada sepasang mata yang mengawasinya."Rachel!" pekik Renza."Kenapa harus terkejut seperti itu? Aku memang suka duduk di atas lemari. Yeah … Aku suka dengan responmu yang sangat peka," ujar Rachel tanpa menoleh. Ia masih sibuk dengan buku komik yang ia baca."Turun!" teriak Renza. Ia berdiri dan meletakkan kedua tangannya di pinggang seolah-olah sedang menantang Rachel."Aku tidak bisa turun. Kau harus menangkapku," kata Rachel begitu acuh. &nbs
Raina keluar dari sebuah restoran. Ia belum pergi dari New York karena ada beberapa hal yang harus ia selesaikan. Namun, ia juga tidak mengatakan kepada Arin tentang keberadaannya. Saat Raina hendak masuk ke dalam mobilnya, sebuah tangan membekap mulutnya. Ia meronta, tapi tubuhnya diseret kasar ke sudut parkiran tersebut."Siapa kau?" teriak Raina."Apa itu penting? Bukankan kau juga sudah tahu siapa yang memerintahku?" jawabnya. Raina terkejut sehingga ia langsung gemetaran. Ia mengepalkan tangannya karena mengetahui siapa orang yang sudah mengirim dua pria tersebut padanya."Katakan pada orang itu, aku tidak sudi kembali menjalin hubungan dengannya!" ucap Raina. Ia begitu tegas menolak tanpa ragu."Kalau begitu, kami akan membawamu dengan paksa!" Pria tersebut memegang erat lengan Raina. Raina berusaha menariknya tapi
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p