Kiana membuka bungkus permen dan mulai menikmati manis dari permen itu. Ia pergi bersama Oscar dan Orva untuk mengurus meeting di luar kantor. Malam sudah sangat larut. Akan tetapi, Kiana memutuskan untuk menikmati angin malam sejenak. Kebetulan, ia berhenti di salah satu supermarket dan di depan supermarket ada danau buatan yang bisa Kiana nikmati.
“Kalian pergilah untuk membeli apa yang kalian butuhkan. Aku menunggu kalian di bawah pohon itu,” ucap Kiana.
“Siap, Nona.”
Ada perasaan bahagia dan juga gelisah menjadi satu. Kiana membayangkan bagaimana ekspresi Zeki ketika mendengar bahwa hubungan mereka tidak lagi terhalang oleh restu. Kiana ingin memberikan kejutan yang tidak bisa Zeki lupakan. Namun, gelisah menyelimuti seolah-olah kabut hitam menutupi rencana itu.
 
Tuan Dexel tidak bergerak. Tangannya bahkan terlihat gemetaran. Matanya berkaca-kaca meski ia sudah berusaha untuk menyembunyikannya. Keangkuhan dan kekejam yang dikalahkan oleh cinta darah daging yang selama ini ia nantikan kepulangannya.“Bagaimana mungkin Ayah bisa melukaimu?” ujar Tuan Dexel. Tuan Dexel ragu untuk mengusap pipi atau ujung kepala putrinya. Namun, putrinya sangat peka. Ia meraih tangan Tuan Dexel dan meletakkan tangan itu dipipinya.“Silahkan sentuh sebelum kita harus berada dalam tempat yang saling bertolak,” ujarnya.“Kalau Ayah kembali menjadi tukang sayur, apa kau akan kembali bersama Ayah lagi?”“Aku lebih bangga memiliki Ayah penjual sayur keliling dibandingkan Ayah legenda yang hidup kembali.”&nb
Eren baru memahami setelah ada empat orang yang terlihat berbeda dari para Yakuza sebelumnya. Mereka seperti sudah menunggu kedatangan Rai dan Eren untuk memeriksa ruang rahasia tersebut.“Kak, jangan termakan emosi,” pinta Eren.“Eren, mereka membawa pistol. Apa kau bisa menggunakan pisau dengan baik?” tanya Rai. Eren mengangguk. “Aku bisa menggunakan senjata apapun,” jawab Eren. Eren mengerutkan keningnya. Rai menarik Eren untuk berlindung di belakang tubuhnya. Tidak hanya itu, entah dari mana Rai mendapatkan beberapa besi runcing yang sudah berkarat. Ukurannya tidak terlalu panjang tapi bisa digunakan sebagai senjata.“Kau
Tuan muda tidak percaya begitu saja dengan apa yang Lukas katakan. Tatapan mata Tuan muda, membuat Lukas merasa merinding. Tatapan itu selalu kosong dan tidak terisi.“Eh, di mana Eren?” pekik Naura.“Rai juga di mana?” sahut Loid. “Anak perjakaku juga menghilang,” sambungnya.“Dia tidak pengecut sepertimu. Tentu saja mengejar gadisnya,” kata Serchan.“Sialan!” Ocehan-ocehan itu menjadi hiburan disaat suasana hening tanpa pergerakan. Semua terasa membosankan. Namun, terdengar kegaduhan dari dalam ruangan. Suara pertarungan yang pasti cukup keras karena suaranya sampai terdengar hingga ke luar.“Suara apa itu?” ucap Vanya.“Apa Eren di sana?” Jenn
Di dalam suatu ruangan. Tidak ada jendela atau hanya sekedar lubang angin. Ruangan sempit seperti berada dalam kontainer. Hanya ada Teo yang berdiri sebagai penonton. Jordan sebagai penantang dan Leon yang duduk di atas kursi seperti tawanan.Ruangan pengap yang terasa panas. Tingginya dinding, dihiasi oleh darah yang sudah mengering. Ruangan yang terlihat mengerikan seperti lubang makam yang menyesakkan.“Apa maksudmu?” tanya Leon. Ia masih terikat sangat kencang.Jordan melepaskan pakaiannya. Hanya tersisa selembar celana kecil yang menutupi bagian intim tubuhnya. Leon masih tidak mengerti karena Jordan bahkan Teo tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.“Aku akan melatihmu. Bersiaplah untuk mengerahkan semua tenagamu,” ujar Jordan.“Sialan! Kau pikir kau siapa?” bentak Leon.“Kita akan menjadi rekan. Aku tidak perlu bicara formal lagi padamu.”“Bangsat! Siapa yang mau menja
Kesepakatan yang dibuat tanpa diketahui oleh pihak Leon, pada akhirnya sudah berlaku. Jordan benar-benar melepaskan Leon untuk menemui seseorang yang ingin ia temui sebelum menghilang darinya dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan."Kakak!" Kiana yang saat itu sedang menikmati membaca salah satu komik, terkejut dengan Leon yang yang tiba-tiba memeluknya."Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Leon."Aku membaca komik seperti biasanya.""Mentang-mentang kau pintar, jadi kau tidak belajar?" tanya Leon. Bau amis menyengat dari tubuh Leon. Darah segar yang tercium, membuat Kiana yang tadinya menanggapi tingkah manja Leon dengan santai, langsung bangkit dari tempatnya duduk."Kak, kau terluka? Siapa yang malakukannya?" tanya Kiana. Leon hanya tersenyum. Ia mengecup kening Kiana dengan sangat lembut. Luka yang Leon dapatkan tidak hanya memar pada hampir seluruh tubuhn
Luka yang diterima oleh Leon, bukan berarti mengurangi energinya untuk meluapkan cinta di atas getaran ranjang yang ia buat. Setiap sentuhannya, terasa hangat dan menagih. Bibir Leon mendarat pada setiap inci kulit Zaila. Tangannya menggenggam erat tangan Zaila. Lengguhan napas terasa semakin panas. Tidak ada sepatah kata yang terucap, selain desahan mesra. Erangan nikmat menambah gairah yang tidak akan mungkin berhenti hanya dengan ciuman panas yang menjamah bibir. Leon menanggalkan satu per satu kain yang melekat ditubuh Zaila. Pemandangan indah ketika lampu yang masih menyala terang menyorot tubuh Zaila. Pinggang yang sangat ramping, dada sintal yang menggugah selera. Dahaga semakin menjadi-jadi. Leon menelan air liurnya. Zaila terlihat seperti wanita yang rapuh. Leon tidak sampai hati
Matahari sudah cukup tinggi. Di dalam sebuah kamar, seseorang tertidur pulas dalam ketenangan. Pakaian yang berserakan di atas lantai dan juga seorang wanita cantik berada dalam dekapannya. Ketukan pintu membangunkannya yang sedang berada di alam mimpi yang mungkin saja cukup indah hingga tidak ingin diakhir. Mau tidak mau, ia harus segera tersadar setelah telinganya mendengar sedikit kegaduhan."Ah, sial! Masuklah!" gerutunya sembari menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya."Kau masih tidur?""Tutup mulutmu. Apa ada hal penting sampai kau mengganggu tidurku, Brian?""Jordan, lagi-lagi kau main-main dengan wanita," ucap Teo."Bukan urusanmu." Wanita yang menghabiskan malam dengan Jordan, ikut bangun. Jordan turun dari ranjang dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apapun."Setidaknya pakai celana dalau, sialan!" gerutu Teo yang ikut menemui Jordan."
Naura dan yang lain kembali dari Jepang. Sambutan meriah disajikan untuk mereka yang sudah berjuang. Kiana masih sibuk dengan memilih pakaian mana yang cocok untuknya. Ia berniat untuk liburan sedikit lama di Jepang sembari menemui Zeki. Kiana belum tahu kalau saat ini, Zeki sedang berkumpul bersama keluarganya di lantai bawah."Delice, bisa kita bicara sebentar?" tanya Naura."Iya." Delice mengikuti Naura. Naura keluar dari mansion dan mengajak Delice bicara di teras nomor dua belas. Semua sedang berkumpul, jadi tidak akan ada yang mendengar pembicaraan mereka."Delice, aku akan mengalihkan perhatian Kiana dan membawanya pergi. Kau ajak mereka semua berkumpul di tempat lain. Aku rasa, ini akan mengecewakannya," kata Naura."Sayang, kau jangan khawatir. Aku akan menuruti apa keinginanmu. Kita tidak bisa menghindarinya. Tapi kita bisa mengunduhnya sampai keadaan bisa m
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p