Kata percaya yang Naura katakan pada Rai, membuka sedikit hatinya yang sudah membatu. Ia semakin liar dalam mengayunkan senjatanya. Senjata milik Delice yang bahkan bisa melukai dirinya sendiri.
Rai bertarung melawan Yakuza, membantu semua yang berada dipihaknya meski mereka bukan rekan. Mereka hanya memiliki misi yang sama. Kesepakatan yang sudah deal dibuat boleh Tuan Exjen dan Delice."Semakin banyak darah, aku semakin ingin membunuh," gumam Rai. Senjata milik Delice yang sudah menghilangkan ribuan nyawa, bahkan orangtuanya sendiri. Senjata yang sangat tajam dan berbahaya. Membuat sifat liar Rai menjadi semakin brutal."Mati kau!" Seorang Yakuza berteriak sembari mengayunkan tangannya untuk memberikan tinju dengan teknik terlarang.Srash! Rai mengayunkan senjatanya. Memotong tangan itu seperti sedang memotong buah. Tangan Yakuza yang menyerangnya,Kiana membuka bungkus permen dan mulai menikmati manis dari permen itu. Ia pergi bersama Oscar dan Orva untuk mengurus meeting di luar kantor. Malam sudah sangat larut. Akan tetapi, Kiana memutuskan untuk menikmati angin malam sejenak. Kebetulan, ia berhenti di salah satu supermarket dan di depan supermarket ada danau buatan yang bisa Kiana nikmati.“Kalian pergilah untuk membeli apa yang kalian butuhkan. Aku menunggu kalian di bawah pohon itu,” ucap Kiana.“Siap, Nona.” Ada perasaan bahagia dan juga gelisah menjadi satu. Kiana membayangkan bagaimana ekspresi Zeki ketika mendengar bahwa hubungan mereka tidak lagi terhalang oleh restu. Kiana ingin memberikan kejutan yang tidak bisa Zeki lupakan. Namun, gelisah menyelimuti seolah-olah kabut hitam menutupi rencana itu. 
Tuan Dexel tidak bergerak. Tangannya bahkan terlihat gemetaran. Matanya berkaca-kaca meski ia sudah berusaha untuk menyembunyikannya. Keangkuhan dan kekejam yang dikalahkan oleh cinta darah daging yang selama ini ia nantikan kepulangannya.“Bagaimana mungkin Ayah bisa melukaimu?” ujar Tuan Dexel. Tuan Dexel ragu untuk mengusap pipi atau ujung kepala putrinya. Namun, putrinya sangat peka. Ia meraih tangan Tuan Dexel dan meletakkan tangan itu dipipinya.“Silahkan sentuh sebelum kita harus berada dalam tempat yang saling bertolak,” ujarnya.“Kalau Ayah kembali menjadi tukang sayur, apa kau akan kembali bersama Ayah lagi?”“Aku lebih bangga memiliki Ayah penjual sayur keliling dibandingkan Ayah legenda yang hidup kembali.”&nb
Eren baru memahami setelah ada empat orang yang terlihat berbeda dari para Yakuza sebelumnya. Mereka seperti sudah menunggu kedatangan Rai dan Eren untuk memeriksa ruang rahasia tersebut.“Kak, jangan termakan emosi,” pinta Eren.“Eren, mereka membawa pistol. Apa kau bisa menggunakan pisau dengan baik?” tanya Rai. Eren mengangguk. “Aku bisa menggunakan senjata apapun,” jawab Eren. Eren mengerutkan keningnya. Rai menarik Eren untuk berlindung di belakang tubuhnya. Tidak hanya itu, entah dari mana Rai mendapatkan beberapa besi runcing yang sudah berkarat. Ukurannya tidak terlalu panjang tapi bisa digunakan sebagai senjata.“Kau
Tuan muda tidak percaya begitu saja dengan apa yang Lukas katakan. Tatapan mata Tuan muda, membuat Lukas merasa merinding. Tatapan itu selalu kosong dan tidak terisi.“Eh, di mana Eren?” pekik Naura.“Rai juga di mana?” sahut Loid. “Anak perjakaku juga menghilang,” sambungnya.“Dia tidak pengecut sepertimu. Tentu saja mengejar gadisnya,” kata Serchan.“Sialan!” Ocehan-ocehan itu menjadi hiburan disaat suasana hening tanpa pergerakan. Semua terasa membosankan. Namun, terdengar kegaduhan dari dalam ruangan. Suara pertarungan yang pasti cukup keras karena suaranya sampai terdengar hingga ke luar.“Suara apa itu?” ucap Vanya.“Apa Eren di sana?” Jenn
Di dalam suatu ruangan. Tidak ada jendela atau hanya sekedar lubang angin. Ruangan sempit seperti berada dalam kontainer. Hanya ada Teo yang berdiri sebagai penonton. Jordan sebagai penantang dan Leon yang duduk di atas kursi seperti tawanan.Ruangan pengap yang terasa panas. Tingginya dinding, dihiasi oleh darah yang sudah mengering. Ruangan yang terlihat mengerikan seperti lubang makam yang menyesakkan.“Apa maksudmu?” tanya Leon. Ia masih terikat sangat kencang.Jordan melepaskan pakaiannya. Hanya tersisa selembar celana kecil yang menutupi bagian intim tubuhnya. Leon masih tidak mengerti karena Jordan bahkan Teo tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.“Aku akan melatihmu. Bersiaplah untuk mengerahkan semua tenagamu,” ujar Jordan.“Sialan! Kau pikir kau siapa?” bentak Leon.“Kita akan menjadi rekan. Aku tidak perlu bicara formal lagi padamu.”“Bangsat! Siapa yang mau menja
Kesepakatan yang dibuat tanpa diketahui oleh pihak Leon, pada akhirnya sudah berlaku. Jordan benar-benar melepaskan Leon untuk menemui seseorang yang ingin ia temui sebelum menghilang darinya dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan."Kakak!" Kiana yang saat itu sedang menikmati membaca salah satu komik, terkejut dengan Leon yang yang tiba-tiba memeluknya."Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Leon."Aku membaca komik seperti biasanya.""Mentang-mentang kau pintar, jadi kau tidak belajar?" tanya Leon. Bau amis menyengat dari tubuh Leon. Darah segar yang tercium, membuat Kiana yang tadinya menanggapi tingkah manja Leon dengan santai, langsung bangkit dari tempatnya duduk."Kak, kau terluka? Siapa yang malakukannya?" tanya Kiana. Leon hanya tersenyum. Ia mengecup kening Kiana dengan sangat lembut. Luka yang Leon dapatkan tidak hanya memar pada hampir seluruh tubuhn
Luka yang diterima oleh Leon, bukan berarti mengurangi energinya untuk meluapkan cinta di atas getaran ranjang yang ia buat. Setiap sentuhannya, terasa hangat dan menagih. Bibir Leon mendarat pada setiap inci kulit Zaila. Tangannya menggenggam erat tangan Zaila. Lengguhan napas terasa semakin panas. Tidak ada sepatah kata yang terucap, selain desahan mesra. Erangan nikmat menambah gairah yang tidak akan mungkin berhenti hanya dengan ciuman panas yang menjamah bibir. Leon menanggalkan satu per satu kain yang melekat ditubuh Zaila. Pemandangan indah ketika lampu yang masih menyala terang menyorot tubuh Zaila. Pinggang yang sangat ramping, dada sintal yang menggugah selera. Dahaga semakin menjadi-jadi. Leon menelan air liurnya. Zaila terlihat seperti wanita yang rapuh. Leon tidak sampai hati
Matahari sudah cukup tinggi. Di dalam sebuah kamar, seseorang tertidur pulas dalam ketenangan. Pakaian yang berserakan di atas lantai dan juga seorang wanita cantik berada dalam dekapannya. Ketukan pintu membangunkannya yang sedang berada di alam mimpi yang mungkin saja cukup indah hingga tidak ingin diakhir. Mau tidak mau, ia harus segera tersadar setelah telinganya mendengar sedikit kegaduhan."Ah, sial! Masuklah!" gerutunya sembari menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya."Kau masih tidur?""Tutup mulutmu. Apa ada hal penting sampai kau mengganggu tidurku, Brian?""Jordan, lagi-lagi kau main-main dengan wanita," ucap Teo."Bukan urusanmu." Wanita yang menghabiskan malam dengan Jordan, ikut bangun. Jordan turun dari ranjang dengan tubuhnya yang tidak mengenakan apapun."Setidaknya pakai celana dalau, sialan!" gerutu Teo yang ikut menemui Jordan."