Jasmine menyesal karena mengiyakan ajakan Andrea. Mereka sekarang sudah berada di depan mansion. Mendadak dirinya bingung. Apa yang harus Jasmine lakukan? Apa dia langsung memberikan surat itu? Apa dia langsung berbicara? Atau bagaimana? Bahkan dirinya tidak lagi fokus dengan bangunan mewah yang pertama kali dirinya lihat langsung. Semuanya tergantikan dengan pertanyaan itu.
“Miss Jasmine, kau bisa masuk. Fazilet akan mengantarkanmu.”
Fazilet yang memang tugasnya menyambut Andrea mengangguk bingung. Ingin sekali dia membawa Ozan pergi dari sini untuk mengeluarkan segala macam pertanyaannya. Tetapi melihat pria itu yang dari tadi membuang wajah, membuat Fazilet tidak bisa melakukan apapun selain menuruti Andrea.
Setelah kepergian mereka, Andrea kembali memfokuskan dirinya ke Ozan. “Ozan,” panggil Andrea membuat Ozan menoleh. “Caramu menatapnya membuatnya tidak nyaman,” seru Andrea kesal karena melihat bagaimana Ozan bersikap.
Ozan menghela napasnya gusar. “Tuan Andrea, kenapa guru Tuan bisa berada di sini? Dan bagaimana jika Tuan Emir datang dan melihatnya? Pasti akan ada keributan nantinya.”
Andrea mengangguk paham. “Tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Miss Jasmine datang kemari hanya karena ajakanku. Aku mengajaknya untuk melihat komputer dan program yang kubuat,” jelas Andrea menutupi alasan sebenarnya. Andrea melangkah masuk tanpa menunggu Ozan kembali bersuara.
“Andrea, aku tidak datang ke sini untuk hal ini. Aku ingin bertemu dengan daddy-mu. Kemana dia?” Jasmine terus saja mengoceh saat mereka melangkah naik ke atas melalui tangga besar yang melingkar bak seperti dongeng kerajaan. Dan langkah Jasmine terhenti disaat mereka sudah berada di depan pintu sebuah ruangan.
“Ayo masuk, Miss Jasmine. Ini kamarku,” kata Ozan sambil menarik tangan Jasmine. Jasmine mengedarkan pandangan. Mengamati ruangan besar yang didominasi oleh warna abu-abu. Untuk sesaat,dia menyadari kalau ini bukan seperti kamar anak-anak yang sering Jasmine temui. Dimana kamar mereka pasti akan berisi mainan, dinding berwarna, atau gambar-gambar lukisan mereka. Kamar Andrea sangat bersih dan juga besar. Lebih besar dari tempat yang dia tinggali.
Jasmine menggeleng. Bukan saatnya dia mengamati tempat ini. Dia harus fokus akan tujuannya, dengan begitu dia bisa segera pergi dari sini. Entahlah, Jasmine merasa tidak nyaman saja. Apalagi melihat bagaimana sikap orang-orang mansion ini ... itu membuatnya ingin segera kabur dari rumah besar ini.
“Ayo. Ajak aku bertemu dengan daddy-mu. Aku ingin menyelesaikan masalah ini dengan cepat.”
Andrea memutar bola matanya jengah. Bagaimana bisa jika Emir saja tidak ada di mansion? Maka dari itu Andrea mengajak Jasmine ke sini. Berusaha mengalihkan fokus Jasmine walau nyatanya tak berhasil. “Ck. Tenanglah, Miss Jasmine. Kau akan bertemu dengan dia, tapi bukan sekarang.”
“Huh?”
Andrea mengangguk. “Tunggu di sini. Aku ingin turun ke bawah. Mengambil beberapa cemilan ... itu harus dilakukan jika ada tamu, ‘kan?”
Jasmine mengernyit bingung. Tak biasanya Andrea seperti ini. Perlakuan bocah itu sangat kontras dibandingkan pertama kali mereka bertemu. Andrea masa bodoh dengan apapun, itulah yang Jasmine ketahui ... tetapi mengatakan dia akan pergi membawa cemilan, itu bukan masa bodoh lagi namanya.
***
Emir berjalan sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Dia baru saja menghabiskan setengah harinya dengan banyak kejadian yang sukses menguras emosi. Tetapi saat dia melewati satu ruangan yang pintunya terbuka kecil, itu membuat Emir urung bergerak. Dia berhenti, berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam sana.
Entah apa yang Emir pikirkan, yang jelas hati dan pikirannya mengajak masuk ke dalam sana. Dia tersenyum masam, menyadari kalau dirinya tidak ingat kapan masuk ke ruangan itu.
“Andrea, kau sangat lama sekali.”
Deg.
Pandangan Emir jatuh kepada seorang perempuan dengan rambut yang digerai. Perempuan itu membelakanginya. Jasmine membalik tubuh sebelum Emir mengeluarkan suaranya yang mahal itu. Dan manik abu-abu milik Emir langsung bertemu dengan manik amber Jasmine. Saling menatap satu sama lain sampai Emir tersadar dan segera mengeluarkan pertanyaan.
“Apa yang kau lakukan disini?” Suara dingin itu masuk ke telinga Jasmine. Dia menelan salivanya. Takut karena suara Emir. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Emir melangkah maju. Hingga Jasmine dapat melihat kalau rahang pria itu mengeras. Menandakan kalau pria itu marah. “Berani sekali kau masuk ke dalam mansionku!”
“T—tunggu!” Jasmine memberontak disaat Emir menarik tangannya untuk keluar dari sana. Dia mengeluarkan segala tenaganya. “A—aku guru Andrea!”
Emir melepaskan tangannya. Tapi itu tak urung membuat tanda-tanda kemarahan dari wajahnya pergi. Hal yang ada tepat di wajah Emir sukses membuat Jasmine ketakutan. “Lalu dengan begitu kau bisa masuk ke mansionku? Lancang sekali kau! Apa kau tahu sedang masuk di wilayah siapa? Kau masuk di wilayah Emir Zufran!” bentak Emir tepat di wajah Jasmine.
Emir tidak menyukai wanita. Itulah yang terjadi setelah perceraiannya dengan sang mantan istri. Bahkan dia hanya mempekerjakan seorang wanita yang memang sudah mengabdi lama padanya, Fazilet.
Dan menemukan satu fakta bahwa seorang wanita menginjakkan kaki di rumahnya sukses membuat Emir tak terima. Persetan dengan fakta kalau dia adalah guru Andrea!
Emir menyeramkan jika marah. Ah, bukan hanya marah, pada kondisi biasa saja dia sudah menyeramkan. Ditambah lagi dengan bulu-bulu tipis yang menyelimuti daerah pipinya sukses membuat pesonanya terlihat mengerikan. Tapi entah kenapa banyak wanita yang mengaguminya. Ck. Ada apa dengan wanita jaman sekarang?
Sedangkan Jasmine, dia sulit mengeluarkan kalimatnya. Pita suaranya mendadak lenyap entah kemana. Mungkin pergi ke lututnya. “A—”
Tanpa mendengar lebih lama, Emir langsung menarik lagi tangan Jasmine. Menyeretnya melawati ruangan demi ruangan hingga tangga demi tangga untuk mencapai lantai dasar. Tetapi selama itu, Emir harus rela membiarkan telinganya dikotori oleh suara Jasmine yang memohon untuk melepaskan dirinya.
"A—aku datang ke sini untuk berbiara denganmu!” kata Jasmine sesudah mengumpulkan keberaniannya. Tetapi Emir tidak mendengar. Dia terus menyeret Jasmine. Jangan pikir Jasmine tinggal diam. Dia terus melawan. Tapi coba pikir, bagaimana dirinya bisa menang melawan Emir yang memiliki tubuh bak seorang atlet. Bahkan jas yang menyelimuti tubuhnya tidak berhasil menyembunyikan tubuhnya yang dipenuhi oleh otot-otot sempurna.
“T—tunggu. Kakiku— aaaaa—”
Jasmine jatuh dalam pelukan Emir sesudah mereka sampai di bagian tangga paling akhir. Pria itu menyeretnya terlalu cepat. Dia tidak lagi memikirkan bagaimana jauhnya jarak tangga satu dengan tangga yang lain. Hingga Jasmine harus jatuh dan untungnya tidak bertemu dengan lantai, melainkan bertemu dengan dada Emir.
“Miss Jasmine?”
Suara bocah terdengar di telinga Jasmine dan Emir. Membuat mereka saling mendorong satu sama lain. Entah sudah berapa lama mereka saling menatap satu sama lain. Tapi yang pasti itu sangat lama, sampai-sampai Jasmine tak kuasa menunjukkan wajahnya yang sudah merah merona .... Oh ayolah, Jasmine wanita normal. Wanita yang sama dengan wanita pada umumnya jika bertemu dengan pria tampan. Apalagi pria itu memeluknya!
“Mommy,” gumam Emir syok saat menemukan Andrea berada tepat di samping Teresa. Tunggu, tunggu ... sejak kapan Teresa berada di sini? Apa mereka melihat adegan tadi? Bagaimana Jasmine jatuh dan dengan sigapnya Emir menangkap Jasmine ... Oh tidak. Ini akan menjadi masalah kedepannya. Ditambah lagi Teresa memiliki ambisi untuk menikahkan Emir dengan wanita lain ... sialnya kau, Emir!
“Jadi karena ini kau menolak setiap wanita yang Mommy unjuk, Emir?” tanya Teresa yang pura-pura syok. Dia menggeleng tak menyangka lalu berjalan mendekati Jasmine. Membelai wajah Jasmine yang terlihat bingung. “Selamat datang, Sayang ... Mommy baru bertemu denganmu dan itu karena Emir yang menutupi semuanya. Oh, Tuhan, bagaimana bisa diriku tidak tahu kalau putraku sudah sering membawa dirimu ke mansion ini?”
Emir menggeleng. “Mom, itu salah paham—”
“Salah paham, bagaimana?” tanya Teresa tak suka. Dia berjalan ke Emir. Memukul dadanya berkali-kali sebagai bentuk hukuman. “Ayo, katakan, bagaimana bisa kau menutupi ini semua? Bagaimana kalau orang lain yang memergoki kalian? Berpelukan di tangga. Oh, Emir ... kau sudah banyak berubah!”
Jasmine hanya melihat mereka berdua dengan raut wajah bingung. Dia masih belum tahu kejadian apa yang sedang terjadi di hadapannya. Tumben sekali otak Jasmine lambat mencerna sesuatu.
Emir mengusap wajahnya kasar. Bingung harus menjelaskan apa. Terlebih lagi Teresa yang terus histeris. Itu membuatnya sangat bingung. Dia hanya bisa menatap Jasmine dengan tatapan yang tidak suka.
“Emir, kau sudah keterlaluan. Kau membohongi Mommy. Kau bilang kau tidak akan menikah lagi, tapi nyatanya apa? Kau malah menyimpan wanita cantik di mansionmu!”
“Dia guruku di sekolah, Grandma,” timpal Andrea yang membuat Teresa kembali syok, tepatnya dibuat-buat. Sejujurnya dia sudah tahu itu semua dari Andrea karena mereka bertemu di dapur. Andrea menceritakan semuanya, dan tentu saja itu membuat Teresa sangat senang sekali ... Setidaknya Jasmine dan Andrea memiliki hubungan yang baik. Bukan seperti wanita lain yang hanya menyayangi Emir, tapi tidak untuk Andrea.
Tapi disini Teresa tidak mengerti! Dia menganggap kalau Emir dan Jasmine punya hubungan! Padahal mereka baru pertama kali bertemu dan Jasmine sudah diusir dari mansion ini.
“Mommy ... Mommy tidak tahu lagi harus apa.”
“Mom, ini semua salah paham,” tutur Emir yang kesal. “Ayo, pergi dari sini!” perintah Emir kepada Jasmine yang masih dalam kondisi bingung.
“Tidak ... dia tidak boleh pergi,” tolak Teresa. Wanita paruh baya itu menarik napasnya dalam sebelum mengeluarkan kalimatnya yang sukses membuat Emir dan Jasmine terbelalak terkejut. “Kalian harus menikah! Secepatnya!”
“Mommy tidak ingin kabar ini menyebar dan malah mencoreng kalian berdua. Maka dari itu Mommy akan menyiapkan pernikahan kalian! Tidak ada bantahan sama sekali!” lanjut Teresa.
“Silakan masuk, Nyonya Jasmine.” Deniz mengangguk kecil setelah membukakan pintu kamar yang akan ditempati Jasmine setelah resmi menyandang gelar sebagai istri Emir. Benar, pernikahan mereka terjadi dengan paksaan. Jasmine terpaksa harus menerima tawaran yang diberikan oleh Emir. Pasalnya pria kejam itu memberitahu kalau Teresa mengidap penyakit jantung yang kapanpun bisa kambuh, apalagi jika mengetahui kabar kalau mereka tak memiliki hubungan apapun. Pernikahan tersebut terjadi di mansion ini. Mansion dengan luas bangunan yang luas sanggup memuat ratusan banyak orang penting dari keluarga dan teman bisnis Emir. Teresa menyiapkannya dengan sempurna sehingga tidak menimbulkan curiga di kepala para tamu Jasmine melirik Deniz dengan tatapan tak suk
Jasmine menelan salivanya dalam. Berusaha melenyapkan rasa takut yang mendadak mulai menggerogoti tubuhnya saat sudah berada di depan kamarnya. Akhirnya Jasmine memutuskan untuk memutar knop pintu yang sudah lama ia pegang dari tadi. Pintu kamar itu pun terbuka lebar untuk Jasmine. Manik amber Jasmine langsung bertabrakan dengan tubuh Emir yang membelakanginya sesudah Jasmine masuk ke dalam. Kemeja lengan panjang itu membalut tubuh Emir dengan sedemikian rupa tanpa menghilangkan pesonanya. “Kau membuatku menunggu.” Suara itu masuk, menendang kuat telinga Jasmine yang berhasil membuat dirinya semakin takut. Pria itu berbalik badan. Menatap Jasmine dengan tatapan tajam seperti biasanya. “Berani sekali kau membuatku menunggu,” tuturnya yang lalu menjatuhkan bokongnya di sofa dengan tangan yang diletakkan di bahu sofa.&nb
Apa Author bisa minta untuk tulis review kalian tentang cerita ini? Hehehe ... thank you!"Astaga, Sayang!" Teresa memekik kaget saat melihat bagaimana wujud dari Jasmine.Dia memegang kedua bahu Jasmine yang masih bingung lalu memutar-mutar nya. Jasmine hanya menurut saja. Dia masih mencerna mengapa Teresa memekik kaget seperti itu."Pakaian apa ini, huh?" tanya Teresa sambil menggeleng tidak percaya. "Jasmine, dengarkan Mommy baik-baik. Kau sudah menjadi istri Emir Zufran. Dan sudah sepantasnya kau memperhatikan pakaian apa yang kau gunakan."Jasmine menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia melihat ke bawah, meneliti pakaian yang Jasmine pakai. Kaus longgar dan celana jeans, lalu apa salahnya?
Jasmine setidaknya bisa bernapas lega kali ini. Pasalnya sehabis mereka turun dari mobil, sudah ada Deniz yang berada di depan, menyambut mereka.“Oh, Deniz, ada apa? Apa kau mengambil dokumen yang tertinggal?” Teresa mengeluarkan pertanyaannya sesudah mendekat.Deniz menggeleng. “Tidak, Nyonya. Saya mendengar kabar dari Nyonya Jasmine kalau Nyonya hari ini mulai tinggal di mansion … jadi saya sudah menyiapkan segalanya, termasuk juga dengan kamar yang biasa Nyonya gunakan.””Benarkah? Padahal Mommy tidak melihat Jasmine menghubungimu tadi,” sahut Teresa sambil melirik Jasmine.“I—iya, Mom. Tadi aku mengirimkan pesan di jalan,” jelas Jasm
Mata Emir memicing tidak suka. Rahangnya mengeras keras. Dia berdiri. Berjalan dengan langkah tegasnya mendekati Jasmine yang juga berjalan mundur ke belakang karena takut."Apa yang kau lakukan disini?" Emir bertanya dengan suaranya yang meninggi sesudah jarak mereka hanya dua langkah.Jasmine menelan salivanya dalam. Dia berusaha mengumpulkan keberaniannya yang sudah hancur berkeping-keping. "A—aku—""Kau keluar dari kamar mandi milikku?!" Kalimat Jasmine menggantung karena Emir. Emir menggeleng tak percaya. Suasana juga semakin mencekam. "KELUAR!"Jasmine terperanjat kaget. Dia menggeleng. "Aku tinggal disini mulai sekarang!" Dan dengan secepat kilat, Jasmine mengeluarkan jawabannya. Dia m
Emir terdiam mendengar penjelasan Jasmine … mereka membuat donat itu bersama-sama. Jujur saja, donat tersebut menggugah selera Emir. Tetapi tidak mungkin baginya untuk makan di depan Jasmine langsung … itu sama saja membuat harga dirinya tercoreng. “A—apa kau tidak menyukainya?” Jasmine bertanya dengan hati-hati. “Donat tersebut sangat sehat. Bahannya juga baru dan berkualitas. Aku jamin kau akan sangat menyukainya.” Emir malah menunjuk ke arah pintu dengan dagunya. “Keluar.” Mata Jasmine membola. Apa katanya? Keluar? Sungguh, Jasmine sangat dipermalukan sekarang! Bukannya mengucap terima kasih atau membalas pertanyaan nya, pria itu malah menyuruhnya untuk keluar.
Kilatan-kilatan cahaya kamera mengenai wajah seorang wanita berambut blonde yang sedang berpose di depan kamera. Banyak sekali gaya yang digunakan, dan fotografer itu dengan sigap menangkap semua gaya tersebut.“Oke! Kerja yang bagus, Madison! Kita istirahat sebentar sebelum lanjut sesi berikutnya!”Madison Thema adalah nama wanita yang berprofesi sebagai model terkenal itu. Tubuhnya yang seksi dengan kaki jenjangnya, membuat dirinya banyak dilirik oleh brand ternama untuk dijadikan wajah dari brand mereka. Tak hanya itu saja, pengikutnya yang banyak juga menambah nilai lebih.“Apa kau sudah mendapatkannya?” Madison bertanya kepada seorang wanita berambut pendek yang tak lain adalah manajer pribadinya yang selalu mengikutinya kemanapun Mad
Jasmine menerima ponsel miliknya yang disodorkan Madison setelah dia duduk dalam kondisi bingung. "Tadi ponselmu berbunyi," jelas Madison yang menjawab pertanyaan dibenak Jasmine."Oh, terima kasih. Mungkin hanya pesan," tuturnya dengan senyuman sembari memasukkan ponsel tersebut ke dalam tasnya, sebelum kemudian menatap Madison. "Kau memanggilku kemari … ada apa? Apa kau butuh sesuatu dariku?"Madison menarik napasnya dalam. "Aku kaget mendengar kabar kalau Emir menikah lagi," jelas Madison. Wajahnya berubah sendu. "Tapi setidaknya aku bersyukur karena kau terlihat baik, semoga saja Andrea betah dengan dirimu, setidaknya mewakilkan diriku yang seharusnya berada di samping Andrea"Jasmine terenyuh. Mendadak dirinya bingung ingin menjawab apa.
Napas Jasmine tertahan karena merasakan tangan Emir sudah melingkar di pinggangnya yang ramping. “Ayo,” ajak Emir. Mereka berjalan melewati karpet merah dengan kilatan-katan kamera yang terus saja bersahutan. Para awak media seperti mendapatkan mangsa yang sangat bagus untuk diterbitkan di halaman pertama.Pemikiran tentang makan malam sederhana langsung Emir tepis karena melihat banyaknya para media yang memenuhi depan hotel layaknya sekumpulan semut. Kalau saja Emir berjalan sendiri, maka sudah pasti kabar miring akan tersebar begitu lancarnya. Syukur saja Emir menuruti saran Deniz yang mengajak Jasmine.“Kenapa dia ada disini?” gumam Emir, melihat Tufan yang sudah duduk di bangku yang berhadapan dengan meja persegi panjang yang amat sangat besar. Rahangnya mengeras emosi. Ternyata Perusahaan Tex
Tidak hanya para orang tua murid, guru-guru juga sampai tidak fokus karena pemandandangan yang tersuguh. Para kaum wanita itu berteriak dalam hati, memuji bagaimana tampannya Emir yang bersandar di pintu mobil dengan tangan yang bersedekap. Tak lupa dengan kacamata yang menjepit hidungnya yang tinggi.Andrea, bocah itu menautkan kedua alisnya bingung sembari berjalan mendekati Emir. Ada apa gerangan pria itu kemari? Dan kemana Ozan yang seharusnya menjemput dirinya?“Apa mereka menahanmu di dalam?” Setelah Andrea sampai di depan Emir, pria tampan itu segera mengeluarkan pertanyaanya. Dia menghela napas, lalu memutuskan untuk berjongkok—menyamakan tinggi mereka.Andrea menggeleng. “Tidak, Dad. Tadi ada tugas tambahan.” Andrea menjawab
“Ambilkan ayamnya untukku.”Jasmine yang sedang memberikan lauk ke piring Andrea pun berhenti. Dalam kondisi bingung, Jasmine memilih mengangguk. Mengambilkan apa yang Emir minta setelah selesai dengan piring Andrea— mereka makan siang bersama di mansion.“Mulai sekarang aku juga ingin dilayani seperti kau melayani Andrea,” jelas Emir sesudah piring-nya terisi makanan.Alis Jasmine naik. Dirinya semakin bingung dengan tingkah Emir, namun Jasmine menganggukkan lagi kepalanya. Itu adalah perintah yang tidak sulit.Setelah acara makan siang selesai, Emir langsung bergegas pergi ke kantor untuk bekerja. Karena paksaan Jasmine di telepon tadi, akhirnya Emir memilih ma
Emir memutuskan untuk membahas semua persoalan yang terjadi belakangan ini bersama Jasmine setelah mendiami wanita itu selama beberapa hari.Sehabis kejadian malam penyatuan itu dimana Emir yang mabuk dan tak sadarkan diri, pria itu berubah seketika. Dia menjadi sangat dingin, bahkan enggan menatap Jasmine yang membuat Jasmine bertanya-tanya. Tak jarang perasaan bersalah pun menyelimuti Jasmine karena berpikir dirinya lah yang tidak bisa menjauh setelah ciuman panas yang Emir berikan.Karena tidak tahu mau memulai dari mana, akhirnya Emir membawa dasi kepada Jasmine yang sedang terduduk di depan meja rias. “Pasangkan.”Jasmine yang dapat melihat Emir dari pantulan kaca sontak terkejut. Dia berdiri, berbalik, lalu langsung dihadapkan dengan dasi Emir.
“Jawab pertanyaan Daddy, Madison!” hardik Tufan tajam. Madison terperanjat. Dia menggeleng pelan, merasa tidak yakin. “D—dad ….” Madison menunduk dalam. “Aku bersepakat akan pergi dari kehidupan Emir dan Andrea asalkan Emir memberiku uang tiap bulan.” “Apa yang kau lakukan, Madison?!” Bentakan itu keluar dengan mulusnya. Napas Tufan terengah-engah saking kagetnya. “Hanya demi uang kau tega menjual anakmu! Ibu macam apa dirimu?” “Dad, dengarkan Madison dulu,” pinta Madison sembari memegang tangan Tufan. “Tidak ada lagi yang harus Daddy dengar!” tegas Tufan dengan nada penuh yakin. “Selesaikan kesepakatan kalian dengan mandiri, baru setelah itu kau bisa datang ke Daddy! Ingat, Madison, kalau
Ayo dong kasih review nya hehehe“Apa yang kau lakukan disini?” Bariton Emir terdengar amat mengerikan sesudah mereka sampai di tangga darurat. Tidak ada siapapun disana selain mereka. Cekalan itu pun juga membuat Jasmine meringis kesakitan. Emir marah, mengetahui kalau Jasmine bekerja tanpa seizin darinya.“A—aku butuh pekerjaan,” Walau dalam kondisi penuh ketakutan, Jasmine tetap mengeluarkan jawabannya. Dia menatap manik abu Emir. “Keluargaku hidup dengan uangku! Aku harus memberi mereka uang setiap bulan—““Apa uangku tidak cukup?” Emir memotong dengan rahang yang mengetat. “Aku sudah memberimu banyak uang! Kau hanya perlu duduk diam di rumah! Tapi apa yang kau lakukan? Kau malah membuatku malu! Apa kata orang kalau menyadari dirimu
Madison tersenyum lebar sembari mendekap tubuh Andrea. Tak terasa, matanya berkaca-kaca. Andrea, balita yang ia tinggalkan sebelum berhasil memanggilnya mommy itu sudah sebesar sekarang. Tubuhnya berisi, menunjukkan kalau Andrea sangat sehat. Dan wajah itu sangat mirip dengan Emir terlebih warna mata— abu-abu “Kau sangat tampan,” kata Madison sambil menangkup wajah Andrea. Andrea menatap Jasmine, lalu kembali ke Madison. Jasmine tahu kalau Andrea masih belum merasa nyaman. “Memang,” sahut Andrea. “Aku sangat tampan, Mommy sering mengakuinya langsung,” lanjutnya sambil menatap Jasmine. Madison menarik bibirnya, sedikit paksa. “Ayo, kau ingin makan? Mommy akan memesankan untukmu.” Madison berusaha memutuskan tatapan mereka.
Emir berdehem. “Aku … mandi,” katanya yang lalu berlalu pergi masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam, dia merutuki dirinya yang mendadak canggung.Sedangkan Jasmine, wanita itu menghela napasnya panjang. Dia merapatkan selimut tersebut ke tubuhnya. Perasaan kecewa tentu saja ada. Melihat Emir yang mendadak dingin, jauh berbeda dengan kegiatan semalam, tentu membuat Jasmine bertanya-tanya.“Apa dia mabuk semalam?” tanya Jasmine dengan perasaan yang mendadak menciut. Tak mau berlama-lama dengan kondisi tubuh seperti itu, akhirnya Jasmine berjalan tertatih ke walk-in closet. Perih sekali rasanya di bawah sana, Emir menghujam tanpa penuh ampun kemarin malam.Sesudah mengguyur tubuhnya dengan air dingin, Emir memutuskan untuk keluar
Klub yang penuh dengan dentuman masuk, orang melompat-lompat, dan bau minuman— nyatanya tidak satupun pikiran Emir terbukti. Ternyata pertemuan itu diadakan di sebuah ruangan tertutup, dimana tadi mereka melewati ruangan yang benar-benar disebut klub, baru sampai di ruangan yang sudah dipesan Perusahaan Texas. Ruangan tersebut gelap, hanya ada lampu di atas sebagai penerang, dingin, dan juga kedap suara baik dari luar maupun dalam.Emir berdehem, meminta izin untuk ke kamar mandi disela-sela makan mereka sebagai penjeda dari bisnis yang sedang mereka bicarakan. Mendadak Emir ingin buang air kecil, suhu ruangan ini sangat dingin.Ketika cuaca sedang dingin, ginjal menyaring lebih banyak darah dari biasanya karena ada lebih banyak darah yang dipompa ke seluruh tubuh. Itu sebabnya ginjal akhirnya menghasilkan lebih ban