Share

Hari Pertama

Penulis: arkein
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jasmine menelan salivanya dalam. Berusaha melenyapkan rasa takut yang mendadak mulai menggerogoti tubuhnya saat sudah berada di depan kamarnya. Akhirnya Jasmine memutuskan untuk memutar knop pintu yang sudah lama ia pegang dari tadi. Pintu kamar itu pun terbuka lebar untuk Jasmine. 

Manik amber Jasmine langsung bertabrakan dengan tubuh Emir yang membelakanginya sesudah Jasmine masuk ke dalam. Kemeja lengan panjang itu membalut tubuh Emir dengan sedemikian rupa tanpa menghilangkan pesonanya. 

“Kau membuatku menunggu.” Suara itu masuk, menendang kuat telinga Jasmine yang berhasil membuat dirinya semakin takut. Pria itu berbalik badan. Menatap Jasmine dengan tatapan tajam seperti biasanya. “Berani sekali kau membuatku menunggu,” tuturnya yang lalu menjatuhkan bokongnya di sofa dengan tangan yang diletakkan di bahu sofa. 

Dengan penuh ketakutan yang memburu, Jasmine berjalan mendekat. Menunduk, mengamati sepatu tanpa heels miliknya. “A—aku pergi mengantarkan makanan untuk Andrea.” Dalam hati, Jasmine mengumpat karena suaranya yang mendadak gugup.Bahkan untuk menatap Emir saja tidak bisa Jasmine lakukan. 

Kemana keberaniannya? Kenapa disaat berhadapan dengan Emir, Jasmine berubah menjadi seorang perempuan yang takut akan segala hal?

Emir tersenyum miring mendapati tubuh Jasmine yang bergetar ketakutan. “Ambil!” pintanya mengangkat dokumen yang dari tadi sudah terletak di meja yang membatasi mereka. 

Jasmine mendongak lalu menjatuhkan tatapannya ke dokumen itu secepat mungkin. Dia sangat meminimalisir kesempatan untuk menatap mata abu-abu Emir. 

“Baca!” perintah Emir sesudah Jasmine mengambil dokumen tersebut. Lagi-lagi dengan tangan yang gemetar. 

Sebelum membaca, Jasmine menyempatkan menghirup oksigen untuk mengumpulkan fokusnya yang sedari tadi tak bisa ia bangun karena Emir yang terus menatapnya lekat. 

Peraturan Pernikahan

  1. Kedua belah pihak tidak boleh melibatkan perasaan. 
  2. Kedua belah pihak tidak boleh mencampuri urusan pribadi satu sama lain. 
  3. Kedua belah pihak harus menunjukkan keharmonisan saat sudah berhadapan dengan Teresa. 
  4. Jasmine tidak boleh meninggalkan mansion tanpa pemberitahuan sama sekali. Dia harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Deniz, sekretaris pribadi Emir. 
  5. Jasmine tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah, apapun bentuknya. 
  6. Sebagai bayaran dari apa yang dilakukan Jasmine, Emir akan memberikan sejumlah uang yang beda dari uang bulanan.  

Jika salah satu pihak tidak menyanggupi ini, maka pihak tersebut harus membayar sejumlah $100.000.000 kepada pihak lain dan siap untuk dibawa ke hukum. 

Jasmine menyipitkan matanya saat membaca peraturan. Dia kembali membaca peraturan itu untuk memastikan apa yang ia baca benar. 

“Kau tidak perlu menandatangani-nya.” Jasmine mendongak. Dia belum mengeluarkan suara sebagai aksi protes akan peraturan tersebut. “Atau bahkan protes ... karena kau sudah menandatangani ini sebelumnya bersamaan dengan dokumen pernikahan.”

Jasmine terkejut. Tetapi dia berusaha melenyapkan raut terkejutnya sekuat mungkin. 

Bukannya menyalahkan Emir karena telah menipunya, Jasmine malah menyalahkan dirinya karena tidak membaca apapun dokumen yang ia tandatangani. Suasana pesta tadi sangatlah ramai, sampai-sampai tidak ada waktu bagi Jasmine untuk membaca dokumen-dokumen yang ia tandatangani. 

Emir berdiri dan kemudian berjalan mendekati Jasmine yng hanya bisa terdiam dengan pandangan lurus ke depan. Dia berjalan memutari Jasmine hingga berhenti tepat di belakang wanita itu. Kepalanya menyusup melalui bahu Jasmine. 

Embusan napas yang berasal dari Emir sukses membuat napas Jasmine tercekat. Tubuh wanita itu meremang. 

Pria itu tersenyum tipis saat bisa melihat wajah Jasmine dengan jelas dari samping. 

Tepat di telinga Jasmine, pria itu berkata, “Tidak perlu takut. Kau akan diberikan uang yang banyak setiap bulannya. Setidaknya itu adalah hal untuk membalas semua yang kau lakukan ... menyandang gelar Zufran, menjadi nyonya di mansion mewah ini, menjadi topik berita di setiap media, dan mendapatkan banyak uang. Ck,ck,ck ... keuntungan yang sangat banyak, bukan?”

Jasmine tersenyum getir. Keuntungan? Apa ini pantas disebut keuntungan? Ini adalah kerugian yang sangat besar yang pernah Jasmine rasakan. 

Tetapi saat dia ingin berteriak tepat di wajah Emir, mendadak kalimatnya menjadi hancur berantakan— tak bisa dikeluarkan dengan baik. Begitu juga dengan pita suaranya yang hilang entah kemana.

Jasmine hanya bisa terdiam dengan ketakutan yang mendekap dirinya. 

“Oh ... kalau kau keberatan, silakan bayar denda seratus juta dolar. Itu pun kau masih tak akan bisa kabur dari lingkaran-ku,” lanjut Emir lalu berjalan mundur ke belakang untuk masuk ke kamarnya melalui pintu yang ada dalam kamar Jasmine. 

Jasmine jatuh terduduk. Ia sudah tak sanggup menahan tubuhnya karena lututnya sudah sangat lemas. $100.000.000 ... bagaimana bisa Jasmine memberikan itu? Bahkan uang terbanyak yang dia pegang hanyalah $500, itu pun hanya sekejap berada dalam genggamannya. 

“Jasmine, kau sudah masuk dalam lingkaran ini. Kau tidak bisa pergi. Yang bisa kau lakukan adalah menurut dan masuk ke dalam permainan yang entah kapan berakhir.”

Itulah yang diteriaki oleh hati dan pikiran Jasmine yang entah kenapa bisa berjalan seirama. 

***

Mata Jasmine terbuka perlahan-lahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dia mengambil ponsel yang terletak di meja nakas sesudah terduduk di kasur. 

Jam lima pagi adalah jam dimana dia sudah bagun hari ini. Tidak perlu terkejut, pasalnya Jasmine selalu bangun di jam seperti itu. Saking terbiasanya, dia bahkan tidak memerlukan alarm. 

Setelah selesai mengguyur tubuhnya, Jasmine keluar dari kamar mandi dengan jubah handuk. Dia mandi dengan air dingin. Air dingin itu seolah membantu Jasmine untuk memulihkan sebagian jiwanya yang masih terlelap di alam bawah sadar. 

Tangan Jasmine memutar knop pintu salah satu pintu yang ada dalam kamarnya. Walk-in closet. Itu yang ada dalam benak Jasmine saat melangkah masuk. 

Ruangan dengan luas hampir seluas kamar Jasmine itu dihiasi dengan lemari-lemari putih berpintu kaca. 

Hanya ada beberapa pakaian yang menggantung indah dengan bantuan hanger. Lainnya, lemari-lemari itu kosong. Tidak ada barang yang mengisinya. 

Jasmine menghembuskan napasnya kasar. Dia tidak punya banyak waktu untuk berkeliling atau bahkan memuji ruangan serta isinya ini. 

Segera saja dia mengambil kaus yang menurutnya paling sederhana, beserta dengan celana jeans lalu segera mengenakan di tubuh sintalnya. Tidak ada pilihan selain kaus dan jeans, maka dari itu Jasmine menjatuhkan pilihannya di kaus paling sederhana. 

Meskipun demikian, Jasmine tidak menemukan kata sederhana dalam pantulan kaca yang memuat dirinya sesudah memakai pakaian tersebut. Pakaian mahal itu memang sangat membuat Jasmine berubah drastis dari yang sebelum-sebelumnya. 

“Ayo, Jasmine,” gumam Jasmine untuk menyudahi kegiatan berkaca di kaca yang memuat dari atas kepala sampai telapak kaki. 

“Astaga!” pekik Jasmine tertahan saat membuka pintu kamarnya. Pasalnya, seorang bocah kecil sudah berada di sana sambil mendongakkan kepalanya. 

“Kenapa kau kaget?” tanya Andrea dengan alis yang terangkat. “Aku padahal ingin masuk dan melihat kamarmu.”

Jasmine menggeleng dengan senyuman. Dia berniat ingin menggoda Andrea sedikit. “Ah, tidak perlu. Mommy tidak menginginkan kau masuk ke dalam.” Seperti ada getaran aneh dalam diri Jasmine ketika memakai sebutan itu. Mommy … dia sudah menjadi seorang ibu diumurnya yang terbilang muda. 

Sukses, Jasmine dapat melihat raut wajah Andrea yang berubah. 

“Terserah,” katanya yang lalu melangkah pergi dari sana. 

Jasmine mengejar dengan langkah lebarnya. “Kau merajuk?” tanya Jasmine sesudah menyamakan langkah kakinya dengan Andrea. Mereka menuruni tangga satu persatu. “Andrea—“

“Kalau iya memangnya kenapa?” tanya Andrea yang berhenti setelah mencapai lantai dasar. 

Jasmine berjongkok. Memegang bahu Andrea yang sudah memakai seragam dengan rapi. “Tidak masalah. Itu normal. Tapi Mommy hanya berniat menggodamu saja tadi,” tutur Jasmine sambil mencubit lembut hidung mancung Andrea. 

“Caramu tidak menarik sama sekali.”

“Ya, Mommy  tahu. Tapi setidaknya Mommy sudah berusaha,” jawab Jasmine. “Ayo. Kau harus sarapan sebelum pergi ke sekolah.”

“Dan kau?” tanya Andrea. Dia meneliti pakaian Jasmine. “Kau pergi mengajar ke sekolah dengan kaus?”

“Tidak ada kegiatan mengajar atau bekerja di luar. Dia sudah berhenti.”

Sebelum Jasmine menjawab, Emir yang juga menuruni tangga yang sama dengan mereka menjawab. Dia menatap sekilas lalu berpaling ke jam yang sedang ia pakai. Kaki itu terus melangkah meninggalkan mereka, berjalan masuk ke ruang makan. 

“Apa maksudnya?” tanya Andrea mendesak. 

Jasmine tersenyum paksa. “I—iya. Mommy sudah tidak bekerja—“

“Apa dia memaksamu?” potong Andrea. Kini tatapannya berubah. “Lalu siapa yang mengajariku disana? Kau tega meninggalkanku? Oke … biar aku beri pelajaran pria itu—“

“Andrea.” Jasmine menahan tubuh Andrea yang hendak berlalu. “Jangan seperti itu. Kau harus hormat kepada pria itu. Dia juga orang tuamu, sama seperti Mommy … lagipula ini bukan keputusan daddy, ini keputusan Mommy. Mommy … ingin menghabiskan waktu lebih banyak di mansion, bersama denganmu tentunya setelah kau pulang sekolah.”

Andrea terlihat berpikir. “Kalau begitu aku lebih baik tidak sekolah.”

“Maka kau akan melihat Mommy marah,” timpal Jasmine yang berhasil membuat Andrea tak berdaya. “Ayo. Kita sarapan, setelah itu Mommy akan mengantarmu sampai depan. Dan setelah pulang sekolah kita akan menghabiskan banyak waktu.”

“Terlihat membosankan,” timpal Andrea dengan wajah tertekuknya. 

“Tidak akan. Mommy jamin,” sahut Jasmine sambil menggandeng tangan Andrea sebelum berjalan ke ruang makan. 

Bocah laki-laki itu makan dengan sangat lahap. Dia menghabiskan dua lembar roti tawar berisi selai kacang dan segelas susu vanilla. Menu makanan yang cukup untuk sarapan. 

“Ayo, sekarang kau harus salim ke daddy,” bisik Jasmine sudah Andrea berdiri dari bangkunya. 

Bocah itu terdiam. Salim? Dia mengerti, tetapi Andrea tidak pernah melakukan hal tersebut sebelumnya. Dia menghela napasnya ketika melihat tatapan Jasmine seolah tidak mengizinkan Andrea menolak. Segera saja dia berjalan mendekati Emir yang sedang sibuk dengan tablet di tangannya. 

“Andrea ingin pamit ke sekolah.”

Setelah Andrea berhenti, suara Jasmine terdengar, membuat Emir menoleh ke samping, menatap Andrea dengan tatapan bingung karena bocah itu mengulurkan tangannya. 

Tanpa berkata, bocah itu segera mengambil tangan kanan pria itu, menciumnya, lalu melangkah dengan cepat ke luar ruangan makan. 

“Tadi adalah kegiatan salim. Aku mengajarkan mereka di sekolah seperti itu,” jelas Jasmine, berjaga-jaga kalau Emir tidak mengetahui hal tersebut. Walau tinggal di benua Amerika, Jasmine tetap berusaha mencari tahu bagaimana sistem di benua Asia, dan dia mendapatkan satu hal yang cukup baik, yaitu kegiatan salim atau cium tangan. 

Emir berdecak sebal. Dia terus menatap punggung Jasmine sampai tidak terlihat, menandakan kalau wanita itu sudah pergi dari ruang makan. 

“Dia pikir aku tidak tahu!” gumam Emir kesal yang lalu berdiri karena ingin pergi ke perusahaan. Deniz sudah menghubunginya kalau dia dan sopir sudah menunggu di luar. 

***

“Andrea, dengarkan Mommy, kau tidak boleh membantah apa kata guru. Anggap mereka seperti Mommy, itu tandanya kau tidak boleh membantah mereka. Kau paham?” Sebelum pergi, Jasmine mencoba berkompromi dengan Andrea. 

Andrea dengan malasnya mengangguk. “Ya,” jawabnya malas. 

Jasmine tersenyum. “Setelah pulang sekolah, Mommy akan mengajakmu membuat donat,” kata Jasmine dengan mata binarnya. Dia mendapatkan informasi dari Fazilet kalau Andrea sangat menyukai donat. 

“Donat? Apa kau bisa membuat seenak yang dijual di toko?”

“Tentu! Tapi dengan satu syarat, kau harus fokus sekolah!”

Emir yang baru saja keluar memberhentikan langkahnya. Dia mengamati interaksi mereka, tetapi setelah itu dia segera melangkahkan kakinya, melewati Jasmine dan Andrea yang menyadari keberadaan Emir karena pria itu melewati mereka. 

Ibu dan anak itu menatap Emir yang masuk ke dalam limousine hitam, tak menunggu lama, mobil itu segera menjauh dari mansion. 

“Ayo, kau tidak boleh terlambat,” tutur Jasmine sambil menuntun Andrea masuk ke dalam mobil. Dalam hati, dia cukup menyesali tingkah laku Emir yang seperti tidak menganggap keberadaan mereka. Setidaknya pria itu harus memikirkan Andrea. Tetapi yang ada, pria itu malah membutakan matanya, seolah hanya dia yang hidup di mansion mewah ini. 

“Apa Emir memang seperti itu?” Jasmine bertanya pada Fazilet setelah wanita itu mengantarkan segelas teh hijau ke taman. Sesuai dengan apa yang Jasmine minta sesudah Andrea pergi ke sekolah. “Maksudnya, dia seperti tidak menyayangi Andrea dan bahkan bertingkah seperti Andrea tidak ada,” timpal Jasmine memperjelas maksudnya. 

“Iya, Nyonya. Tuan Emir sudah seperti itu sejak empat tahun yang lalu. Dan itu karena mantan istrinya.”

“Mantan istri?” tanya Jasmine tak mengerti. “Maksudnya?”

Disaat Fazilet ingin menjawab, dia melihat sesuatu dari ujung matanya. Segera saja kepalanya menoleh ke samping kanan. Di sana, sudah ada Teresa yang berjalan ke arah mereka. 

“Mommy?!” gumam Jasmine terkejut yang ikut menarik pandangan. 

Bab terkait

  • Mom For Andrea   Teresa Pindah

    Apa Author bisa minta untuk tulis review kalian tentang cerita ini? Hehehe ... thank you!"Astaga, Sayang!" Teresa memekik kaget saat melihat bagaimana wujud dari Jasmine.Dia memegang kedua bahu Jasmine yang masih bingung lalu memutar-mutar nya. Jasmine hanya menurut saja. Dia masih mencerna mengapa Teresa memekik kaget seperti itu."Pakaian apa ini, huh?" tanya Teresa sambil menggeleng tidak percaya. "Jasmine, dengarkan Mommy baik-baik. Kau sudah menjadi istri Emir Zufran. Dan sudah sepantasnya kau memperhatikan pakaian apa yang kau gunakan."Jasmine menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia melihat ke bawah, meneliti pakaian yang Jasmine pakai. Kaus longgar dan celana jeans, lalu apa salahnya?

  • Mom For Andrea   Pindah Kamar

    Jasmine setidaknya bisa bernapas lega kali ini. Pasalnya sehabis mereka turun dari mobil, sudah ada Deniz yang berada di depan, menyambut mereka.“Oh, Deniz, ada apa? Apa kau mengambil dokumen yang tertinggal?” Teresa mengeluarkan pertanyaannya sesudah mendekat.Deniz menggeleng. “Tidak, Nyonya. Saya mendengar kabar dari Nyonya Jasmine kalau Nyonya hari ini mulai tinggal di mansion … jadi saya sudah menyiapkan segalanya, termasuk juga dengan kamar yang biasa Nyonya gunakan.””Benarkah? Padahal Mommy tidak melihat Jasmine menghubungimu tadi,” sahut Teresa sambil melirik Jasmine.“I—iya, Mom. Tadi aku mengirimkan pesan di jalan,” jelas Jasm

  • Mom For Andrea   Perkara Donat

    Mata Emir memicing tidak suka. Rahangnya mengeras keras. Dia berdiri. Berjalan dengan langkah tegasnya mendekati Jasmine yang juga berjalan mundur ke belakang karena takut."Apa yang kau lakukan disini?" Emir bertanya dengan suaranya yang meninggi sesudah jarak mereka hanya dua langkah.Jasmine menelan salivanya dalam. Dia berusaha mengumpulkan keberaniannya yang sudah hancur berkeping-keping. "A—aku—""Kau keluar dari kamar mandi milikku?!" Kalimat Jasmine menggantung karena Emir. Emir menggeleng tak percaya. Suasana juga semakin mencekam. "KELUAR!"Jasmine terperanjat kaget. Dia menggeleng. "Aku tinggal disini mulai sekarang!" Dan dengan secepat kilat, Jasmine mengeluarkan jawabannya. Dia m

  • Mom For Andrea   Jasmine Bingung

    Emir terdiam mendengar penjelasan Jasmine … mereka membuat donat itu bersama-sama. Jujur saja, donat tersebut menggugah selera Emir. Tetapi tidak mungkin baginya untuk makan di depan Jasmine langsung … itu sama saja membuat harga dirinya tercoreng. “A—apa kau tidak menyukainya?” Jasmine bertanya dengan hati-hati. “Donat tersebut sangat sehat. Bahannya juga baru dan berkualitas. Aku jamin kau akan sangat menyukainya.” Emir malah menunjuk ke arah pintu dengan dagunya. “Keluar.” Mata Jasmine membola. Apa katanya? Keluar? Sungguh, Jasmine sangat dipermalukan sekarang! Bukannya mengucap terima kasih atau membalas pertanyaan nya, pria itu malah menyuruhnya untuk keluar.

  • Mom For Andrea   Madison

    Kilatan-kilatan cahaya kamera mengenai wajah seorang wanita berambut blonde yang sedang berpose di depan kamera. Banyak sekali gaya yang digunakan, dan fotografer itu dengan sigap menangkap semua gaya tersebut.“Oke! Kerja yang bagus, Madison! Kita istirahat sebentar sebelum lanjut sesi berikutnya!”Madison Thema adalah nama wanita yang berprofesi sebagai model terkenal itu. Tubuhnya yang seksi dengan kaki jenjangnya, membuat dirinya banyak dilirik oleh brand ternama untuk dijadikan wajah dari brand mereka. Tak hanya itu saja, pengikutnya yang banyak juga menambah nilai lebih.“Apa kau sudah mendapatkannya?” Madison bertanya kepada seorang wanita berambut pendek yang tak lain adalah manajer pribadinya yang selalu mengikutinya kemanapun Mad

  • Mom For Andrea   Bertemu Pertama Kali

    Jasmine menerima ponsel miliknya yang disodorkan Madison setelah dia duduk dalam kondisi bingung. "Tadi ponselmu berbunyi," jelas Madison yang menjawab pertanyaan dibenak Jasmine."Oh, terima kasih. Mungkin hanya pesan," tuturnya dengan senyuman sembari memasukkan ponsel tersebut ke dalam tasnya, sebelum kemudian menatap Madison. "Kau memanggilku kemari … ada apa? Apa kau butuh sesuatu dariku?"Madison menarik napasnya dalam. "Aku kaget mendengar kabar kalau Emir menikah lagi," jelas Madison. Wajahnya berubah sendu. "Tapi setidaknya aku bersyukur karena kau terlihat baik, semoga saja Andrea betah dengan dirimu, setidaknya mewakilkan diriku yang seharusnya berada di samping Andrea"Jasmine terenyuh. Mendadak dirinya bingung ingin menjawab apa.

  • Mom For Andrea   Banyak Pikiran

    Deniz yang sedari tadi berdiri di depan Emir tak pernah memutuskan pandangannya dari Emir. Dirinya terus menatap, seakan mencoba mengetahui apa yang sedang mengganggu Emir walau sangat sulit dilakukan. Seperti ada perisai yang sangat tebal, tak bisa ditembus oleh apapun, sekalipun peluru terbaik sedunia. “Apa ada masalah, Tuan?” Memberanikan diri, akhirnya Deniz mengeluarkan pertanyaan. “Kalau ada yang mengganjal, mungkin Tuan bisa memberitahukan kepada saya. Siapa tahu saya bisa membantu.” Emir terus menatap Deniz selama pria itu berbicara. Kemudian dia menghela napas, mendorong mejanya, membuat kursi dengan tumpuan roda itu terdorong ke belakang, lalu Emir berdiri dan berjalan ke arah samping. Matanya mengamati gedung-gedung pencakar langit yang terlihat begitu jelas dari ketinggian 60— ruangan kerjanya berada.

  • Mom For Andrea   Pertemuan Bisnis

    “Apa semuanya sudah lengkap?” Jasmine bertanya, sembari memeriksa lagi isi tas Andrea. “Tugasmu, apa sudah di dalam, Andrea?” Andrea yang sedang memasukkan sereal ke dalam mulutnya itu pun menghela napas. Menatap Jasmine yang berada di sampingnya. “Sudah, Mom … kalau Mommy tidak percaya, silakan periksa lagi,” katanya, kembali melanjutkan sarapannya. Jasmine sudah mengulang kalimat yang serupa sebanyak 3 kali, membuat Andrea bosan. Sedangkan di ujung, Emir sedari tadi duduk, memperhatikan mereka tanpa berniat mengeluarkan kalimat sedikitpun. Emir seperti tidak dianggap oleh Jasmine dan Andrea … walaupun begitu, pria itu tak ambil pusing. Dia lebih baik diam sambil menyesap kopinya dan mengecek beberapa email yang masuk dari tablet. Salah satu kebiasaan yang

Bab terbaru

  • Mom For Andrea   Makan Malam

    Napas Jasmine tertahan karena merasakan tangan Emir sudah melingkar di pinggangnya yang ramping. “Ayo,” ajak Emir. Mereka berjalan melewati karpet merah dengan kilatan-katan kamera yang terus saja bersahutan. Para awak media seperti mendapatkan mangsa yang sangat bagus untuk diterbitkan di halaman pertama.Pemikiran tentang makan malam sederhana langsung Emir tepis karena melihat banyaknya para media yang memenuhi depan hotel layaknya sekumpulan semut. Kalau saja Emir berjalan sendiri, maka sudah pasti kabar miring akan tersebar begitu lancarnya. Syukur saja Emir menuruti saran Deniz yang mengajak Jasmine.“Kenapa dia ada disini?” gumam Emir, melihat Tufan yang sudah duduk di bangku yang berhadapan dengan meja persegi panjang yang amat sangat besar. Rahangnya mengeras emosi. Ternyata Perusahaan Tex

  • Mom For Andrea   Diecast Mobil

    Tidak hanya para orang tua murid, guru-guru juga sampai tidak fokus karena pemandandangan yang tersuguh. Para kaum wanita itu berteriak dalam hati, memuji bagaimana tampannya Emir yang bersandar di pintu mobil dengan tangan yang bersedekap. Tak lupa dengan kacamata yang menjepit hidungnya yang tinggi.Andrea, bocah itu menautkan kedua alisnya bingung sembari berjalan mendekati Emir. Ada apa gerangan pria itu kemari? Dan kemana Ozan yang seharusnya menjemput dirinya?“Apa mereka menahanmu di dalam?” Setelah Andrea sampai di depan Emir, pria tampan itu segera mengeluarkan pertanyaanya. Dia menghela napas, lalu memutuskan untuk berjongkok—menyamakan tinggi mereka.Andrea menggeleng. “Tidak, Dad. Tadi ada tugas tambahan.” Andrea menjawab

  • Mom For Andrea   Makan Siang

    “Ambilkan ayamnya untukku.”Jasmine yang sedang memberikan lauk ke piring Andrea pun berhenti. Dalam kondisi bingung, Jasmine memilih mengangguk. Mengambilkan apa yang Emir minta setelah selesai dengan piring Andrea— mereka makan siang bersama di mansion.“Mulai sekarang aku juga ingin dilayani seperti kau melayani Andrea,” jelas Emir sesudah piring-nya terisi makanan.Alis Jasmine naik. Dirinya semakin bingung dengan tingkah Emir, namun Jasmine menganggukkan lagi kepalanya. Itu adalah perintah yang tidak sulit.Setelah acara makan siang selesai, Emir langsung bergegas pergi ke kantor untuk bekerja. Karena paksaan Jasmine di telepon tadi, akhirnya Emir memilih ma

  • Mom For Andrea   Mempererat

    Emir memutuskan untuk membahas semua persoalan yang terjadi belakangan ini bersama Jasmine setelah mendiami wanita itu selama beberapa hari.Sehabis kejadian malam penyatuan itu dimana Emir yang mabuk dan tak sadarkan diri, pria itu berubah seketika. Dia menjadi sangat dingin, bahkan enggan menatap Jasmine yang membuat Jasmine bertanya-tanya. Tak jarang perasaan bersalah pun menyelimuti Jasmine karena berpikir dirinya lah yang tidak bisa menjauh setelah ciuman panas yang Emir berikan.Karena tidak tahu mau memulai dari mana, akhirnya Emir membawa dasi kepada Jasmine yang sedang terduduk di depan meja rias. “Pasangkan.”Jasmine yang dapat melihat Emir dari pantulan kaca sontak terkejut. Dia berdiri, berbalik, lalu langsung dihadapkan dengan dasi Emir.

  • Mom For Andrea   Terulang Kembali

    “Jawab pertanyaan Daddy, Madison!” hardik Tufan tajam. Madison terperanjat. Dia menggeleng pelan, merasa tidak yakin. “D—dad ….” Madison menunduk dalam. “Aku bersepakat akan pergi dari kehidupan Emir dan Andrea asalkan Emir memberiku uang tiap bulan.” “Apa yang kau lakukan, Madison?!” Bentakan itu keluar dengan mulusnya. Napas Tufan terengah-engah saking kagetnya. “Hanya demi uang kau tega menjual anakmu! Ibu macam apa dirimu?” “Dad, dengarkan Madison dulu,” pinta Madison sembari memegang tangan Tufan. “Tidak ada lagi yang harus Daddy dengar!” tegas Tufan dengan nada penuh yakin. “Selesaikan kesepakatan kalian dengan mandiri, baru setelah itu kau bisa datang ke Daddy! Ingat, Madison, kalau

  • Mom For Andrea   Kemarahan Emir

    Ayo dong kasih review nya hehehe“Apa yang kau lakukan disini?” Bariton Emir terdengar amat mengerikan sesudah mereka sampai di tangga darurat. Tidak ada siapapun disana selain mereka. Cekalan itu pun juga membuat Jasmine meringis kesakitan. Emir marah, mengetahui kalau Jasmine bekerja tanpa seizin darinya.“A—aku butuh pekerjaan,” Walau dalam kondisi penuh ketakutan, Jasmine tetap mengeluarkan jawabannya. Dia menatap manik abu Emir. “Keluargaku hidup dengan uangku! Aku harus memberi mereka uang setiap bulan—““Apa uangku tidak cukup?” Emir memotong dengan rahang yang mengetat. “Aku sudah memberimu banyak uang! Kau hanya perlu duduk diam di rumah! Tapi apa yang kau lakukan? Kau malah membuatku malu! Apa kata orang kalau menyadari dirimu

  • Mom For Andrea   Waitress

    Madison tersenyum lebar sembari mendekap tubuh Andrea. Tak terasa, matanya berkaca-kaca. Andrea, balita yang ia tinggalkan sebelum berhasil memanggilnya mommy itu sudah sebesar sekarang. Tubuhnya berisi, menunjukkan kalau Andrea sangat sehat. Dan wajah itu sangat mirip dengan Emir terlebih warna mata— abu-abu “Kau sangat tampan,” kata Madison sambil menangkup wajah Andrea. Andrea menatap Jasmine, lalu kembali ke Madison. Jasmine tahu kalau Andrea masih belum merasa nyaman. “Memang,” sahut Andrea. “Aku sangat tampan, Mommy sering mengakuinya langsung,” lanjutnya sambil menatap Jasmine. Madison menarik bibirnya, sedikit paksa. “Ayo, kau ingin makan? Mommy akan memesankan untukmu.” Madison berusaha memutuskan tatapan mereka.

  • Mom For Andrea   Bertemu dengan Madison

    Emir berdehem. “Aku … mandi,” katanya yang lalu berlalu pergi masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam, dia merutuki dirinya yang mendadak canggung.Sedangkan Jasmine, wanita itu menghela napasnya panjang. Dia merapatkan selimut tersebut ke tubuhnya. Perasaan kecewa tentu saja ada. Melihat Emir yang mendadak dingin, jauh berbeda dengan kegiatan semalam, tentu membuat Jasmine bertanya-tanya.“Apa dia mabuk semalam?” tanya Jasmine dengan perasaan yang mendadak menciut. Tak mau berlama-lama dengan kondisi tubuh seperti itu, akhirnya Jasmine berjalan tertatih ke walk-in closet. Perih sekali rasanya di bawah sana, Emir menghujam tanpa penuh ampun kemarin malam.Sesudah mengguyur tubuhnya dengan air dingin, Emir memutuskan untuk keluar

  • Mom For Andrea   Malam Penyatuan

    Klub yang penuh dengan dentuman masuk, orang melompat-lompat, dan bau minuman— nyatanya tidak satupun pikiran Emir terbukti. Ternyata pertemuan itu diadakan di sebuah ruangan tertutup, dimana tadi mereka melewati ruangan yang benar-benar disebut klub, baru sampai di ruangan yang sudah dipesan Perusahaan Texas. Ruangan tersebut gelap, hanya ada lampu di atas sebagai penerang, dingin, dan juga kedap suara baik dari luar maupun dalam.Emir berdehem, meminta izin untuk ke kamar mandi disela-sela makan mereka sebagai penjeda dari bisnis yang sedang mereka bicarakan. Mendadak Emir ingin buang air kecil, suhu ruangan ini sangat dingin.Ketika cuaca sedang dingin, ginjal menyaring lebih banyak darah dari biasanya karena ada lebih banyak darah yang dipompa ke seluruh tubuh. Itu sebabnya ginjal akhirnya menghasilkan lebih ban

DMCA.com Protection Status