Pagi-pagi sekali Leon datang kembali ke warung makan enak sederhana milik Mila. Tapi warung makan itu belum buka, terlihat dari pintu depannya yang masih di gembok.
Akhirnya Leon memutuskan untuk menunggu di dalam mobil saja sampai ada salah satu orang yang ada.
Beberapa menit kemudian tampak sebuah mobil berhenti di depan warung milik Mila. Turun dua orang berlawanan jenis yang sangat Leon kenal.
Itu Mila dan Liam yang saling melempar senyum dan tawa saat turun dari mobil lalu masuk ke dalam warung tersebut.
Tampak Liam begitu semangat dalam membantu Mila membawa barang-barang dan belanjaannya. Hal itu tak pernah luput dari pengamatan Leon yang kembali merasakan dadanya sesak dan nyeri tanpa sebab.
Kenapa setiap melihat dua orang ini bersama dan bermesraan selalu membuat diri Leon merasa terbakar? Entah oleh amarah, benci atau cemburu?
Apa? Cemburu?
Leon terceng
Leon terperanjat kaget dengan apa yang barusan ia lakukan. Bagaimana bisa ia sampai lepas kendali dan nekat mencium bibir Mila."Apa yang anda lakukan, Tuan?!" bentak Mila penuh emosi.Huffhh! Formal lagi. batin Leon mendesah lelah.Kenapa sih, Mila tidak juga mengerti keinginannya apa.Apa perlu dan harus mengatakannya langsung?Tidak, tidak. Leon terlalu gengsi untuk mengatakannya secara gamblang pada Mila yang pastinya besar kepala merasa bangga."Aku lapar," ucap Leon sekali lagi. Bukan bohongan, karena Leon memang sangat lapar.Sejak pagi tadi belum ada satu pun makanan yang masuk ke dalam tubuh Leon. Itulah sebabnya yang membuat tubuh Leon terasa lemas, di tambah lagi hujan yang mengguyur membasahi bumi. Hawa dingin serasa masuk sampai ke dalam tulang-tulangnya dan juga perutnya yang terasa keroncongan hebat.Mila menganga lebar menden
Mila menggeliat bangun dan perlahan membuka matanya yang terasa berat oleh kantuk. Mengamati ke sekeliling ruangan yang tak asing untuknya, Mila tersentak dan otomatis menegakkan tubuhnya saat sadar jika ini bukanlah kamarnya melainkan warung.Ya, Mila terjebak tidur di dalam warungnya bersama Leon. batin Mila menyimpulkan begitu melihat Leon yang masih tertidur dalam posisi yang sama.Sepertinya karena efek samping dari obat itu yang membuat Leon sama sekali tidak merasa terusik dalam tidurnya.Mila merogoh ponselnya dari dalam tas selempangnya yang baru, sedangkan tas lamanya yang sudah usang ia tidak pakai lagi. Sebenarnya Mila masih sangat sayang dan tak masalah untuk memakainya, sayangnya Liam melarang keras akan hal itu sehingga Mila memilih mengalah daripada lelah harus berdebat dengan Liam.Sontak kedua mata Mila melotot horor saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Liam dan juga bibin
Liam berusaha percaya pada kata-kata Mila meskipun ia sempat meragukan penjelasan alasan Mila yang tidur di warung. Liam merasa jika ada sesuatu yang Mila sembunyikan darinya, entah apa itu.Senyum Mila bahkan terkesan dipaksakan dan itu terlihat jelas dimata Liam yang paham akan sosok Mila. Sejauh yang ia kenal, Mila bukanlah seorang pembohong yang handal.Tapi demi menghargai usaha Mila yang susah payah berakting di depannya, maka Liam menganggukkan kepalanya sebagai kode jika ia mempercayai semua ucapan Mila.Dan Liam akan mencari tahu sendiri, karena ia sangat yakin jika sesuatu hal pasti sedang terjadi dan Mila berusaha menutupinya.Seperti hari biasanya, pagi ini Liam menemani Mila berbelanja bahan-bahan untuk kebutuhan di warungnya. Sebisa mungkin Liam berakting dan bersikap biasa saja, membantu Mila sampai selesai dan pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap pergi bekerja.Liam kesal karen
Ponsel Mila berdering terus tak mau berhenti. Namun Mila tetap enggan untuk mengangkat panggilan telepon tersebut. Tanpa perlu melihatnya Mila sudah tau, jika yang menelpon adalah Liam.Ini sudah seminggu semenjak insiden memalukan yang dilakukan Liam dan Leon waktu itu. Dan selama seminggu itu pula Mila kembali berdiam diri di dalam rumah, tak membuka warung makannya.Mila bersyukur karena ia menggaji para pekerjanya perhari, sehingga tak memberatkan baginya jika ingin tutup dan buka warungnya kapan saja.Mila sengaja melakukan itu karena ia takut jika Liam dan Leon kembali mengusiknya dan membuat keributan.Drttt....Ponsel Mila kembali berdering, kali ini mengambil ponselnya yang tergeletak di ranjang kecilnya dan langsung melihat nama sih penelpon.Panggilan dari nomor baru tak di kenal. Siapa? batin Mila bertanya-tanya."Hallo?" ucap Mila m
Mila berusaha mendorong dada Leon agar ciuman mereka terlepas. Ingatannya kembali saat Leon muntah tadi dan Mila menjadi mual."Kenapa?" tanya Leon sendu saat Mila turun dari atas pangkuannya.Mila gugup dan berusaha mencari-cari alasan, perasaan canggung dan malu kembali memenuhi dirinya setelah ciuman ganas mereka tadi."Teh hangatnya diminum lagi biar enakan, Tuan." Mila kembali mengambil gelas berisi teh hangat buatannya tadi yang hampir mulai dingin."Ayo, keburu dingin," bujuk Mila. Sementara Leon tak merespon dan menatap tajam Mila.Ada sesuatu yang salah dalam kata-kata Mila barusan. Sesuatu yang sudah Leon peringatkan bahwa ia tidak suka cara bicara Mila yang kaku dan juga formal padanya.Sepertinya Mila juga menyadari kesalahannya hingga ia buru-buru meralat ucapannya. "Maaf, aku kelupaan.""Sekali lagi kamu panggil saya Tuan, maka saya akan tidurin kam
"Oh, wow!" seruan Leon dengan wajah berbinar geli dan bahagia.Mila menatap kesal pada Leon yang bisa-bisanya bicara seperti itu. Apa pria itu sudah gila? Bukannya marah, eh, ini malah kesenangan. batin Mila menggerutu.Bi Marsiah yang mendengar itu pun juga terkaget-kaget dan keheranan. Padahal ia sempat meragukan reaksi Leon apabila mendengar usulannya ini."Bibi, kenapa jadi panjang gini, sih? Pakai bilang nikah segala lagi. Bibi, ingat dong kalau nikah tuh gak main-main loh.""Iya, memang benar. Nikah itu gak main-main, makanya Bibi nyuruh kalian berdua buat nikah aja sekalian. Kan, kalian juga udah sama-sama.""Bibi!" jerit Mila frustasi, "Bibi kenapa sih? Lebay deh, kan, tadi Mila bilang kalau kejadian di kamar mandi Leon itu karena ketidaksengajaan. Leon ya memang ngelihat tubuh telanjang aku, tapi bukan berarti kami melakukan sesuatu yang seperti Bibi pikirkan.""L
"Maafkan aku, Bibi." gumam Mila terisak pelan. Mila mengusap lembut rambut bibinya."Bibi," panggil Mila pelan membangunkan bi Marsiah yang menggeliat dan membuka kedua matanya."Mila!" pekik bi Marsiah senang. "Kamu sudah tidak marah lagi sama Bibi, ndok?"Mila diam tak menjawab pertanyaan sang bibi. Mila duduk di samping bibinya dan menggenggam tangan bi Marsiah."Mila mana mungkin bisa marah sama Bibi, hanya saja Mila sedikit kesal. Kenapa Bibi bisa mengusulkan ide seperti itu?""Ya karena Tuan Leon sudah melihat tubuh telanjang kamu.""Memangnya kenapa dengan itu, Bi? Dia cuma ngelihat kan? Toh, Mila sama Tuan Leon tidak melakukan hal gila seperti berhubungan layaknya suami-istri kan?""Tapi, tetap saja Mil—""Alasan itu lagi?" sela Mila yang di angguki sang bibi."Bibi, kita tidak bisa terus-terusan terpaku pada alasan semacam
Di ujung tangga seorang wanita muda menatap nyonya Kartika dengan sangat kecewa dan juga bercampur sedih.Agnes menyayangkan sikap dan tindakan mamanya yang begitu kejam. Tapi ia juga merasa ikut sedih melihat tangisan mamanya yang terdengar begitu memilukan.Pastilah mamanya juga merasa terpukul dengan keputusan sang kakak yang tetap gigih dengan keinginan dan pendiriannya untuk tetap menikahi wanita yang bernama Mila. Wanita yang katanya dari kalangan bawah, seperti itulah sang mama memanggilnya.Tapi walau bagaimanapun juga itu sudah keputusan kakaknya, Leon. Agnes setuju-setuju saja asal kakaknya bahagia bersama pendampingnya kelak.Agnes tadi menelpon Leon dan mengatakan keributan yang terjadi di rumahnya. Tidak, lebih tepatnya kemarahan sang mama yang mengamuk hebat pada bi Marsiah.Tadinya Agnes hanya diam menyaksikan sambil berharap semoga cepat berakhir. Tapi begitu melihat bi Marsiah