Share

Chapter 3

Author: Setya Ai Widi
last update Last Updated: 2021-09-11 20:13:01

"Jelasin sama Kakak! Kenapa kamu harus berantem, Bi? Untung aja guru kamu kirim pesennya ke Kakak. Coba kalau ke Tante Lia? Udah pasti kita bakal kena marah. Kamu enggak kasihan apa, sama Kakak? Hah?" sentak Ara yang jantungnya masih berdebar kencang, khawatir Bion kenapa-kenapa setelah berkelahi dengan teman sekolahnya.

"Maaf, Kak. Aku enggak akan ulangi," janji Bion dengan wajah tertunduk.

Ara mendesah lelah. "Lagian kenapa, sih, berantem segala? Biar kamu kelihatan jagoan, gitu? Inget, Bion. Enggak ada siapa-siapa yang perhatiin kita. Jadi kamu enggak perlu bikin ulah!"

"Asal Kakak tahu, aku berantem karna enggak terima Kakak dibilang cewek enggak bener. Dia bilang, Kakak sengaja jadi kupu-kupu malam buat biayain aku sekolah. Jelas aku enggak terima!"

Ara terperangah. Dia mendadak kesulitan bernapas saat mendengar penuturan sang adik. Namun, sebisa mungkin dia menunjukkan sikap tetap tegar di hadapan Bion supaya tidak terpancing dengan ucapan temannya yang sama sekali tidak benar.

"Kalau Kakak jadi aku, apa Kakak bakal diem aja? Enggak, kan?"

"Udahlah, Bion. Kita enggak perlu mempersulit hidup dengan dengerin cemoohan orang yang sama sekali enggak bener tentang kita." Ara berusaha tetap kuat, meskipun sebenarnya dia tidak sekuat itu.

Bion terdiam. Dia merasa kesal dengan temannya, tetapi juga merasa bersalah karena ulahnya membuat Ara terpaksa bolos dari sekolah demi memenuhi panggilan guru BK.

❤❤❤

"Jadi kenapa kemarin kamu bolos, Ara? Apa kamu tidak tahu, para guru sangat menyayangkan hal itu? Karena ... kamu di sini sudah dicap sebagai siswi teladan. Tapi kenapa kemarin kamu tiba-tiba bolos sekolah?" cecar guru petugas bimbingan konseling, Milna.

Ara menundukkan wajah. "Mmm ... saya ...."

"Ayo, tidak apa-apa kalau kamu mau ceritakan yang sebenarnya. Saya sebagai guru bimbingan konseling di sini, siap mendengar keluh kesah kamu. Jangan sampai beasiswa kamu dicabut karena kamu melakukan satu kesalahan di sekolah, Ara. Sayang banget, kan? Banyak, loh, mereka yang ingin dapat beasiswa, tapi tidak seberuntung kamu," tutur Milna panjang lebar.

Ara menghela napas panjang sebelum kembali mendongak, menatap wajah Milna yang pandangannya masih tertuju ke arahnya.

"Kemarin ... ada sedikit masalah aja, Bu. Tapi saya pastikan kalau hal seperti kemarin enggak akan terjadi lagi," janji Ara pada Milna.

Guru bimbingan konseling itu terlihat manggut-manggut. Dia pun berpesan, "Ya, ya. Ibu harap kamu bisa jaga prestasi kamu, ya? Jangan sampai goyah, Ara.”

"Iya, Bu. Saya bakal usahakan sekuat tenaga dan pikiran," balas si gadis berkacamata tebal.

"Ya sudah, kamu boleh masuk kelas sekarang. Itu, tas kamu." Milna menunjuk salah satu rak buku kosong tempat menyimpan tas Ara.

Ara segera mengambil tas sekolahnya. "Terima kasih, Bu. Saya permisi dulu," pamit Ara dengan sopan.

"Oke, Ara. Belajar yang rajin, ya?"

"Baik, Bu."

Ara segera meninggalkan ruang bimbingan konseling dan melangkah menuju kelas. Entah kenapa dia menjadi sedikit gugup saat melihat Saga berjalan berlawanan arah dengannya. Gadis itu khawatir akan terhanyut dengan pesona Saga.

Finally ... lega. Satu kata itulah yang dirasakan Ara ketika Saga sama sekali tidak menoleh ke arahnya saat mereka berpapasan.

"Eh, Rara."

Deg! Langkah Ara terhenti seketika. Meski yang disebutkan Saga itu bukan namanya, Ara tahu bahwa yang dimaksud laki-laki itu adalah dirinya.

Ara masih menundukkan wajah saat Saga berjalan mundur dan berhenti tepat di sebelahnya. Gadis bernama lengkap Karaisa Naraya itu enggan untuk menatap Saga yang lebih tinggi 20 senti darinya.

"Kenapa?" tanya Ara tanpa mendongak sedikit pun. Gadis itu sesekali membenarkan letak kacamatanya.

"Enggak. Enggak jadi." Hanya kalimat singkat itu yang diucapkan Saga.

"Oh, ya, namaku bukan Rara, tapi Ara. Kamu bisa panggil aku Ara aja seperti yang lain," kata Ara yang masih menundukkan wajah.

"Oh, oke. Kenapa nunduk? Takut naksir gue?" Pertanyaan Saga yang konyol berhasil membuat Ara mengangkat wajah.

"Enggak." Netra gadis itu kini bertatapan dengan Saga. "Aku enggak naksir," ucapnya, lalu buru-buru pergi, meninggalkan Saga yang masih termangu di tempatnya berdiri, karena bingung melihat tingkah Ara yang tidak sama seperti kemarin.

Entah kenapa Ara merasakan debar-debar aneh dalam dadanya saat menatap Saga. Berulang kali dia menanyakan pada diri sendiri, apakah itu cinta atau hanya rasa kagum saja? Pasalnya, Ara sama sekali belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Tapi bagaimana jika yang dia rasakan itu benar-benar cinta?

Sesampainya di kelas, Ara langsung menyambangi bangkunya dan duduk di sana. Gadis itu terus menggeleng sambil menepuk-nepuk dahinya perlahan. Ara hanya ingin berpikir logis tanpa terbayang sosok Saga yang baru kemarin dia temui. Jadi, bagaimana bisa cinta tumbuh secepat itu?

"Heh, Ra! Kenapa, lo? Geleng-geleng enggak jelas gitu," seloroh Erick, teman sebangku Ara yang gayanya seperti gadis jadi-jadian.

"Eh, aku ... enggak apa-apa, sih," balas Ara sambil membenarkan letak kacamatanya.

Erick mengempaskan diri di bangku sebelah Ara. "Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, gue lihat lo rada aneh pagi ini. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue sama sekali enggak berdusta," ucapnya dengan penuh percaya diri.

Ara mendecak. "Sok tahu kamu, Rick."

"Lagian kenapa itu muka kayak kardus dilipet?" Erick sedikit mendelik. "Lo lagi PMS?" lanjutnya setengah berbisik.

"Enggak, siapa juga yang PMS? Kamu kali," balas Ara sekenanya.

"Oemji honey bunny sweety yang sweet-nya melebihi gulali, lo pikir gue cowok apaan PMS?" protes Erick.

Ara menahan tawa. "Aku baru nyadar kalau kamu cowok," ucapnya.

Erick menyenggol lengan Ara. "Enak aja lo, biar bentuk enggak jelas gini, gue tetep cowok macho terkeren seantero sekolah. Oya, bahkan lebih keren dari cowok blasteran yang baru pindah itu," ujar Erick sembari terkekeh.

Siapa lagi yang dimaksud Erick kalau bukan Saga? Sudah pasti pikiran Ara langsung tertuju pada laki-laki itu. Selain tampangnya yang lumayan cool, dia juga tinggi. Lagi pula, laki-laki baru di sekolah Ara memang cuma Saga.

"Heh, Ra! Kok diem aja sih lo kek demit. Bersuara gitu loh, biar gue enggak terkesan lagi ngoceh sendiri," protes Erick yang sering kali menyebut Ara 'seperti demit' jika teman sebangkunya tersebut tidak kunjung membalas ucapannya.

"Aku bukan demit kali, Rick." Ara protes. "Lagian aku juga tahu, kok, kalau kamu cowok terganteng seantero sekolah bahkan ngalahin Saga yang notabenenya cowok blasteran. Sayangnya cuma satu, Erick." Ucapan Ara membuat Erick melongo, karena tidak mengerti dengan maksudnya.

"Sayangnya kenapa?"

"Sayang banget, kamu kurang gentle." Ara menepuk-nepuk bahu Erick, tetapi laki-laki itu mengempaskan tangannya.

"Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, lo tega amat ngatain gue kek gitu. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue sakit hati dengernya, Ra! Pengakuan lo sungguh terlalu!”

Ara terkekeh mendengar ocehan Erick yang selalu saja membawa-bawa nama Demian Adit yang bahkan Ara saja tidak tahu seperti apa rupa sosok yang sangat dibanggakan teman sebangkunya.

"Ara, lo dipanggil kepala sekolah," ujar salah seorang teman sekelas Ara yang menjabat sebagai ketua.

Ara dan Erick saling pandang.

"Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, gue penasaran kenapa kepsek tiba-tiba manggil lo, Ra. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue pengen tahu kenapa lo dipanggil. Udah, buruan sana!"

Ara yang juga penasaran kenapa dipanggil, segera melangkah menuju ruang kepala sekolah. Perasaannya mendadak tidak enak.

Apa jangan-jangan kepsek marah dan mau cabut beasiswa aku karena bolos kemarin, ya? Ya Tuhan, aku harus gimana?

Related chapters

  • Misunderstanding   Chapter 4

    Ara, gadis bernama lengkap Karaisa Naraya itu melangkahkan kaki dengan perasaan waswas menuju ruang kepala sekolah. Dia khawatir sang kepala sekolah akan menegurnya gara-gara kejadian kemarin saat Ara meninggalkan sekolah untuk memenuhi panggilan guru BK Bion. Bagaimana jika kepala sekolahnya yang terkenal garang tiba-tiba murka dan mencabut beasiswanya? Ara tidak bisa membayangkan jika hal itu sampai terjadi. Bisa-bisa dia kesulitan membayar uang sekolah atau bahkan tidak bisa bersekolah lagi. Lalu, bagaimana Ara bisa maju jika dia tidak bisa tetap sekolah? Sementara di rumah Lia, ada Bion yang membutuhkan uluran tangannya. ‘Enggak, enggak! Itu enggak boleh terjadi!’ Tanpa sadar, Ara menggeleng. "Jangan sampe, jangan sampe!" desis Ara pelan sembari tetap berjalan menunduk. Sesekali jemari kanan membenarkan letak kacamata tebalnya, hingga Ara pun tidak sengaja menabrak seorang laki-laki ketika mereka sama-sama hendak memasuki ruang kepala sekolah. "Ampun deh, Rara. Lo kalau jal

    Last Updated : 2021-09-11
  • Misunderstanding   Chapter 5

    Ara tersentak. Kenapa Saga menanyakan hal itu? Dari mana dia tahu kalau Ara bolos sekolah kemarin? Apa Erick yang memberitahunya? Tapi untuk apa? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Ara. Haruskah dia menjawab pertanyaan Saga? "Enggak usah kepedean. Gue cuma denger selentingan kalau katanya, Si Kutu Buku lari dari sekolah." Saga memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Dan kamu penasaran, gitu?" tuduh Ara. Kalau dipikir-pikir, kenapa Saga membahasnya jika bukan karena penasaran? Saga terkekeh. "Gue? Penasaran sama cewek cupu macam lo? You wish," gumamnya sembari melanjutkan langkah. ‘Sombong banget kamu ngatain aku cupu. Kamu belum tahu aja siapa aku, Saga.’ Ara kesal. Gadis itu pun membalikkan badan sembari mengentakkan kaki menuju kelas. "Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, balik dari ruang kepsek, kenapa lo jadi manyun gitu, Ra? Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue jadi risi lihatnya," seloroh Erick begitu Ara sampai di kelas dan duduk si bangkunya. Be

    Last Updated : 2021-09-11
  • Misunderstanding   Chapter 6

    Ara dipaksa mengikuti Lia memasuki ruang dengan cahaya remang-remang. Suasana ingar-bingar yang begitu ramai membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Belum lagi dengan dentuman irama musik DJ yang terdengar kencang, membuat sakit gendang telinga Ara. Tidak pernah terpikirkan dalam benak Ara bahwa Lia akan membawanya ke tempat seperti ini. Lia dengan kuat mencengkeram lengan Ara, membuat gadis itu sulit melepaskan diri. Terlebih, ada seorang laki-laki yang sejak tadi mengikuti Lia, seolah-olah dia adalah seorang body guard yang bertugas mengawal atasannya. "Lepasin, Tante! Sakit," seru Ara setengah berteriak karena merasakan panas pada lengan yang sejak tadi menjadi sasaran empuk Lia. "Kamu mau kerja, kan?" Lia menarik paksa Ara ke dalam sebuah ruangan yang cukup luas, barulah lengan Ara dia loloskan dari cengkeraman. Dalam ruangan tersebut tampak beberapa lelaki sedang bermain kartu sambil menikmati berbagai minuman haram. Mereka sama-sama terkejut melihat Lia yang tiba-tiba mema

    Last Updated : 2021-10-22
  • Misunderstanding   Chapter 7

    "Di mana dia? Kenapa tiba-tiba ngilang?" seru salah seorang lelaki yang mengejar Ara. "Dia pasti sembunyi di sekitar sini. Enggak mungkin dia ngilang gitu aja," timpal laki-laki yang lain. Ara yang mendengar suara itu menjadi gusar. Dia takut persembunyiannya akan diketahui para laki-laki hidung belang yang mengejarnya. "Enggak usah takut. Lo aman sama gue," bisik Saga santai sembari melepas hoodie-nya. "Kamu mau ngapain?" Raut Ara mendadak tegang. "Lo pakai aja. Mereka pasti udah hafal warna baju lo." Tanpa aba-aba Saga memakaikan hoodie-nya ke badan Ara. Ara yang panik hanya diam menurut. Sesaat kemudian, Ara terkesiap ketika tangan Saga menariknya ke dalam dekapan, membelakangi tirai yang disibak dengan paksa. "Eh, sorry. Lihat cewek pakai kaus warna biru muda? Rambut panjang, diikat ekor kuda. Dia ngilang di sekitar sini," tanya seorang laki-laki yang suaranya Ara kenal. Laki-laki yang sejak tadi mengikuti ke mana saja Lia melangkah. "Enggak. Dari tadi cuma

    Last Updated : 2021-10-24
  • Misunderstanding   Chapter 8

    “Ikut Tante! Kamu harus tanggung jawab karena udah kabur semalem!” Suara lantang Lia sungguh mengejutkan Ara.Adik mendiang mama Ara itu sudah menunggu di depan sekolah yang tentu saja membuat Ara panik. Harus kepada siapa dia meminta tolong seandainya perempuan itu hendak membawanya secara paksa?“Enggak! Aku enggak mau ikut Tante! Aku udah ada kerja part time dan seharusnya Tante hargai itu. Aku juga udah usaha cari kerja part time lain tapi belum ada, seenggaknya Tante bisa nunggu, kan?” Ara mencoba membela diri supaya Lia tidak seenaknya memperlakukan dirinya.Lagi pula, bagaimana bisa Lia mencoba menjual Ara kepada lelaki hidung belang? Bagi Ara, hal itu sudah sangat keterlaluan.“Nunggu? Sampai berapa lama? Waktu terus berputar, dan kebutuhan Tante juga semakin banyak! Apalagi ditambah kebutuhan adik kamu itu!” sentak Lia yang nada bicaranya mendadak naik satu oktaf, mengundang perhatian beberapa siswa dari sekolah Ara yang melintas di dekatnya.Ara benar-benar pusing dibuatnya.

    Last Updated : 2024-12-06
  • Misunderstanding   Chapter 9

    “Ara! Kamu tuli, ya? Ditanyain bukannya jawab, malah bengong!”Ara terkesiap, kemudian mengusap dahi yang tidak basah. Gadis itu merutuk dalam hati. Bisa-bisanya dia membayangkan Saga kembali menjadi penyelamat bak pangeran berkuda putih seperti dalam dongeng. Ara menggeleng samar.“Tante, tapi aku enggak mau ikut Tante! Aku beneran bisa cari kerjaan lain dan Tante enggak perlu maksa aku buat ikuti kemauan Tante.” Ara mencoba untuk tetap sabar menghadapi perempuan di depannya yang ternyata bukan perempuan baik-baik. Buktinya, Lia dengan kejam membawanya ke klub dan hendak menjualnya kepada para lelaki hidung belang.“Udahlah, Naraya, kamu enggak usah sok suci! Nanti kalau kamu udah ngerasain hasilnya, kamu enggak perlu repot-repot capek kerja di kafe,” ujar perempuan itu sembari mendekatkan bibir di telinga Ara. “Kamu tinggal pasang badan aja dan semua kamu bisa nikmati semau kamu.” Lia terkekeh.“Enggak, Tante! Aku enggak mau, jadi tolong jangan ganggu aku lagi. Tante juga enggak per

    Last Updated : 2024-12-06
  • Misunderstanding   Chapter 10

    “Kamu kenapa, Ra? Kelihatan beda hari ini?” Hana memperhatikan Ara yang terlihat lebih pendiam dari biasanya. Atasan Ara di kafe itu menduga bahwa apa yang terjadi dengan Ara, disebabkan karena dia belum bisa mencarikan pekerjaan tambahan untuk gadis tersebut.“Enggak, enggak apa-apa, Kak.” Ara berusaha untuk mengukir senyum. “Cuma kepikiran soal Olimpiade matematika di Jogja nanti,” tambahnya.Aku mimpi enggak, sih, dipaksa Saga buat jadi pacarnya? Wait ... dipaksa? Iya, kan, dia emang maksa. Walau aku enggak bisa mangkir kalau sebenernya aku suka dia sejak pertama dia masuk ke sekolah.“Enggak perlu khawatir, kamu pasti bisa. Aku yakin. Nanti kalau kamu jadi juara, akan ada hadiah spesial buat kamu.”Perkataan Hana membuat Ara mengerutkan dahi. “Hadiah spesial?”Hana mengangguk dengan pasti.“Kak, maaf. Tapi ... Kakak udah ngasih aku waktu libur buat ikut Olimpiade, itu udah lebih dari cukup.”“Anggap aja karena kamu pegawai aku yang berprestasi, jadi aku merasa harus mengapresiasi.

    Last Updated : 2024-12-06
  • Misunderstanding   Chapter 11

    “Sampai sini aja.” Ara membuka suara begitu tempat kos sudah dekat.Saga yang mengemudikan mobil sport-nya segera menoleh dan memelankan laju kendaraan. “Gue anter sampai depan tempat kos.”“Mobilnya enggak akan bisa masuk gang, Saga.”Tidak kehilangan akal, Saga menepikan mobil dan berhenti di sisi jalan. “Masuk gangnya jauh enggak? Gue anter sampai depan,” katanya sembari melepas sabuk pengaman.“Enggak usah, tempat kos aku deket, aku—““Enggak ada penolakan. Lo cewek gue sekarang.” Saga memotong kalimat Ara.“Jadi kita beneran pacaran?” tanya Ara polos, kemudian menoleh dan memperhatikan Saga dengan saksama.Jika dipikir-pikir, mana mungkin Saga mau menjadi pacarnya? Sementara perbedaan antara Saga dengan Ara begitu kentara. Saga anak dari keluarga berada, sedangkan Ara, dia saja tidak tahu di mana papanya.Saga menatap Ara lekat-lekat. “Dari awal gue tahu kalau lo bukan cupu dan gue bener, kan?”“Saga, bukan itu yang aku tanyain.” Ara mendesah lelah.“Iya, kita pacaran. Terus kena

    Last Updated : 2024-12-06

Latest chapter

  • Misunderstanding   Chapter 23

    “Demi Demian Adit yang gantengnya selangit, belakangan ini gue jadi kepikiran, sahabat macam apa, sih, gue, sampai enggak pernah tahu gimana beratnya lo ngadepin masa sulit sendiri. Dan demi Tuhan Yang Maha Esa, gue ngerasa bersalah banget sama lo, Ara.” Erick menyampaikan penyesalan terdalamnya sambil menatap kecantikan Ara melalui pantulan cermin yang terletak dalam kamar di sebuah kediaman mewah milik keluarga Saga.Karaisa Naraya yang baru genap menginjak usia delapan belas tahun, tampil cantik dengan balutan kebaya putih yang terlihat simpel, tetapi elegan. Beberapa menit lalu, Ara baru saja melangsungkan pernikahan dengan Saga secara tertutup yang hanya dihadiri anggota keluarga inti. Atas bujukan dari Rey dan Anggun, akhirnya Ara menyetujui permintaan Saga untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuat akibat kesalahpahaman.“Kamu tetep sahabat terbaik aku, Erick. Jadi, kamu harus selalu ada buat aku. Kayak biasa. Awas kalau enggak,” ancam Ara.“Ya gimana bisa? Lo kan ud

  • Misunderstanding   Chapter 22

    “Mau apa lagi kamu ke sini? Kurang puas, udah diusir sama Papa kamu sendiri?”Matahari baru keluar dari persembunyian, tetapi Ara sudah harus menerima omelan dari wanita yang sudah mengambil papanya.“Tante, maaf ... tapi tolong sekali ini aja, aku mau ketemu Papa,” pinta Ara dengan sungguh-sungguh.Wanita yang tidak lain adalah sahabat lama mama Ara, mendekat dan berbisik. “Papa kamu itu, udah punya kehidupan sendiri di sini. Lagian kamu juga sama Bion udah bisa mandiri, kan? Jadi buat apa kamu ganggu-ganggu Papa kamu lagi?”Seketika, air mata Ara merebak. Dia yang harus menguatkan diri karena baru saja mengetahui kehamilannya, harus menerima perlakuan buruk dari Widya, wanita yang sudah merebut papanya dari sang Mama. Padahal, kedatangannya di tempat itu hanyalah untuk bisa menemui papanya supaya Ara bisa lebih ikhlas dalam menjalani hari-hari yang berat tanpa sang Papa. Ara ingin bisa memeluk papanya seperti dulu sebelum Widya mengusik kebahagiaan keluarganya.“Aku tahu Papa udah p

  • Misunderstanding   Chapter 21

    Sudah satu bulan Ara menjalani home schooling. Dia sengaja menghindari Saga, karena masih tidak terima atas apa yang dilakukan laki-laki itu terhadapnya. Meski sudah mengatakan kepada Saga bahwa kesalahannya sudah dimaafkan, tetapi kenyataannya, kata-kata itu hanya berasal dari bibir saja dan bukan dari hati.Demi bisa menghindar dari Saga, bahkan Ara menyewa tempat kos di mana tidak ada siapa pun mengetahui keberadaannya termasuk Rey dan Bion sekalipun. Ara juga tidak memberi tahu Bion di mana dia berada, karena tidak ingin sang adik memberitahukan keberadaannya kepada siapa pun.Ara melakukan berbagai cara supaya keberadaannya tetap menjadi rahasia meski dia masih harus bekerja sama dengan Rey dalam membantu papa Saga editing sebuah desain, demi kelangsungan hidupnya dengan sang adik, Bion.Hari masih pagi dan matahari belum keluar dari peraduan. Ara merasakan lapar yang teramat sangat, sampai gadis itu tidak tahan dan terpaksa harus keluar mencari makanan. Beruntung, Ara menemukan

  • Misunderstanding   Chapter 20

    “Kamu yakin, mau ambil home schooling? Saya cuma khawatir, ini akan mempengaruhi beasiswa kamu, Karaisa. Sayang sekali, loh. Sebentar lagi kan ujian kelulusan.”Nana, wali kelas Ara menyayangkan ketika gadis itu meminta untuk home schooling. Meski dengan alasan yang cukup logis, guru itu tetap menyarankan supaya Ara memikirkan ulang keinginannya.“Kalaupun beasiswa saya harus jadi taruhan, enggak apa-apa, Bu. Yang penting saya bisa tenang belajar dari rumah.”“Apa ada yang bully kamu? Sampai kamu memutuskan untuk home schooling?” Nana bertanya dengan sungguh-sungguh, tetapi hanya gelengan kepala yang didapat. “Ya sudah, kalau memang seperti itu yang buat kamu nyaman, enggak apa-apa. Nanti saya akan bicarakan ini dengan kepala sekolah, ya?”Ara lega dan mengangguk begitu saja. “Terima kasih banyak, Bu.”“Tetap rajin belajarnya, ya? Karena saya punya rencana bagus untuk bahan pertimbangan kamu nanti. Ada beberapa beasiswa kuliah di luar negeri yang menurut saya bisa kamu coba ikuti. Sia

  • Misunderstanding   Chapter 19

    “Kak, Kakak enggak sekolah?” Bion mengetuk pintu kamar Ara saat mengetahui sepatu yang biasa dikenakan sang kakak masih tertata rapi di tempatnya.“Kakak enggak enak badan, Bi.” Ara menjawab pertanyaan sang adik dengan lirih. Dia sengaja mengunci diri dalam kamar sejak kejadian semalam.“Aku telepon Om Rey apa gimana? Kakak harus periksa, kan?”Ara menahan isak tangis. Dia tahu akan kekhawatiran adiknya, tetapi dia tidak mungkin bisa menemui dan bertatap muka dengan Rey dalam kondisi seperti sekarang. Gadis itu merasa dunianya hancur. Belum lama dia merasakan indahnya jatuh cinta saat pertama melihat kedatangan Saga di sekolah, tetapi ternyata, laki-laki itu mengambil satu-satunya mahkota paling berharga dalam hidup Ara tanpa diduga.“Jangan, Bi. Kita enggak bisa terus-terusan repotin Om Rey. Nanti kakak periksa sendiri aja naik taksi.”“Kak, apa aku enggak usah sekolah? Aku anter Kakak aja buat periksa.”“Enggak, Bi. Kakak bisa sendiri.”Berbagai alasan Ara katakan sampai Bion menyera

  • Misunderstanding   Chapter 18

    Tidak terasa, sudah satu bulan Ara menempati apartemen yang kata Rey, adalah apartemen yang pernah dihuni mamanya. Rey memberi kemudahan bagi Ara dan Bion dalam belajar juga bekerja. Kepada Bion, Rey bahkan memfasilitasi adik Ara tersebut dengan berbagai les privat untuk menunjang soft skill-nya.Ara merasa sangat beruntung setelah bertemu dengan Rey, atau yang dikenal Lia dengan nama Reza. Sempat terlintas dalam benak Ara, haruskah dia menemui Sita dan berterima kasih kepada adik papanya tersebut? Karena pasalnya, Rey memperlakukan dirinya dan sang adik jauh lebih baik jika dibanding dengan Papa kandung mereka sendiri.“Om berterima kasih banyak, ya, atas bantuan kamu. Desain kamu menarik. Penjualan dari perusahaan Om meningkat pesat. Ini, gaji pertama kamu, semua Om simpan di sini. Untuk memudahkan transaksi, kamu bisa mengurus mobile banking-nya nanti.” Rey mengangsurkan sebuah amplop cokelat yang setelah dibuka, Ara menemukan cek berisi nominal yang membuat kedua bola matanya memb

  • Misunderstanding   Chapter 17

    “Beneran, kamu mau resign, Ra?” Hana, pemilik kafe tempat Ara bekerja paruh waktu, sedikit terkejut saat mendengar pernyataan Ara yang hendak berhenti bekerja di sana.Gadis yang ditanya segera mengangguk. “Iya, Kak. Ada kerabat yang kasih aku kerjaan online dan bisa dikerjain dari rumah.”“Oh, syukurlah kalau gitu, Ra. Malah bagus kalau bisa dikerjain dari rumah aja, kan? Jadi kamu bisa lebih fokus, kerjaan cepet selesai dan bisa belajar juga supaya tetap bisa mengimbangi antara kerjaan paruh waktu dan kerjain tugas sekolah.”Ara mengangguk membenarkan. “Iya, Kak. Aku berterima kasih banget karena Kakak udah kasih kerjaan selama ini dan mohon maaf kalau banyak salah.”“Formal banget kamu, Ra.” Hana terkekeh. “Aku juga makasih banyak karena kamu udah bantu-bantu di sini. Bukan cuma kamu, tapi kemungkinan aku juga ada salah, maafin, ya?”“Enggak. Kakak selalu baik, kok.” Bibir Ara terkembang.“Oh, ya, ini hadiah buat kamu yang udah aku janjiin. Selamat, ya. Jangan lupa selalu semangat

  • Misunderstanding   Chapter 16

    “HP kamu mana?”Sebuah pertanyaan Saga mengejutkan Ara yang baru saja tiba di sekolah. Dia tidak tahu sudah berapa menit Saga menunggunya di dekat gerbang. Gadis itu mendongak dan memperhatikan raut Saga yang tidak seperti biasa.Melihat Ara yang hanya diam, Saga mengambil benda pipih dari saku celana, menggulirkan layar ke atas bawah, kemudian menempelkan benda tersebut di telinga.Ara merasakan getar gawainya. Dia segera mengambil benda tersebut dari dalam tas dan melihat nama Saga tertera pada layar. Gadis itu baru sadar, ada 26 panggilan tidak terjawab dari nama yang sama. “Ayang, maaf, aku enggak tahu. Semalem aku mode getar waktu ngerjain tugas. Aku ketiduran dan bangun kesiangan sampai enggak sempat cek HP,” sesal Ara.“Ngerjain tugas atau sengaja menghindar?”Ara mati kutu. Dia pikir Saga tidak akan mengungkit alasan-alasannya yang mengusahakan supaya Saga tidak lagi mendatangi tempat kos, ataupun mempertanyakan tentang masalah pribadi yang belum diceritakan kepada laki-laki i

  • Misunderstanding   Chapter 15

    “Om Rey?” Ara terkejut saat melihat kedatangan Rey secara tiba-tiba. Belum juga dia memberi alasan yang tepat supaya Saga tidak lagi mendatangi tempat kos, tetapi kedatangan Rey seakan menjadi harapan baru bagi Ara untuk tahu apa yang terjadi sebenarnya. “Masuk, Om,” lanjutnya mempersilakan.“Maaf, tadi Om enggak ada rencana ke sini dan kebetulan lewat, jadi Om pikir, sekalian aja mampir tanpa kabari kamu lebih dulu,” jelas Rey.“Enggak apa-apa, Om. Kebetulan banget saya masih libur kerja, jadi bisa ketemu Om. Silakan duduk, Om.” Ara buru-buru merapikan buku-buku yang memenuhi meja ruang tamu, kemudian meletakkannya di meja kecil yang terletak di sisi sofa.“Terima kasih.”“Maaf, Om mau minum kopi atau teh?” Ara menawarkan.“Enggak usah repot-repot, air putih aja. Om sudah terlalu banyak minum minuman manis hari ini,” balas Rey.Ara mengangguk dan segera mengambilkan segelas air putih untuk Rey. Tidak lama, dia pun mendengar cerita Rey dengan saksama tentang apa hubungan lelaki itu da

DMCA.com Protection Status