Setelah suasana tegang mereda dan tubuh Rani mulai pulih dari pengalaman menyeramkan yang baru saja dialaminya, Nyai Murni dan Bu Marni memutuskan untuk memberikan Rani waktu beristirahat. Meskipun masih terguncang oleh penglihatan masa lalu yang mengerikan, Rani merasa bahwa dia harus mengambil jeda sejenak untuk menenangkan diri. Dia pun memutuskan untuk kembali ke penginapan bersama Bu Marni. Sepanjang perjalanan menuju penginapan, Rani terus memikirkan penglihatannya. Sosok bangsawan kejam dan anak perempuannya yang malang masih menghantui pikirannya. Apa yang sebenarnya terjadi pada rumah itu? Dan bagaimana jenglot yang diperoleh bangsawan tersebut masih membawa malapetaka hingga saat ini? Sesampainya di penginapan, Rani segera menuju kamar dan berbaring di atas ranjang. Dia mencoba memejamkan mata, tetapi bayangan masa lalu yang kelam terus menghantui pikirannya. Tubuhnya masih terasa lemah, tetapi dia tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya. Sesuatu yang lebih besar sedang me
Setelah pertemuannya dengan Nyai Murni, Rani merasa tekadnya semakin kuat. Dia harus mencari tahu lebih banyak tentang kutukan yang mengikat rumah tua itu, dan untuk melakukannya, dia perlu menggali lebih dalam. Pikiran tentang buku-buku tua di perpustakaan desa terus menghantuinya. Dia ingat pernah melihat beberapa buku yang mungkin memiliki kaitan dengan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dengan cepat, Rani memutuskan untuk kembali ke perpustakaan di desa tersebut. Perpustakaan itu terletak di salah satu sudut desa, sebuah bangunan kecil dan sederhana yang jarang dikunjungi. Hanya beberapa penduduk setempat yang tahu keberadaannya, dan bahkan lebih sedikit lagi yang datang untuk membaca buku di sana. Namun, bagi Rani, tempat itu adalah harta karun yang tak ternilai, penuh dengan rahasia masa lalu yang tersembunyi dalam tumpukan buku-buku berdebu. Ketika dia tiba di perpustakaan, suasana sunyi langsung menyambutnya. Hanya ada bunyi gemerisik angin yang menerobos celah-celah jende
Setelah rani pergi dari perpustakaan tersebut, Rani merasa ada sesuatu yang lebih besar yang mengancam daripada apa yang bisa dia bayangkan. Kepalanya penuh dengan berbagai spekulasi tentang roh bangsawan yang kejam dan jenglot yang masih bersembunyi di rumah tua itu. Malam telah larut ketika Rani akhirnya sampai di penginapan. Hawa dingin menusuk kulit, menambah suasana seram yang telah menyelimuti pikirannya. Setelah memastikan pintu terkunci, Rani duduk di meja kecil di samping ranjang, mencoba membaca buku catatannya untuk mencari pola atau petunjuk yang mungkin terlewatkan. Namun, matanya yang lelah membuat fokusnya pecah. Berkali-kali ia mencoba membaca ulang paragraf yang sama tanpa bisa mengingat apa pun. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya mulai menekan kesadarannya. Rani memutuskan untuk beristirahat. Setelah memastikan lilin padam, dia merebahkan diri dan menarik selimut, berharap mendapatkan sedikit ketenangan. Tapi malam itu, ketenangan adalah sesuatu yang terlalu jau
Rina duduk di meja kecil di kamarnya, masih merasakan dinginnya malam yang menyelimuti. Buku catatannya penuh dengan coretan mimpi buruk yang terus mengganggu tidurnya. Namun kali ini, rasa takut yang selalu menghantuinya mulai berubah menjadi kemarahan. Rina tahu bahwa roh bangsawan yang kejam itu adalah penyebab semua kengerian ini. Dia sadar bahwa roh itu tidak akan berhenti sampai tujuannya tercapai—menjaga rahasia kelamnya tetap terkubur. Dalam kemarahannya, Rina merasa bahwa dirinya tidak lagi bisa diam. Dia tidak bisa terus menerus dihantui oleh roh yang bersembunyi di rumah tua itu. Bangsawan tersebut telah mengorbankan keluarganya, bahkan putri kecilnya sendiri, demi ambisi dan kekuasaan. Bayangan gadis kecil yang selalu muncul dalam mimpinya adalah bukti betapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh bangsawan tersebut. Rina bertekad untuk mengungkap kebenaran dan menghentikan teror ini sekali untuk selamanya. Namun, malam itu, mimpi buruknya justru semakin mengerikan. Dala
Rina merasa hatinya dipenuhi kekhawatiran setelah berbicara dengan Bu Marni. Penjelasan tentang masa lalu bangsawan dan anak perempuannya yang hilang memberikan gambaran baru tentang rumah tua itu, tetapi juga memunculkan lebih banyak pertanyaan. Terlebih lagi, Bu Marni seakan memberikan peringatan yang sangat penting. Rina merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Bu Marni, terutama setelah semua yang telah mereka lalui bersama. Mengapa Bu Marni tampak begitu khawatir dan berusaha menghalangi penyelidikan ini? Hari itu, Rina bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang Bu Marni. Ia merasa perlu mengetahui lebih dalam tentang siapa sebenarnya Bu Marni dan apa yang mungkin disembunyikannya. Jika Bu Marni memiliki keterlibatan dalam misteri ini, maka itu bisa menjadi kunci untuk mengungkap seluruh kebenaran. Setelah sarapan, Rina memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia mulai dengan mengamati Bu Marni dari jauh. Rina melihat Bu Marni sedang membersihkan ruang makan dan ber
Rina duduk di ruang makan penginapan yang sepi, menatap penuh perhatian ke arah Bu Marni yang duduk di depannya. Wanita itu tampak gelisah, berbeda dengan sosoknya yang biasa terlihat tenang dan penuh kendali. Hari ini, Bu Marni telah memutuskan untuk membuka sedikit kisah masa lalunya, sesuatu yang selama ini ia sembunyikan dari Rina. "Baiklah, Nak. Aku tahu kau sudah lama menunggu penjelasan," kata Bu Marni sambil menghela napas panjang. "Ini bukan hal yang mudah bagiku untuk dibicarakan, tapi kau berhak tahu sebagian dari kebenarannya." Rina menatap wanita tua itu, merasa ada ketegangan di udara. Sesuatu dalam diri Bu Marni tampak menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan semuanya. Namun, Rina tetap diam, membiarkan Bu Marni mengambil alih pembicaraan. "Beberapa tahun yang lalu, aku tinggal di kota ini bersama keluargaku. Kami hidup cukup sederhana, namun ada hal yang selalu menjadi misteri dalam keluarga kami: rumah tua di ujung jalan itu," kata Bu Marni dengan suara yang mulai
Rina berdiri diam di depan pintu kamar Bu Marni, telinganya masih menempel di permukaan kayu yang dingin. Bisikan-bisikan di dalam kamar terdengar samar, tapi jelas. Ada orang lain di dalam kamar Bu Marni—suara seorang wanita. Rina mengernyit, mencoba mendengar lebih jelas, namun kata-katanya terlalu pelan untuk dipahami. Namun, tiba-tiba, suara langkah kaki di dalam kamar itu mulai mendekat. Mereka tampaknya bergerak ke arah pintu. Rina cepat-cepat mundur beberapa langkah, hatinya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik sebuah pilar di koridor sempit penginapan, memastikan tubuhnya tak terlihat. Dari tempat persembunyiannya, Rina mengintip. Pintu kamar Bu Marni berderit terbuka perlahan, dan seorang wanita keluar dari dalam kamar. Rina menahan napas, memperhatikan dengan saksama. Wanita itu seumuran dengan Bu Marni, tampak sekitar akhir lima puluhan atau awal enam puluhan. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya menunjukkan ekspresi yang tegas namun agak murung, seakan sedang membawa
Malam telah larut, dan Rina kembali berada di dalam kamarnya yang gelap. Angin dingin yang berhembus dari celah jendela kayu tua membuat bulu kuduknya meremang. Udara di dalam kamar seakan lebih berat dari biasanya, seolah ada sesuatu yang tak kasat mata sedang mengintai setiap gerakannya. Rina sudah berbaring di atas ranjang, tapi pikirannya terus berputar, tak bisa tenang. Pikirannya penuh dengan misteri Bu Marni dan wanita bernama Ratna. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Rina menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, tak lama setelah ia memejamkan mata, rasa kantuk mulai bergulir, dan dirinya seolah diseret masuk ke dalam dunia yang lebih dalam dan lebih gelap. Mimpi yang mengerikan itu kembali. Ia berdiri di tempat yang sama seperti mimpi sebelumnya—lorong panjang dan gelap yang dindingnya berlumuran noda darah dan goresan-goresan aneh. Bau busuk yang menusuk hidungnya masih memenuhi udara. Kali ini, mimpi terasa lebih kuat, lebih nyata. Setiap deti