Rina merasa hatinya dipenuhi kekhawatiran setelah berbicara dengan Bu Marni. Penjelasan tentang masa lalu bangsawan dan anak perempuannya yang hilang memberikan gambaran baru tentang rumah tua itu, tetapi juga memunculkan lebih banyak pertanyaan. Terlebih lagi, Bu Marni seakan memberikan peringatan yang sangat penting. Rina merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Bu Marni, terutama setelah semua yang telah mereka lalui bersama. Mengapa Bu Marni tampak begitu khawatir dan berusaha menghalangi penyelidikan ini? Hari itu, Rina bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang Bu Marni. Ia merasa perlu mengetahui lebih dalam tentang siapa sebenarnya Bu Marni dan apa yang mungkin disembunyikannya. Jika Bu Marni memiliki keterlibatan dalam misteri ini, maka itu bisa menjadi kunci untuk mengungkap seluruh kebenaran. Setelah sarapan, Rina memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia mulai dengan mengamati Bu Marni dari jauh. Rina melihat Bu Marni sedang membersihkan ruang makan dan ber
Rina duduk di ruang makan penginapan yang sepi, menatap penuh perhatian ke arah Bu Marni yang duduk di depannya. Wanita itu tampak gelisah, berbeda dengan sosoknya yang biasa terlihat tenang dan penuh kendali. Hari ini, Bu Marni telah memutuskan untuk membuka sedikit kisah masa lalunya, sesuatu yang selama ini ia sembunyikan dari Rina. "Baiklah, Nak. Aku tahu kau sudah lama menunggu penjelasan," kata Bu Marni sambil menghela napas panjang. "Ini bukan hal yang mudah bagiku untuk dibicarakan, tapi kau berhak tahu sebagian dari kebenarannya." Rina menatap wanita tua itu, merasa ada ketegangan di udara. Sesuatu dalam diri Bu Marni tampak menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan semuanya. Namun, Rina tetap diam, membiarkan Bu Marni mengambil alih pembicaraan. "Beberapa tahun yang lalu, aku tinggal di kota ini bersama keluargaku. Kami hidup cukup sederhana, namun ada hal yang selalu menjadi misteri dalam keluarga kami: rumah tua di ujung jalan itu," kata Bu Marni dengan suara yang mulai
Rina berdiri diam di depan pintu kamar Bu Marni, telinganya masih menempel di permukaan kayu yang dingin. Bisikan-bisikan di dalam kamar terdengar samar, tapi jelas. Ada orang lain di dalam kamar Bu Marni—suara seorang wanita. Rina mengernyit, mencoba mendengar lebih jelas, namun kata-katanya terlalu pelan untuk dipahami. Namun, tiba-tiba, suara langkah kaki di dalam kamar itu mulai mendekat. Mereka tampaknya bergerak ke arah pintu. Rina cepat-cepat mundur beberapa langkah, hatinya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik sebuah pilar di koridor sempit penginapan, memastikan tubuhnya tak terlihat. Dari tempat persembunyiannya, Rina mengintip. Pintu kamar Bu Marni berderit terbuka perlahan, dan seorang wanita keluar dari dalam kamar. Rina menahan napas, memperhatikan dengan saksama. Wanita itu seumuran dengan Bu Marni, tampak sekitar akhir lima puluhan atau awal enam puluhan. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya menunjukkan ekspresi yang tegas namun agak murung, seakan sedang membawa
Malam telah larut, dan Rina kembali berada di dalam kamarnya yang gelap. Angin dingin yang berhembus dari celah jendela kayu tua membuat bulu kuduknya meremang. Udara di dalam kamar seakan lebih berat dari biasanya, seolah ada sesuatu yang tak kasat mata sedang mengintai setiap gerakannya. Rina sudah berbaring di atas ranjang, tapi pikirannya terus berputar, tak bisa tenang. Pikirannya penuh dengan misteri Bu Marni dan wanita bernama Ratna. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Rina menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, tak lama setelah ia memejamkan mata, rasa kantuk mulai bergulir, dan dirinya seolah diseret masuk ke dalam dunia yang lebih dalam dan lebih gelap. Mimpi yang mengerikan itu kembali. Ia berdiri di tempat yang sama seperti mimpi sebelumnya—lorong panjang dan gelap yang dindingnya berlumuran noda darah dan goresan-goresan aneh. Bau busuk yang menusuk hidungnya masih memenuhi udara. Kali ini, mimpi terasa lebih kuat, lebih nyata. Setiap deti
Pagi itu, setelah malam penuh gangguan dan mimpi buruk yang mencekam, Rina merasa hatinya dipenuhi rasa penasaran yang tak terjelaskan. Poltergeist dan mimpi-mimpi buruk yang ia alami jelas merupakan bagian dari misteri yang lebih besar, tapi ada sesuatu yang lain yang mulai mengusik pikirannya—keadaan para warga desa yang tinggal di sekitar rumah tua itu. Selama ini, ia terlalu fokus pada dirinya sendiri dan pengalamannya dengan Bu Marni, sampai-sampai ia lupa bahwa desa ini juga mungkin menjadi tempat terjadinya hal-hal aneh. Rina memutuskan untuk keluar dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan warga desa. Apakah mereka juga mengalami fenomena gaib yang sama dengannya? Atau justru sebaliknya, mereka hidup dengan tenang tanpa gangguan apa pun? Setelah sarapan seadanya, Rina keluar dari penginapan Bu Marni. Angin dingin yang menyambutnya seakan membawa kesan kelam desa ini ke dalam pikirannya lagi. Rumah-rumah tua dengan dinding kusam berdiri berjajar di sepanjang jalan,
Rina terbangun pagi itu dengan tekad yang bulat. Setelah perjalanan panjang menyelidiki desa ini dan fenomena gaib yang terus menghantui beberapa rumah, dia mulai menyadari bahwa kunci untuk melawan semua ini mungkin bukan hanya melalui penyelidikan logis semata. Ada sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang berkaitan dengan keberanian dan keyakinan, dua hal yang ia sadari semakin penting saat menghadapi kekuatan yang tak terlihat. Dia mulai mengingat bagaimana ia mengalami gangguan poltergeist dan mimpi buruk yang mencekam. Pada saat-saat terburuk, ketika rasa takut benar-benar menguasai dirinya, gangguan itu semakin kuat. Tapi ketika dia berhasil menenangkan dirinya, menghadapi rasa takut dengan keyakinan dan keberanian, roh-roh itu mulai melemah, seolah-olah keberaniannya membentuk perisai tak terlihat yang melindunginya. Rina merasa bahwa dia perlu berbagi pengalaman ini dengan warga desa yang selama ini hidup dalam ketakutan. Banyak dari mereka yang telah lama hidup di bawah bayang
Pagi itu, Rina duduk di kamar penginapan dengan pikiran yang melayang jauh. Udara pagi yang biasanya sejuk terasa berat baginya, seperti ada sesuatu yang menekan dari setiap sudut ruangan. Mimpi buruk dan fenomena poltergeist yang terus mengganggu tidurnya membuat Rina tidak bisa tenang. Ada satu hal yang terus menghantui pikirannya: **mengapa roh bangsawan itu begitu kuat**? Setiap upaya yang dilakukan, baik oleh dirinya, Bu Marni, maupun Nyai Murni, selalu berakhir dengan kegagalan. Bahkan setelah mereka menemukan jengglot yang diyakini sebagai sumber kekuatannya, mereka tetap tidak bisa menghentikan teror yang terus melanda desa. Rina menarik napas dalam-dalam, membuka kembali buku harian tua yang selama ini ia teliti. Di dalam buku harian itu, tercatat dengan jelas bagaimana bangsawan tersebut memperoleh kekuatan selama hidupnya. Ia adalah sosok yang kejam dan ambisius, tidak segan-segan mengorbankan siapa saja, termasuk keluarganya sendiri, untuk memperoleh kekuatan gaib yang l
Malam itu, udara terasa begitu berat dan dingin. Bulan menggantung rendah di langit, menciptakan bayangan yang panjang dan menyeramkan di atas tanah. Rina duduk di atas tempat tidurnya, tidak bisa memejamkan mata meskipun sudah larut malam. Jarum jam di kamarnya menunjukkan pukul 2 pagi. Kebetulan malam itu adalah malam Jumat, malam yang sering dianggap keramat oleh penduduk desa. Selama beberapa hari terakhir, pikirannya terus dipenuhi oleh misteri yang belum terpecahkan, oleh rahasia yang tampaknya semakin dalam setiap kali ia mencoba mengungkapnya. Saat itu, Rina mendengar sesuatu—suara langkah kaki pelan di luar rumah. Instingnya langsung membuatnya waspada. Dia menajamkan pendengarannya, memastikan dirinya tidak salah dengar. Ada suara pintu yang dibuka dengan hati-hati, hampir tanpa suara. Rina berdiri dari tempat tidur, berjalan perlahan menuju jendela kamarnya, lalu mengintip ke luar. Sosok Bu Marni terlihat samar-samar dalam kegelapan, berjalan keluar rumah. Tanpa membuat s