Share

PDKI - 4

Penulis: Piki Chan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-11 11:29:31

Kami bertiga duduk dan saling diam di ruang tengah. Bahkan televisi yang menyalapun hanya kami diamkan tanpa berniat untuk menontonnya.

Sudah jam delapan malam. Ibu juga belum ada kabar apakah akan pulang atau kembali menginap dirumah temannya tersebut.

"Rob, coba dong kamu telepon ibu. Ini udah malam lho!" Mungkin perintahku ini sudah terucap lebih dari lima kali. Bahkan raut Robi sekarang terlihat semakin kesal.

"Kamu kira dari tadi aku ngapain liatin ponsel sih?" gerutunya dengan suara pelan tapi masih tetap kudengar.

Amar yang berada ditengah kamipun juga nampak diam saja tanpa berkata sepatah katapun. Berkali-kali mengamatinya yang terlihat sibuk dengan angannya sendiri. Apa yang dilihatnya semalam di kamar Bobi sangat wajar jika membuatnya langsung kaget sampai mengalami demam.

"Aku tidur kamar bawah ajalah kak." Robi menepuk pundak Amar lalu mengangguk setuju. "Jangan dimatikan semua lampunya ya!" pintanya dan kembali dijawab Robi dengan anggukan.

"Kamu masuk kamar aja dulu, kita masih nunggu bude." Begitu Robi memerintahkan kepada Amar agar segera masuk kedalam kamarnya. Dan benar saja, tanpa harus diulangipun Amar dengan sigap menuruti perintah kakak sepupunya tersebut.

Berkali-kali melihat keponsel. Berharap Ibu akan memberi kabar. Tapi nampaknya harapanku tak terwujud sampai detik ini. Bahkan Robi pun tak berhenti untuk berusaha menghubungi ponsel ibu yang tak diangkat sama sekali.

Cukup lama berselang, hingga suara deru mobil didepan gerbang rumah membuat Robi sigap untuk bangkit.

Dia segera berjalan untuk menuju kedepan dan gegas membukakan gerbang agar mobil ibu bisa segera masuk garasi.

Aku memberi kode pada Robi untuk diam saja dan membiarkan ibu beristirahat.

Ibu hanya tersenyum saja saat memasuki rumah. Dan mengabaikan bagaimana kami semua begitu khawatir padanya.

Memastikan bahwa ibu sudah masuk kedalam kamar. Kami berduapun gegas untuk naik kelantai atas. Tak lupa melihat terlebih dahulu situasi kamar Bobi yang sudah kita bereskan tadi agar ibu tak curiga telah kami masuki.

"Ibu aneh banget ya?" Kali ini aku tak bisa diam saja. Lantas bertanya pada lelaki yang berbaring disebelahku.

"Apa ibu punya pacar ya?" Robi bertanya balik padaku. Ketika kutoleh, pandangannya lurus kearah langit-langit kamar. "Apa aku yang kurang peka sebagai anak? Tapi kenapa perasaanku justru gak tenang setelah tau sikap ibu sekarang ya?" Aku meraih tangannya untuk membelainya pelan.

Saat ini, bukan waktu yang tepat jika aku ikut mengomentari perubahan sikap ibu yang tak seperti biasanya.

"Coba diajak biacara baik-baik dulu lah Rob. Kita kan udah lama gak pulang rasanya gak pantes kalau ngatain ibu berubah. Karena yang tau kesehariannya sejak lama bukan kita." Robi mengangguk dan menoleh padaku. Kemudian tangannya terlepas dan berpindah kepipiku.

*

Ibu dan Robi sudah pergi ke ruko sejak tadi pagi. Sepertinya niatan ibu untuk meminta kami berdua pindah kerumah ini bukanlah main-main.

Bahkan dengan sangat jelas, ibu sudah meminta Robi untuk meneruskan usaha toko grosirnya saat ini. Itu artinya aku dan suamiku itu tak akan bisa kembali merantau di pulau sebelah seperti sebelumnya.

Rencana cuti yang diambil penuh itu pun mungkin akan berakhir dengan surat pengunduran dari dari Robi untuk perusahannya.

"Kak Nil, aku mau keluar sebentar ya?" Amar meminta izin padaku. Remaja itu sudah berdandan dengan sangat rapi. Bahkan bau harum parfumnya pun menyengat keseisi rumah.

"Ada duit gak?" Amar tersenyum dengan malu-malu dan kemudian mengangguk. Akupun tak tinggal diam dan segera mengambil uang dalam dompet yang kebetulan ku letakkan di atas lemari pendingin. "Jangan sore-sore ya. Takutnya kehujanan terus demam lagi!" Dia mengangguk pertanda mengerti.

"Aku udah izin bude buat bawa motornya kak Bobi." Dia langsung menuntun motor matic berukuran besar itu keluar dari rumah dan akupun dengan sigap langsung menutup gerbang setelah dia melajukan kendaraam tersebut.

Rumah sudah bersih, masakan juga sudah siap. Aku sendiri bingung untuk melakukan kegiatan apa lagi.

Sebenarnya ada dua ruangan yang belum aku bersihkan, kamar ibu dan kamar Bobi. Tapi ibu benar-benar melarangku untuk masuk ke kamarnya. Terbukti dari pintu yang selalu dikuncinya, sekalipun ibu berada dirumah.

Sedang untuk kamar Bobi, aku juga bingung bagaimana mebersihkannya. Karena jika ketahuan kamar tersebut bekas disapu dan dipell pasti akan membuat ibu semakin marah.

[Nil, coba kamu kirim foto petugas kebersihan yang ada di ponselmu!]

Pesan dari Robi baru saja masuk dan langsung kubuka. Tak perlu berfikir panjang, akupun langsung menurutinya dengan mengirim foto yang dia mau.

"Assalamualaikum!" Suara salam yang terdengar keras bersumber dari luar rumah membuatku langsung beranjak dan segera menghampiri asalnya.

"Waalaikumsalam," balasku seraya membuka gerbang, nampak dengan jelas dua pemuda dengan dandanan yang sangat rapi. "Cari siapa?"

"Benar rumahnya Bobi?" Aku mengangguk, menamati keduanya dari atas ke bawah, "Kami teman kuliahnya." Begitu jawab mereka.

Karena dirumah tak ada orang, dan aku sedikit ragu untuk mengajak mereka masuk. Akhirnya ku persilakan mereka untuk duduk diteras saja.

"Maaf, mbaknya ini siapanya Bobi?" Salah satu dari mereka langsung bertanya setelah duduk dikursi kayu yang memang berada didepan rumah.

"Saya kakak iparnya. Ada apa ya, Mas? Maaf nih sebelumnya, tapi kalian sudah tau kan kalau Bobi baru saja meninggal?" Mereka mengangguk secara bersamaan.

"Maka dari itu kami datang kesini, Mbak. Perkenalkan saya Reza dan ini Doni." Aku mengangguk saja. Sebenarnya tak terlalu penting bagiku untuk tahu nama keduanya. Lalu Reza menyenggol lengan Doni seperti memberi kode. Hingga Doni pun pagam dan segera membuka tas ranselnya.

"Maaf mbak, saat kejadian tersebut kami berdua sedang berada diluar kota. Jadi belum sempat untuk datang melayat dan berbela sungkawa." Doni berhenti sejenak, aku masih mengamati setiap gerakan dari keduanya yang kini saling melirik.

"Mas Reza dan mas Doni, jika ada masalah dengan Bobi saya harap segera sampaikan saja."

Lalu Doni kembali mengeluarkan sesuatu dari ranselnya tersebut. Sebuah kantong kresek berwarna merah yang kemudian dia letakkan dilantai.

"Ini adalah barang-barang milik Bobi yang ketinggalan di loker fakultas mbak." Bobi memang masih berstatus menjadi mahasiswa tingkat akhir saat meninggal. "Kebetulan sebelum meninggal dia nitip kunci loker pada saya karena ada buku yang mau saya pinjam dan dia minta untuk saya mengambilnya sendiri disana."

Aku mengamati keduanya secara bergantian.

"Maafkan kami berdua yang lancang membuka loker tanpa memberi tahu keluarga terlebih dahulu." Yang bernama Reza kembali bersuara. "Berhari-hari kami berdua kepikiran terus setelah membuka isi loker milik Bobi."

Aku mengehembuskan nafas dengan berat. Kemudian membuka kantong kresek tersebut. Isinya memang tak banyak tapi dari barang-barang tersebut membuatku semakin kebingungan tentang rahasia yang disembunyikan Bobi semasa hidupnya.

Bab terkait

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 5

    Aku masih mengamati semua barang dalam kresek tersebut. Sengaja ku masukkan dalam kamarku agar ibu tak curiga. Entah apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Bobi, setahuku Bobi termasuk anak yang sangat patuh dan lugu. Tak mungkin jika dia berbuat macam-macam di luar sana. Lantas kenapa dia menyimpan banyak sekali barang-barang khusus perempuan? Bukan hanya di rumah saja, bahkan di loker kampuspun dia juga melakukannya. "Kak Nil, tolongin aku!" Ponselku berdering, dan benar saja itu adalah panggilan dari Amar. "Kak, jemput aku di minimarket daerah X." Aku mengerutkan kening. "Memangnya kenapa, Mar?" Aku berusaha bertanya pelan karena suaranya terdengar seperti ketakutan. "Kak Robi belum bisa ku telepon. Aku cuma minta dijemput aja sekarang, kak!" Kenapa pula dengannya. Bukannya aku tak mau menjemput, tapi memang aku tak hafal daerah sini jadi bagaimana bisa aku sampai kesana. Tanpa pikir panjang, aku langsung bergegas pergi ke tempat di mana Amar memberitahu. Mengendarai mobil mi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 6

    "Ibu mau kemana lagi sih?" Kali ini aku mendekati ibu yang berjalan keluar dengan menyeret sebuah koper besar. "Ibu bermalam lagi di rumah teman Nil. Jangan lupa nanti kirimi Robi makan siang lho." Lalu tak lama kemudian, Pak Parman yang merupakan salah seorang tetangga kamipun datang dan gegas memasukkan semua barang-barang ke dalam bagasi mobil. Tak terkecuali koper besar yang ku lihat tadi. "Tapi buat apa bawa barang sebanyak ini kalau cuma sehari?" Aku masih penasaran. Ibu lantas membalikkan badan untuk berhadapan denganku. Lalu ibu mencubit pucuk hidungku dengan gemas. "Tumben sih mantu ibu ini kepo banget. Nanti ibu kasih voucher ke klinik kecantikan mau gak?" Jelas saja ku kembangkan senyum padanya. Lagian siapa yang akan menolak tawaran tersebut. Mertuaku ini memang sangat royal bahkan sebelum aku meminta padanya. "Tapi ibu pulang besok lho ya. Jangan nunda-nunda kayak kemarin. Kasihan Robi yang khawatir." Ibu mengangguk dan kemudian segera masuk ke dalam mobil. Pak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 7

    "Tapi kata Amar, semalam ibu beresin kamar Bobi. Aku curiga kalau yang dibawa ibu itu barang-barang milik Bobi." "Kita periksa aja sekarang." Dia menarik tanganku dengan langkah cepat menuju kamar mendiang adiknya. Gelap, memang beberapa hari ini aku dilarang ibu untuk membersihkannya sehingga lampupun juga takku nyalakan. Benar saja, kamar ini sudah dalam kondisi berantakan. Sangat berbeda sekali dengan terakhir kali aku melihatnya saat Amar memberi tahu tentang apa yang ditemukannya malam itu. Aku bergegas melihat isi lemari yang ternyata juga sudah kosong. Jadi benar yang dikatakan oleh Amar, bahwa semalam ibu memang membereskan kamar ini sendirian dan semua barang yang dibawanya pergi tadi adalah milik Bobi. "Apa mungkin mau dikasihkan ke orang ya?" Aku berusaha berpikir positif. Tapi Robi menggeleng dengan pelan. "Bahkan laci berisi barang aneh itu juga sudah tidak ada Nil. Artinya ibu sudah tau."

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 8

    "Nil, Rob... Makasih ya sudah jagain Amar." Om Pras duduk di sofa seraya meletakkan cangkir berisi kopi hitam. "Mbak Salma kapan pulang?" Robi menggeleng seperti malas untuk membalasnya. "Tahu tuh Om, anaknya baru aja meninggal tapi ditinggal kelayapan terus." gerutu Robi dengan suara lirih tapi masih bisa ku dengar. "Tapi kalian jadikan pindah ke sini? Kasihan lho sama ibumu kalau tinggal sendirian." "Iya, aku langsung ngajuin surat resign tinggal ngurus barang-barang yang ada di rumah sana." Memang aku dan Robi belum sempat mengurus semua barang di rumah perantauan karena kabar meninggalnya Bobi sangat mendadak. Tante Wanda yang makan di sebelahku itu menyenggol lenganku dan mendekatkan kepalanya. "Ibumu punya pacar baru ya?" Pertanyaannya membuatku tersedak. Sungguh adik ibu mertuaku ini memang cukup ceplas-ceplos dalam berbicara. Aku menggeleng saja karena memang masih mengunyah makanan yang baru saja kulahap. "Udah tua juga bany

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 9

    "Kalau saat ini aku justru berharapnya Ibu jangan pulang dulu." Dia menoleh padaku dan mengedipkan sebelah matanya. "Jangan sampai Ibu tahu kalau aku pasang CCTV di kamar Bobi." Bisiknya di telingaku. Benar saja, satu orang baru keluar dari kamar Bobi dan mengulas senyum seolah memberi pertanda bahwa semuanya sudah beres. Melihat Robi dan mereka mengobrol seperti tengah menjelaskan sesuatu. Robi pun terlihat antusias dan sesekali mengangguk. Tak lama kemudian, mereka semua pamit untuk pulang. Kebetulan sekali karena memang sudah hampir larut malam. "Tapi kenapa aku familiar sama Ricard ya?" Kali ini kami masih duduk di teras rumah. Suasana malam minggu yang cukup ramai dengan anak-anak tetangga bermain dan berlarian. "Aku justru baru ingat setelah lihat foto profil dia." Robi melihat ulang tangkapan layar foto yang diberikan oleh Amar. "Kayaknya kamu harus tegas sama Ibu deh Rob." Apakah ideku ini termasuk provokatif?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 10

    "Bu, ini semua belanjaan kan masih banyak di kulkas." Aku protes saat membacanya. Tapi Ibu hanya tersenyum. "Udah gak papa Nil, kan bisa buat stok juga." Aku mengerucutkan bibir karena tak sependapat dengan Ibu. "Tapi Nil, Ibu kan gak bisa nemenin Robi. Sekali-kali kamu ajalah yang nemenin dia." Robi langsung tersedak saat Ibu berkata demikian. "Tumben Ibu nyuruh Nipna ikut?" Selama ini, Ibu memang diam saja. Tak menyuruhku ikut atau melarangku ikut. "Ya... Itu, biar kamu tau situasi Ruko. Kamu ikut aja sana. Di ruko belakang pasar masih ada kok penjual daging saat sore." "Iya, Nilna biar ikut aku aja Bu." Tampak sekali Ibu tersenyum dan mengangguk. Gegas aku menoleh pada Robi yang memberiku isyarat untuk mengikui kemauan Ibu saja. Kami berdua pun segera pergi mengendarai motor. Robi yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos itu terlihat berkali-kali mengintip dari kaca spion untuk melihat kondisi rumah saat kami tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 11

    Mataku membelalak ketika mengamati video yang terekam tersebut. Rupanya benar kecurigaan Robi tadi. Ibu tengah membereskan kamar Bobi yang terakhir kulihat sangat berantakan. "Nilna biar di rumah saja Bu." Sepertinya Robu paham apa yang akan Ibu ucapkan, karena dia langsung mengatakan hal tersebut sebelum Ibu. "Kasihan dia kalau ikut ke ruko. Biar dia di rumah untuk nyetrika baju saja." Alibinya. Eksprrsi Ibu namoak berubah. Entah apa yang tengah dia rencanakan hari ini. Mungkinkah benar jika Ibu memang memintaku untuk ikut Robi saja. "Padahal Ibu kan gak nyuruh aku buat ikut kamu Rob." Aku mengembangkan senyum menghadap pada Ibu. Wanita tersebut mengangguk. "Suudzon mulu sama Ibu sih." Kilahnya. Robi hanya menggeleng saja tanpa berniat untuk menanggapinya. Seperginya Robi, Ibu segera kembali ke kamarnya sedangkan aku segera membereskan sisa sarapan. Tak lama kemudian, Ibu kembali dengan dandanan yang rapi dan menenteng sebuah tas be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 12

    "Motor itu hanya nganggur di rumah saja, sih." Aku berusaha bersikap santai saat menjawab pertanyaannya. "memangnya kenapa, ya?" Kali ini aku bertanya balik padanya. Lelaki dingin di depanku ini mengatur sikap, tapi walaupun begitu aku bisa merasakan perubahannya yang mulai tidak biasa. "Bukan suatu masalah besar. Aku hanya ingin tahu saja tidak lebih dari itu, " jawabnya kemudian senyumnya mengembang seolah menunjukkan padaku bahwa memang tidak terjadi apa-apa dengan motor tersebut. Lalu Richard pun mendekatkan minuman yang baru saja diantarkan oleh pelayan. "Tenanglah Aku tak akan mencampur racun di minumanmu." Lalu dia terkekeh yang justru membuatku sangat muak. Sebenarnya apa yang dia inginkan? Kenapa dia begitu kekeh ingin tahu siapa yang menggunakan motor Bobi sebelum digunakan oleh Amar. "Apakah ada yang ingin kamu tanyakan lagi?" Dia diam sejenak, seperti ingin bertanya l

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02

Bab terbaru

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 21

    "Memangnya dulu ketemu di mana?" Senyumku mengembang, sepertinya saat ini akan menjadi hari nostalgia tentang kenanganku bersama Robi. "Saya sama Robi itu satu kelas waktu kuliah Pak, makanya kenapa risih dan malu kalau harus memanggil dia dengan sebutan Mas begitu sebaliknya,karena dari dulu kita biasa ejek-ejekan dan bertengkar." Aku tertawa sendiri mengingat bagaimana dulu sangat kesal jika Robi sudah mulai mengangguku saat di kelas. "Robi itu iseng banget pak. Saya sampe kesel banget sama Robi, tapi kok mau ya dinikahin?" Pak Parman justru tertawa makin keras. Aku menengok kearah jam yang melingkar ditanganku. Sudah mendekati waktu makan siang. Setelah menyelesaikan pembayaran 2 mangkok bakso Khusus untuk pak Parman dan juga 2 gelas es teh yang langsung ditengguk habis olehnya Kemudian aku pun berpamitan untuk mengantar makan siang ke ruko. Baru saja akan membuka gerbang, seorang pria yang turun dari mobil berwana merah menyala menghampir

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 20

    Aku melirik dulu kearah pak Parman yang masih sibuk memindahkan barang-barang yang ku keluarkan tadi ke dalam api. Lalu dengan gerakan cepat mengambil flashdisk tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong. "Mbak, kenapa barang-barang bagus kok dibakar?" Aku masih terdiam karena bingung untuk menjawabnya. "Ini barang riject-an pak." Lalu pak Parman menoleh padaku, dan akupun hanya meringis kearahnya. "Pokoknya gitu deh. Pak Parman gak usah mikirin ini. Yang penting nanti saya traktir bakso di perempatan sana." Nampak senyumnya mengembang. Cukup lama berjibaku dengan panasnya api yang berkobar. Bahkan aku menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana semua barang milik Bobi berproses menjadi abu. Sesuai janjiku, akupun mengajak pak Parman untuk makan bakso di sebuah warung yang hanya terdiri dari tenda dan gerobak biasa. "Mbak Nilna jadi pindah ke sini kan?" Aku mengangguk, mengamati pak Parman yang lahap memakan baksonya. "Kasia

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 19

    "Kamu karyawannya Ricard?" Dia mengangguk dengan ragu. Mulutku membulat untuk menunjukkan keterkejutanku. "Terus sekarang?" "Kebetulan hari ini aku bagian libur." "Bentar Cin, kamu udah lama kerja di sana?" Dia terlihat menatap ke atas, mungkin tengah mengingat sesuatu. "Baru beberapa bulan mbak, itupun dibantu sama mas Bobi." Dengan gerakan refleks langsung menggerbak meja membuatnya kaget. "Eh, maaf." Aku tertawa menyadari kebodohanku yang membuatnya terkejut. Tak menyangka bahwa hubungan mereka sangat istimewa, sampai Bobi bisa menjadi koneksi Cindy untuk bekerja disana. "Kamu ada kuliah gak?" Cindy mengangguk lagi. "Nanti sore." Kini giliranku yang mengangguk. Sebenarnya aku ingin langsung menanyainya banyak hal tapi rasanya terlalu gegabah kalau menginterogasi Cindy saat ini. "Mbak...." Dia memanggilku dengan ragu, lalu menoleh kesegala arah untuk memastikan bahwa tidak ada orang di sini. "Kenapa? Katakan saj

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 18

    Kali ini aku menemani Robi yang masih memaku di meja makan. Bahkan dia tidak menghabiskan makanan yang aku sediakan di piring seperti biasanya."Rob, mikirin apa lagi?" Aku mencoba bertanya dengan menyikut lengannya secara perlahan, lantas menoleh padaku. Dia hanya mengembangkan senyum sebentar lalu kembali untuk makan makanan yang telah kusiapkan dan dia diamkan saja sejak tadi. "Kalau memang tak nafsu makan, jangan dipaksa. Mungkin masakanku kali ini kurang enak." Aku mencoba bercanda, bukannya menjawab Robi justru kembali tersenyum dan seolah meyakinkan bahwa apapun yang aku masak pasti sangat enak untuk lidahnya.Dan benar saja setelah aku berkata demikian Robi pun menghabiskan tanpa sisa. Aku pun lantas membawa piring kotor Robi ke wastafel dan langsung mencucinya."Mau minum teh anget apa es jeruk?" tanyaku lagi berharap Robi mulai mencairkan suasana karena sejak tadi dia hanya diam saja. "Rob... Aku bertanya padamu, kamu pengen a

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 17

    Dengan gerakan refleks, kututup mulutku yang membuka lebar. "Jangan katakan kalau ibu menyembunyikan penyimpangan yang Bobi perbuat?" Robi lantas menarik lengan ibu untuk duduk di kursi yang terletak di kamar ini. Kepalanya terus menunduk seolah takut untuk menatap kami berdua. Robi lalu duduk di ranjang yang lebih dekat dengan tempat ibu kini. "Sejak kapan, bu?" Bukannya menjawab, ibu justru menangis tersedu-sedu. Kedua telapak tangannya digunakan untuk menutup wajahnya. "Tega sekali ibu mendukung kebiadapan Bobi!" Robi menekankan suaranya. "Ibu tak pernah mendukungnya, Rob. Tapi apa yang bisa ibu perbuat?" Robi masih terpaku untuk menatap pada ibunya. Sedangkan aku kini berpindah tempat untuk mendekat pada ibu. "Sudah berapa lama, bu?" "Ibu baru mengetahuinya setahun terakhir, Nil. Jangan berfikir bahwa ibu tak berusaha mengobatinya. Ibu sudah membawanya ke psikolog dan psikiater tapi nyatanya sejak dia praktikum justru s

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 16

    Mata Richard membulat seraya menatapku dengan tajam. Ya barusan itu adalah pertanyaan yang kulontarkan padanya. "Kami janji akan membantu menyembunyikan fakta ini. Tapi jelaskan dulu bagaimana bisa kalian menjalin hubungan yang menjijikkan tersebut?" Sekalipun Aku berbicara dengan nada menekan, tapi tetap saja tanganku masih menggenggam erat tangan Robi agar dia bisa meredakan amarahnya saat ini. "Ya, lalu apa lagi yang harus aku tutupi kalau nyatanya kalian sudah tau?" Aku menghembuskan nafas dengan kasar. Bahkan sikap tenangnya yang seolah tanpa beban tersebut membuatku cukup muak. Robi terlihat tersenyum di ujung bibirnya. Mungkin ini salah satu cara untuk menutupi apa yang tengah dirasakannya. "Anda yang menyeret Bobi masuk kelingkaran ini?" Ricard menggeleng, dia tersenyum semakin lebar. "Aku harus jujur. Sejak kuliah di luar negeri kebiasaan yang kalian anggap menjijikkan ini bukanlah hal yang aneh. Tapi kalian harus tau, kami

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 15

    "Nil, kamu sudah bilang ke Ricard kalau kita udah jalan kan?" Aku mengangguk, memang setelah pertemuan dengan Reza dan Doni tadi pagi, Robi segera mengajak Ricard bertemu. "Kamu yakin Rob? " Dia mengangguk dengan pandangan yang tetap fokus menatap depan. "Gak pengen ngasih tahu ibu dulu?" "Justru sepertinya ibu sudah lebih dulu tau soal ini dan menyembunyikannya dari kita." Kentara sekali bahwa Robi tengah menahan emosi. Akupun mewajari sikapnya kali ini, walaupun saat biasanya dia terlihat cuek dan acuh tapi tetap saja Robi sangat perhatian dengan adiknya. "Nih Ricard ngasih tau kalau dia udah disana." Aku lalu menunjukkan sekilas pesan pria maskulin tersebut. Gegas melajukan mobil dengan lebih cepat. Tujuannya agar kita tak pulang kemalaman. Karena ibu menunggu dirumah sendirian. Seharian ini, kami pergi tak memberi tahu alasan pastinya pada ibu. Robi berbohong bahwa malan ini kami akan pergi menonton dan ibu pun tak mempermasalahk

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 14

    "Oh, ini abang dan kakak iparku. Kenapa?" jawab Reza dengan nada meninggi dan mata menatap tajam. Reza memberi interuksi tanpa suara agar kami berdua segera berjalan terlebih dahulu. Sesekali aku menengok ke belakang sampai memastikan bahwa dia benar-benar tak dalam masalah. "Kalau dia nutupi status kita, berarti emang ada masalah sama si Bobi." Robi menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Aku sengaja memperlambat langkah hingga Reza benar menyusul di belakang. Kafe ini tak terlalu ramai. Padahal suasana dan interiornya cukup photoable untuk kalangan mahasiswa. Tapi setelah melihat daftar menunya aku mulai paham kenapa sangat sepi. "Mbak udah lihat isi kreseknya, kan?" Aku mengangguk, lalu Robi pun ikut mengangguk. "Saya boleh cerita kejadian kurang menyenangkan gak?""Ceritakan semuanya, jangan ada yang ditutupi." Robi menekankan perkataannya. Sehingga Reza pun terlihat bersiap untuk memulai bercerita. "Setelah sa

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 13

    Sigit Prawiro, dalam kartu nama tersebut sangat jelas bahwa profesi yang tercantum adalah seorang lawyer. "Makin aneh aja deh si ibu." Robi mengeluhkan sikap ibunya sendiri. "Apa kita ketemu sama Ricard dulu atau mencari informasi tentang apa yang ibu lakuin akhir-akhir ini?"Aku mengerutkan kening untuk memberi saran yang cocok untuk itu. Tapi tetap saja aku belum bisa menentukan aoa yang seharusnya kita lakukan setelah ini. "Enaknya gimana ya Rob? Apa kita selesaikan sendiri atau kita minta bantuan keluarga?" "Siapa? Om Pras dan tante Wanda?" Aku mengangguk pelan. Takut jika apa yang kuutarakan ini tak disetujuinya. "Masalahnya kan kita belum tau pasti tentang Bobi sebelum dia meninggal." Lalu aku pun mengingat sesuatu dan segera berbisik padanya. *Pagi ini Robi sudah lebih dulu meminta ibu untuk menjaga ruko sendirian dengan alasan akan pergi denganku. "Sekali-kali kencanlah buk. Ma

DMCA.com Protection Status