Share

PDKI - 6

"Ibu mau kemana lagi sih?" Kali ini aku mendekati ibu yang berjalan keluar dengan menyeret sebuah koper besar.

"Ibu bermalam lagi di rumah teman Nil. Jangan lupa nanti kirimi Robi makan siang lho." Lalu tak lama kemudian, Pak Parman yang merupakan salah seorang tetangga kamipun datang dan gegas memasukkan semua barang-barang ke dalam bagasi mobil. Tak terkecuali koper besar yang ku lihat tadi.

"Tapi buat apa bawa barang sebanyak ini kalau cuma sehari?" Aku masih penasaran. Ibu lantas membalikkan badan untuk berhadapan denganku. Lalu ibu mencubit pucuk hidungku dengan gemas.

"Tumben sih mantu ibu ini kepo banget. Nanti ibu kasih voucher ke klinik kecantikan mau gak?" Jelas saja ku kembangkan senyum padanya. Lagian siapa yang akan menolak tawaran tersebut.

Mertuaku ini memang sangat royal bahkan sebelum aku meminta padanya.

"Tapi ibu pulang besok lho ya. Jangan nunda-nunda kayak kemarin. Kasihan Robi yang khawatir." Ibu mengangguk dan kemudian segera masuk ke dalam mobil.

Pak Parman yang masih berdiri di sebelahku selepas ibu pergi pun berniat untuk pamit tapi aku langsung menghalanginya terlebih dahulu.

"Mbak Nilna mau ngajak ngapain nih?" Aku membelalakkan mata melihat pria setengah tua itu tertawa keras.

"Wah, boleh juga nih bapak-bapak." Dia semakin mengeraskan tawanya. Kemudian duduk di kursi teras. "Kok bapak tau kalau ibu mau pergi dan ngebantuin masukin barang-barang ke mobil?"

"Ya Bu Salma kan tadi pagi ke rumah bapak, minta tolong buat bantuin gitu." Lalu Pak Parman mengeluarkan selembar uang berwarna biru dan memerkannya padaku.

"Enak nih buat ngopi di warung janda pirang depan gang?"

"Mbak Nilna tau aja. Nih bapak sudah boleh pulang belum?" Akupun mengangguk.

Setelah semua urusan rumah beres. Aku mengecek keadaan Amar terlebih dahulu untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja.

"Eh Mbak Nil, ada yang ngirim pesan ke aku ngakunya sih mas-mas kemarin." Aku mengerutkan kening mendengar Amar bercerita saat baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Nanyain kabar?" Dia menggeleng pelan.

"Malah nanyain isi jok motor. Terus nanya lagi, sebelum aku pergi ngecek jok motor dulu nggak."

"Mungkin dia cuma memastikan kalau ada barang yang penting sih Mar." Aku memberi tanggapan atas ceritanya.

"Bukan kayaknya. Orang dia kayak maksa aku buat jawab lihat isi jok gak sebelumnya." Amar menunjukkan raut kesal dan heran dalam waktu bersamaan dan membuatku ikutan bertanya tentang apa maksudnya. "Kak Nil, bude kemana?" Aku menaikkan kedua bahuku secara bersamaan.

"Tau tuh, dolan terus dari kemarin."

"Tapi semalam aku lihat bude sibuk beresin kamar Kak Bobi." Lanjutnya. Aku langsung menghentikan aktifitasku yang tengah melipat selimutnya.

"Serius?" Amar mengangguk. "Emang kamu ngintip?" Dia mengangguk lagi.

"Pas bude ngangkatin barang-barangnya kan jelas lewat sini kak." Benar juga yang dikatakan oleh Amar. Memang letak kamar Amar ini dekat dengan tangga yang menjadi akses lantai satu dan lantai dua.

Televisi masih menyala, tapi aku tak bisa fokus untuk menontonnya. Cerita Amar tentang ibu, masih terngiang jelas di kepalaku.

"Bengong terus." Robi menyenggol lenganku dengan keras dan membuatku langsung menoleh padanya. Posisi kita sekarang sedang duduk di atas ranjang kamar.

"Kamu tau engga kemana ibu pergi?" Robi menggeleng dengan pelan. Dia meletakkan ponselnya di atas meja sebelah ranjang. "Tau nggak kalau ibu pergi bawa banyak tas dan satu koper besar?" Kini Robi justru mendekatkan wajahnya tepat dihadapanku. Sangat jelas keterkejutan diwajahnya.

"Memangnya ibu mau pergi berapa lama? Cuma izin sehari aja." Sebuah pertanyaan yang membuatku semakin penasaran dan menaruh curiga kepada ibu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status