Anna keluar dari mobil Nalen dengan senyum mengembang. Ia mengapit tangan laki-laki itu sepanjang memasuki kantor. Sudah tiga hari ini Nalen tiba-tiba bersikap manis padanya. Awalnya Anna kaget, tapi lama-lama ia sangat menikmati. Terlebih jika mengingat sikap Nalen pada Safiyya yang kini berubah drastis.Nalen sering memarahi wanita itu di depan Anna hanya karena masalah sepele. Sepertinya kali ini rencana Anna untuk mengadu domba Nalen dan Safiyya berhasil. Tak sia-sia ia menyewa fotografer profesional untuk menguntit Safiyya dan Yusuf. Pikirnya.Di lobi, Anna dan Nalen tak sengaja melihat Safiyya bersama Maira. Wanita itu tersenyum licik lalu sengaja memanggil Safiyya untuk memanasinya."Safiyya!" seru Anna, kemudian berjalan menghampiri dua wanita itu. Safiyya dan Maira hanya saling berpandangan."Kamu mau ke atas. Kita bareng aja, yuk," ujar Anna sok akrab. Ia berbicara tanpa melepas tangannya yang mengapit tangan Nalen dengan tak tahu malu.Nalen dan Safiyya saling berpandangan.
Istirahat makan siang tiba, semua karyawan pun berhamburan keluar. Tak terkecuali Safiyya dan tiga sahabatnya. Di dalam lift, Felis sedari tadi terus menjaga jarak dari Maira. Ia mengabaikan wanita itu. Safiyya yang melihat hal tersebut ikut merasa prihatin. Begitu sampai di lantai tiga, Maira langsung menarik Felis untuk mengajaknya bicara."Fel, bisa kita bicara bentar?" tanya Maira.Felis menatap Maira malas lalu menjawab. "Ada apa? aku nggak bisa lama-lama.""Ayo ikut aku, kita cari tempat yang sepi untuk bicara.""Aku malas kalau harus sembunyi-sembunyi. Kenapa kamu nggak langsung aja cerita di depan aku dan yang lain. Kamu mau sampai kapan bohong?" Felis menjawab ketus.Mau tak mau Maira pun akhirnya mengangguk setuju. Benar kata Felis, ia memang belum menceritakan seluruh kejadian pada siapapun, bahkan Safiyya juga tak tahu keseluruhan cerita sebenarnya."Sebelum makan, aku mau jujur tentang sesuatu sama kalian semua. Biar kalian nggak salah paham tentang kedekatan aku dan Yusu
"Kamu pulang saja dulu, Ann. Aku masih ada banyak pekerjaan." Nalen berbicara pada Anna yang berdiri di ambang pintu untuk mengajaknya pulang bersama."Kamu yakin?" Anna memastikan. Nalen hanya menjawab ucapan wanita itu dengan anggukan. Setelah yakin Anna benar-benar pergi ia pun mengirim pesan pada Safiyya.Tunggu aku di lobi, Sayang. Anna baru saja turun.Di seberang, Safiyya tersenyum setelah membaca pesan yang dikirim suaminya. Ia dan Nalen memang berjanji untuk pulang kantor bersama hari ini."Gimana, kamu jadi pulang bareng Nalen?" Maira bertanya penasaran ketika keduanya sudah sampai di depan lift."Ya, tapi aku benar-benar harus memastikan Anna pulang lebih dulu."Tak berapa lama lift pun terbuka. Anna terlihat ada di dalam sana. Ia memutar mata jengah. Sedang Safiyya dan Maira hanya saling berpandangan. Kedua wanita itu memutuskan masuk setelahnya lalu memilih berdiri di belakang Anna. Sedang Anna masih memasang sikap tak acuh dengan wajah arogan."Aku pikir kamu akan naik k
"HAH, Shit!" Anna membanting ponselnya ke atas tempat tidur dengan emosi naik ke ubun-ubun, kala ia menyadari tengah dikelabui oleh Nalen. Bahkan yang lebih membuatnya marah, laki-laki itu sepertinya juga bersekongkol dengan Safiyya untuk berpura-pura bertengkar di depannya.Atau bahkan semua orang pun ikut membantu keduanya. Terbukti saat ia pulang Kalyra dan anak-anaknya tak ada. Kemungkinan besar mereka pasti tengah berkumpul untuk merencanakan sesuatu."Bisa-bisanya mereka mempermainkan aku seperti ini," geram Anna. Matanya menyiratkan dendam yang begitu besar pada Safiyya. Terlebih setelah ia mendengar wanita itu mengatakan soal Alice."Aku harus lebih waspada pada Safiyya. Dia sepertinya mencurigai aku membunuh Alice," gumam Anna gelisah. Tak lama setelah itu ia terlihat mondar-mandir di depan tempat tidur untuk memikirkan sesuatu."Tapi mengapa dia bisa curiga?" sambungnya kemudian. Anna menghentikan langkah ketika dia mengingat Mark. "Apa mungkin Mark?"Rahang Anna mengeras, l
Safiyya melangkah masuk ke kamarnya setelah mengantar Nalen pulang sampai ke depan pintu. Tapi alangkah kagetnya dia saat mendapati kamar dalam kondisi sangat berantakan. Baju-baju di dalam lemari hampir dikeluarkan semua isinya. Semua laci pun hampir semuanya dibuka. Safiyya yang panik memutuskan akan menghubungi Nalen, tapi niat itu ia urungkan ketika teringat sesuatu tentang Anna. Safiyya buru-buru menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia tak ingin mengambil risiko lebih jauh dengan membiarkan orang lain tahu apa yang terjadi. Termasuk Gibran dan Bu Ani.Safiyya tahu kalau Anna yang melakukan semua ini. Wanita itu pasti sudah curiga kalau Mark telah memberi bukti atas kejahatannya. Safiyya merutuki diri, ia yakin Anna nekad melakukan ini gara-gara ucapannya tadi sore saat mereka berdebat di kantor. Harusnya ia tak perlu membawa-bawa Alice. Kalau sudah begini Anna akan semakin nekad untuk menghancurkan hidupnya. Wanita itu tak akan segan lagi untuk melakukan segala cara demi membungk
"Sayang, kamu kenapa diam saja dari tadi? Apa masih memikirkan kejadian kemarin malam?" Nalen memulai percakapan setelah keheningan yang cukup lama. Keduanya tengah berkendara menuju kantor."Aku nggak pa-pa. Hanya masih merasa khawatir karena sikap Anna semalam."Nalen menghela nafas mendengar ucapan Safiyya. "Kamu tenanglah. Aku sudah memperingatkan Anna agar nggak lagi-lagi memasuki rumah tanpa izin."Safiyya pun akhirnya mengangguk meski kekhawatiran masih menderanya."Dia juga sudah mengatakan alasan pergi ke rumahmu. Dia sudah tahu semuanya, kalau kita hanya pura-pura bertengkar di depannya. Bahkan Anna juga curiga kita sedang merencanakan sesuatu untuk menjebak dia."Safiyya kembali mengalihkan tatapan pada suaminya. Ia menahan diri untuk tak jujur pada Nalen bahwa semuanya jauh lebih buruk dari itu.Tak berapa lama, mobil pun akhirnya berhenti di depan lobi. Kehadiran keduanya lagi-lagi mengundang perhatian orang. Safiyya berusaha tak menghiraukan semua itu."Aku ingin ke toil
Disebuah ballroom hotel mewah, pesta perayaan ulang tahun perusahaan Akhtar Grup tengah digelar. Para tamu dan kolega bisnis keluarga Akhtar sudah mulai berdatangan memenuhi tempat itu.Nalen pun sudah terlihat tampan dengan tuxedo hitamnya. Sedari tadi ia terus menatap ke arah pintu masuk, berharap tiba-tiba istri dan anaknya akan muncul.Nalen menilik jam di pergelangan tangan dengan gelisah. Tinggal sisa waktu beberapa menit saja untuk dimulainya acara. Tapi Safiyya tak kunjung terlihat batang hidungnya."Seandainya tahu begini, aku akan menjemput Safiyya sendiri," gumam Nalen kesal. Pasalnya ia mempercayakan semua kebutuhan pesta Safiyya dan Nafis pada Kalyra. Ia ingin istri dan anaknya tampil memukau hari ini."Nalen, ayo kita menemui beberapa tamu penting dulu," ujar Anna menepuk bahu Nalen.Mau tak mau laki-laki itu pun mengangguk meski enggan. Lalu berjalan masuk untuk bersiap. Ketika ingin pergi dengan Anna, Kalyra tiba-tiba memanggilnya. Senyum Nalen pun merekah. Jika Kalyra
Safiyya mendorong ranjang pasien dengan hati sedih. Di samping kiri dan kanan ada dua perawat yang membantu. Maira pun terlihat berlari mengikuti di bagian belakang. Safiyya ingin sekali menangis melihat kondisi sang suami dengan bahu dan lengan berdarah akibat goresan pisau Anna.Ya, Nalen memang benar-benar melindungi Safiyya dari tikaman Anna. Beruntung laki-laki itu sigap menghindar hingga hanya bahunya yang harus tersayat. Itu pun tak luput dari kesigapan Kalyra melumpuhkan Anna dengan menendang wanita itu ketika ia hendak coba menikam Safiyya lagi."Bertahanlah," gumam Safiyya berulang-ulang sambil terus menggenggam tangan Nalen yang berdarah."Tenanglah, ini hanya luka kecil," ujar Nalen pada istrinya yang sudah akan menangis."Bagaimana aku bisa tenang kalau darah Mas keluar sebanyak ini," ujar Safiyya dengan nada bergetar.Tak berapa lama akhirnya Nalen sampai di ruang IGD untuk mendapat penanganan, karena lukanya memang cukup panjang. Dengan berat hati Safiyya harus rela cem
Tiga bulan berlalu dari semua kekacauan hidup yang Safiyya alami. Wanita itu kini tengah menikmati kebahagiaan berlimpah. Terlebih keadaan Nalen pulih dengan cepat setelah melakukan banyak terapi. Kini keduanya tengah berbahagia untuk menanti kelahiran buah hati. Usia kandungan Safiyya kini sudah berusia enam bulan.Safiyya menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Gaun putih brokat dengan detail payet nan mewah bermodel mengembang, membalut tubuh Safiyya dengan pas. Hijab putihnya dipercantik dengan mahkota kecil di atas kepala. Penampilannya hari ini sungguh sangat menakjubkan.Safiyya tersenyum lebar lalu menarik nafas untuk menghilangkan kegugupan, mengingat hari ini acar resepsi pernikahannya akan segera digelar. Keduanya memang sepakat untuk mengundur rencana peresmian pernikahan mereka sampai Nalen benar-benar pulih. Seperti rencana terakhir kemarin, acara itu benar-benar digelar di Bali. Tepatnya di belakang cafe Nalen dengan latar danau Baratan dan pure-pure nan megah."Sayan
Safiyya menatap gundukan tanah merah di depannya dengan perasaan tak menentu. Di sampingnya Maira terus menenangkan wanita itu yang tampak sudah kelelahan. Pemakaman tersebut hanya dihadiri beberapa rekan kantor dan orang-orang yang kenal baik dengan Anna. Sedangkan Brian dikuburkan di samping makam Anna. Keduanyya meninggal dalam waktu bersamaan. Meski dengan kematian keduanya kasus kecelakaan Alice akhirnya tak diusut, Safiyya tetap merasa bersyukur. Mungkin ini yang terbaik menurut Allah.Ya, hari ini Safiyya tengah berada di depan makam Anna dan Brian untuk mengantarkan mereka ke peristirahatan terakhir. Setelah perjuangan Anna selama beberapa hari, wanita itu akhirnya menyerah.Bersamaan dengan itu, Nalen juga dirawat di ruang ICU. Suaminya masih belum bangun hingga detik ini setelah menjalani oprasi."Ayo kita pulang. Anna sudah tenang di alam sana bersama Brian," ujar Maira sambil menuntun Safiyya menjauh dari pemakaman.Safiyya tak banyak bicara, sejak semua kejadian itu ia me
Safiyya terbangun subuh hari karena suara putrinya yang memanggil. Gadis kecil itu naik ke kasur empuk dimana di sana ada ibunya yang masih terlelap."Bunda, Papa pergi." Tiba-tiba Nafis berkata seperti itu sambil mengguncang tubuh Safiyya. Mendengar ucapan putri nya, Safiyya reflek bangun, ia mendapati tempat tidur di sampingnya sudah kosong. Wanita itu menundukkan kepala karena sedih. Firasatnya ternyata benar, Nalen pergi setelah mengucap salam perpisahan padanya semalam."Permisi, Bu."Bu Anni menginterupsi obrolan Safiyya dan putrinya, lalu masuk ke kamar. "Ada apa, Bu Ani?" tanya Safiyya dengan nada lemah, wajahnya terlihat pucat dan sembab karena terus menangis sejak malam tadi."Pak Nalen semalam menitipkan ini pada saya. Dia bilang maaf karena pergi dengan cara diam-diam. Beliau nggak mau melihat Ibu sedih dan menangis lagi." Bu Ani lalu menyodorkan sebuah surat pada Safiyya."Ibu tolong bawa Nafis keluar dulu, ya."Bu Ani pun mengangguk lalu membawa gadis kecil itu keluar ka
Seperti rencana kemarin, hari ini Nalen dan keluarga kecilnya berangkat lebih dulu ke Bali. Ia berusaha melakukan yang terbaik untuk melindungi keluarganya. Bukan tanpa alasan mengapa Nalen merasa khawatir dengan belum tertangkapnya Brian.Mark mengatakan pada Nalen beberapa minggu lalu, bahwa Brian pernah memiliki catatan buruk masalah kesehatan mental yang dia derita. Laki-laki itu meski lahir dari keluarga kaya, tapi keluarganya terlalu misterius untuk ditelusuri. Kemungkinan alasan Brian tinggal bersama neneknya di Australia, adalah karena latar belakang keluarganya.Mark hanya bisa membantu Nalen untuk menyelidiki sebatas itu. Dia bilang terlalu berisoko menelusuri lebih jauh keluarga Brian. Sebab Brian sudah lama memilih tinggal terpisah dengan keluarganya yang kaya dengan alasan penyembuhan. Neneknya lah yang mengasuh Brian sejak dia duduk di bangku sekolah menengah.Kenyataan itu semakin membuat Nalen ketakutan setiap hari. Terlebih ia pernah memiliki masalah dengan laki-laki
Safiyya menatap kondisi Anna dari jendela kaca besar di sebuah kamar rumah sakit. Wanita itu masih terbaring lemah di ruang ICU setelah dua hari ini dirawat. Safiyya kembali mengingat perkataan dokter yang menangani Anna waktu itu. Sebuah kalimat yang membuat hatinya seakan ikut tersayat."Wanita ini telah mengalami pemerkosaan yang sangat parah. Sekujur tubuhnya mengalami luka memar akibat pukulan yang sangat keras. Organ vitalnya pun telah dihancurkan dengan cara paling tak manusiawi. Saya tak yakin dia akan sadar dalam waktu dekat setelah siksaan yang ia terima. Beruntung dia masih kuat pergi jauh ke rumah Anda untuk meminta pertolongan. Jiak tidak saya tak yakin dia mampu bertahan dalam waktu tiga hari saja dengan kondisinya yang seperti ini."Dada Safiyya sesak membayangkan apa yang menimpanya dulu harus dialami pula oleh Anna. Meski Anna begitu jahat padanya, tapi hati nuraninya sebagai sesama wanita yang pernah mengalami nasib tragis itu, benar-benar ikut merasa sakit. Butuh wa
Anna membanting pintu dengan keras begitu ia masuk ke dalam rumah. Tatapan matanya menyiratkan kebencian dan amarah. "Hah, Brengsek! Bisa-bisanya mereka mentertawakan aku seperti tadi. Awas saja kalian, tunggu pembalasanku." Napas Anna naik turun karena teriakan itu. Bukan saja marah karena lelucon sahabat Safiyya. Ia juga marah karena wanita itu akhirnya mengandung anak Nalen. Jika sudah begitu semuanya akan semakin sulit."HAAAAAH!" Terlalu kuat teriakan itu hingga membuat nafas Anna kembali naik turun. Merasa sudah tak sanggup lagi menghadapi kesedihan dan rasa putus asa, Anna jatuh terduduk lalu suara tangisnya mulai terdengar memenuhi rumah itu.Haruskah ia menyerah sekarang atau berjuang hingga titik darah penghabisan? Kenapa cinta Nalen begitu sulit untuk digapai? Mengapa perjuangannya tak pernah sedikitpun dilihat olehnya? Memikirkan semua itu, mata Anna tiba-tiba menggelap karena dendam. "Jika aku tak bisa memilikimu, maka kamu tak akan bisa menjadi milik orang lain," ujarnya
Safiyya melangkahkan kaki memasuki kantor dengan langkah ringan. Sepanjang jalan ia tiba-tiba merasa semua orang memperhatikan dirinya."Mereka semua kenapa, Mas?" tanya Safiyya heran sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kantor. Dimana orang-orang tengah memperhatikan dirinya dan Nalen.Mendengar ucapan istrinya, Nalen pun tersenyum. "Mereka pasti sudah tahu berita bahagia tentang kamu."Safiyya menautkan Alis mendengar ucapan suaminya. Ia masih tak paham karena Safiyya memang sudah dua hari ini tak berangkat ke kantor. Nalen terus memaksanya istirahat. Bahkan hari ini juga Nalen ingin Safiyya keluar dari kantor demi kesehatan bayinya sekaligus menjaga dari kemungkinan terburuk. Nalen khawatir kalau Anna bisa saja merencanakan mencelakakan dia dan bayinya di kantor ini. Mempertimbangkan semua itu Safiyya pun akhirnya setuju. Dan hari ini dia akan berpamitan pada semua teman baiknya di sini."Selamat, Bu Safiyya, atas kehamilannya," ucap seorang karyawan yang berpapasan dengan
Safiyya keluar dari ruang dokter dengan perasaan tak menentu. Ia menatap lagi kertas putih yang ia bawa dan membaca setiap huruf bertuliskan kalimat 'positiv' dengan seksama. Senyum Safiyya merekah kala mengingat Nalen pasti akan sangat bahagia jika tahu bahwa ia kini tengah mengandung anaknya.Maira yang melihat tingkah aneh sang sahabat akhirnya ikut mendekat. Ia pun penasaran. "Gimana hasilnya, Saf? Apa kata dokter?" Maira sungguh penasaran.Safiyya menatap Maira sejenak sebelum menjawab pertanyaannya, senyumnya merekah. "Aku hamil, Mai. Aku hamil!" seru Safiyya bahagia. Ia langsung memeluk Maira antusias. Bahkan sangking bahagianya ia seolah tak peduli dengan tatapan aneh orang-orang di sana.Senyum Maira pun mengembang mendengar kabar itu. Ia ikut senang dengan kabar baik ini. "Selamat, Saf. Aku ikut bahagia mendengarnya. Nalen pasti seneng banget kalau tahu," ujar Maira tulus. Ia mengurai pelukan dan menatap Safiyya yang kini menitikan air mata karena terharu."Ayo kita pulang d
"Lepas, brengsek!" Anna berteriak pada beberapa orang yang coba menghajarnya ketika ia di jalan menuju rumah. Mereka terdiri dari dua orang laki laki dan dua perempuan.Mereka semua adalah teman-temannya yang hidup di jalanan dan bernasib kurang beruntung sepertinya. "Heh Anna, sekarang kau sombong sekali. Mentang-mentang bisa sekolah di tempat orang kaya!" Seru salah satu dari mereka. Sementara dua yang lain memegangi tangan wanita itu."Kalau kau ingin seperti aku, belajarlah agar otakmu bisa cerdas sepertiku, dasar sampah!" Balas Anna arogan.Mendengar hinaan itu, perempuan di depan Anna pun marah. Tanpa pikir dua kali mereka bergantian memukuli Anna. Ia sudah akan menyerah ketika sebuah suara tiba-tiba terdengar menginterupsi."Apa yang kalian lakukan!" seru suara itu mendekat. Kehadirannya membuat anak-anak itu pun ketakutan, lalu membubarkan diri.Nalen mengalihkan perhatian pada Anna yang sekarang kondisinya sudah babak belur. "Kau tak apa?" tanya Nalen sambil membantu Anna ber