Istirahat makan siang tiba, semua karyawan pun berhamburan keluar. Tak terkecuali Safiyya dan tiga sahabatnya. Di dalam lift, Felis sedari tadi terus menjaga jarak dari Maira. Ia mengabaikan wanita itu. Safiyya yang melihat hal tersebut ikut merasa prihatin. Begitu sampai di lantai tiga, Maira langsung menarik Felis untuk mengajaknya bicara."Fel, bisa kita bicara bentar?" tanya Maira.Felis menatap Maira malas lalu menjawab. "Ada apa? aku nggak bisa lama-lama.""Ayo ikut aku, kita cari tempat yang sepi untuk bicara.""Aku malas kalau harus sembunyi-sembunyi. Kenapa kamu nggak langsung aja cerita di depan aku dan yang lain. Kamu mau sampai kapan bohong?" Felis menjawab ketus.Mau tak mau Maira pun akhirnya mengangguk setuju. Benar kata Felis, ia memang belum menceritakan seluruh kejadian pada siapapun, bahkan Safiyya juga tak tahu keseluruhan cerita sebenarnya."Sebelum makan, aku mau jujur tentang sesuatu sama kalian semua. Biar kalian nggak salah paham tentang kedekatan aku dan Yusu
"Kamu pulang saja dulu, Ann. Aku masih ada banyak pekerjaan." Nalen berbicara pada Anna yang berdiri di ambang pintu untuk mengajaknya pulang bersama."Kamu yakin?" Anna memastikan. Nalen hanya menjawab ucapan wanita itu dengan anggukan. Setelah yakin Anna benar-benar pergi ia pun mengirim pesan pada Safiyya.Tunggu aku di lobi, Sayang. Anna baru saja turun.Di seberang, Safiyya tersenyum setelah membaca pesan yang dikirim suaminya. Ia dan Nalen memang berjanji untuk pulang kantor bersama hari ini."Gimana, kamu jadi pulang bareng Nalen?" Maira bertanya penasaran ketika keduanya sudah sampai di depan lift."Ya, tapi aku benar-benar harus memastikan Anna pulang lebih dulu."Tak berapa lama lift pun terbuka. Anna terlihat ada di dalam sana. Ia memutar mata jengah. Sedang Safiyya dan Maira hanya saling berpandangan. Kedua wanita itu memutuskan masuk setelahnya lalu memilih berdiri di belakang Anna. Sedang Anna masih memasang sikap tak acuh dengan wajah arogan."Aku pikir kamu akan naik k
"HAH, Shit!" Anna membanting ponselnya ke atas tempat tidur dengan emosi naik ke ubun-ubun, kala ia menyadari tengah dikelabui oleh Nalen. Bahkan yang lebih membuatnya marah, laki-laki itu sepertinya juga bersekongkol dengan Safiyya untuk berpura-pura bertengkar di depannya.Atau bahkan semua orang pun ikut membantu keduanya. Terbukti saat ia pulang Kalyra dan anak-anaknya tak ada. Kemungkinan besar mereka pasti tengah berkumpul untuk merencanakan sesuatu."Bisa-bisanya mereka mempermainkan aku seperti ini," geram Anna. Matanya menyiratkan dendam yang begitu besar pada Safiyya. Terlebih setelah ia mendengar wanita itu mengatakan soal Alice."Aku harus lebih waspada pada Safiyya. Dia sepertinya mencurigai aku membunuh Alice," gumam Anna gelisah. Tak lama setelah itu ia terlihat mondar-mandir di depan tempat tidur untuk memikirkan sesuatu."Tapi mengapa dia bisa curiga?" sambungnya kemudian. Anna menghentikan langkah ketika dia mengingat Mark. "Apa mungkin Mark?"Rahang Anna mengeras, l
Safiyya melangkah masuk ke kamarnya setelah mengantar Nalen pulang sampai ke depan pintu. Tapi alangkah kagetnya dia saat mendapati kamar dalam kondisi sangat berantakan. Baju-baju di dalam lemari hampir dikeluarkan semua isinya. Semua laci pun hampir semuanya dibuka. Safiyya yang panik memutuskan akan menghubungi Nalen, tapi niat itu ia urungkan ketika teringat sesuatu tentang Anna. Safiyya buru-buru menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia tak ingin mengambil risiko lebih jauh dengan membiarkan orang lain tahu apa yang terjadi. Termasuk Gibran dan Bu Ani.Safiyya tahu kalau Anna yang melakukan semua ini. Wanita itu pasti sudah curiga kalau Mark telah memberi bukti atas kejahatannya. Safiyya merutuki diri, ia yakin Anna nekad melakukan ini gara-gara ucapannya tadi sore saat mereka berdebat di kantor. Harusnya ia tak perlu membawa-bawa Alice. Kalau sudah begini Anna akan semakin nekad untuk menghancurkan hidupnya. Wanita itu tak akan segan lagi untuk melakukan segala cara demi membungk
"Sayang, kamu kenapa diam saja dari tadi? Apa masih memikirkan kejadian kemarin malam?" Nalen memulai percakapan setelah keheningan yang cukup lama. Keduanya tengah berkendara menuju kantor."Aku nggak pa-pa. Hanya masih merasa khawatir karena sikap Anna semalam."Nalen menghela nafas mendengar ucapan Safiyya. "Kamu tenanglah. Aku sudah memperingatkan Anna agar nggak lagi-lagi memasuki rumah tanpa izin."Safiyya pun akhirnya mengangguk meski kekhawatiran masih menderanya."Dia juga sudah mengatakan alasan pergi ke rumahmu. Dia sudah tahu semuanya, kalau kita hanya pura-pura bertengkar di depannya. Bahkan Anna juga curiga kita sedang merencanakan sesuatu untuk menjebak dia."Safiyya kembali mengalihkan tatapan pada suaminya. Ia menahan diri untuk tak jujur pada Nalen bahwa semuanya jauh lebih buruk dari itu.Tak berapa lama, mobil pun akhirnya berhenti di depan lobi. Kehadiran keduanya lagi-lagi mengundang perhatian orang. Safiyya berusaha tak menghiraukan semua itu."Aku ingin ke toil
Disebuah ballroom hotel mewah, pesta perayaan ulang tahun perusahaan Akhtar Grup tengah digelar. Para tamu dan kolega bisnis keluarga Akhtar sudah mulai berdatangan memenuhi tempat itu.Nalen pun sudah terlihat tampan dengan tuxedo hitamnya. Sedari tadi ia terus menatap ke arah pintu masuk, berharap tiba-tiba istri dan anaknya akan muncul.Nalen menilik jam di pergelangan tangan dengan gelisah. Tinggal sisa waktu beberapa menit saja untuk dimulainya acara. Tapi Safiyya tak kunjung terlihat batang hidungnya."Seandainya tahu begini, aku akan menjemput Safiyya sendiri," gumam Nalen kesal. Pasalnya ia mempercayakan semua kebutuhan pesta Safiyya dan Nafis pada Kalyra. Ia ingin istri dan anaknya tampil memukau hari ini."Nalen, ayo kita menemui beberapa tamu penting dulu," ujar Anna menepuk bahu Nalen.Mau tak mau laki-laki itu pun mengangguk meski enggan. Lalu berjalan masuk untuk bersiap. Ketika ingin pergi dengan Anna, Kalyra tiba-tiba memanggilnya. Senyum Nalen pun merekah. Jika Kalyra
Safiyya mendorong ranjang pasien dengan hati sedih. Di samping kiri dan kanan ada dua perawat yang membantu. Maira pun terlihat berlari mengikuti di bagian belakang. Safiyya ingin sekali menangis melihat kondisi sang suami dengan bahu dan lengan berdarah akibat goresan pisau Anna.Ya, Nalen memang benar-benar melindungi Safiyya dari tikaman Anna. Beruntung laki-laki itu sigap menghindar hingga hanya bahunya yang harus tersayat. Itu pun tak luput dari kesigapan Kalyra melumpuhkan Anna dengan menendang wanita itu ketika ia hendak coba menikam Safiyya lagi."Bertahanlah," gumam Safiyya berulang-ulang sambil terus menggenggam tangan Nalen yang berdarah."Tenanglah, ini hanya luka kecil," ujar Nalen pada istrinya yang sudah akan menangis."Bagaimana aku bisa tenang kalau darah Mas keluar sebanyak ini," ujar Safiyya dengan nada bergetar.Tak berapa lama akhirnya Nalen sampai di ruang IGD untuk mendapat penanganan, karena lukanya memang cukup panjang. Dengan berat hati Safiyya harus rela cem
"Aku mohon, Nalen. Maafkan aku. Aku janji jika kamu membebaskan aku, aku tak akan pernah muncul di depan kalian," mohon Anna dengan kondisi memprihatinkan. Wajahnya terlihat lebam dengan rambut acak-acakan. Matanya menatap Nalen penuh harap."Aku sudah bilang, Anna. Kali ini aku tak akan tertipu lagi dengan sandiwaramu," jawab Nalen tegas, lalu ia mengajak Safiyya pergi dari sana."Nalen aku mohon, kali ini saja beri aku kesempatan!" seru Anna sekali lagi.Nalen menghentikan langkah, ia berusaha menulikan telinganya meski saat melihat Anna, Nalen benar-benar tak tega. Di sampingnya Safiyya menggenggam tangan sang suami, seolah memberi kekuatan agar ia bisa mengambil keputusan dengan benar."Aku akan memaafkanmu, tapi kamu tetap harus mempertanggungjawabkan semuanya, dan ingat, setelah ini jangan lagi berani muncul di depanku," jawab Nalen dengan posisi memunggungi Anna lalu pergi."Sayang, kamu di sini?"Sapaan lembut itu menghentikan lamunan Safiyya tentang pertemuannya dengan Anna d