Sesampainya di Posko teman-teman menyambutku dan sekarung rambutan dengan antusias. Mereka berkumpul semua di Posko pesta makan rambutan. Kusisihkan dua plastik kresek untuk Nyai Rudiyah dan Pakdo Marlin. Aku pergi ke rumah Pakdo Marlin ditemani Rani. Kami bercengkrama di beranda rumah, Pakdo Marlin dan Makdo Halimah asyik memakan rambutan yang kubawa. Makdo Halimah sendiri menghidangkan pisang goreng dan lapek ubi. "Manis nian rambutannya, Lid!" kkata Makdo Halimah sambil menggigit buah rambutan. "Kenapa kau repot-repot nian belikan Makdo jilbab, Lidia ... elok nian jilbabnya, enak dipakainya," kata Makdo Halimah, jilbab yang kubeli sudah berada di kepalanya. "Iyo, kopiahnya pas pula di kepala Pakdo," kata Pakdo Marlin sambil meraba-raba kopiah di kepalanya. "Ai, Makdo nak ngasih apo yo? Oya, Lidia, Rani besok ajaklah kawan-kawan kau makan di sini, nanti Makdo masakin tempoyak ikan belido," kata Makdo Halimah. "Wah, cocok itu, besok kamis sore, yo?" kata Pakdo Marlin menimpali.
🖼🤵👰Kamis pagi kami membantu Makdo Halimah memasak untuk acara makan malam bersama. Anak-anak cowok fokus membuat panggung dan memasang tenda di halaman posko untuk acara perpisahan Sabtu besok dibantu oleh pemuda Karang Taruna. Pakdo Marlin ijin tidak masuk kerja."Pakdo, kok masang tenda di halaman?" tanyaku penasaran sambil melihat tukang tenda sedang bekerja."Nanti tamunya banyak Lidia, gak muat kalau di dalam rumah," jawabnya sambil menghitung tikar yang dipinjam dari para tetangga."Loh, emangnya Pakdo ngundang siapa saja? Bukan cuma kami, anak KKN?" tanyaku lagi, tidak menyangka Pakdo membuat acara yang cukup besar."Banyak yang Pakdo undang, Pak Camat, Datuk Kades, guru-guru SMA,SMP, SD. Semua pegawai kecamatan, pegawai Desa, Pengurus dan Anggota KUD. Semua warga RT sini," terangnya."Apa? Pakdo itu acara besar-besaran. Lebih seratus orang yang diundang, wah ... Pakdo, sumpah ... kami jadi dak enak hati, biayanya pasti banyak kan, Pakdo?""Aih, tenang saja Lidia ... Pakdo
Terdengar suara seseorang tengah membaca doa, para jamaah serentak menyahut dengan kata "Amiiin" disetiap jeda doa tersebut. Aku terbangun, sepertinya aku tengah tertidur di salah satu kamar Pakdo Marlin. Kulihat di lantai, Rani dan Widya tengah menengadahkan tangan ikut berdoa. Apakah aku tertidur di sini? Ah, tidak ... setelah melihat foto pria di sebelah Pakdo Marlin, aku langsung pusing, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya aku pingsan.Bayu Arya, benarkah dirimu adalah Aslan? Ini sungguh tidak masuk akal. Logikaku terus bekerja dan memastikan jika semua ini hanya kebetulan belaka. Siapa tahu Bayu Arya bukanlah Aslan, bisa jadi orang lain. Tapi kenapa wajahnya sama persis? Namanya juga sama Bayu Arya, cuma beda di tambah Bagindo di awal dan Aslan di akhir namanya. Bisa jadi Bagindo adalah nama gelar kebangsawanannya, sedangkan Aslan nama keluarganya. Jadi nama sesungguhnya adalah Bayu Arya. Aduh ... pusing kepalaku memikirkan ini.Jika dia Aslan tentu dia sudah tua, waktu Pakd
Para tamu berangsur-angsur pulang dari rumah Pakdo Marlin. Kami anak KKN masih bertahan di sini untuk membantu beres-beres. Anak-anak cewek segera ke belakang membantu mencuci piring dan menata perkakas masak dan makan. Anak-anak cowok membereskan tempat acara, menggulung tikar, terpal dan memunguti sampah. Aku mengawasi mereka dari beranda rumah, mereka benar-benar melarang aku membantu. Yah, aku hanya mengawasi mereka seperti mandor. Mereka tidak ingin aku kecape'an dan pingsan lagi. Tiba-tiba seorang pria paruh baya datang mencari Pakdo Marlin. Pakdo Marlin segera menemuinya. "Pakdo, keadaan Cepi sudah parah, tapi Bapaknya belum jugo balek, sebaiknya sekarang kita bawa ke Buya Amran sekarang," kata lelaki itu. "Kalau gitu, saya panggilkan Ustaz Soleh, ya? Biar ustaz Soleh yang ngantar ke Buya Amran, Ustaz Soleh akrab dengan Buya Amran. Pakwo, dah siapain mobilnya?" Kata Pakdo Marlin sambil mengeluarkan motornya dari bagasi di kolong rumah. "Sudah, Pakdo. Sayo lah dapat mobilny
Suara Azan Subuh lamat-lamat terdengar dari Masjid Raudatul Jannah. Aku segera bangkit menuju kamar mandi dengan langkah lesu. Segarnya air yang membasuh muka, telinga dan sebagian kepala membawa kesadaranku pulih sepenuhnya, kuguyur organ kaki dan memijat di sela-sela jarinya.Sebelum salat Subuh kubangunkan teman-teman, namun mereka sulit sekali untuk bangun pagi ini, sepertinya udara dingin di subuh ini yang tidak seperti biasanya membuat mereka lebih nyaman meringkuk dalam selimut. Baiklah, selepas salat nanti kubangunkan lagi. Selesai salat kuraih Alquran yang terletak di atas meja, kubuka surat ke 18, Al kahfi. Hari jumat terakhir di desa ini akan kuawali dengan bacaan surat Al Kahfi, semoga aku kuat menjalani hari-hari terakhir di sini, terutama dari peristiwa tidak terduga seperti yang sering kualami.Suasana hening ini membuatku lebih khusuk, lebih mendalami membaca ayat-ayat suci. Bahkan tiap ayat aku baca juga arti terjemahannya. Baru membaca ayat ke sepuluh, terdengar suar
"Jam berapa jenazah mau dikuburkan, Lastri?" tanya wanita pelayat kepada Mamaknya Cepi. "InsyaAllah nanti sebelum salat Jum'at, Wak," katanya, sepertinya air matanya sudah cukup terkuras, matanya bengkak, tapi Bu Lastri benar-benar tabah, dia tidak meratap sekarang. "Iyo, sabar kau yo, Las. Tak perlu kau pikir tentang selamatan, kami galo (semua) yang nak ngerjokan. Kau dak usah ngapo-ngapo, yo. Biaya juga nanti kami urunan ( iuran)," kata ibu pelayat tadi. Wah, sepertinya adat di sini tentang tradisi kematian bagus juga, tidak memberatkan keluarga si mayit yang tengah berduka. "Mokasih, Wak. Mokasih banyak,"kata Bu Lastri kepada ibu pelayat tadi "Sayo jugo nak bilang terima kasih sama adik-adik KKN," kata Bu Lastri. Spontan perkataan Bu Lastri membuat kami heran, buat apa Bu Lastri mengucapkan terima kasih pada kami."Maaf, Bu Lastri. Ibu berterima kasih untuk apa?" tanyaku, aku benar-benar heran, kenapa dia berterima kasih. "Ya, untuk bantuan kalian semua tadi pagi, saya pula
Perpisahan, satu kata yang tidak semua orang suka termasuk diriku. Mungkin sebagian besar orang tidak menyukainya, tetapi aku pernah menyukai kata itu beberapa kali, waktu acara perpisahan SD, SMP, dan SMA. Apalagi waktu SMA, dari subuh aku berdandan memakai sanggul dan baju kebaya, acara perpisahan yang semestinya sedih, tetapi aku gembira karena akan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, Universitas. Bagi orang yang selama sekolah mengisi dengan prestasi dan bergaul dengan baik, perpisahan sekolah tidak akan menjadi kesedihan dan penyesalan, namun menjadi kebanggaan. Akan tetapi jika perpisahan itu menyangkut hubungan personal, kata 'perpisahan' akan menjadi momok menakutkan, bahkan bisa menjadi traumatis, tetapi setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan. Menghadapi acara perpisahan kali ini, hatiku benar-benar galau campur aduk seperti gado-gado pedas memakai cabe 20 biji. Waktu di sini tidak sebanding ketika SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun, walaupun hanya tiga
Setelah mengatakan itu dia segera berlari menyongsong tukang Organ Tunggal yang tengah menurunkan barang, menolong mereka menata alat-alat di panggung. Kami sebenarnya tidak akan memakai Organ Tunggal karena tidak ada dananya, namun seorang Pedagang pasar bersikeras mau menyumbang Organ Tunggal itu, karena pemiliknya adik kandungnya. Ya, Allah bersyukur banget, acara ini semua bisa terjadi di danai sponsor semua. Acara masih dua jam lagi dimulainya, namun tamu undangan sudah ada yang datang. Guru-guru sekolah SD, SMP, SMA sudah berdatangan bersama murid-muridnya. Ada sebagian guru yang mendaftarkan murid-muridnya mengisi acara atas nama sekolah mereka. Tentu saja, aku sangat senang, acara pasti tambah meriah. Tiba-tiba sebuah mobil Innova memasuki halaman kantor kecamatan di luar area acara, nampak seorang wanita muda turun dari mobil, wanita itu memakai jilbab lebar warna abu-abu, dengan bros terpasang di dada kanan menambah rapi dan elegan. Dia melambai ke arahku "Gina!" pekik
POV Bayu Arya"Kenapa ngelihatin aku kekgitu? Awas ... aku mau mandi!" teriaknya galak sambil mendorong tubuhku.Duh ... lucunya, kalau lagi malu kayak gitu toh tingkahnya, aku terus menatapnya dengan senyum menggoda. Dia hempaskan pintu kamar mandi dengan kuat. Tenang saja cantik, akan kutaklukan kegalakkanmu nanti.Selagi dia mandi aku keluar kamar, menyuruh pelayan hotel membawa minuman hangat karena yang dingin sudah ada di kulkas, serta menyuruhnya membawa penganan pempek kesukaan istriku, kuberi mereka beberapa lembar uang, aku menyuruhnya mencari di restoran yang terkenal menyediakan makanan tersebut, juga membeli sate madura kesukaanku, dan beberapa makanan ringan. Sesampainya di kamar, kulihat istriku itu sudah selesai mandi, dia masih memakai piyama mandi warna putih, duduk di tepi ranjang sambil memainkan handphonenya. "Darimana?" tanyanya"Pesan makanan. Nanti kalau pesanan datang, terima ya? aku mau mandi," kataku melangkah ke kamar mandi"Aku gak mau, pelayannya cowok
Pov BayuSetelah akad nikah, aku kembali lagi ke hotel, sesuai perjanjian kami, kami tidak akan bermalam pertama jika resepsi belum di gelar.Kenapa aku menyetujui perjanjian konyol yang di ajukan Lidia itu. Ah, sekarang aku yang tersiksa sendiri kan? Wajah cantiknya di akad nikah tadi yang seperti bidadari turun dari kayangan sekarang jadi terbayang-bayang. Apa coba yang akan aku lakukan seharian besok Sabtu? Coba kalau ... jiah, aku benar-benar harus bersabar sekarang.Aku melangkah ke lobby hotel bintang lima di kota ini, menuju resepsionis. Aku pesan kamar presiden suit, sekarang aku tinggal di kamar VVIP. Kupesan agar kamar itu dihiasi dan didekorasi untuk bulan madu. "Untuk minggu Malam, ya!" kataku pada petugas hotel"Baik, pak," jawab petugas hotel ituAku kembali ke kamar dan rebahan, kucek status facebookku di grub relawan yang pernah aku ikuti, ternyata sudah ramai sekali. Ada yang mendoakan pernikahanku, bahkan sebagian mereka akan segera meluncur ke kota ini. Kubalas sa
Pov LidiaPersiapan pesta pernikahan tinggal dua puluh persen, undangan sudah tersebar. Mas Bayu tidak mengundang temannya sama sekali, katanya hanya akan mengabari di grup facebook. Akad nikah akan diadakan hari Jum'at selepas salat Jum'at dan resepsinya hari minggu, sudah menjadi kebiasaan di sini resepsi diadakan hari minggu, mengingat hari libur, bagi yang kerja kantoran bisa menghadiri pesta.Selama persiapan pesta Mas Bayu tinggal di hotel, Mamak bilang pamali bertemu mempelai wanita sebelum hari H. Aku dan dia hanya bisa ngobrol via telpon, rasanya kangen banget tiga hari gak ketemu sama dia. Sebelum tidur, dia pasti selalu menghubungiku dulu. "Sayang, sedang apa?" tanyanya di seberang telpon.Aku masih belum terbiasa dengan panggilannya, rasanya ada yang menggelitik di hati ini, Sayang? Ow, uwu ...."Emm, baru mau tidur Mas," kataku malu-malu meong."Oya, tadi kata Pakdo Marlin Bibi Rudiyah sudah pulang dari Rumah sakit, keadaannya juga sudah membaik, InsyaAllah besok dia ke
Aku tak kuasa menahan tangis melihat kondisi Nyai Rudiyah yang tinggal kulit berbalut tulang. Napasnya tinggal satu, dua tersengal-sengal. Rofita, Afikah dan Aida begitu senang aku datang. Aku sempatkan membeli oleh-oleh jajanan di sebuah warung sebelum ke sini."Nyai, apa kabar? Ini Lidia ... Nyai sakit kenapa tidak ngabari?" kataku tulus sambil menggenggam tangannya."Lidia ... kenapa datang jauh-jauh? terima kasih sudah datang menemuiku." "Nyai, kami akan membawa nyai ke Rumah sakit. Mau ya, nyai dirawat di rumah sakit?" "Ah, tidak usah repot-repot Lidia. Sepertinya kau membawa teman, siapa dia?" kata Nyai Rudiah sambil menoleh ke arah Mas Bayu yang dari tadi berdiri di depan pintu kamar.Aku melambai ke arahnya, Mas Bayu mendekat ke arah kami."Bibi ... Bibi harus segera sembuh," kata lelaki itu mendekat ke arah Nyai Rudiyah.Wanita tua itu tercekat, dia sangat terkejut melihat siapa yang datang. Matanya melotot, bibirnya bergetar, bahkan seluruh tubuhnya gemetaran. Mas Bayu mer
Walau aku sudah mendengar tadi subuh obrolan mereka, namun mendengar langsung dari mulutnya membuatku sedikit berdebar. "Maukah kau menikah denganku?" tanyanya Aku hanya tersenyum simpul, jadi dia sedang melamar nih ceritanya? "Kau melamarku di mobil yang tengah melaju?" "Kenapa? Kurang romantis, ya?" "Lamarlah pada Bapakku, minta baik-baik sama dia." "Oo, itu pasti, sampai rumahmu langsung kuminta anak gadisnya," katanya tersenyum lebar. "Kalau gitu aku sekalian ngundang Pakdo Marlin sama Nyai Rudiyah," kataku "Kenapa? Mereka bisa tahu dong kalau aku masih hidup," katanya. "Sebaiknya mereka tahu, kau tidak perlu memusnahkan rumahmu, biar mereka yang melakukan. Sekalian Mas minta maaf pada nyai Rudiyah, walau bukan diri Mas yang menghabisi anak-anaknya, namun peliharaan Mas yang melakukannya, itu sama saja jadinya. Kalau Pakdo Marlin, diakan sudah tahu juga aku pernah bertemu denganmu," kataku "Ya, baiklah jika menurutmu begitu." ****Kami memasuki lorong kediaman Pakdo M
Pagi ini aku bangun tidur lebih cepat, kulihat di handphone menunjukkan pukul 4 pagi. Aku segera melaksanakan salat Tahajud, kuminta Allah agar segera membebaskan lelakiku itu dari pasungan jin yang menguasainya selama ini.Aku masih terbayang bagaimana Kiyai Amran sangat kesulitan menaklukkannya, hingga Kiyai Amran kuwalahan menangkis serangan dari Mas Bayu. Ah, pria itu benar-benar sakti, dikeroyok beberapa orang saja menang. Semua orang sampai takut-takut menyerangnya. Sehingga dia dilumpuhkan pakai senapan obat bius. Ah, sudah seperti memburu harimau sungguhan.Selepas mengaji aku bergegas ke musola ingin ikut salat subuh berjamaah. Ternyata masih lima belas menit lagi Azan Subuh. Aku segera memasuki masjid yang masih lenggang belum ada jamaah putri yang datang. Aku duduk mengambil tempat paling depan. Rencana mau kusambung tilawahku sambil menanti Azan Subuh. Tiba-tiba beberapa jamaah pria datang, suara sandal dan obrolan jelas terdengar, karena tempat wanita dan pria dibatasi se
Pov LidiaKami akhirnya benar-benar pergi siang ini ke Merangin. Bapak sebenarnya keberatan, karena aku baru sembuh dari sakit, namun lelaki itu meyakinkannya bahwa dia akan menjagaku. Andika kuminta menemaniku, tapi dia menolak beralasan kalau dia sudah banyak tertinggal mata kuliah sewaktu menungguku di rumah sakit.Kami berangkat selepas salat zuhur, sesudah makan siang. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, aku duduk di sebelahnya memandang lurus ke depan."Tidurlah, biar badanmu lebih sehat. Atur kursinya, agar bisa berbaring nyaman," katanya Kutarik besi pengatur kursi, namun posisinya tidak juga berubah."Gimana sih ngaturnya ini?" gerutuku, karena sudah berusaha tetapi belum juga kursi itu rebah.Lelaki itu menepikan mobilnya ke badan jalan, ditariknya besi pengatur itu sehingga kursi itu rebah, jaraknya yang tertalu dekat denganku membuat dada ini mendesir, tercium aroma tubuhnya seperti dulu, aroma yang pernah kucium ketika berboncengan motor dengannya. Ku
Pov. Bayu Arya"Apakah kau sudah mendapat apa yang kau cari dengan keliling dunia, Mas?" tanya gadis itu. Dia menatap air sungai yang tenang, setenang wajahnya yang kini dibalut jilbab, sehingga seluruh tubuhnya tertutup. Aku menyukai cara berpakaian dia sekarang, dia lebih terlihat anggun dan mempesona. "Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari, aku melakukan semua itu sebenarnya hanya pelarian, mencoba melupakan istriku, namun semakin aku melupakannya, justru luka itu semakin dalam." "Kau sudah menuntut ilmu sampai ke Universitas nomor satu di dunia, bahkan dua Universitas paling top di dunia dengan biaya yang sangat mahal. Namun, pernahkah kau berpikir untuk mencari ilmu agama, bekal untuk menuju kehidupan yang akan kekal abadi di akherat?" Kata-kata gadis itu menohok ke relung hati yang paling dalam. Aku tidak bisa berkata apapun, aku hanya terdiam seribu bahasa."Mas Bayu ... mungkin kegersangan hatimu karena kau belum menemukan petunjuk dan hidayah dari Allah. Car
POV Bayu Arya Gadis itu sekali pandang sudah membuatku jatuh hati, lentik bulu matanya, hidungnya yang bangir, senyumnya yang ... aduh, tidak bisa kujelaskan karena aku benar-benar mabuk dibuatnya. Aku tahu, Aslan yang memilih gadis itu untuk meneruskan keturunan keluarga Aslan. Namun, aku juga mencintainya sedalam-dalamnya.Sudah tiga puluh tahun usiaku, namun baru kali ini aku merasakan jatuh cinta pada wanita, ternyata jatuh cinta itu sangat membuatku bahagia dan bersemangat. Tidak butuh waktu yang lama untuk menyuntingnya jadi pendamping hidupku. Aku tidak lagi hidup sendiri, karena ada belahan jiwa yang bisa kusalurkan rasa kasih sayang dalam jiwaku.Tidak ada yang mengenal namaku Bayu Arya selain paman Ja'far dan Bibi Rudiyah. Mereka semua mengenalku Bagindo Aslan, maka ketika ijab qobul aku memakai nama Bagindo Aslan. Namun, satu yang tidak kusadari, Paman Ja'far menulis nama lengkapku ketika menjadi saksi pernikahan Sumarlin, bocah yang kuselamatkan nyawanya memakai racikan a