🎵🎼🎵🎶🎼🎸🎤🎼🎵🎶Trauma akibat penculikan itu tidaklah berlarut-larut. Aku mampu melakukan trauma healing dibantu teman-teman yang tidak pernah meninggalkan aku sendirian. Mereka kwatir komplotan Bos Tabri akan mencelakaiku lagi. Bahkan beberapa anak lelaki dikomandoi Bang Joseph sudah menyatroni rumah Aswan, namun sayang Aswan kini bak ditelan bumi, orangtuanya pun tak tahu di mana rimbanya.Mimpi-mimpi penculikan mengerikan itu tidak pernah datang lagi. Berkat pertolongan lelaki misterius itu, aku merasa percaya diri dan tidak ketakutan lagi, namun ... ah, namun bayangan lelaki itu makin lekat di kepalaku, tidak bisa pergi ... semakin kulupakan, bayangannya semakin jelas, ada di mana-mana. Sepertinya aku sudah gila, kadang wajah-wajah yang kutemui berubah menjadi wajahnya menyatapku dengan senyum tipisnya yang cool itu. Akupun jadi sering tersenyum sendirian, atau menatap seseorang dengan pandangan aneh, kata teman-temanku.Oh, ya Allah ... gejala apa ini? Jika di kampung ini a
Hari minggu terakhir di desa ini. Minggu depan kami sudah meninggalkan lokasi. Hari minggu pagi aku habiskan menyusuri pasar kalangan, bersilaturahim dengan para pedagang pasar dan memberikan mereka kenang-kenangan, sebuah stiker yang kubuat bertuliskan KUD Harapan Jaya, di bawah stiker tertulis by KKN desa Manau. Rani dan Widya ikut denganku, sedangkan anak-anak yang lain akan memasang plang nama jalan, nama gang, plang nama RT, RW dan pengurus desa lainnya. Sedangkan Plang KUD yang masih bermarkas di salah satu ruangan kantor desa sudah dipasang kemaren.Alhamdulillah uang beasiswa dari Astra Indonesia sudah cair jumat kemaren, sebesar satu juta rupiah, kusuruh Rani mengambilnya di ATM waktu pergi ke kota kabupaten kemarin sebesar lima ratus ribu, sisanya untuk bayar SPP semester depan sebesar 450 ribu rupiah.Uang lima ratus ribu itu rencana untuk membeli baju kenang-kenangan untuk Rofita, Atikah, Aida dan nyai Rudiyah. Kami menjelajah los baju-baju. Akhirnya aku dapat kaos oblon
"Apa kabar, Lidia?" tanya lelaki itu, senyuman dan tatapan itu ... uh, membuatku meleleh ..."Baik. Nggg, kok tahu namaku Lidia?" tanyaku tak lepas memandangnya sambil tersenyum malu-malu."Itu ... barusan temanmu memanggilmu Lidia" Dagunya mengarah pada rombongan Widya."Oh ... kenalkan, namaku Lidia Khairunnisa. Hmm, dirimu siapa?" tanyaku sambil mengulurkan tangan. Pria di hadapanku tersenyum lebar. Disambut jabat tanganku dengan erat dan hangat."Aku Bayu ... Bayu Arya," ujar pria itu, senyumnya masih terus menghiasi wajah tampannya. Oh, namanya Bayu Arya, nama Arya mengingatkan aku akan pendekar di drama kolosal Tutur Tinular, Arya Kamandanu. Yah ... jagoannya sama sih dengan Arya Kamandanu.Aku melepaskan jabat erat tangannya, takut terbawa suasana. Padahal uuh, berat sekali melepasnya."Oo, namanya Bayu?" Dia mengangguk, senyum itu oh ... tidak juga lekang, aku benar-benar meleleh sekarang. Tidak akan kulepaskan dirimu, tampan."Baiklah ... aku akan memanggilmu Mas Bayu ya
Kami memasuki kedai tersebut. Dia memesan semua jenis panganan yang dijual di kedai tersebut."Banyak banget yang di pesan," kataku protes."Kau harus mencicipi semua, enak semuanya," katanya mengerling padaku.Tak lama pesanan datang, ada Pempek kapal selam, lenggam, tekwan dan berbagai bentuk pempek dan kuah cuka yang aromanya menggoda."Wah, apa dulu yang harus kumakan ini?" tanyaku dengan mata berbinar, wow makanan kesukaan hadir semua di depan mata."Coba dulu yang panas, nanti keburu dingin," katanya sambil menyodorkan semangkuk tekwan ditaruhnya sendok dan garpu ke mangkuk. Aku menikmati makan siangku dengan lahap. Tiga bulan di lokasi KKN tidak pernah menemui makanan itu. Mas Bayu hanya menatapku sambil tertawa, kalau soal makan aku tidak bisa ja'im di hadapan siapapun. Selama makan aku banyak bercerita, sedang dia mendengarkan sambil sesekali menimpali. Dia tidak banyak bercerita tentang kehidupannya, jika aku bertanya saja dijawab seperlunya. Aku hanya tahu dia bekerja di
"Lidiaaa!" panggil Rani berteriak histeris, aku kaget sampai cubitan di tangan Andre terlepas. Nampak Widya mengekor di belakangnya."Dari mana saja kamu? Dari semalam gak pulang?" tanyanya kemudian"Kau jadi ke rumah Bibik kau, Lid?" tanya Widya."Apa maksud, kalian?" Aku tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan."Hei, kau nginap di mana semalam gak pulang? Benar gak kata Widya kau ke rumah Bibik kau, Lid?" tanya Rani tambah berapi-api."Kalian ini ngomong apa, sih? Siapa yang gak pulang semalam?" tanyaku masih tidak mengerti."Kau itu pergi sejak kemaren siang, Lidia. Nih, baru pulang. Sudah sehari semalam kau dak pulang," kata Andre menjelaskan.Spontan kulihat HP-ku, di monitor menunjukkan hari Senin tanggal 7 Agustus. Padahal aku pergi hari Minggu tanggal 6 Agustus jam 10 siang. Haa? Sebenarnya apa yang terjadi? Benarkah di layar HP ini? Kalau benar berarti aku pergi selama sehari semalam, ah ... tidak masuk akal rasanya pergi selama itu. Aku nginap di mana, coba? Apakah
Sesampainya di Posko teman-teman menyambutku dan sekarung rambutan dengan antusias. Mereka berkumpul semua di Posko pesta makan rambutan. Kusisihkan dua plastik kresek untuk Nyai Rudiyah dan Pakdo Marlin. Aku pergi ke rumah Pakdo Marlin ditemani Rani. Kami bercengkrama di beranda rumah, Pakdo Marlin dan Makdo Halimah asyik memakan rambutan yang kubawa. Makdo Halimah sendiri menghidangkan pisang goreng dan lapek ubi. "Manis nian rambutannya, Lid!" kkata Makdo Halimah sambil menggigit buah rambutan. "Kenapa kau repot-repot nian belikan Makdo jilbab, Lidia ... elok nian jilbabnya, enak dipakainya," kata Makdo Halimah, jilbab yang kubeli sudah berada di kepalanya. "Iyo, kopiahnya pas pula di kepala Pakdo," kata Pakdo Marlin sambil meraba-raba kopiah di kepalanya. "Ai, Makdo nak ngasih apo yo? Oya, Lidia, Rani besok ajaklah kawan-kawan kau makan di sini, nanti Makdo masakin tempoyak ikan belido," kata Makdo Halimah. "Wah, cocok itu, besok kamis sore, yo?" kata Pakdo Marlin menimpali.
🖼🤵👰Kamis pagi kami membantu Makdo Halimah memasak untuk acara makan malam bersama. Anak-anak cowok fokus membuat panggung dan memasang tenda di halaman posko untuk acara perpisahan Sabtu besok dibantu oleh pemuda Karang Taruna. Pakdo Marlin ijin tidak masuk kerja."Pakdo, kok masang tenda di halaman?" tanyaku penasaran sambil melihat tukang tenda sedang bekerja."Nanti tamunya banyak Lidia, gak muat kalau di dalam rumah," jawabnya sambil menghitung tikar yang dipinjam dari para tetangga."Loh, emangnya Pakdo ngundang siapa saja? Bukan cuma kami, anak KKN?" tanyaku lagi, tidak menyangka Pakdo membuat acara yang cukup besar."Banyak yang Pakdo undang, Pak Camat, Datuk Kades, guru-guru SMA,SMP, SD. Semua pegawai kecamatan, pegawai Desa, Pengurus dan Anggota KUD. Semua warga RT sini," terangnya."Apa? Pakdo itu acara besar-besaran. Lebih seratus orang yang diundang, wah ... Pakdo, sumpah ... kami jadi dak enak hati, biayanya pasti banyak kan, Pakdo?""Aih, tenang saja Lidia ... Pakdo
Terdengar suara seseorang tengah membaca doa, para jamaah serentak menyahut dengan kata "Amiiin" disetiap jeda doa tersebut. Aku terbangun, sepertinya aku tengah tertidur di salah satu kamar Pakdo Marlin. Kulihat di lantai, Rani dan Widya tengah menengadahkan tangan ikut berdoa. Apakah aku tertidur di sini? Ah, tidak ... setelah melihat foto pria di sebelah Pakdo Marlin, aku langsung pusing, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya aku pingsan.Bayu Arya, benarkah dirimu adalah Aslan? Ini sungguh tidak masuk akal. Logikaku terus bekerja dan memastikan jika semua ini hanya kebetulan belaka. Siapa tahu Bayu Arya bukanlah Aslan, bisa jadi orang lain. Tapi kenapa wajahnya sama persis? Namanya juga sama Bayu Arya, cuma beda di tambah Bagindo di awal dan Aslan di akhir namanya. Bisa jadi Bagindo adalah nama gelar kebangsawanannya, sedangkan Aslan nama keluarganya. Jadi nama sesungguhnya adalah Bayu Arya. Aduh ... pusing kepalaku memikirkan ini.Jika dia Aslan tentu dia sudah tua, waktu Pakd
POV Bayu Arya"Kenapa ngelihatin aku kekgitu? Awas ... aku mau mandi!" teriaknya galak sambil mendorong tubuhku.Duh ... lucunya, kalau lagi malu kayak gitu toh tingkahnya, aku terus menatapnya dengan senyum menggoda. Dia hempaskan pintu kamar mandi dengan kuat. Tenang saja cantik, akan kutaklukan kegalakkanmu nanti.Selagi dia mandi aku keluar kamar, menyuruh pelayan hotel membawa minuman hangat karena yang dingin sudah ada di kulkas, serta menyuruhnya membawa penganan pempek kesukaan istriku, kuberi mereka beberapa lembar uang, aku menyuruhnya mencari di restoran yang terkenal menyediakan makanan tersebut, juga membeli sate madura kesukaanku, dan beberapa makanan ringan. Sesampainya di kamar, kulihat istriku itu sudah selesai mandi, dia masih memakai piyama mandi warna putih, duduk di tepi ranjang sambil memainkan handphonenya. "Darimana?" tanyanya"Pesan makanan. Nanti kalau pesanan datang, terima ya? aku mau mandi," kataku melangkah ke kamar mandi"Aku gak mau, pelayannya cowok
Pov BayuSetelah akad nikah, aku kembali lagi ke hotel, sesuai perjanjian kami, kami tidak akan bermalam pertama jika resepsi belum di gelar.Kenapa aku menyetujui perjanjian konyol yang di ajukan Lidia itu. Ah, sekarang aku yang tersiksa sendiri kan? Wajah cantiknya di akad nikah tadi yang seperti bidadari turun dari kayangan sekarang jadi terbayang-bayang. Apa coba yang akan aku lakukan seharian besok Sabtu? Coba kalau ... jiah, aku benar-benar harus bersabar sekarang.Aku melangkah ke lobby hotel bintang lima di kota ini, menuju resepsionis. Aku pesan kamar presiden suit, sekarang aku tinggal di kamar VVIP. Kupesan agar kamar itu dihiasi dan didekorasi untuk bulan madu. "Untuk minggu Malam, ya!" kataku pada petugas hotel"Baik, pak," jawab petugas hotel ituAku kembali ke kamar dan rebahan, kucek status facebookku di grub relawan yang pernah aku ikuti, ternyata sudah ramai sekali. Ada yang mendoakan pernikahanku, bahkan sebagian mereka akan segera meluncur ke kota ini. Kubalas sa
Pov LidiaPersiapan pesta pernikahan tinggal dua puluh persen, undangan sudah tersebar. Mas Bayu tidak mengundang temannya sama sekali, katanya hanya akan mengabari di grup facebook. Akad nikah akan diadakan hari Jum'at selepas salat Jum'at dan resepsinya hari minggu, sudah menjadi kebiasaan di sini resepsi diadakan hari minggu, mengingat hari libur, bagi yang kerja kantoran bisa menghadiri pesta.Selama persiapan pesta Mas Bayu tinggal di hotel, Mamak bilang pamali bertemu mempelai wanita sebelum hari H. Aku dan dia hanya bisa ngobrol via telpon, rasanya kangen banget tiga hari gak ketemu sama dia. Sebelum tidur, dia pasti selalu menghubungiku dulu. "Sayang, sedang apa?" tanyanya di seberang telpon.Aku masih belum terbiasa dengan panggilannya, rasanya ada yang menggelitik di hati ini, Sayang? Ow, uwu ...."Emm, baru mau tidur Mas," kataku malu-malu meong."Oya, tadi kata Pakdo Marlin Bibi Rudiyah sudah pulang dari Rumah sakit, keadaannya juga sudah membaik, InsyaAllah besok dia ke
Aku tak kuasa menahan tangis melihat kondisi Nyai Rudiyah yang tinggal kulit berbalut tulang. Napasnya tinggal satu, dua tersengal-sengal. Rofita, Afikah dan Aida begitu senang aku datang. Aku sempatkan membeli oleh-oleh jajanan di sebuah warung sebelum ke sini."Nyai, apa kabar? Ini Lidia ... Nyai sakit kenapa tidak ngabari?" kataku tulus sambil menggenggam tangannya."Lidia ... kenapa datang jauh-jauh? terima kasih sudah datang menemuiku." "Nyai, kami akan membawa nyai ke Rumah sakit. Mau ya, nyai dirawat di rumah sakit?" "Ah, tidak usah repot-repot Lidia. Sepertinya kau membawa teman, siapa dia?" kata Nyai Rudiah sambil menoleh ke arah Mas Bayu yang dari tadi berdiri di depan pintu kamar.Aku melambai ke arahnya, Mas Bayu mendekat ke arah kami."Bibi ... Bibi harus segera sembuh," kata lelaki itu mendekat ke arah Nyai Rudiyah.Wanita tua itu tercekat, dia sangat terkejut melihat siapa yang datang. Matanya melotot, bibirnya bergetar, bahkan seluruh tubuhnya gemetaran. Mas Bayu mer
Walau aku sudah mendengar tadi subuh obrolan mereka, namun mendengar langsung dari mulutnya membuatku sedikit berdebar. "Maukah kau menikah denganku?" tanyanya Aku hanya tersenyum simpul, jadi dia sedang melamar nih ceritanya? "Kau melamarku di mobil yang tengah melaju?" "Kenapa? Kurang romantis, ya?" "Lamarlah pada Bapakku, minta baik-baik sama dia." "Oo, itu pasti, sampai rumahmu langsung kuminta anak gadisnya," katanya tersenyum lebar. "Kalau gitu aku sekalian ngundang Pakdo Marlin sama Nyai Rudiyah," kataku "Kenapa? Mereka bisa tahu dong kalau aku masih hidup," katanya. "Sebaiknya mereka tahu, kau tidak perlu memusnahkan rumahmu, biar mereka yang melakukan. Sekalian Mas minta maaf pada nyai Rudiyah, walau bukan diri Mas yang menghabisi anak-anaknya, namun peliharaan Mas yang melakukannya, itu sama saja jadinya. Kalau Pakdo Marlin, diakan sudah tahu juga aku pernah bertemu denganmu," kataku "Ya, baiklah jika menurutmu begitu." ****Kami memasuki lorong kediaman Pakdo M
Pagi ini aku bangun tidur lebih cepat, kulihat di handphone menunjukkan pukul 4 pagi. Aku segera melaksanakan salat Tahajud, kuminta Allah agar segera membebaskan lelakiku itu dari pasungan jin yang menguasainya selama ini.Aku masih terbayang bagaimana Kiyai Amran sangat kesulitan menaklukkannya, hingga Kiyai Amran kuwalahan menangkis serangan dari Mas Bayu. Ah, pria itu benar-benar sakti, dikeroyok beberapa orang saja menang. Semua orang sampai takut-takut menyerangnya. Sehingga dia dilumpuhkan pakai senapan obat bius. Ah, sudah seperti memburu harimau sungguhan.Selepas mengaji aku bergegas ke musola ingin ikut salat subuh berjamaah. Ternyata masih lima belas menit lagi Azan Subuh. Aku segera memasuki masjid yang masih lenggang belum ada jamaah putri yang datang. Aku duduk mengambil tempat paling depan. Rencana mau kusambung tilawahku sambil menanti Azan Subuh. Tiba-tiba beberapa jamaah pria datang, suara sandal dan obrolan jelas terdengar, karena tempat wanita dan pria dibatasi se
Pov LidiaKami akhirnya benar-benar pergi siang ini ke Merangin. Bapak sebenarnya keberatan, karena aku baru sembuh dari sakit, namun lelaki itu meyakinkannya bahwa dia akan menjagaku. Andika kuminta menemaniku, tapi dia menolak beralasan kalau dia sudah banyak tertinggal mata kuliah sewaktu menungguku di rumah sakit.Kami berangkat selepas salat zuhur, sesudah makan siang. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, aku duduk di sebelahnya memandang lurus ke depan."Tidurlah, biar badanmu lebih sehat. Atur kursinya, agar bisa berbaring nyaman," katanya Kutarik besi pengatur kursi, namun posisinya tidak juga berubah."Gimana sih ngaturnya ini?" gerutuku, karena sudah berusaha tetapi belum juga kursi itu rebah.Lelaki itu menepikan mobilnya ke badan jalan, ditariknya besi pengatur itu sehingga kursi itu rebah, jaraknya yang tertalu dekat denganku membuat dada ini mendesir, tercium aroma tubuhnya seperti dulu, aroma yang pernah kucium ketika berboncengan motor dengannya. Ku
Pov. Bayu Arya"Apakah kau sudah mendapat apa yang kau cari dengan keliling dunia, Mas?" tanya gadis itu. Dia menatap air sungai yang tenang, setenang wajahnya yang kini dibalut jilbab, sehingga seluruh tubuhnya tertutup. Aku menyukai cara berpakaian dia sekarang, dia lebih terlihat anggun dan mempesona. "Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari, aku melakukan semua itu sebenarnya hanya pelarian, mencoba melupakan istriku, namun semakin aku melupakannya, justru luka itu semakin dalam." "Kau sudah menuntut ilmu sampai ke Universitas nomor satu di dunia, bahkan dua Universitas paling top di dunia dengan biaya yang sangat mahal. Namun, pernahkah kau berpikir untuk mencari ilmu agama, bekal untuk menuju kehidupan yang akan kekal abadi di akherat?" Kata-kata gadis itu menohok ke relung hati yang paling dalam. Aku tidak bisa berkata apapun, aku hanya terdiam seribu bahasa."Mas Bayu ... mungkin kegersangan hatimu karena kau belum menemukan petunjuk dan hidayah dari Allah. Car
POV Bayu Arya Gadis itu sekali pandang sudah membuatku jatuh hati, lentik bulu matanya, hidungnya yang bangir, senyumnya yang ... aduh, tidak bisa kujelaskan karena aku benar-benar mabuk dibuatnya. Aku tahu, Aslan yang memilih gadis itu untuk meneruskan keturunan keluarga Aslan. Namun, aku juga mencintainya sedalam-dalamnya.Sudah tiga puluh tahun usiaku, namun baru kali ini aku merasakan jatuh cinta pada wanita, ternyata jatuh cinta itu sangat membuatku bahagia dan bersemangat. Tidak butuh waktu yang lama untuk menyuntingnya jadi pendamping hidupku. Aku tidak lagi hidup sendiri, karena ada belahan jiwa yang bisa kusalurkan rasa kasih sayang dalam jiwaku.Tidak ada yang mengenal namaku Bayu Arya selain paman Ja'far dan Bibi Rudiyah. Mereka semua mengenalku Bagindo Aslan, maka ketika ijab qobul aku memakai nama Bagindo Aslan. Namun, satu yang tidak kusadari, Paman Ja'far menulis nama lengkapku ketika menjadi saksi pernikahan Sumarlin, bocah yang kuselamatkan nyawanya memakai racikan a