Moreno terbangun karena suara isak tangis perempuan. Dia mengerjapkan matanya dan melihat Arsyila sedang duduk memeluk lutut di sampingnya dengan memperlihatkan punggung telanjangnya.
Moreno mengelus punggung Arsyila lembut.
"Kamu kenapa?" Moreno bertanya panik. Dia ikut terduduk dan mengelus rambut Arsyila. "Sakit?"
Arsyila diam tak menjawab dan terus menangis.
Moreno menyandarkan kepalanya ke bahu telanjang Arsyila dan menciuminya lembut. Tapi Arsyila kemudian bergerak menjauhi Moreno.
"Hey... Kenapa? Bilang dong..." Ucap Moreno lembut. "Kamu... Nyesel?"
Isakkan Arsyila makin kencang. Moreno menghela napas lalu menarik tubuh Arsyila ke dada telanjangnya dan merebahkan diri. Moreno mengelus lembut kepala Arsyila dan menempelkan pipinya di kepala Arsyila.
"Nikah, yuk, Syil," ucapan Moreno yang tiba-tiba dan datar membuat isak Arsyila terhenti. Perempuan itu melepaskan diri dan memukul dada Moreno. "Ah! Sakit..."
"Kamu tuh punya otak nggak pernah dipake mikir, ya??? Hibahin aja ke rumah makan padang sana! Biar bermanfaat dikit dijadiin lauk makan!" Omelan Arsyila membuat Moreno terbahak.
"Jangan ketawa!" Arsyila memukul dada Moreno lagi.
"Lagian kenapa, sih, habis bercinta malah nangis terus marah-marah? Mau lagi?" Goda Moreno.
"Mau lagi gundulmu!"
"Aku nggak gundul..." Moreno merajuk.
Arsyila mendecakkan lidah lalu menarik selimut menutupi badannya dan tidur membelakangi Moreno.
Moreno merengkuh Arsyila dan belakang dan menempelkan burungnya ke bokong Arsyila. Arsyila berusaha melepaskan diri dari Moreno nanun tidak berhasil.
"Pulang sana ke kamar lo sendiri!" Usir Arsyila.
"Nggak mau. Nyaman disini sama kamu," sahut Moreno sambil memejamkan mata.
Arsyila mengatupkan rahang. Sedaritadi ada yang ingin dia tanyakan namun ragu. Arsyila mengumpulkan keberanian dan akhirnya pertanyaannya terucap juga.
"What am I to you?" Tanya Arsyila.
Moreno membuka mata dan memikirkan pertanyaan Arsyila. Apa arti Syila untuk gue? Apa? Objek seks? Nggak kayak gitu. Lover? Kayaknya masih belum tahap sana. Lalu apa?
"Gue nyaman sama lo," sahut Moreno.
Arsyila mendengus. "Gue juga nyaman sama guling!"
Arsyila melepaskan diri dari Moreno sekuat tenaga sampai lelaki itu membiarkannya lepas. Arsyila memungut bajunya di lantai dan mengenakannya lalu kelur dari kamar.
Moreno menatap pintu yang tertutup kencang. Kini kamar menjadi sepi dan kosong tanpa Arsyila.
"Apa arti Arsyila buat gue?" Moreno terus mengulang pertanyaan itu sampai akhirnya terdengar suara kembang api yang menjadi puncak acara anniversary resort.
Moreno bangkit, memakai kembali pakaiannya dan keluar dari kamar.
Dia melihat Arsyila sedang duduk di pinggir kolam sambil memandang kembang api yang meletus di langit. Moreno memandang Arsyila lekat-lekat lalu berbalik pergi menuju kamarnya sendiri sembari menggerutu.
"She's complicated. Not my type."
❤️
Pagi-pagi sekali Moreno sudah berangkat menuju bandara diantar oleh supirnya. Semalam tiba-tiba dia dipanggil kakeknya untuk ikut rapat Dewan Komisaris di Jakarta.
Moreno menunggu di lounge setelah check in. Dia mengecek ponselnya untuk mengabari Arsyila namun baru ingat mereka tidak pernah bertukar nomor sekalipun.
Moreno menghela napas dan menyimpan ponselnya di saku, kemudian dia beranjak untuk masuk ke pesawat.❤️
Arsyila terbangun karena alarm yang dia set setiap pagi menyala. Dia mengerang seraya mematikan alarmnya dan kembali memejamkan mata. Namun, meskipun matanya mengantuk dia tidak bisa tidur lagi. Arsyila bangkit dari tempat tidur dan memutuskan untuk bersepeda saja.
Arsyila meminjam sepeda dari hotel dan menyusuri jalan setapan pulau Gili Trawangan yang masih sepi. Udara terasa segar dan tenang diiringu deburan ombak dan kicauan burung yang terbang di atasnya.
Arsyila memutari pulau sendirian hingga matahari sudah tinggi dan udara terasa panas. Dia pun tiba kembali di hotel dan langsung menuju restoran untuk sarapan.
Tanpa sadar matanya mencari sosok lelaki yang sejak semalam menghilang.
"Ih... Ngapain gue cari dia, sih?" Arsyila menyadarkan dirinya.
Arsyila menggelengkan kepala lalu mulai menikmati sarapannya sembari menonton drama Korea dari ponselnya.
Hidupnya terasa menyenangkan. Tanpa hiruk pikuk kota, tanpa mengkhawatirkan jadwal bosnya, tanpa mengkhawatirkan komplain dari tamu...
Seharusnya dia merasa lega namun kenapa dia masih merasa sesak?
Makanan Arsyila tiba diantar oleh pramusaji yang tempo hari melayaninya dan Moreno.
"Terima kasih," ucap Arsyila sembari tersenyum.
"Bu Arsyila, ya?" Tanya pramusaji tersebut.
"Eh, iya. Ada apa?"
"Ada titipan dari Pak Reno." Pramusaji tersebut menyerahkan secarik kertas yang dilipat dua. "Permisi," katanya kemudian seraya berlalu.
Arsyila memandangi kertas ditangannya kemudian dengan ragu membukanya. Ada tulisan tangan disana yang sepertinya tulisan si pramusaji.
"I gotta go to Jakarta. Here's my number. Call me ASAP. 08xx941870613 - MN -
Arsyila membaca pesan tersebut lalu melipatnya kembali dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya asal.
Masa bodoh!, pikirnya. Lalu dia melahap sarapannya dengan pikiran melayang-layang.
"Permisi Bu Arsyila..." Pramusaji pria tadi datang lagi. "Ada telepon untuk Ibu." Pria muda itu menyerahkan ponselnya pada Arsyila.
Arsyila mengerutkan kening. Dia bingung namun tetap menerima telepon tersebut.
"Halo."
"Kenapa belum ngehubungin gue?"
Arsyila melirik pramusaji tersebut yang pergi untuk memberinya privasi. "Belum ada lima menit gue terima pesan lo."
"Kan bisa langsung hubungin gue pas terima."
Arsyila mendengus. "Ada apa memangnya? Urgent banget, kah?"
Arsyila menajamkan pendengarannya untuk mencari tahu lokasi Moreno. Sepertinya lelaki itu sedang di bandara.
"Ck. Gue ini khawatir loh, lo nyariin gue yang tiba-tiba nggak ada."
Arsyila menggigit bibirnya untuk menahan senyum di bibirnya. Entah kenapa dia senang dan lega karena bisa berbicara dengan Moreno di telepon.
"GR banget lo," cibir Arsyila.
"Habis darimana?" Tanya Moreno.
"Kok kepo?" Arsyila balas tanya.
"Lo nggak muterin Pulau cari gue, kan?" Goda Moreno. Pria itu kini sudah berada dalam mobilnya yang dikendarai oleh supir yang diutus Perusahaan.
"You wish!" Desis Arsyila.
Moreno terkekeh. "Okay, then. Gue lagi on the way ke Kantor. Text me your number immediately! Okay?"
"Ck. Nggak, ah." Ujar Arsyila. "Ngapain?"
Arsyila bersyukur karena ia tidak langsung tatap muka dengan Moreno. Wajahnya kini pasti sedang tersipu bak gadis ABG sedang bermain 'hard to get'.
"Apa perlu gue tanya Darius dan bilang kalo lo ada di Resort gue?" Tanya Moreno ringan namun penuh ancaman.
Arsyila mendecakkan lidah. "Don't you dare!" Ancamnya.
Moreno terkekeh lagi. "Kalo dalam satu menit lo ngga chat gue, gue akan langsung telepon Darius."
Tut. Tut. Tut.
Sambungan telepon terputus.
Arsyila menatap ponsel milik pramusaji itu dengan sebal namun segera dia meraih ponselnya sendiri dan menyimpan nomor Moreno dan mengiriminya chat.
"Childish!"
Message sent.
Tak lama balasan datang.
"I miss you too."
Arsyila terperangah membaca balasan dari Moreno namun dia memutuskan untuk tidak membalasnya. Biar saja pria itu penasaran dengan dirinya.
Arsyila memasukkan ponsel ke tas lalu menikmati sarapannya yang sudah dingin. Senyumnya mengembang tanpa disadarinya.
Darius memasuki area restoran di hotelnya dan melihat sahabatnya, Moreno Nugraha, duduk menghadapnya sembari menyesap kopinya. Darius teringat kejadian beberapa hari lalu setelah acara dinner party Perusahaannya dan kembali merasa bersalah, namun kelihatannya Moreno yang terlibat masalah pada malam itu terlihat biasa saja. Moreno menangkap sosok Darius dan melambaikan tangan padanya. Darius menarik napas dalam lalu menghampiri Moreno. "Hai, Bro," sapa Moreno ringan. Angga yang melihat bosnya datang segera menyediakan kopi Vietnam Drip yang biasa diminum Darius jika ada meeting di restorannya. "Tumben ada di Jakarta," sapa Darius. "Biasa... Dipanggil meeting. Tapi habis ini juga gue balik ke Trawangan." Moreno teringat seseorang saat mengatakannya dan menyematkan senyum tipis. "Kok buru-buru amat?" tanya Darius. Dia melambaikan tangan sebagai isyarat terima kasih pada Angga yang menyajikan kopinya. "Ada yang
Arsyila mendorong badan Moreno agar bisa melepaskan diri dari ciumannya. Arsyila melotot pada Moreno yang hanya tersenyum jahil. "Lo... Benar-benar, ya!" Ujar Arsyila frustasi. "Seenaknya banget!" "Syil, just let it flow, okay?" Kata Moreno santai. "Let it flow gundulmu!" Maki Arsyila yang membuat Moreno terbahak. Perempuan ini menarik, batin Moreno. Entah kenapa gue betah berada di dekatnya. Moreno meneguk minumannya yang baru saja dihidangkan. Begitu pun dengan Arsyila yang menyedor habis minumannya. "Jadi? Bagaimana dengan tawaran gue?" Tanya Moreno. "Just forget it!" Arsyila mendesis kesal. Entah kenapa dia tidak bisa benar-benar kesal karena Moreno tiba-tiba menciumnya. Justru dia merasa senang? Astaga... Yang benar saja Arsyla! Lo padahal nggak minum alkohol, masa mabok, sih?, Arsila memaki dirinya dalam hati. Moreno memandanginya sambil tersenyum.
Arsyila sudah siap berangkat ke kantor. Dia sudah rapi, cantik, dan wangi. Namun, sudah lebih dari setengah jam dia mondar mandir depan pintu apartemennya, menimang apa dia perlu ke kantor untuk bekerja atau tidak. Peristiwa seminggu lalu yang menyebabkan keributan antara dirinya dan Pak Bos membuatnya malu. Terlebih dia kabur selama seminggu dan tak memberi Darius kabar kecuali pemberitahuan cutinya. "Aduh gimana ini? Ke kantor atau enggak?" Arsyila berbicara pada pintu kayunya. "Kalau enggak ke kantor, gue masih butuh gaji. Kalo ke kantor, gue kok nggak punya muka depan Pak Darius?" Arsyila menghela napas dan menjitak kepalanga sendiri. "Udahlah... Duit lebih penting dari rasa malu. Rasa malu nggak bisa bayar biaya hidup gue bulan depan." Arsyila mengangguk yakin. "Semangat!" Arsyila membuka pintu dan dengan yakin berangkat ke kantor. *Darius sudah berada di ruangannya ketika Arsyila tiba. "Mbak Dety," Arsyila memanggil office boy yang k
Arsyila keluar lift dengan perasaan bimbang. Dalam hidupnya, dia belum pernah sebimbang ini. Memutuskan sesuatu Arsyila selalu penuh keyakinan, yes is yes, no is no. Tapi kali ini Arsyila tidak tahu harus memutuskan apa. Padahal pilihannya hanyalah ikut Moreno pergi atau tidak.Please, Syila... Apa susahnya sih kekeuh bilang nggak?, pikir Arsyila.Tapi ini Moreno yang ngajak..., hati Arsyila menyahut.Ya terus kenapa kalo Moreno???,otak Arsyila lagi-lagi mencoba membantah.Tetap aja dia cowok seenaknya yang nggak tahu malu!Biar gitu dia kan tanggungjawab di deket lo... Lagian Moreno ganteng dan kaya. Ngapain, sih, capek-capek nolak cowok sesempurna itu?,hati Arsyila menyuguhkan fakta tentang Moreno.Ting.Lift berdenting dan berhenti di lantai lobby.Arsyila tersadar dari lamunannya. Dia mencubit lengannya sendiri agar segera sadar."Arsyila.. 
Arsyila membuka matanya karena merasa kakinya keram tertindih sesuatu. Dia mencoba membiasakan matanya dengan kondisi ruangan yang masih remang-remang.Sebuah gerakan kecil membuat kesadarannya utuh; sebuah tangan memeluk pinggangnya dengan erat dan sebuah napas terasa di tengkuknya.Arsyila menoleh dan melihat Moreno masih tertidur pulas. Jantung Arsyila berdebar saat ingat kejadian semalam. Rasanya dia ingin menggali tanah dan mengubur dirinya sendiri karena malu. Semalam dia tidak mabuk tapi mengajak Moreno untuk bercinta!Apa kata dunia?"Good morning." Moreno terbangun dan menyapa Arsyila yang sedang melotot memandangi langit-langit kamarnya."Err... Good morning..."Moreno mengecup sekilas pipi Arsyila lalu mengeratkan kembali pelukannya dan memejamkan matanya."Jam berapa sekarang?" Tanya Moreno.Tangan Arsyila mencari ponselnya yang entah dimana."Lepas dulu, Ren, gue cari hp dulu," pinta Arsyila.
Arsyila dan Moreno kini berada di supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan camilan. Mereka berencana untuk seharian marathon menonton serial Netflix."Syila, lo suka daging bagian mana?" Moreno bertanya saat mereka melewati bagian daging.Arsyila menatap deretan daging yang berada di dalam pendingin itu lalu menjawab, "gue suka semua jenis daging. Kenapa?""Lo belum ngerasain steak buatan gue, kan?""Lo bisa masak steak?" Arsyila bertanya sanksi.Moreno menyeringai dan melangkah menuju bagian daging yang hendak dibelinya. Arsyila hanya memandangi punggung Moreno dengan desiran aneh di dadanya.Kenapa sekarang gue sama dia jadi kelihatan seperti pengantin baru? Belanja groceries bareng di supermarket dengan seorang Moreno Nugraha?,Arsyila membatin. Apa gue biarkan aja semua ini mengalir tanpa memikirkan apapun? Logika dan hati nggak akan pernah bertemu. Seringkali saat logika lo berkata 'tidak', hati lo ju
Arsyila mencabut diska lepas dari laptop dan bergegas masuk ke ruangan Direktur Utama sekaligus anak dari pemilik Irdham Hotel & Resort, sebuah grup perusahaan hotel mewah yang tersebar di kota besar di Indonesia, yang telah menjadi atasannya sejak tujuh tahun lalu.Arsyila mengetuk pintu kaca ruangan Darius Irdham tiga kali untuk memberi tanda bahwa dia datang kemudian membuka pintu tersebut."Pak Darius, ini file yang Bapak minta," ujar Arsyila seraya menyerahkan diska lepas miliknya pada atasannya yang masih muda itu. Usia Darius dan Arsyila hanya terpaut lima tahun."Makasih, Syil."Arsyila hendak pamit ketika Darius menoleh padanya, "sebentar.""Ya, Pak?""Untuk acara dinner party nanti malam aman? Tamu-tamu VIP sudah dikonfirmasi hadir?" Tanya Darius."Sudah, Pak," jawab Arsyila. "List tamunya sudah saya taruh di meja Bapak tadi pagi." Arsyila menghampiri meja Darius dan mencari kertas yang dimaksud dalam tumpukan berkas di
Jam enam kurang lima belas para tamu telah berdatangan, termasuk tamu VIP yang berasal dari kolega keluarga Irdham, para pengusaha hotel, dan para pejabat pemerintahan.Arsyila muncul lima menit kemudian bersama Darius. Perempuan itu mengenakan lace navy dress dengan lengan sepanjang siku dan leher sabrina dipadukan dengan sepatu high heels 9 cm berwarna senada. Sementara Darius mengenakan setelan jas mahal berwarna navy dengan kemeja biru muda tanpa dasi.Siapapun yang melihat keduanya pasti setuju kalau pasangan Bos dan sekretaris itu sangat serasi. Namun sayang Arsyila selalu menekankan bahwa hubungannya dengan Darius hanya sebatas profesionalisme kerja.Sementara Darius sebenarnya tidak keberatan jika dapat memiliki hubungan lebih dengan Arsyila walaupun dia sudah memiliki tunangan."Siapa saja yang sudah hadir, Syil?" Tanya Darius begitu keluar lift.Arsyila menyebutkan nama-nama yang dilaporkan Angga padanya."Hmmm... Nanti i
Arsyila dan Moreno kini berada di supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan camilan. Mereka berencana untuk seharian marathon menonton serial Netflix."Syila, lo suka daging bagian mana?" Moreno bertanya saat mereka melewati bagian daging.Arsyila menatap deretan daging yang berada di dalam pendingin itu lalu menjawab, "gue suka semua jenis daging. Kenapa?""Lo belum ngerasain steak buatan gue, kan?""Lo bisa masak steak?" Arsyila bertanya sanksi.Moreno menyeringai dan melangkah menuju bagian daging yang hendak dibelinya. Arsyila hanya memandangi punggung Moreno dengan desiran aneh di dadanya.Kenapa sekarang gue sama dia jadi kelihatan seperti pengantin baru? Belanja groceries bareng di supermarket dengan seorang Moreno Nugraha?,Arsyila membatin. Apa gue biarkan aja semua ini mengalir tanpa memikirkan apapun? Logika dan hati nggak akan pernah bertemu. Seringkali saat logika lo berkata 'tidak', hati lo ju
Arsyila membuka matanya karena merasa kakinya keram tertindih sesuatu. Dia mencoba membiasakan matanya dengan kondisi ruangan yang masih remang-remang.Sebuah gerakan kecil membuat kesadarannya utuh; sebuah tangan memeluk pinggangnya dengan erat dan sebuah napas terasa di tengkuknya.Arsyila menoleh dan melihat Moreno masih tertidur pulas. Jantung Arsyila berdebar saat ingat kejadian semalam. Rasanya dia ingin menggali tanah dan mengubur dirinya sendiri karena malu. Semalam dia tidak mabuk tapi mengajak Moreno untuk bercinta!Apa kata dunia?"Good morning." Moreno terbangun dan menyapa Arsyila yang sedang melotot memandangi langit-langit kamarnya."Err... Good morning..."Moreno mengecup sekilas pipi Arsyila lalu mengeratkan kembali pelukannya dan memejamkan matanya."Jam berapa sekarang?" Tanya Moreno.Tangan Arsyila mencari ponselnya yang entah dimana."Lepas dulu, Ren, gue cari hp dulu," pinta Arsyila.
Arsyila keluar lift dengan perasaan bimbang. Dalam hidupnya, dia belum pernah sebimbang ini. Memutuskan sesuatu Arsyila selalu penuh keyakinan, yes is yes, no is no. Tapi kali ini Arsyila tidak tahu harus memutuskan apa. Padahal pilihannya hanyalah ikut Moreno pergi atau tidak.Please, Syila... Apa susahnya sih kekeuh bilang nggak?, pikir Arsyila.Tapi ini Moreno yang ngajak..., hati Arsyila menyahut.Ya terus kenapa kalo Moreno???,otak Arsyila lagi-lagi mencoba membantah.Tetap aja dia cowok seenaknya yang nggak tahu malu!Biar gitu dia kan tanggungjawab di deket lo... Lagian Moreno ganteng dan kaya. Ngapain, sih, capek-capek nolak cowok sesempurna itu?,hati Arsyila menyuguhkan fakta tentang Moreno.Ting.Lift berdenting dan berhenti di lantai lobby.Arsyila tersadar dari lamunannya. Dia mencubit lengannya sendiri agar segera sadar."Arsyila.. 
Arsyila sudah siap berangkat ke kantor. Dia sudah rapi, cantik, dan wangi. Namun, sudah lebih dari setengah jam dia mondar mandir depan pintu apartemennya, menimang apa dia perlu ke kantor untuk bekerja atau tidak. Peristiwa seminggu lalu yang menyebabkan keributan antara dirinya dan Pak Bos membuatnya malu. Terlebih dia kabur selama seminggu dan tak memberi Darius kabar kecuali pemberitahuan cutinya. "Aduh gimana ini? Ke kantor atau enggak?" Arsyila berbicara pada pintu kayunya. "Kalau enggak ke kantor, gue masih butuh gaji. Kalo ke kantor, gue kok nggak punya muka depan Pak Darius?" Arsyila menghela napas dan menjitak kepalanga sendiri. "Udahlah... Duit lebih penting dari rasa malu. Rasa malu nggak bisa bayar biaya hidup gue bulan depan." Arsyila mengangguk yakin. "Semangat!" Arsyila membuka pintu dan dengan yakin berangkat ke kantor. *Darius sudah berada di ruangannya ketika Arsyila tiba. "Mbak Dety," Arsyila memanggil office boy yang k
Arsyila mendorong badan Moreno agar bisa melepaskan diri dari ciumannya. Arsyila melotot pada Moreno yang hanya tersenyum jahil. "Lo... Benar-benar, ya!" Ujar Arsyila frustasi. "Seenaknya banget!" "Syil, just let it flow, okay?" Kata Moreno santai. "Let it flow gundulmu!" Maki Arsyila yang membuat Moreno terbahak. Perempuan ini menarik, batin Moreno. Entah kenapa gue betah berada di dekatnya. Moreno meneguk minumannya yang baru saja dihidangkan. Begitu pun dengan Arsyila yang menyedor habis minumannya. "Jadi? Bagaimana dengan tawaran gue?" Tanya Moreno. "Just forget it!" Arsyila mendesis kesal. Entah kenapa dia tidak bisa benar-benar kesal karena Moreno tiba-tiba menciumnya. Justru dia merasa senang? Astaga... Yang benar saja Arsyla! Lo padahal nggak minum alkohol, masa mabok, sih?, Arsila memaki dirinya dalam hati. Moreno memandanginya sambil tersenyum.
Darius memasuki area restoran di hotelnya dan melihat sahabatnya, Moreno Nugraha, duduk menghadapnya sembari menyesap kopinya. Darius teringat kejadian beberapa hari lalu setelah acara dinner party Perusahaannya dan kembali merasa bersalah, namun kelihatannya Moreno yang terlibat masalah pada malam itu terlihat biasa saja. Moreno menangkap sosok Darius dan melambaikan tangan padanya. Darius menarik napas dalam lalu menghampiri Moreno. "Hai, Bro," sapa Moreno ringan. Angga yang melihat bosnya datang segera menyediakan kopi Vietnam Drip yang biasa diminum Darius jika ada meeting di restorannya. "Tumben ada di Jakarta," sapa Darius. "Biasa... Dipanggil meeting. Tapi habis ini juga gue balik ke Trawangan." Moreno teringat seseorang saat mengatakannya dan menyematkan senyum tipis. "Kok buru-buru amat?" tanya Darius. Dia melambaikan tangan sebagai isyarat terima kasih pada Angga yang menyajikan kopinya. "Ada yang
Moreno terbangun karena suara isak tangis perempuan. Dia mengerjapkan matanya dan melihat Arsyila sedang duduk memeluk lutut di sampingnya dengan memperlihatkan punggung telanjangnya. Moreno mengelus punggung Arsyila lembut. "Kamu kenapa?" Moreno bertanya panik. Dia ikut terduduk dan mengelus rambut Arsyila. "Sakit?" Arsyila diam tak menjawab dan terus menangis. Moreno menyandarkan kepalanya ke bahu telanjang Arsyila dan menciuminya lembut. Tapi Arsyila kemudian bergerak menjauhi Moreno. "Hey... Kenapa? Bilang dong..." Ucap Moreno lembut. "Kamu... Nyesel?" Isakkan Arsyila makin kencang. Moreno menghela napas lalu menarik tubuh Arsyila ke dada telanjangnya dan merebahkan diri. Moreno mengelus lembut kepala Arsyila dan menempelkan pipinya di kepala Arsyila. "Nikah, yuk, Syil," ucapan Moreno yang tiba-tiba dan datar membuat isak Arsyila terhenti. Perempuan itu melepaskan diri dan memukul dada Moreno. "Ah! Sakit..." "
Arsyila berendam di bathtub dengan busa beraroma musk untuk menenangkan pikirannya dari kejadian di kolam tadi.Romanya kembali meremang saat ingat rasanya Mr. P milik Moreno menekan perutnya. Arsyila gelisah... Putingnya mengeras dan bagian bawahnya berkedut."Sial..." Rutuk Arsyila frustasi.Dia menyentuh dadanya dengan tangan kanan dan menyentuh bagian bawahnya dengan tangan kiri. Seketika Arsyila merasa terbang. Dia terus menggesekkan jarinya untuk mencapai klimaksnya. Disela desahannya, dia teringat malam dimana dia kehilangan keperawanannya. Bagaimana Moreno memberinya kenikmatan yang belum pernah dia rasakan.Moreno memang berpengalaman dan Arsyila membenci itu.Arsyila menghentikan kegiatan masturbasinya dan memikirkan Moreno membuatnya hilang nafsu. Arsyila akui Morena memang cukup hot, namun fakta itu membuatnya semakin nelangsa.Seharusnya dia melakukan itu dengan pria yang juga baru pertama kali melakukannya. Bukan dengan p
Arsyila marah dan kecewa dengan semua orang. Dia memutuskan untuk cuti sejenak dari kantor dan mengambil jatah cutinya selama satu minggu.Arsyila terlalu malu untuk bertemu Darius dan terlalu marah untuk bertemu Angga.Mungkin bagi sebagian orang kehilangan keperawanan adalah hal yang biasa, namun tidak bagi Arsyila yang dibesarkan dengan norma agama yang cukup kuat oleh orangtuanya. Meskipun tidak munafik dia pernah pacaran dan berciuman bahkan melakukan petting namun belum pernah ada dari mantannya yang berhasil mengambil keperawanannya.Arsyila marah pada alkohol, Angga, Tio, Darius, dan Moreno. Namun dia lebih marah pada dirinya sendiri karena bisa lost control.Arsyila menyeka peluh yang membasahi wajahnya. Dia baru sadar kalau matahari sudah tinggi dan udara sudah cukup panas. Dia memutuskan menyudahi sesi olahraga paginya dan kembali ke hotel.Saat ini Arsyila sedang melarikan diri dari realita. Tanpa mengabari siapapun dia terbang ke