"Ditelan bumi, Kak. Gue udah cari kemana-mana juga gak ketemu," keluh Nathan memasang wajah pasrah.
"Yaudah biarin aja. Lagian kata lo juga udah gak ada bukti di alat itu."
"Ishhh itu salah satu petunjuk kita. Emang waktu itu gue gak nemu petunjuk apapun, tapi tadi gue udah hampir berhasil hack alat itu."
"Ya udah coba lo inget lagi di mana lo terakhir kali taruh. Udahlah gue capek. Lo pulang sana."
"Gak ah, gue bosen di rumah. Mending gue mau mecahin kasus teror lo aja, Kak."
"Isshh ngerepotin lo. Ambil di laci sana kalau lo masih penasaran, gue mau tidur!"
Keenan dengan segera langsung menuju ranjangnya. Menyibak selimut dan memulai petualangan di dunia mimpinya. Ia baru saja menyudahi pekerjaan project-nya dan memilih istirahat sebentar sebelum melanjutkannya nanti. Sementara Nathan beranjak menuju laci yang dimaksud Keenan. Mengambil beberapa lembar foto dan carik kertas yang terdapat kode-kode yang belum
“Speakeenan aktif.”Natashya sedikit terlunjak mendengar itu. Ia baru saja memencet tombol on-off pada benda yang diberikan Keenan tadi pagi.“Speakeenan?” tanyanya heran. Ia meneliti benda di tangannya.“Ay ay, Speakeenan dapat membantu Natashya mendapatkan informasi.”“Ha? Bukannya alat ini cuma buat pengeras suara biasa?”“Speakeenan bisa membantu Natashya.”Natashya masih belum sepenuhnya paham dengan alat aneh ini. Maksudnya bisa membantu bagaimana? Apakah bisa mengerjakan tugas atau seperti apa?“Kerjain tugasku donk,” ucap Natashya asal. Walau sebenarnya Natashya dan siswa pertukaran pelajar lainnya sudah terbebas dari tugas, tetapi ia mau mengetes alat ini benar-benar berfungsi atau tidak.“Sebutkan soalnya, Speakeenan akan menjawab.”“Serius? Ah oke pertanyaannya … ‘Di mana letak negara Selandia Baru?&
Farewell Party akan diadakan besok. Benar-benar besok, besok malam tepatnya. Itu tandanya dua hari setelah itu adalah hari keberangkatan para siswa pertukaran pelajar. Mereka tidak sabar menantikan hal itu. Menuju ke Benua Asia dan Eropa serta menuntut ilmu dari sekolah nomor satu di kedua benua tersebut.“Okay guys, gladi bersih kita cukup sampai di sini. Gue lihat kita juga udah pada kompak, tinggal eksekusi aja besok,” ucap Annaliese si peringkat tiga. Selama latihan menari untuk pertunjukan, Annaliese lah yang selalu memimpin karena ia yang paling pandai menari diantara lainnya.“Okay!!! Semangat semuanya!” seru Arga menyemangati.Sudah tiga jam mereka berlima —siswa yang menuju Goldstone— latihan untuk pentas. Diakhiri dengan gladi bersih. Lumayan menguras energi. Harus berkali-kali mereka menyelaraskan gerakan agar padu. Keenan dan Nathan yang paling kesulitan menghafal gerakan. Selain itu, gerakan Nath
Tersisa satu hari sebelum keberangkatan. Sepuluh siswa pertukaran pelajar dibuat sibuk dengan urusan masing-masing. Masih ada beberapa siswa dengan keperluan yang harus diselesaikan di sini. Mereka juga ada yang belum menyelesaikan berkas-berkas penting. Tak terkecuali dengan Keenan yang juga dipusingkan dengan kegiatannya.Setelah semalam ia tampil di farewall party, Keenan langsung bergegas pulang dan beristirahat. Mau tidak mau ia harus berhasil menyelesaikan project-nya hari ini. Saat ini sudah sekitar 97% dari keseluruhan project-nya selesai. Namun, ia sedikit gelisah karena takut jika hari ini tidak bisa menyelesaikannya. Tiga persen bukanlah hal yang mudah dikerjakan dalam satu hari. Terlebih lagi bagian akhir dari project-nya membutuhkan ketelitian lebih. Ia juga agak menyesal mengapa tempo hari dirinya masih bermalas-malasan.“Bagaimana? Tiga persen dalam sehari tidaklah mudah,” ujar Prof. Theresa.Keenan
Belasan jam lamanya siswa team Goldstone mengudara. Tidak banyak kegiatan yang mereka lakukan. Kebanyakan hanya bermalas-malasan di ranjang sembari menikmati film. Selebihnya hanya menunggu waktu makan atau sekadar mandi jika tubuh mulai lengket.Baik Nathan maupun Arga, mereka beberapa kali mengungsi ke tempat Keenan. Arga dengan alasan bosannya untuk mengajak Keenan menonton film bersama. Sedangkan Nathan yang selalu penasaran dengan aktivitas Keenan, barangkali kakak kelasnya itu melakukan sesuatu yang menyenangkan. Sementara Natashya banyak menghabiskan waktu bersama Annaliese. Entah menonton drama bersama atau menggosip. Mereka kelihatan sangat akrab.Pesawat sedang mengambil ancang-ancang untuk mendarat. Berputar beberapa kali sebelum akhirnya menyentuh daratan Eropa. Guncangan sedikit terasa begitu roda mengenai permukaan jalan. Akhirnya awal yang baru akan segera dimulai.Hembusan udara menyapu setiap wajah setiap orang. Memberikan efek yang cuk
Hari kedua di Eropa. Ray dan Violet sudah menunggu di lobby hotel. Sesuai rencana, mulai hari ini hingga hari sebelum pembelajaran Goldstone dimulai, mereka akan berkeliling Eropa. Mengunjungi berbagai landmark dan tentunya belajar mengenai sejarah. Ada beberapa negara yang mereka akan kunjungi. Negara pertama adalah posisi mereka saat ini, Inggris.“Sudah siap?” tanya Ray begitu melihat lima siswa Silverleaf keluar dari lift.“Siap, Kak!” jawab Arga semangat.Kali ini Ray dan Violet menyewa bus tingkat untuk menjelajahi kota. Hari masih pagi, orang-orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Beberapa orang paruh baya terlihat buru-buru dengan jas rapi. Para remaja berseragam terlihat di dalam bus menuju ke sekolah. Tak jarang juga banyak anak-anak yang ikut belanja orang tuanya di supermarket. Pagi ini suasana berawan. Matahari tak kunjung menampakkan dirinya di balik gumpalan awan.“Um, kalian udah pe
Pukul setengah tujuh tepat mereka sudah tiba di Bandara Internasional Leonardo da Vinci, Roma. Benar, negara tujuan kedua yaitu Italia. Tampak wajah-wajah mengantuk yang terlihat saat turun dari pesawat. Mereka tadi harus bergegas jam empat pagi. Selama dua setengah jam di perjalanan, mereka tidak ada yang tidak tidur.“Huaa Italia! Gue dateng pizza!” seru Nathan lantas menguap. Teman-teman lainnya masih mengantuk, mereka berjalan beriringan di belakang Nathan.“Ayo keburu kehabisan taksi,” ajak Ray menyuruh mereka lebih cepat. Taksi memang dibatasi jumlahnya perjam. Ray dan Violet tidak bisa memesan secara online, mereka harus datang langsung ke loket untuk memesan.Mereka yang masih mengantuk langsung menuju kamar mandi. Membasuh wajah supaya rasa kantuknya hilang. Sementara Ray dan Arga sudah melesat duluan. Mengejar jatah taksi sebelum kehabisan.Di halaman bandara, dua taksi sedang menunggu penumpangnya. Ray telah ber
Jerman menjadi destinasi selanjutnya. Negara dengan ibukota Berlin ini merupakan salah satu tujuan para pelajar di seluruh dunia. Selain karena biaya kuliah yang gratis, Jerman juga memiliki beribu alasan lainnya yang membuat pelajar mendatangi negara di Eropa Barat ini. Rombongan Silverleaf baru tiba pukul tujuh pagi tepat di Bandara Berlin Schonefeld. Mereka langsung bergegas menuju hotel. Hari ini Ray dan Violet tidak merencanakan tour kemana-mana. Mereka membebaskan siswa Silverleaf untuk mengeksplor Jerman sendiri. Lagi pula kebanyakan tempat wisata di Jerman hanya untuk berfoto. “Akhirnya bisa bebas!” seru Nathan. Ia bersama Arga dan Keenan baru saja membuka pintu ruangan mereka. Dengan sekejap ia langsung buru-buru menjatuhkan dirinya di ranjang. “Mau pada pergi jam berapa?” tanya Keenan yang baru mendaratkan bokong di pinggir ranjang. “Entah. Gue mau istirahat dulu pokoknya. Kita udah ke tiga negara dalam waktu empat hari,” jawab Arga
Jadwal yang telah direncanakan ternyata batal. Sebelumnya, Ray dan Violet akan mengajak siswa Silverleaf mengunjungi satu negara lagi sebelum memulai pembelajaran di Goldstone, tetapi karena ada suatu kendala akhirnya dibatalkan. Setelah menetap di Jerman selama satu hari, mereka langsung menuju ke negara tempat Goldstone berada. Salah satu negara di bagian Eropa Utara. Wilayah yang terkenal dengan musim dinginnya.Sesampainya di bandara internasional, mereka menyempatkan untuk sarapan di bandara. Kottbullar dan Capelinai yang menjadi menu utama.“Oh jadi Nathan sama Natashya ini masih kelas sepuluh?” tanya Violet. Mereka sedang membahas mengenai kehidupan di Silverleaf.“Iya, mereka keren sih bisa ngalahin ratusan siswa lainnya,” jawab Annaliese.“Ah iya ditambah si Natashya ini peringkat pertama di seleksi pertukaran pelajar,” tambah Arga melengkapi. Mendengar pujian itu, Natashya memilih diam dalam malu.&ldqu