Share

Bab 5

Author: Archaengela
last update Last Updated: 2021-01-14 16:32:48

Sejak didaulat jadi sekretaris bos baru, hidupku jadi lebih berwarna. Tiap hari, aku disuguhi pemandangan indah: figur si ganteng! Edward sebagai atasan juga baik. Tidak banyak tuntutan yang tidak masuk akal. Intinya asalkan aku kerjakan sesuai yang diminta, dia tidak banyak ribut. Benar-benar atasan idaman. 

Sudah seminggu, tepatnya lima hari, aku jadi sekretarisnya. Hari Jumat siang, waktu menemani Edward makan siang ke kantin, aku mendengar omongan-omongan tidak enak. Siapa lagi? Pasti Trio Kwek-kwek, julukan yang aku dan teman-teman berikan pada mereka. Trio Kwek-kwek itu kumpulan tiga orang perempuan di bagian Marketing: Yusni, Mira, dan Titin, yang hobinya menggosip di kantor.  

“Tuh, Bos Ganteng dan Miss Montok. Aku kok bener-bener nggak habis pikir. Bisa-bisanya si Bos minat sama dia, ya?” ujar Yusni.  

“Hush, jangan sembarangan ngomong. Kalau kedengeran Bos, bisa bahaya!” suara Mira berkasak-kusuk. 

“Lho, emang kenyataan. Kemaren Parmin bilang ke gue, katanya Bos kita mandangin Miss Montok lama-lama pas lagi kerja,” timpal Titin.

“Heh? Beneran? Gileee! Canggih bener, ya, peletnya si Ester! Ke dukun mana? Aku juga mau tuh kalau emang bisa ngegaet bos-bos muda, ganteng, udah gitu kaya lagi!” balas Yusni. Tawa tertahan mereka terdengar di telingaku. Maklum mereka duduk hanya 2 meja dari mejaku. 

Rasanya panas tiba-tiba. Pasti mukaku pasti sudah merah padam. Sentuhan lembut di tanganku membuatku mengangkat wajah.

“Ester, kamu tidak apa-apa? Tidak usah didengarkan. Omongan orang kurang kerjaan itu,” ujar Edward perlahan. 

“Eh..., iya. Aku nggak apa-apa, kok.” Aku memaksakan senyum kecil. 

“Kalau kamu benar-benar terganggu, aku bisa datangi mereka supaya tutup mulut.”

“Jangan, Pak! Eh, maksud aku, Edward.” Tanpa sadar, aku menyentuh punggung tangannya untuk mencegahnya mendatangi Trio Kwek-kwek. Begitu sadar, aku buru-buru menarik tangan ke posisi semula. “Nanti mereka tambah santer bicara yang enggak-enggak.” Aku mendesah sebelum menggumam, “Nanti juga berhenti sendiri, kalau mereka udah bosen atau dapat bahan gosip yang baru. Tentunya yang lebih panas.”

“Gosip baru? Lebih panas?” Tiba-tiba Edward mengedip ke aku, lalu bicara dengan suara keras. Saking kerasnya, mungkin satu kantin bisa dengar. “Aku pikir semua perlu tahu, membicarakan orang di belakangnya dengan hal-hal yang tidak benar dilakukan orang itu sangat tidak berbudaya.”

Aku ternganga. Sekejap suasana di kantin langsung hening. Sepertinya kalau ada jarum jatuh pun, bisa terdengar. Sadar barusan membuka mulut terlalu lebar, buru-buru aku mengatupkan mulut.

Edward malah terlihat sangat menikmati yang dilakukannya. Dia kembali bicara dengan suara menggelegarnya. “Kalau orang sempat menggosip, berarti kurang kerjaan. Mungkin aku perlu tambah beban kerja. Sepertinya di sini terlalu santai!” 

Aku curi-curi pandang ke arah Trio Kwek-kwek. Wajah mereka agak pucat. Tak lama, satu demi satu meninggalkan kantin, lalu kembali ke ruangan mereka. Rasain!

Selama ini aku tidak pernah bisa membela diri di depan mereka. Jadi digosipkan begini-begitu, terima saja. Begini ternyata rasanya dibela, apalagi yang membela atasan yang berpengaruh. 

Dia mencolek bahuku. “Besok, bisa temani aku makan malam di The Peak, Ester? Aku dengar-dengar tempatnya romantis.”

Aku terlalu kaget sampai tidak bisa menjawab. 

Melihat aku diam saja, Edward bertanya lagi dengan suara yang agak keras, “Ester, jadi gimana? Mau, kan? Jam tujuh, ya?” 

“I-iya, aku mau.” Jantungku berdebar kencang. Jangan-jangan Edward bisa dengar detak jantungku. 

“Aku jemput kamu ya?” Kali ini nada suaranya sudah kembali normal.

“Eh, itu? Ehm....” Aku bergerak-gerak resah. 

“Kenapa? Tidak boleh?”

“Bo-boleh, tapi....” 

“Tapi apa?” 

“Kita bicaranya nanti sesudah jam kantor, ya, Pak?” sahutku, dengan sengaja menekankan kata 'Pak'.  

Dia tersenyum, lagi-lagi membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. “Okay! Ayo, kerja lagi! Jam makan siang sudah habis.”  

Baru saja mau bangkit dari tempat duduk, Edward kembali mengagetkan aku. 

“Aku serius dengan ajakan tadi. Nanti sore aku antar pulang, ya? Supaya aku tahu persis alamat kamu.” Dia lalu berbisik di dekat telingaku, “Besok malam kencan sungguhan.”

Untunglah aku tidak punya sakit jantung. Karena kalau tidak, pasti kumat waktu Edward menggamit tanganku. Mau lepaskan tangannya? Rasanya tidak sopan. Bergandengan tangan? Di kantor? Rasa-rasanya juga tidak pantas. 

Akhirnya, aku biarkan saja tangannya menggandeng tanganku sampai masuk ke ruangan kami. Jantungku semakin menggila debarnya. Detaknya terdengar terlalu kencang, setidaknya di telinga sendiri. Untunglah Edward, sesudah mengantarku masuk ruangan, lantas ke luar ruangan.

Begitu mengempaskan diri di kursi, segera aku rasakan getar-getar dari ponsel. Begitu kuintip, ternyata ada tujuh sms. Tiga dari Sisil, masing-masing dua dari Anna dan Jenny. 

Sisil: Gileeeeee! You are the girl! Canggih amat, seminggu berhasil, Non!

Anna: Selamat! Ditunggu makan-makannya!

Sisil: Traktirannya jangan lupa! Gua tunggu lho!

Jenny: Wah, jadi bingung gue. Jadi gue yang mesti traktir atau lu, ya? Congrats ya, Bu!

Anna: Eh, Sisil titip buat bilang, 'Apa jadi impas ya?' Soalnya dia janji traktir, tapi kan kamu yang jadian. Kalau saling nraktir, berarti impas dong?

Sisil: Sinyal Hp gua jelek tadi. Lu kok ga pake cerita-cerita ke gua, sih, Es? Duileh, sahabat terbaik gua deket sama Bos, pake ga bilang-bilang sama gua! Jangan lupa ntar harus cerita komplit! Ga mau tahu!

Jenny: Jangan-jangan di antara kita berempat, lu duluan yang melepas masa lajang, Non. Pokoknya jangan lupa ngundang-ngundang!

Aku langsung menepuk-nepuk pipi. Kenapa jadi heboh begini? Akhirnya aku menjawab dengan satu sms yang dikirim ke mereka bertiga. Itu tadi Edward cuma acting. Gua dan dia nggak ada apa-apa kok. Suerrrr! Sesudah itu segera aku masukkan lagi ponselku ke tas. Pasti akan ada sms susulan yang tidak habis-habisnya kalau aku ladeni terus. 

Aku masih harus mengerjakan laporan keuangan yang jadi tugas bulan ini. Walaupun membantu Edward sebagai sekretarisnya, aku berusaha menyelesaikan juga kewajiban di bagian akuntansi dengan laporan-laporan yang ada. Toh, jadi sekretaris Edward cuma sementara. Kalau Edward sudah dapat pengganti, aku akan kembali ke posisi sebelumnya. 

Waktu tenggelam dalam kesibukan membuat laporan, telepon di mejaku tiba-tiba berdering.

Kerjaan kamu bagaimana? Sudah selesai?” Dari Edward ternyata.

“Udah selesai. Aku lagi kerjakan laporan keuangan bulan ini.”

“Wow! Kamu kerjakan double-job?” 

“Iya, Pak, eh, Edward. Soalnya kan kewajibanku di bagian Akuntansi. Bantu jadi sekretaris cuma sementara, kan?”

Are you sure, you can handle both?” Suaranya terdengar agak khawatir karena ingin memastikan bahwa aku bisa menangani kedua pekerjaan itu. Ah, tapi pasti itu cuma bayangan aku saja.

“Iya, aku usahakan.”

Anyway, apa kamu senang jadi sekretaris aku?”

Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu. “Yah, senang sih, Bos. Kenapa?”

“Aku rasanya nyaman sekali bekerja dengan kamu. Aku ingin kamu seterusnya jadi sekretaris aku. What do you think?” 

“Aku nggak tahu, Edward. Aku bukan sekretaris profesional. Sekarang ini yang aku urusi bukan yang perlu keahlian khusus. Kalau yang rumit-rumit, nggak tahu sanggup atau enggak.”

Tidak terdengar suara beberapa saat. “Let me tell you. Bagaimana kalau kamu kursus sekretaris? Kantor yang bayari. Jadi seterusnya kamu jadi sekretaris aku. Aku janji akan naikkan gaji kamu. Double?”

Related chapters

  • Miss Montok   Bab 6

    Aku ternganga di tempat. Kenaikan dua kali lipat? Ini mimpi? “Bos, kamu yakin? Double ini maksudnya aku kerjakan pekerjaan

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 7

    Besoknya, waktu aku siap-siap, Mama memulai interogasinya. “Mau pergi, Ester? Sama siapa? Mama kenal nggak orangnya?”“Sama bos baru Ester, Ma. Orangnya baik,” jawabku standar. Sudah terlalu biasa dengan rentetan pertan

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 8

    “Hidup, mati, jodoh, semua di tangan Tuhan. Kita, manusia, cuma bisa jalani. Kamu tahu, kalau hari itu memang belum waktunya Linda meninggal, biarpun ada kecelakaan parah, dia bakal tetap hidup.”“Mungkin....” Suara Edw

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 9

    Aku diam saja. Menunggu dirinya melanjutkan lagi ceritanya.Lagi-lagi dia menghela napas panjang. “Kamu tahu, begitu Profesorku komentar seperti itu, malamnya aku tidak bisa tidur. Kecewa, sedih, dan kesal rasanya. Bahkan untuk menjalani

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 10

    Perjalanan pulang memakan waktu lebih cepat dibandingkan perginya. Kami sudah sampai di depan rumahku.“Mampir?” ajakku, walau agak ragu dia mau masuk ke dalam, berharap juga dia mau. Aku terlalu menikmati bersamanya sampai-sampai

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 11

    Dua bulan sudah berlalu dari sejak aku kencan dengan Edward. Di kantor maupun di luar kantor kami semakin akrab. Edward malah setiap hari mengantarkanku pulang. Desas-desus kami pacaran makin santer terdengar. Memang hubungan dekat antara atasan dan bawahan itu bahan gosip yang paling empuk.

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 12

    Aku buru-buru pergi ke kamar kecil untuk mengecek penampilan. Minyak dan debu tampak menghiasi wajah. Buru-buru aku mencuci muka, pakai foundation, bedak, lipstick, eye-shadow,

    Last Updated : 2021-01-14
  • Miss Montok   Bab 13

    Giliran aku yang mencubit pinggangnya sekarang. Mendengar dia mengaduh, aku tersenyum puas.“Ternyata, manis-manis lu sadis juga, Booo!" gerutu Sisil sambil mengusap-usap pinggangnya.

    Last Updated : 2021-01-14

Latest chapter

  • Miss Montok    Bab 32

    “Jadi begitu?"Begitu aku membalikkan badan, ternyata Edward berdiri di dekat pagar rumahku! Astaga! Ekspresinya kelihatan keruh.“Edward? Kapan datang?"“Aku sudah dari tiga jam yang lalu. Benar yang aku bilang, kan?"Aku tidak menjawab, lalu masuk ke rumah melewati dirinya. “Aku ganti baju dulu. Terus kita bicara, ya?"Dia tidak menyahut.Aku buru-buru ke kamar. Sesudah ganti baju dan menenangkan diri, baru aku turun dan ke ruang tamu lagi.“Edward ..., hm ..., iya, bener yang kamu bilang. Revel ternyata memang suka aku dari dulu."Dia

  • Miss Montok   Bab 31

    Di kamar kecil aku buru-buru mencuci wajah dengan banyak air dingin supaya menenangkan pikiran. Sesudah melihat ke cermin dan berusaha tersenyum, aku menarik napas panjang.Edward sepertinya memang benar-benar menyayangi aku. Apa mungkin aku yang membesar-besarkan masalah? Akan tetapi, aku pikir-pikir lagi, mungkin waktu menjauh darinya untuk sementara waktu ini baik juga. Setidaknya kami bisa menilai dan mengukur perasaan masing-masing.Sesudah keluar, aku menampilkan senyum kecil padanya. “Ayo, aku dah siap."Dia menatapku dengan tatapan yang terlihat prihatin. “Kamu baik-baik saja?"Aku mengangguk pelan. “Makasih karena baik banget ke aku."Dia mengusap anak rambutku, menyelipkannya ke balik t

  • Miss Montok   Bab 30

    Aku mencoba mengingat-ingat dari sejak pertama bertemu dengan dia. Sepertinya belum ada tindakan atau kata-katanya yang menyakiti aku. Mungkin aku memang harus memberi dirinya, juga diriku sendiri kesempatan. Bagi Edward, untuk memastikan bahwa yang dicintainya memang aku, bukan Linda. Bagi aku, untuk keluar dari rasa tidak aman dan tidak layak yang terlalu kental, yang memang sudah aku rasakan dari dulu, bukan hanya sekarang ini saja dengan Edward.Aku tersentak. Mengapa jadi teringat pada masalah lama yang aku kira sudah selesai? Masalah merasa tertolak karena perlakuan mama yang menyiratkan seolah aku tidak pernah cukup baik?Ternyata, ini PR lama yang belum aku selesaikan: membentuk rasa percaya diri dan rasa layak. Mungkin pokok masalahnya itu di aku, bukan di Edward. Mungkin Edward hanya sebagai pemicu isu lama yang aku punya, yang memang harus ditu

  • Miss Montok   Bab 29

    Sepeninggal Revel, Edward menatapku dengan mata menyipit. “Kamu janjian apa dengan dia?" ujarnya dengan suara meninggi.“Eh? Aku mau traktir dia karena udah bantuin kita."“Kapan kamu mau traktir dia?" tanyanya lagi.“Minggu ini sepertinya, tapi belum janjian tempat dan waktu pastinya. Kenapa?"Berikutnya dia membuat aku benar-benar tercengang. “Aku ikut, ya?" pintanya.“Ha? Memangnya kenapa?"Kekasihku itu mengepalkan tangannya. Ekspresi wajahnya tampak keras. “Aku tidak percaya dia. Aku tidak mau dia merebut kamu dari aku."Aku tertawa. “Ya ampun, Edward. Revel itu cuma anggap aku temen

  • Miss Montok   Bab 28

    Aku tersenyum sambil mengangguk. Sepeninggal Edward, aku asyik memperhatikan kamarnya, terutama foto-fotonya. Ada fotonya waktu kecil, remaja, dan juga dewasa. Saat Edward kecil, dia terlihat menggemaskan. Menginjak remaja, dia terlihat mulai serius. Begitu dewasa, ekspresinya tampak formal dan serius. Aku tersenyum-senyum sambil memperhatikan foto demi foto.Langkahku terhenti waktu melihat satu foto. Aku memperhatikan foto itu dengan saksama. Siapa ini?Tiba-tiba pintu kamar terbuka. “Sudah jam sembilan, Sweetheart. Walaupun ingin berlama-lama dengan kamu, aku sudah janji ke papa dan mama kamu untuk mengantar kamu pulang."“Oh, iya. Terlalu asyik di sini sampai lupa waktu. Untung kamu ingetin."

  • Miss Montok   Bab 27

    “Edward, Mama mau bicara. Biar papa ngobrol dulu dengan Ester."Edward mengangguk cepat. Digandengnya aku untuk duduk di sofa ruang tamu. “Aku bicara dulu dengan Mama, ya. Tenang! Semua pasti baik-baik saja," bisiknya sambil mengelus rambutku.Aku balas mengangguk, walau jantungku berdebar begitu cepatnya. Respons Tante Denia memang sesuai dengan yang aku sudah perkirakan.Tante Denia lalu keluar dari ruang tengah diikuti Edward. Aku tidak menunggu sendirian terlalu lama. Sekitar mungkin satu atau dua menit kemudian, Pak Susilo masuk ke ruang tengah.Begitu melihat Pak Susilo, aku segera berdiri dan menyalami beliau. “Selamat malam, Pak."Pak Susilo tersenyum. “Kalau di rumah, panggil 'Om' aja, Ester.

  • Miss Montok   Bab 26

    Begitu ada kesempatan untuk menarik napas, aku buru-buru mengajak Edward chat di H-messenger. Sengaja aku tidak bicara langsung supaya tidak ada yang mencuri dengar pembicaraan kami.Chubby-girl: Bos, tebak? Aku udah dapet orang buat bantu kita dengan urusan yang waktu itu.Boston-man: Oh, ya? Siapa? Secepat ini kamu sudah dapat? Hebat!Chubby-girl: Revel. Aku baru inget kalau dulu dia pinter banget urusan memata-matai dan prank orang.Boston-man: Kamu yakin dia bisa dipercaya?Chubby-girl: Iya, dia bisa diper

  • Miss Montok   Bab 25

    Paginya begitu sampai di Bandung, aku dan Edward langsung pulang ke rumahku. Mama langsung keluar sebelum aku membunyikan bel, sepertinya sudah menunggu kedatanganku dari tadi.“Ma, Ester pulang. Ini bawa oleh-oleh abon, dendeng, sama balsem pesanan Mama.” Aku mengeluarkan oleh-oleh itu dari dalam koper.“Edward, duduk dulu. Mau minum apa?” tawar Mama.“Tidak usah, Tante. Aku harus pulang. Mama aku ada di rumah hari ini.”Aku dan Mama mengantar Edward sampai ke pintu luar. “Salam buat mamanya, ya, Edward?” kata Mama.“Iya, Tante. Nanti aku sampaikan.” Edward lalu seperti teringat sesuatu. “Oh, ya, terima kasih banyak rotinya, Tante. Enak!”

  • Miss Montok   Bab 24

    Kami bersantai dan beristirahat sampai pukul empat sore. Edward mengajakku makan malam ke salah satu restoran terkenal di dekat hotel kami. Interior dari hotelnya dihiasi banyak lukisan. Konsep open kitchen membuat kami bisa melihat saat para chef mempersiapkan dan memasak hidangan yang kami pesan.Sambil makan, kami mendiskusikan tentang hal-hal yang harus disampaikan pada peserta pertemuan. Saat itu perhatian kami memang melulu mengenai urusan bisnis. Jadi aku tidak terlalu memperhatikan makanan yang dimakan barusan.Selesai makan, kami segera kembali ke hotel untuk mempersiapkan diri dalam pertemuan nanti malam. Sesudah mandi lagi dan beristirahat sejenak, kami datang 30 meni

DMCA.com Protection Status