Part 1
“Kamu yakin ini tempatnya?” tanyaku pada Rama ketika mobil kami memasuki kawasan hotel. Hari ini sengaja aku menyuruh Rama yang menyetir. Karena hati yang kacau sangat tidak baik untuk mengemudikan mobil sendiri.
“Iya, aku yakin. Ini undangannya, dan hotel Fajar ini betul tempatnya,” jawab Rama memastikan. Dia memperlihatkan undangan yang berwarna putih bercorak keemasan.
Hotel ini adalah hotel bintang lima, dan ini adalah kali pertama aku menginjakkan kakiku disini. Bukan tanpa alasan aku kemari, aku ingin menyaksikan langsung pernikahan suamiku atau lebih tepatnya calon mantan suami dengan wanita pilihan Ibunya.
Ibunya Mas Robi memang tidak menyetujui pernikahan kami. Ditambah lagi hampir tiga tahun pernikahan aku belum bisa memberikan beliau cucu. Aku dan Mas Robi sudah berobat kemana-mana, dari berobat medis sampai dukun. Semuanya menjelaskan jika kami tidak memiliki masalah, hanya saja Allah belum memberikan amanahnya kepada kami.
Aku tidak habis pikir bagaimana bisa Mas Robi menikah lagi tanpa meminta ijin atau persetujuan dariku. Karena yang aku tau, Mas Robi tidak akan mungkin ada uang sebanyak itu untuk menggelar pesta semewah ini. Dia pasti menggunakan uang tabungan kami untuk memenuhi hasrat Ibunya itu.
Padahal aku sudah menganggap Ibu Mas Robi seperti Ibu kandungku sendiri. Tidak ada yang aku beda-bedakan. Jika aku membeli Baju untuk Ibuku, aku juga membelikan baju yang sama untuk Ibunya Mas Robi. Jika aku membelikan gelang emas sekalipun untuk Ibu, aku juga akan membelikan hal yang sama untuk Ibu mertua.
Tapi nyatanya kebaikanku selama ini menjadi menantunya sama sekali tidak membuatnya luluh. Apa salahnya menunggu sebentar lagi hingga aku diberikan rejeki oleh Allah untuk mempunyai anak. Siapa yang ingin begini, aku juga ingin punya anak. Hanya saja mungkin belum saatnya aku menjadi Ibu. Apalagi setelah melihat sifat Mas Robi dan keluarganya kini.
Setelah menunjukkan undangan pada penjaga, kami diperbolehkan masuk. Tepat saat aku memasuki aula tempat berlangsungnya resepsi pernikahan, aku melihat semuanya begitu mewah. Berbanding terbalik ketika tiga tahun lalu Mas Robi menikahiku. Kami menikah hanya dihadiri oleh keluarga dekat dan beberapa kerabat lainnya.
Kami menikah atas dasar cinta, hanya saja saat itu ekonomi kami masih jauh dari yang kami rasakan sekarang. Dulu Mas Robi–suamiku hanya bekerja sebagai karyawan kantoran yang gajinya hanya satu juta per bulan. Setelah menikah kami langsung pindah ke kontrakan, karena aku ingin hidup mandiri. Kontrakan petak dengan satu kamar dan satu ruang keluarga yang merangkap menjadi dapur sebagai saksi manis pahit kehidupan kami.
Tidak ada makanan mewah, tidak ada baju bagus ataupun bermerk. Kami hidup sangat sederhana, apa saat itu aku mengeluh. Tentu saja tidak, aku sangat sabar menghadapi semua situasi melarat itu.
Sampai suatu saat, setelah setahun menikah, tiba-tiba Ibu menelpon akan datang ke rumah. Aku pun menyiapkan berbagai macam menu makanan kesukaan Ibu, ini kali pertama Ibu kesini jadi aku harus buat beliau betah.
Uang yang aku pegang hanya bersisa lima puluh ribu. Tapi karena ingin menyambut kedatangan Ibu, aku menghabiskan semuanya. Semoga nanti ada rejeki lain yang Allah berikan pada kami.
Tidak mungkin aku menunjukkan pada Ibu jika aku hidup dalam kesusahan. Aku hanya tidak ingin menjadi beban pikiran Ibu. Dia memiliki riwayat sakit jantung, akan sangat berbahaya jika dia memikirkan aku yang melarat ini.
Tok tok tok
Setelah menyiapkan semuanya terdengar suara ketukan pintu dan kuyakin itu Ibu. Ternyata Ibu datang sendiri, ketika aku bertanya kenapa ayah tidak ikut, katanya ayah kurang sehat. Karena Ibu datangnya pas waktu makan siang, kami berdua pun langsung makan.
Ibu datang membawa beberapa buah-buahan, hasil kebun katanya. Ibu juga membawakan kami beras satu sak, dan juga beberapa telur asin. Aku sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat pengertian seperti Ibu dan Ayah. Mereka tidak pernah membebaniku dengan semua pertanyaan kapan aku bisa memberikan mereka cucu.
“Suamimu mana Ta?” tanya Ibu saat kami sudah duduk di meja makan. Aku menyendokkan nasi ke dalam piring Ibu yang masih kosong. Aku juga menaruh ayam rendang yang aku masak tadi. Andai saja ada Mas Robi, dia pasti makan dengan lahap. Karena aku tau jika ayam rendang ini adalah makanan kesukaannya sejak dulu.
“Mas Robi memang tidak pulang siang Bu, dia biasa bawa bekal dari rumah untuk makan siang. Kalau pulang ke rumah terlalu jauh, sayang bensin,” jawabku menjelaskan. Ibu hanya mengangguk mengerti, lalu kembali makan.
“Apa kamu bahagia, Ta?” tanya Ibu tiba-tiba yang membuatku tersedak. Ibu mengambil segelas air putih lalu menyodorkannya padaku. Dengan cepat, aku mengambilnya dan meminumnya hingga tandas.
“Kenapa tiba-tiba Ibu nanya gitu?” tanyaku balik. Tidak biasanya Ibu menanyakan hal seperti ini. Apalagi Ibu tau jika aku dan Mas Robi saling mencintai.
“Kenapa tiba-tiba Ibu nanya gitu. Aku bahagia kok, lagian Mas Robi itu juga baik sama aku,” jawabku sambil bertanya balik pada Ibu.
“Ibu penasaran aja, Ta. Ibu nggak mau anak Ibu ini hidupnya nggak bahagia. Karena sejatinya pernikahan adalah ibadah terlama. Jadi Ibu nggak mau kamu menderita seumur hidup,” jawab Ibu lagi yang membuatku semakin penasaran. Kenapa Ibu bisa sampai bicara seperti itu. Tidak biasanya dia mengutarakan isi hatinya seperti ini.
“Kenapa sih, Bu. Kok tiba-tiba gini?” tanyaku lagi pada Ibu. Rasa penasaranku meronta-ronta.
“Beberapa kali Ibu mendengar berita kalau Ibu mertua kamu ngomongin kamu. Ibu nggak suka anak Ibu digituin,” jelas Ibu yang kini membuatku mengerti kenapa Ibu sampai menanyakan hal seperti ini padaku.
“Jangan dimasukin ke hati, Bu. Aku aja nggak papa. Asalkan bukan Mas Robi yang gitu. Selama ini Mas Robi tetap baik sama aku, bahkan Mas Robi melarang Ibu dan Kakaknya untuk bertamu. Katanya dia nggak mau aku ribut sama mereka.” Aku berusaha menjelaskan pada Ibu jika hidupku baik-baik saja setelah menikah dengan Mas Robi. Aku tidak ingin membuat Ibu punya banyak beban pikiran.
“Alhamdulillah kalau begitu. Semoga kalian langgeng, dan secepatnya diberikan keturunan. Biar Ibu mertua kamu nggak selalu nyebut kamu mandul,” jawab Ibu sambil menghabiskan makanannya.
Selesai makan, aku menyuruh Ibu untuk istirahat. Tapi Ibu menolak karena ingin langsung pulang katanya.
“Jangan langsung pulang, Bu. Aku masih kangen,” rengekku pada Ibu sambil memeluknya. Aku sangat merindukan sosok yang selalu membuatku kuat menghadapi dunia yang kejam ini.
“Nggak bisa, Ayahmu sedang sakit di rumah. Kasihan kalau ditinggal lama-lama,” sahut Ibu yang membuatku kecewa. Tapi aku juga tidak boleh egois, Ayah juga membutuhkan Ibu di rumah. Apalagi saat ini kondisi Ayah sedang tidak sehat.
“Jadi ibu kesini ingin ngasih kamu ini,” kata Ibu sambil menyodorkan amplop berwarna coklat.
“Apa ini Bu?” tanyaku seraya menerimanya dengan kedua tangan. Amplop coklat ini sangat tipis, tidak mungkinkan Ibu memberikan aku uang. Karena Ibu saja aku yakin tidak punya uang lebih.
“Itu cek, disitu ada uang yang Ibu rasa cukup untuk kamu dan suamimu membuka usaha atau perusahaan sendiri,” jawab Ibu sambil tersenyum dan kemudian memelukku.
Jawaban ibu betul-betul membuat aku tercengang. Dari Mana ibu mendapatkan uang sebanyak ini, sedangkan pekerjaan ibu dan ayah hanya petani.
“Ibu dapat darimana uang sebanyak ini?” aku semakin terkejut saat melihat berapa nominal uang yang tertulis di kertas tipis ini. Bahkan aku seperti bermimpi untuk bisa membuka usaha sendiri.
“Ini hasil Ibu dan Ayah jual tanah, kebetulan tanah kita dibeli dengan harga yang sangat tinggi karena akan digunakan sebagai jalan tol.” Ibu menjelaskan masih dengan wajah sumringah.
“Terimakasih banyak, Bu. Aku akan pergunakan uang ini sebaik-baiknya,” ucapku tulus sambil memeluk Ibu erat.
Dan dari situ aku dan Mas Robi membuka usaha di bidang kuliner. Aku dan suami sama-sama memiliki hobi memasak, jadi kami berpikir akan cocok memulai suatu usaha yang dibarengi dengan hobi.
“Talita,” Rama menepuk bahuku.
Aku tersentak dari lamunan panjang, rasanya ini seperti mimpi. Aku seakan tak percaya dengan semua ini, Mas Robi tega mengkhianati kepercayaan dan pernikahan kami. Aku menengadah ke atas, tak ingin air mata ini jatuh di depan mereka.
**
Disana kulihat pria yang sudah menikahiku selama tiga tahun berdiri berdampingan dengan wanita lain. Mereka begitu bahagia dengan pernikahan mewah ini, sepertinya mereka sudah melakukan ijab kabul tadi. Aku mengambil gawai untuk mengabadikan momen penting ini, setidaknya aku harus memiliki barang bukti jika mas Robi selingkuh.
“Ayo Rama, kita berikan selamat untuk mereka,” aku mengamit lengan Rama untuk naik ke atas panggung yang mewah ini.
Saat aku berada di tengah-tengah antrian para tamu yang ingin memberikan selamat kepada pengantin, Ibu Mas Robi melihatku. Matanya membulat sempurna, aku membalasnya dengan senyuman dan tidak lupa mengarahkan ponsel ke arah Ibu untuk mengabadikan momen ini.
Sungguh, keluarga yang tidak tau berterima kasih. Bahkan adiknya Mas Robi kuliah di universitas ternama dengan biaya dari kami, aku bahkan membelikan Ibu mertua rumah mewah agar mereka nyaman.
Rumah mewah yang harganya saja hampir sama dengan harga rumah yang aku tempati sekarang dengan Mas Robi. Seharusnya mereka bersyukur memiliki menantu sepertiku. Aku sama sekali tidak perhitungan masalah uang, padahal Ibu mertua sama sekali tidak membantu ketika kami berada di bawah.
Dia malah sering menghujatku pada tetangga sekitar. Mengataiku wanita mandul dan tidak bisa memberikannya cucu.
Ibu yang shock segera berlari ke atas panggung, aku yakin dia berencana memberitahu Mas Robi jika aku ada disini. Tapi sayang, Ibu terlambat untuk itu. Aku sudah tepat berada di depan Mas Robi dan istri keduanya itu.
“Selamat ya Mas, semoga pernikahanmu kali ini bisa langgeng sampai kakek nenek,” ucapku memberi selamat kepada Mas Robi.
Mata Mas Robi melotot seperti ingin keluar dari sarangnya, bahkan tangannya gemetar saat berjabat tangan denganku. Aku yakin sekarang dia bahkan tidak bisa bernafas dengan baik. Buktinya wajahnya sangat pucat. Tangannya dingin, seperti mayat yang mati karena tenggelam.
“Talita, aku bisa beri kamu penjelasan kenapa aku menikah lagi.” Mas Robi gelagapan. Dia bahkan tidak mau melepaskan tangan ku, saat ini semua mata tertuju pada kami. Bahkan ada yang diam-diam memvideokan adegan ini.
Istri Mas Robi kelihatannya menahan amarah, mukanya yang semula selalu menebarkan senyuman sekarang berganti dengan wajah tegang. Dia pikir setelah menikah dengan Mas Robi hidupnya akan bahagia. Tentu saja tidak, aku yang memegang semua kendali atas harta yang kami miliki.
“Kamu tau resikonya kan Mas jika ada salah satu dari kita yang selingkuh?” Aku tersenyum penuh kemenangan saat ini. Walaupun hatiku remuk redam tapi aku sangat puas melihat wajah tegang Mas Robi dan Ibu mertua.
“Apa maksud dari omongan mu itu Talita!” Ibu berdiri tepat disamping anaknya. Dia sepertinya takut jika aku akan memakan anaknya hidup-hidup. Aku tertawa dalam hati melihat tingkah mereka.
“Ibu bisa tanyakan langsung pada anak kesayangan ibu ini,” aku tersenyum licik.
“Jawab pertanyaan Ibu Robi, apa maksud istrimu ini?” Kini Ibu memegang bahu mas Robi dengan sedikit menggoncangkan. Menyadarkan Mas Robi dari ketakutannya terhadap ancamanku barusan.
“Aku nggak tau Bu, Ibu tenang saja. Talita pasti bisa menerima ini, Robi akan menjelaskan pada dia nanti dirumah.” Mas Robi sepertinya sangat takut jika Ibunya tau yang sebenarnya. Seandainya Ibu mertua tau jika harta yang sedang dinikmati sekarang ini akan segera aku cabut. Aku yakin pasti Ibu akan pingsan sekarang.
“Tidak perlu Mas, setelah ini kamu tidak boleh menginjakkan kaki lagi dirumah,” aku menyela percakapan mereka. Aku sungguh muak melihat adegan ini.
“Kamu nggak bisa dong mengusir suami kamu dari rumahnya sendiri, walau bagaimanapun Robi sudah susah payah membangun usaha kalian dari nol,” marah Ibu memasang badan membela anak lelaki kesayangannya. Tapi tentu saja semuanya sudah terlambat. Hatiku sudah terlanjur sakit menerima semua perlakukan buruk mereka. Selama ini mungkin aku bisa bertahan dalam rumah tangga ini. Tapi jika Mas Robi sudah berani membagi hati, aku tidak akan tinggal diam.
“Sudah kukatakan, anakmu akan menjelaskan semuanya,” ucapku pada Ibu. Hilang sudah hormatku pada Ibu mertua. Jika dulu aku sangat menghormatinya, tidak dengan sekarang. Aku bahkan tidak rela jika harus memanggilnya Ibu.
“Dasar wanita mandul, giliran suami nikah lagi marah-marah. Makanya ngasih anak dong biar suami betah di rumah,” aku mengalihkan pandanganku pada Kak Mira. Dia adalah kakak Mas Robi, dari dulu dia memang sama dengan Ibu. Tidak menyukaiku sama sekali. Padahal kebutuhan dia dan anaknya aku yang penuhi. Padahal kami sama-sama wanita, tapi dia sama sekali tidak menjaga perasaanku.
“Asal kamu tau ya Talita, Robi akan mempunyai anak dari Nia. Dan semua harta gono-gini akan diwariskan semua pada anaknya,” lanjut kak Mira, ternyata nama perempuan itu Nia. Wanita yang baru saja dinikahi oleh Mas Robi itu tersenyum mendengar penuturan Kak Mira. Dasar ulat bulu. Mungkin kali ini aku kalah cepat, tapi setelah ini aku pastikan memberi sedikit pelajaran kepada mereka.
“Oh ya? Bagaimana bisa anak seorang pelakor bisa menjadi ahli waris. Sedangkan keberadaan dia saja tidak diakui oleh negara, asal kalian tau anak dari pernikahan siri adalah anak yang tidak mempunyai data negara,” ucap Rama kemudian. Jawaban Rama mampu membungkam mulut keluarga mereka. Termasuk gundik suamiku, wajahnya pias dan pucat. Setelah ini kita lihat siapa yang akan menangis darah.
Part 2“Oh ya? Bagaimana bisa anak seorang pelakor bisa menjadi ahli waris. Sedangkan keberadaan dia saja tidak diakui oleh negara, asal kalian tau anak dari pernikahan siri adalah anak yang tidak mempunyai data negara,” ucap Rama kemudian. Jawaban Rama mampu membungkam mulut keluarga mereka. Termasuk gundik suamiku, wajahnya pias dan pucat. Setelah ini kita lihat siapa yang akan menangis darah.*****Tidak pernah kubayangkan sebelumnya pernikahan yang selalu kujaga berakhir seperti ini. Aku tidak menyangka Mas Robi tega mengingkari janji suci kami, dulu dia adalah lelaki yang setia. Kami pacaran hampir 5 tahun, tidak pernah sekalipun dia berkhianat atau sekedar berkenalan dengan wanita lain. Dia fokus mencari uang untuk keluarganya dan untuk menikahi ku. Sungguh ini bagai badai yang menerjang ulu hati, rasanya sesak sekali. Andai aku bisa punya anak, mungkin pernikahan kami bisa di selamatkan. Setidaknya ibu akan menyayangi cucunya walaupun aku tak pernah di anggap.Benar kata pepata
Part 3Wajahnya tegang seperti sedang menonton film horor. Ini baru permulaan, Nia. Jika kamu berpikir akan hidup senang dan bergelimang harta sesudah menikah dengan suamiku. Kamu salah besar, kamu malah akan semakin menderita setelah ini. Aku pastikan itu.****“Tidak bisa begitu dong, Mas, kalau syarat yang pertama sih aku nggak masalah. Tapi syarat yang kedua aku keberatan, memangnya aku babu apa,” protes Nia pada Mas Robi. Aku sungguh puas melihat mereka yang seharusnya sedang berbulan madu tapi malah bertengkar.“Talita, Mas mohon jangan begini. Kalau memang kamu mau memegang seluruh keuangan Mas tidak keberatan. Tapi syarat itu terlalu berat untuk Mas dan Nia,” tawar Mas Robi. Belum apa-apa Mas Robi sudah membela wanita yang sudah menjadi gundiknya tersebut. Apalagi jika nanti dia sudah bisa hamil dan memiliki anak. Tentu saja semua perkataan wanita itu akan dituruti oleh Mas Robi dan keluarganya.“Syarat tadi tidak bisa ditawar lagi, Mas. Kalau memang kamu tidak mampu memenuhi
Miskin Setelah BerceraiPart 4Aku bergegas kerumah sakit tempat ibunya Mas Robi dirawat, kata Mang Asep ibu sudah siuman. Ketika sampai di tempat parkiran, aku melihat Mas Robi dan Kak Mira sedang berjalan kedalam. Pasti ibu sudah menelepon mereka dan menceritakan yang bukan-bukan, tapi kemana menantu kesayangannya itu, apa mungkin dia sudah kabur karena tau Mas Robi bakalan jatuh miskin.Ketika sampai diruangan ibu dirawat aku mendengar Kak Mira bicara."Kamu lihat sendiri kan Robi, ini ulah istri kamu yang mandul itu. Udah bagus ga dicerai, masih aja buat ulah. Emang ngapain sih ibuk kesana?" tanya Kak Mira ke ibu. Aku sengaja tidak masuk dulu, aku ingin mendengar semuanya."Ibu itu kesana mau melabrak Talita, enak saja dia ingin menikmati hartanya sendirian. Sedangkan Robi tidak dapat apa-apa," sahut ibu."Kan Robi udah bilang, biar semua ini aku yang urus. Ini rumah tanggaku Bu, sekarang lebih baik kita pulang saja ya. Ibu ga usah dirawat, Robi ga ada uang pegangan lagi," ujar Ma
Miskin Setelah BerceraiPart 5Pov RobiHari ini aku kembali berbohong pada Talita, aku bilang jika akan ke rumah Ibu untuk menjenguk beliau yang sedang sakit. Tapi nyatanya aku akan menikah lagi dengan Nia wanita pilihan Ibu. Nia wanita yang cantik, walaupun Talita lebih cantik tapi aku tak pernah bosan melihat pesona Nia. Aku tidak bertujuan untuk menyakiti hati Talita, aku hanya ingin memiliki keturunan. Kata Ibu mungkin Talita lah yang bermasalah, makanya sampai pernikahan ke-tiga tahun kami belum punya anak.Semua persiapan pernikahan Ibulah yang mengurus, dimulai dari tempat resepsi, makanan termasuk biayanya. Untuk sementara biarlah dulu Ibu yang bayar, nanti setelah resepsi akan ku kembalikan semua uang Ibu yang habis. Karena untuk saat ini tidak mungkin aku mengambil uang tabunganku dan Talita, dia akan curiga karena semua keuangan dia yang pegang."Kamu udah siap Rob, lebih baik malam ini kita tidur di hotel saja. Karena Ibu takut kita terkena macet besok dijalan," ucap Ibu
Miskin Setelah BerceraiPart 6Pov RobiSetelah menerima telpon dari Ibu aku langsung bersiap-siap kesana, tidak kupedulikan lagi Nia yang terus bertanya kenapa. Dalam pikiran ku saat ini adalah Ibu, bagaimana jika Ibu sampai terkena serangan jantung. Saat dalam perjalanan tiba-tiba mobil mogok, ternyata ketika aku cek bensin mobil habis. Aku lupa mengisinya kemarin, darimana aku akan mendapatkan uang untuk mengisi bensin.Tiba-tiba aku melihat Rama sedang keluar dari cafe bersama teman-temannya, sepertinya kali ini aku harus menahan malu. Aku akan meminta bantuan Rama, dan sekalian menanyakan kenapa dia sampai menghianati aku sahabatnya."Rama, aku ingin ngomong bisa," tanyaku ketika dia akan menaiki mobilnya."Ada apa ya," tanyanya ketus."Jangan disini, sebaiknya kita bicara didalam mobil kamu aja," saranku. Aku tidak ingin dilihat orang jika nanti seandainya kami bertengkar."Oke, masuklah." Lalu aku pun masuk kedalam mobilnya."Apa yang ingin kamu tanyakan," tanya Rama lagi."Ken
Miskin Setelah BerceraiPart 7Pov RobiSemenjak kejadian kemarin hidupku semakin tidak jelas kemana arahnya, harusnya sekarang aku bisa dengan santai mau bangun jam berapa mau tidur lagi jam berapa. Harusnya juga sekarang aku bisa dengan bebas memakai uangku kemana saja yang aku inginkan. Aku sangat menyesal telah mengambil keputusan yang salah dengan menikahi Nia simpanan om-om dengan mengkhianati Talita yang menemaniku dari nol.Aku sudah kesana kemari mencari Talita, tapi nihil, jejaknya tidak aku temui. Bahkan nomornya sudah dia ganti, aku juga sudah kerumah Ibunya tapi kata tetangga rumahnya sudah dijual. Semua aset yang kami mulai dari nol pun sudah dia jual, beberapa restoran yang kami kelola bersama dulu juga dia jual kepada saingan bisnis kami dulu. Jujur aku sangat kecewa dengan sikapnya, bukankah dia ingin hidup denganku sampai JannahNya. Tapi kenapa dia meninggalkan aku, Ibu hanya menginginkan seorang cucu. Salahkah itu?Saat ini kami tinggal dikontrakkan sempit dengan du
Miskin Setelah BerceraiPart 8Setelah dua bulan menghilang dari kehidupan Mas Robi, sekarang aku memutuskan untuk kembali lagi ke kota ini. Aku harus mengontrol beberapa restoran disini, dan kata Linda asisten pribadiku ada salah satu restoran yang sedang bermasalah. Jadi lebih baik aku mengontrolnya sendiri, dulu aku selalu menyuruh Linda khususnya kota ini. Tapi sekarang aku harus turun tangan sendiri, karena ada pihak yang sengaja merusak citra restoranku. Yang aku takutkan jika berita hoax ini viral di media sosial dan berimbas ke restoranku yang lain."Kamu sudah mengabarkan jika kita akan berkunjung kan," tanyaku pada Linda saat kami sudah dimobil menuju ke salah satu restoran."Sudah Bu, dan katanya mereka sudah menyambut kedatangan Ibu dengan menyiapkan menu terbaru," jawab Linda.Setelah sampai, mereka para karyawan dengan ramah menyapaku satu persatu. Mereka bahkan menyiapkan satu meja khusus untukku dengan aneka macam makanan. Aku pun segera duduk di meja itu dengan Linda
Miskin Setelah BerceraiPart 9Hidup sendiri di perantauan membuatku menjadi mandiri, sekarang ayah dan ibu tinggal di Singapura untuk berobat rutin. Ayah sudah tau tentang perkara rumah tanggaku dengan Mas Robi, tapi aku tidak memberitahunya pada Ibu. Kesehatan Ibu akhir-akhir ini memburuk, itu karena penyakit jantungnya yang sudah kronis. Jadi Ibu tidak bisa menerima berita-berita yang tidak ingin didengarnya. Bahkan ketika Ibu bertanya kenapa Mas Robi tidak pernah menjenguk, aku hanya beralasan jika Mas Robi sedang sibuk-sibuknya mengurus restoran kami. Ibu bahagia karena melihatku sukses sekarang, bahkan aku sudah mendirikan beberapa restoran di Singapura juga membeli rumah untuk ayah dan Ibu. Tapi satu permintaan Ibu yang sampai saat ini belum kuturuti, yaitu mempunyai anak juga ingin melihat Mas Robi menjenguknya. Andai Ibu tau jika Mas Robi sekarang bukan lagi Mas Robi yang dulu."Bu." Panggilan Linda mengagetkan aku dari lamunan tentang Ibu. Sekarang aku malah di pertemukan ke
Miskin Setelah BerceraiPart 40Mamanya Dokter Anta malah membuka lebar mulutnya, terlebih Anta yang terlihat menggeleng kepala kuat. Berbeda dengan Andini yang terlihat tersenyum jumawa penuh kemenangan."Ini buktinya, Tante." Andini menyerahkan ponsel pintarnya pada orangtuanya Anta.Aku dan Anta juga melihat kearah foto yang ditunjukkan oleh Claudia, disana ada fotoku dan Mas Robi saat kami liburan di Singapura dulu."Tega kamu, Talita. Padahal Tante dan Om sudah merestui kamu untuk menjadi menantu kami," ujar Mamanya Anta marah."Tapi itu dulu, Tante." Tiba-tiba Mas Robi memotong ucapan Mamanya Anta yang seketika membuat Andini melotot marah."Maksud kamu?" tanya Mamanya Anta mengerutkan keningnya."Maksud kamu apa!" Perlahan senyum jumawa yang terukir di bibir Andini memudar. Sepertinya dia sudah menyadari jika Mas Robi akan mengkhianatinya."Iya, Tante. Dulu itu memang Talita istri saya. Tapi saya sudah lama bercerai dari dia, karena saya selingkuh dan menikah lagi. Dan foto yan
Miskin Setelah BerceraiPov TalitaPart 39"Sempurna," desisku ketika melihat gaun yang akan aku pakai di acara lamaran nanti. Iya, seminggu lagi aku dan Anta akan melangsungkan acara lamaran. Aku tidak menduga jika cerita hidupku serumit dan seindah ini. Dulu ketika aku masih berpacaran dengan Mas Robi, aku hanya ingin menikah dan menua bersamanya. Tidak ada bayangan jika aku akan menikah untuk kedua kalinya, dan juga aku tidak menyangka kalau yang akan menjadi calon suamiku ada Anta, beruang kutub yang menyebalkan.Aku tersenyum sendiri jika mengingat semua kekonyolan yang pernah aku lalui bersama Anta. Padahal dia tidak sedingin yang aku duga, dia bersikap begitu karena hatinya telah beku ditelan waktu. Mungkin sakitnya berbekas sampai sekarang, tapi aku yakin semua itu akan hilang dimakan waktu.Klek!Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, ternyata Ibu yang masuk dan tersenyum ke arahku."Masuk, Buk," ucapku menyuruh Ibu untuk masuk."Ini baju yang akan kamu kenakan nanti? Cantik sekali
Miskin Setelah BerceraiPart 38POV Robi"Talita ada dirumah nggak?" tanyaku pada Linda. Saat ini aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Dari kabar yang aku dapat dari Andini, Talita sudah menjual apartemennya dan membeli rumah untuk Ibu dan Ayah. Andai saja aku masih bersama dengannya, pasti hidupku tidak akan semenderita ini."Ada didalam, sebentar ya. Aku panggilkan," ucap Linda yang langsung menutup pintu karena aku belum ada ijin untuk masuk kedalam. Aku sudah memikirkan matang-matang rencana yang akan aku lakukan, Andini tidak boleh menyakiti Talita. Tapi, aku yakin jika Talita pasti tidak akan mempercayai kata-kataku.Klek!"Katanya disuruh masuk," ucap Linda sambil membuka pintu untukku. Aku bergegas masuk kedalam, ternyata disana sudah ada Ibu dan Ayah, juga Talita. Sepertinya mereka memang sengaja berkumpul disini untuk menemuiku."Duduk," ucap Ayah dengan suara tegasnya. Aku sangat menghormati kedua orang tuanya Talita, karena sejak kami masih pacaran dulu mereka selalu
Miskin Setelah BerceraiPart 37Pov RobiDdrrtt… Ddrrtt….Ponselku berkali-kali berbunyi dari tadi, entah siapa yang menelepon. Saat ini aku bekerja sebagai karyawan disalah satu cafe, peraturan kerja disini sangat ketat. Bahkan kami sebagai karyawan tidak boleh menggunakan ponsel ketika sedang bekerja. Ponselku terus berdering, aku yakin kali ini pasti penting. Karena orang ini menelponku hampir lima kali panggilan.Aku menyimpan nampan di meja belakang, aku pamit ke toilet agar segera bisa mengangkat telpon. Ternyata yang menelpon nomor tidak dikenal."Halo," ucapku saat panggilan terhubung."Halo, Robi. Saya Pak Ali, manajer di restoran kamu kerja dulu.""Halo, iya Pak. Saya ingat, kenapa ya?" tanyaku, karena selama bekerja disana dulu aku tidak pernah sekalipun berbicara dengannya. Kecuali saat melamar kerja dan ketika dipecat."Bisa kita ketemu?" tanya Pak Ali lagi."Untuk apa ya?""Penting, saya kirim alamatnya. Kita jumpa di sana sekitar jam empat sore," ucapnya dengan nada teg
Miskin Setelah BerceraiPart 36"Ibu mau makan apa?" tanyaku pada Ibu yang sudah duduk ditepi ranjang rumah sakit."Apel saja," jawab Ibu singkat. Aku tau saat ini Ibu masih marah padaku, karena masalah tadi. Aku memilih diam dan mengupas apel untuk Ibu, pikiranku menerawang jauh. Bagaimana jika seandainya Mas Robi mengambil kesempatan kali ini."Ini, Bu," aku menyodorkannya potongan apel yang sudah aku potong-potong diatas piring. Ibu mengambilnya satu dan langsung memakannya secara perlahan."Maafin Talita, Bu," ucapku lirih hampir tidak terdengar. Aku menundukkan kepala, tidak sanggup rasanya jika harus menatap wajah Ibu yang masih pucat."Ceritakan, apa yang terjadi," ucap Ibu. Akhirnya, aku harus menceritakannya hal pahit ini pada Ibu, semoga Ibu baik-baik saja mendengar kenyataan pahit yang dialami anaknya ini. Dengan menarik nafas panjang, aku menceritakan semua yang aku alami dan yang aku lewati saat bersama Mas Robi. Aku menceritakan semua tentang perlakuan Ibu dan keluarga M
Miskin Setelah BerceraiPart 35Akhirnya setelah acara makan selesai, aku langsung mengamit lengan Ibu dan mengajak mereka untuk kembali kerumah. Aku sama sekali tidak membayar makanan yang telah kami makan tadi, biarlah Mas Robi yang bayar. Toh, dia yang sudah mengajak Ibu dan Ayah untuk makan di restoran bandara. Entah dari mana dia mendapatkan uang agar bisa membayar ini semua. Karena dari menu yang aku lihat tadi, harga makanan disini lumayan menguras kantong. Aku lihat Ayah juga hanya membawa tas Ibu saja ditangannya, sepertinya semua koper dan tas barang lainnya Ayah suruh bawakan sama Mas Robi. Biarlah, kapan lagi bisa mendapatkan bantuan gratis dari mantan menantu tidak ada akhlak.Kami terus berjalan tanpa sedikitpun melihat kebelakang, Ibu terus saja bercerita tentang keadaannya yang sudah cukup baik. Dia juga bercerita kalau sudah bisa berbicara bahasa Inggris, walaupun masih belepotan. Kami terus tertawa dan sekali-kali aku memeluk Ibu dari samping, aku sangat rindu dengan
Miskin Setelah BerceraiPart 34Malam ini terasa sangat berbeda, dinginnya terasa sampai ke tulang. Hujan baru saja reda, tapi rintiknya masih sedikit ada. Aku memegang gelas yang berisi coklat hangat dengan kedua tanganku, lumayan aku bisa merasa lebih hangat. Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua, dini hari. Mataku masih saja sulit untuk dipejamkan, pikiranku melayang dengan kata-kata Anta tadi dirumah sakit. Jika Anta bisa menerima statusku, belum tentu orang tuanya bisa menerima. Dan masalah Rama, aku akan mencoba untuk bicara besok dengan dia. 'Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?'Jika aku menerima Rama hanya karena mengingat semua kebaikan yang telah dia berikan, aku tidak yakin hubungan ini akan bertahan lama. Aku hanya tidak ingin gagal untuk kedua kalinya, lagi pula aku juga harus memikirkan bagaimana caranya memberitahu Ibu masalah ini. Ibu dan Ayah akan pulang besok, dan aku akan menjemputnya di bandara. Lebih baik memang aku tidur, supaya tidak telat bang
Miskin Setelah BerceraiPart 33"Aku nggak tahu," hanya itu jawaban yang bisa aku berikan, lalu melepaskan pegangan tangan dokter Anta. Saat ini aku hanya bingung, karena aku tidak ingin kembali terluka lagi. Aku pernah merasakan luka yang dalam, aku juga pernah menangis frustasi karena luka hati. Bersama dengan dokter Anta memang membuatku lebih nyaman, juga lebih membuat hari-hariku lebih seru dan berwarna."Aku tidak meminta jawabannya sekarang," ucapnya lagi. Kemudian dia bangun, mengambil batu kecil lalu melemparnya ke kolam air pancuran yang ada di taman. Dia menatap langit, pandangan matanya kosong."Kamu tahu, aku juga pernah terluka bahkan lebih dalam dari luka yang kamu rasakan. Aku pernah menahan rindu sampai menangis tergugu, aku bahkan terluka beberapa kali di tempat yang sama. Aku hanya takut untuk memulai, aku hanya takut luka itu ada lagi. Aku takut rinduku tak bertuan, takutku terlalu banyak. Kamu tidak akan tahan dengan itu," jelasku dengan kata-kata yang tidak perna
Miskin Setelah BerceraiPart 32"Kamu duduk disini, jangan kemana-mana," perintah Pak Ali pada Andini yang kini seperti menjadi tersangka kejahatan.Kami sekarang sudah berada di rumah sakit keluarganya Dokter Anta, saat ini kami duduk di kursi tunggu. Acara makan malam tadi di bubarkan oleh Papanya Dokter Anta karena Mamanya Andini yang mengalami serangan jantung mendadak. Tante Mita-- Mamanya Andini syok karena melihat aksi putrinya di ranjang dengan laki-laki lain. Entah darimana Dokter Anta mendapatkan video itu, tapi yang jelas sekarang keadaan telah berubah. Mamanya Dokter Anta berkali-kali meminta maaf padaku karena telah mempercayai omongan Andini tentangku."Kamu makan dulu ya," ucap Dokter Anta yang tiba-tiba datang membawakan roti untukku. Memang tadi aku belum sempat makan, karena kejadian naas itu terjadi sebelum acara makan malam."Makasih," jawabku seraya mengambil roti yang diberikan oleh dokter Anta. Melihat itu Andini terlihat mencebikkan mulutnya marah. Mungkin dia