Lilian yang mendapat tatapan tajam dari Sarah, tak benar-benar mempedulikannya. Ia malah dengan santai menatap balik Sarah dengan tenang.
"Apa kau masih akan terus mengancam pria itu?" tanya Lilian. "Segera hancurkan rekaman yang kau ambil tentang Jaden. Aku tahu kau hanya memiliki satu rekaman saja tentangnya."
"Apa maksudmu?!" ucap Sarah terkejut.
Lilian tersenyum dengan sinis dan dingin. "Kau tahu benar maksud ucapanku, Sarah."
"Siapa kau! Mengapa kau tahu namaku? Mengapa kau ikut campur?! Apa kau teman tidurnya? Pelindungnya atau semacamnya?!"
"YA! Aku memang teman tidurnya, aku juga pelindungnya. Aku tak peduli kau akan melakukan apa padaku. Tapi biar kutegaskan, bahwa aku tak akan tinggal diam jika kau masih berani mengusik PRIAKU."
"Hah! Konyol! Memangnya apa yang bisa kau lakukan? Kau tak lihat reputasi Jaden yang akan dipertaruhkan di sini? Dan kau, apa kau ingin merasakan juga bagaimana aku menghancurkan Jaden dan juga dirimu?"
Kegiatan pemotretan dan syuting yang melelahkan akhirnya dapat dilalui dengan lancar hari ini. Walau banyak kejadian dramatis dan cukup mengguncang, tetapi baik Jaden maupun Lilian telah sama-sama mengerti keadaan masing-masing. Tanpa perlu berkata-kata lagi, mereka berbaring berdampingan setelah makan malam dan membersihkan diri. "Soo ...." Jaden mulai membuka percakapan. "Aku lelah, aku mau tidur," balas Lilian seolah menghindar. "Kau bahkan belum mendengar apa yang ingin aku ucapkan!" protes Jaden. "Aku tak perlu mendengarnya. Aku sudah dapat menebak apa yang ingin kau katakan. Jika kau ingin berterima kasih, sudahlah ... lupakan saja. Aku juga tak mungkin akan tinggal diam saat tahu kau sedang berada dalam suatu masalah." "Hm ... ya kau benar juga. Aku belum berterima kasih padamu ya?" ucapnya sambil tersenyum jahil. "Apa yang harus aku lakukan untuk membalasnya?" Lilian melirik Jaden sekilas. "Tak perlu. Cukup jangan berhu
Ciuman lembut Jaden yang menggelitik dan mulai menekan halus kulitnya membuat Lilian tercekat. Ia tanpa sadar menahan napasnya dan mulai mencengkeram kedua sisi bantal dengan kuat. "Bernapaslah, Sayang ..." perintah Jaden lagi. Ia tahu Lilian begitu gugup dengan sentuhannya, dan ia mengerti itu. Jaden kemudian menghentikan aktivitasnya dan mulai menyelimuti tubuhnya sendiri dengan segera. Perlahan ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga sebatas dada dan mencengkeram kuat-kuat ujungnya. "Maaf jika aku sudah membuatmu takut, Lilian ...," ucapnya dengan wajah polos dan bersungguh-sungguh. Demi apa pun juga, seketika itu Lilian tergelak karena ekspresi Jaden yang begitu menggelikan. Ia berpaling dan membenamkan wajahnya sendiri di atas bantal miliknya. Bergetar karena menahan gelak tawanya. "Kau tertawa? Ck, kau sangat tak romantis. Bisa-bisanya kau tertawa pada saat seperti ini," protes Jaden lagi. "Kau ... ekspresimu sung
Seorang wanita melempar ponselnya ke atas sofa dengan kesal saat melihat foto-foto promosi untuk iklan restoran Jaden yang telah tersebar di dunia maya. Ia kesal karena selama mengenal Jaden, pria itu bahkan tak pernah sedikit pun memasang ekspresi lembut pada lawan pasangannya saat ia harus melakukan pemotretan atau untuk keperluan syuting apa pun. Ya, Alana begitu penasaran dan iri pada wanita yang ada di samping Jaden saat mereka melakukan pemotretan ala pasangan romantis yang sedang berkencan di dalam restoran mewah. Konsep dan foto yang wajar sebenarnya, hanya tatapan Jaden-lah yang tidak wajar baginya. "Siapa wanita itu?" gumam Alana tanpa sadar. "Siapa?" tanya periasnya spontan. Ia sedang menyapukan blush on pada pipi halusnya. "Ah, wanita yang ada di berita tadi? Kalau tidak salah ia bernama Lilian. Ia adalah salah satu pemenang utama dalam undian Jaden kemarin. Dan ia juga kebetulan merupakan asisten Starry, perusahaan di mana J
Jaden membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya ketika ia telah selesai menata hidangan untuk Lilian dan dirinya sendiri. Ia sedikit mengerutkan alisnya saat melihat nama pengirim tersebut. Karena tak ingin merasa terganggu, ia hanya mematikan ponselnya begitu saja. Senyum Jaden mengembang ketika kemudian Lilian muncul dengan kemeja miliknya yang tampak kebesaran, tapi sekaligus begitu seksi membalut tubuh moleknya. Kedua paha putihnya yang terbuka terlihat begitu cantik bagi Jaden. Lilian tampak segar dengan rambutnya yang masih lembab dan wajah polosnya yang tampak merona dengan semburat pink sempurna. Ia begitu segar dan hidup. Walau sedikit bayangan hitam di bawah matanya masih samar terlihat, tapi secara keseluruhan Lilian tampak seperti bidadari putih yang begitu menyilaukan di mata Jaden. "Kau begitu segar dan begitu wangi. Aku suka karena pasti sekarang kau memiliki aromaku." Jaden menghampiri Lilian dan menariknya segera ke dalam pelukannya. Menghi
Hari minggu malam di kediaman Jarvis Keegan dan Marina .... Alana, Marina, Lionel, Laura, dan Jarvis sendiri, ayah Jaden telah duduk dan bersiap di depan meja utama yang telah tertata rapi untuk acara makan malam perayaan ulang tahun dirinya. Sudah sekitar setengah jam yang lalu mereka bersiap untuk menunggu seseorang yang tak kunjung datang dan terlihat juga. "Di mana Jaden?" tanya Alana lagi untuk yang kedua kalinya. "Aku akan mencoba menghubunginya lagi, tenang saja Alana," jawab Marina dengan tersenyum manis mencoba menenangkannya. "Bagaimana jika kita berbicara tentang intinya dulu, Paman Jarvis," ucap Alana kemudian, merujuk pada pria bercambang yang beraut wajah serius di ujung meja. Ia sedikit menimbang sebelum akhirnya berkata lagi, "Baiklah, katakanlah Alana." "Seperti yang telah ayahku katakan dan sampaikan sebelumnya kepada Paman, aku hanya akan memperjelas lagi saja sekarang. Seperti yang telah Paman ketahui, ini ten
Wanita asing yang berdiri diambang pintu itu menyelidiki Lilian dengan tatapan menilai dan terang-terangan mencemoohnya. Ia memandangi Lilian dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Entah mengapa Lilian merasa wanita itu sungguh tidak sopan dan membuatnya merasa rendah. Bisa jadi, karena wanita itu mungkin menganggap dirinya adalah salah satu dari wanita-wanita yang sedang Jaden kencani. Walau begitu, tak sepatutnya ia menatapnya dengan pandangan menyelidik dan menghina seperti itu. Tanpa menunggu jawaban apa pun dari Lilian, wanita itu langsung menerobos masuk ke dalam rumah dengan wajah angkuhnya yang tampak begitu kesal. "Di mana Jaden?!" tanyanya tak bersahabat. "I ... ia sedang berbelanja beberapa barang kebutuhan bulanan, mungkin sebentar lagi ia akan segera kembali," jawab Lilian sedikit terkejut. "Berbelanja?! Apa kalian tinggal bersama?!" selidiknya. "Well, sebenarnya tidak tinggal bersama. Karena aku tinggal di sebelah rumah
"Bisakah kita beristirahat sekarang?" tanya Jaden pada Lilian yang sedang merapikan sisa-sisa pekerjaannya. "Tidurlah, aku masih harus melakukan sesuatu." "Melakukan apa?" tanya Jaden. "Mencari berita atau gosip terbaru tentangmu," jawab Lilian. "Untuk apa?" Jaden yang tadinya hendak berbaring, kemudian mengurungkan niatnya. "Jika kau mencari berita tentang pertunanganku dengan Alana, aku pastikan itu tak akan ada. Berita seperti itu tak akan muncul tanpa persetujuanku. Aku pun bahkan tak tahu masalah pertunangan itu. Tak akan kubiarkan jika mereka membuat pemberitaan seperti itu. Aku bukan anak kecil yang dapat mereka atur lagi. Perlu kau ketahui juga, aku sudah pergi dari rumah itu sejak lama. Jika kau tak mempercayai ucapanku, apakah perlu aku menelepon Alana sekarang juga?" jelas Jaden. Ia merasa was-was kalau-kalau Lilian mungkin akan salah paham terhadap dirinya. "Silakan, lakukan saja," ucapnya tak acuh. Jade
Alana melenggang dengan penuh percaya diri dengan kacamata hitamnya yang tampak bergaya dan dengan mantap memasuki ruangan Lilian setelah Silvia mengantarkannya padanya. "Selamat pagi, silakan masuk Nona Alana," sapa Lilian sambil berdiri dari kursi kerjanya. Ia bergerak menghampiri Alana yang masih berada di ambang pintu. Alana kemudian baru bergerak dan duduk di salah satu sofa tamu setelah pintu dibelakangnya tertutup. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memasukkannya ke dalam tas mungilnya. Lilian yang mengikutinya, ikut duduk di hadapannya. "Sekretaris Anda telah memberitahu kami sebelumnya tentang kedatangan Anda. Apa yang dapat aku bantu, Nona?" tanya Lilian dengan senyum formalitasnya. "Apa kau yang bernama Lilian?" tanya Alana tanpa berbasa-basi. "Benar, aku akan membantu keperluan Anda dan mewakili Tuan Greg untuk menyediakan semua kebutuhan klien kami." "Apa kau wanita yang melakukan pemotretan dan iklan bersama Jaden?" tany