Share

Bab 62

Penulis: BELLA
Nenek Doris dan aku keluar dari ruang tamu di bawah tatapan mata Rose dan Mark yang waspada. Aku bisa merasakan tatapan mata mereka yang tajam menusuk ke arah kami saat pintu tertutup di belakang kami.

Kami melangkah keluar ke halaman yang tenang, berjalan melalui halaman, lalu ke taman. Taman itu membungkus kami dalam keheningannya yang tenteram. Sesekali gemerisik dedaunan yang lembut dan kepakan sayap burung yang lembut mengganggu keheningan yang tenang itu.

Warna-warna cerah dari berbagai bunga memenuhi seluruh area, kelopaknya bergoyang anggun tertiup angin. Kupu-kupu yang juga berwarna-warni dengan berbagai bentuk dan ukuran beterbangan di taman, menambah nuansa lembut dan keindahan surgawi ke tempat itu.

Aku mengagumi bunga-bunga dan kupu-kupu itu. Aku mendesah pelan, andai saja hidupku bisa semudah keindahan mereka.

Nenek Doris menggenggam kedua tangannya di belakang punggungnya saat kami berjalan di sepanjang jalan setapak di antara taman itu. Pasti menyakitkan bagiku untuk me
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 63

    Suara Nenek Doris bergetar saat berbicara. Dia mengembalikan ponsel itu kepadaku. "Nggak diragukan lagi," ucapnya seraya menggelengkan kepalanya dengan sungguh-sungguh."Mark nggak pantas untukmu." Dia menarik napas dalam-dalam dan menyelesaikan kalimatnya. "Aku setuju dengan perceraianmu. Kalau itu membuatmu bahagia, aku akan mendukungmu sepenuhnya."Aku mengembuskan napas yang tanpa sadar telah kutahan dan rasanya seperti sesuatu yang berat akhirnya terangkat dari dadaku setelah sekian lama."Terima kasih, Nek." Aku berseri-seri dan terkekeh gemetar saat merasakan air mata mengalir di pipiku. Aku menyekanya, tetapi air mata itu terus mengalir. Akhirnya, aku membiarkannya jatuh dan memeluk Nenek Doris dengan erat."Nenek adalah nenek terbaik di dunia dan aku akan selamanya berterima kasih kepada Nenek.""Jangan menangis, Nak. Kamu sudah berusaha sebaik mungkin." Telapak tangan Nenek Doris yang lembut tetapi kuat menepuk punggungku dengan lembut. "Kamu adalah cucu menantu terbaikku. Se

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 64

    Sesuai dugaan, dan memang sewajarnya begitu, bukan hanya aku yang terkejut. Ekspresi terkejut sekilas terpancar di wajah Mark, merusak sikap tenang yang selama ini ditunjukkannya.Keterkejutan Rose begitu hebat. Dia tidak bisa menahannya sehingga dia mengamuk. "Apa-apaan ini?" Dia meledak, tersentak dari posisi duduknya. "Apa Ibu serius akan memberinya saham?"Doris mengamatinya sebelum menjawab dengan tenang, "Ya, Rose, aku serius akan memberinya saham.""Kenapa? Ibu? Kenapa?" Kemudian, Rose menoleh kepadaku. Wajahnya sudah merah karena marah. "Dasar jalang!" Dia memelotot dan suaranya bergetar setiap kata-kata makian itu keluar dari mulutnya. "Beraninya kamu mengambil saham anakku! Kamu bilang apa kepada Ibu hingga dia memberimu saham milik anakku?"Aku hanya menatapnya dengan acuh tak acuh. Mataku terus menatap, mengamati tatapan kemarahannya. Apa wanita ini tidak pernah lelah? Bahkan orang bodoh yang gila pun akan tahu bahwa tidak seorang pun bisa memengaruhi keputusan apa pun yang

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 65

    Doris tersenyum puas, lalu memanggil pembantu. "Tolong ambilkan map cokelat di meja kamarku," perintahnya.Aku mengerutkan kening. Kelihatannya sejak awal Nenek Doris berniat memberikan saham itu padaku. Dia memang tipe orang yang memikirkan segala sesuatunya matang-matang. Jadi, dia mungkin sudah merencanakan hal ini, terlepas apakah aku akan tetap bersama Mark atau tidak.Tak lama kemudian, pembantu tadi kembali dengan membawa selembar map. Doris menerima map itu, lalu memanggilku. "Kamu tanda tangan di sini, sama di sini," katanya sambil menunjuk spasi-spasi kosong di dokumen. "Oh, sama satu lagi di sini."Aku mendekat dan mengambil pena yang Doris ulurkan. Setelah membaca dokumen transfer saham itu sebentar, aku menandatanganinya. Dari belakang, aku bisa merasakan tatapan tajam Rose yang menusuk seperti pisau.Doris mengambil kembali dokumen yang telah kutandatangani dan meletakkannya di samping. "Bagus. Saham itu punyamu sekarang," ujarnya sambil tersenyum.Aku membalas senyumnya.

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 66

    Ban mobil berdecit dan tubuhku sedikit terdorong ke depan ketika aku tiba-tiba menginjak rem di luar gerbang rumah keluarga Torres. Dari jendela, aku melihat Bella sedang berjongkok di dekat pagar. Gadis menyedihkan itu mungkin tidak boleh masuk tanpa seizin Mark.Bella pasti menyadari akulah yang berada di dalam mobil karena dia langsung berdiri dan berjalan mendekat. "Keluar!" teriaknya sambil memukul pintu mobil.Aku merasa tingkahnya sangat lucu. Memangnya dia pikir dia siapa?Meski Rose sangat membenciku dan aku sedang dalam proses perceraian, aku sulit membayangkan Bella bisa bersama Mark, kecuali jika dia bersedia menjadi perempuan simpanan. Karena latar belakang keluargaku tidak jauh berbeda dari Bella, Rose juga pasti akan merendahkan dia.Lagi pula, Doris sudah melihat video itu dan aku yakin Bella sudah kehilangan simpati di mata Doris. Jika Mark mencoba menikahi Bella, Doris pasti akan menentangnya.Keluarga Torres berasal dari dunia yang jauh berbeda dengan keluargaku. Mer

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 67

    Aku mencibir dan menatap Bella. Lagaknya mulai membuatku muak dan sebuah ide tiba-tiba muncul di benakku. "Kamu punya uang receh 500-an? Kasih aku, nanti aku beri tahu."Bella terbengong. Namun, dia lalu tertawa karena mungkin mengira aku hanya bercanda. "Cuma 500?" tanyanya."Iya, kamu punya nggak?" ujarku sambil menyodorkan telapak tanganku ke arahnya.Bella mengerutkan kening dan menatapku dari ujung kepala hingga kaki, lalu memutar bola matanya. Dia mengambil selembar uang seratus ribuan dari dompet dan membantingnya di telapak tanganku. "Ambil saja semuanya, nggak perlu kembalian," katanya dengan dagu terangkat seolah-olah baru saja memberiku uang ratusan juta.Aku mengambil uang itu dan mengamatinya sebentar sebelum mengembalikannya kembali kepada Bella. "Ini kebanyakan. Aku cuma mau koin 500-an."Bella tertawa sinis, "Sudah, Sydney, ambil saja. Aku ikhlas. Siapa tahu kamu butuh uang nanti.""Nggak. Aku minta koin 500-an karena cintamu ke Mark cuma seharga itu."Senyum di wajah B

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 68

    Keesokan harinya, aku tersenyum dari dalam gedung ketika melihat Mark. Melalui dinding kaca ruang tunggu pengadilan, aku bisa melihat sosoknya keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk pengadilan.Aku tiba sekitar lima menit lalu dan menduga bahwa aku harus menunggu cukup lama sebelum Mark akhirnya datang. Namun, dia datang tepat waktu sesuai dengan yang telah kami sepakati.Saat memasuki pintu, Mark menoleh ke kiri dan kanan untuk mencariku. Setelah melihatku, dia segera berjalan mendekat."Aku kira kamu bakal telat," ujarku sambil berdiri dan menggantungkan tas di bahu.Mark mengangkat pundak dan berkata, "Aku sudah janji, jadi aku nggak akan melanggarnya."Aku tidak mampu menahan senyum. Jujur saja, aku cukup terkesan. Apakah ini pengaruh Doris?"Oke, ayo," kataku sambil berjalan di depan, menuju ruangan hakim.Senyumku makin lebar saat hakim memutuskan bahwa kami resmi bercerai. Akhirnya, aku bukan lagi istri Mark. Rasanya sungguh melegakan.Proses perceraian kami berjalan

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 69

    Kami kembali berjalan dalam diam. "Ngomong-ngomong, soal saham yang dikasih nenekmu, aku nggak berniat menerimanya," ujarku mengawali pembicaraan.Aku menatap Mark dan tersenyum. "Kamu bisa suruh pengacaramu bikin dokumen transfer dan mengirimkannya ke aku."Mark menggeleng dan berkata, "Nggak usah. Nenek sudah transfer sahamnya ke kamu, jadi saham itu punyamu sekarang. Anggap saja itu nafkah cerai dari aku."Aku mengangkat bahu dan sedikit terkejut. Awalnya aku mengira saham itu sangat penting bagi Mark dan dia pasti marah saat aku menandatangani dokumen transfer saham itu. Namun, dugaanku ternyata salah."Kalau kamu berubah pikiran, hubungi saja pengacaraku nanti," kataku sambil menyerahkan kartu nama pengacaraku.Mark melirik kartu itu sebentar, lalu mengambilnya dan memasukkannya ke saku. Saat ini kami sudah sampai di tempat parkir, jadi aku berjalan ke mobilku dan membuka kuncinya."Oke," kataku sambil berdiri canggung di depan pintu mobil yang terbuka, "aku pergi sekarang."Dia m

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 70

    Perjalanan menuju tempat kerja sangat lancar. Tidak ada kemacetan di jalan seolah semesta sedang melawan Richie.Dalam waktu singkat, aku sudah sampai di kantor. Ban mobilku berdecit keras di aspal saat aku mendadak menginjak rem dan memarkir mobilku dengan pelan. Aku melihat ke sekeliling dan mencari mobil polisi. Namun, tidak ada satu pun mobil, kilauan maupun suara sirene mereka di sekitar."Bagus, aku tepat waktu," gumamku sambil mengunci pintu mobil dan bergegas masuk. Aku mengabaikan semua sapaan dari beberapa kolega dan langsung menuju lift. Di dalam lift, aku menelepon kepala keamanan."Selamat pagi, Bu.""Pagi," jawabku. Tanpa basa-basi, aku langsung ke inti pembicaraan. "Sekarang, aku ingin semua pintu keluar dijaga ketat. Jangan biarkan Richie dan kepala departemen customer service keluar dari area kantor.""Siap, Bu."Bahkan sebelum panggilan berakhir, aku sudah mendengar sang kepala keamanan memberikan instruksi tegas kepada anak buahnya. Bagus.Akan kupastikan Richie dita

Bab terbaru

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 286

    "Hai, Dennis, kamu nggak apa-apa?" tanya Clara, saat dia mulai mendekatiku dengan ekspresi khawatir di wajahnya. "Kamu terlihat bengong."Aku hanya mengalihkan fokus pembicaraan menggunakan koper yang dia tarik di belakangnya seperti beban mati. "Kamu mau pergi ke mana?"Clara terpancing. "Sebenarnya baru pulang. Aku melakukan perjalanan singkat, tapi sekarang aku sudah pulang. Aku lihat kamu juga ….""Nggak. Aku baru saja keluar dari rapat. Aku sedang dalam perjalanan pulang sebelum melihatmu."Dia tersenyum lebar. "Itu lebih baik lagi. Bisa antar aku? Tolong?"Aku setuju dan mengangkat kopernya, lalu menyimpannya di bagasi. Selama perjalanan, dia menceritakan perjalanannya dan orang-orang menarik yang dia temui, serta berbagai hal lain yang sebenarnya tidak perlu aku ketahui."Oh, astaga!" Dia berhenti tiba-tiba, tatapannya melirik ke kursi penumpang dengan ekspresi terkejut. Dia menepuk ringan lenganku, sambil memberikan kedipan nakal. "Ini untuk siapa?""Kamu mau membunuh kita? Jag

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 285

    Aku berbagi ketakutan, impian, dan hasratku dengannya, dan sebagai balasannya, Anastasia memberikan telinga yang sabar mendengar dan membuktikan dirinya sebagai sistem pendukung yang hebat."Ana," kataku suatu hari, akhirnya menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya. "Jadilah milikku."Dia tersenyum lembut, tetapi dengan cara yang sangat ramah dia menepuk pundakku dan berkata, "Aku menghargai semua yang kamu lakukan untukku dan percayalah, aku nggak menganggap ini remeh. Tapi, aku nggak butuh hubungan sekarang. Kurasa aku nggak akan pernah menginginkannya."Apa yang orang katakan tentang menjadi patah tetapi tidak terkalahkan? Itulah aku.Waktu berlalu, putrinya tumbuh dan aku dengan sabar tetap bertahan, menolak untuk mencoba hubungan lain karena perhatianku tetap pada Ana, berharap ada perubahan dalam keputusannya.Aku berharap kepada bintang-bintang di malam hari, berharap kepada langit, dengan penuh keinginan untuk melihat segala sesuatunya selaras mendukungku,

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 284

    Sudut pandang Dennis:Aku bersandar di kursi dan memandang keluar jendela ke terminal bandara yang sibuk sambil menunggu rapatku berakhir."Baiklah, Rekan-rekan, mari kita tinjau proyeksi penjualan kita untuk kuartal berikutnya. Pak Ben, bisa tolong ringkas poin-poin utamanya?"Seorang pria botak yang duduk di ujung meja berdeham sebelum mulai berbicara. "Kami memperkirakan kenaikan penjualan sebesar 12%, yang terutama didorong oleh peluncuran produk baru kita dan upaya pemasaran yang diperluas.""Itu perkiraan yang konservatif, 'kan?" tanya Ketua menginterupsi. "Aku yakin kita bisa mendorongnya mencapai pertumbuhan 15%."Seorang wanita di sebelahku menambahkan pendapatnya, "Aku setuju dengan Bapak. Apa yang menghambat kita untuk mencapai proyeksi yang lebih tinggi itu?""Kita perlu mempertimbangkan tren pasar, persaingan, dan tingkat adopsi pelanggan. Tapi, aku rasa kita bisa meninjau kembali strategi harga kita dan mengeksplorasi saluran baru untuk menjangkau target audiensi kita," j

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 283

    "Sekarang, pemandu akan memperkenalkan fasilitas di sini," kata Aiden, lalu melangkah ke samping dan digantikan oleh si pemandu bersama dua orang lainnya."Halo semuanya," kata pria yang tampaknya pemimpin mereka dengan aksen yang aneh. "Aku ingin kalian membentuk tiga kelompok dan kita akan mulai."Kami semua dibagi menjadi tiga kelompok dengan masing-masing pemandu memimpin satu kelompok dan membawa kami berkeliling penginapan bergaya pedesaan yang indah.Pemandu menunjukkan kepada kami ruang makan yang memiliki dapur di sampingnya. Setiap orang yang tertarik bisa memasak makanannya sendiri. Keren. Kemudian, dia menunjukkan danau yang berkilauan yang tersembunyi di balik pohon-pohon pinus yang lebih besar dan lebih tinggi di area tersebut.Ada banyak fasilitas yang kami lihat dan semuanya berakhir di kamar yang telah ditentukan untuk kami. Dua orang per kamar.Saat memasuki kamar, aku menyadari bahwa teman sekamarku tidak ada di sini. Dia tidak ikut perjalanan ini.Bagus! pikirku den

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 282

    Sudut pandang Anastasia:Akhirnya, kami tiba di penginapan untuk perjalanan bisnis ini.Dengan tas di tangan masing-masing, semua orang ternganga kagum melihat bangunan di depan kami. Antisipasi yang tumbuh selama perjalanan tampak memuncak saat kami melihat pemandangan tersebut.Di atas sebuah papan kayu yang dipaku di bagian atas bangunan, terdapat tulisan "Resor Kayupinus" yang terbuat dari potongan kayu kecil dan dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang menyala. Kerajinan tangan itu sangat mengesankan, memberikan suasana yang unik tetapi profesional pada tempat tersebut."Rasanya seperti baru saja menginjakkan kaki di negeri dongeng," bisik Rachel saat berhenti di sampingku. Dia tampak sangat kagum, matanya bersinar saat lampu-lampu memantul di sana.Meskipun ada lubang besar di hatiku yang hanya bisa diisi dengan memeluk Amie, aku juga sedikit terpesona.Gubuk-gubuk kecil yang terhubung itu dikelilingi, hampir tertelan, oleh pohon-pohon pinus yang tinggi dan pepohonan hijau yang rimb

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 281

    Aku tertawa mendengar suara tawa riang Anastasia lagi."Tanganku ada di sini, jadi aku nggak lupa membawanya," ucap Ana, masih dengan tawanya."Syukurlah.""Tapi sejujurnya, aku nggak bakal tahu kalau aku lupa sesuatu sampai aku buka koper.""Ya Tuhan." Aku mengusap dahiku. "Kuharap kamu nggak terdampar. Kalian sekarang di mana?"Ana mendengung sebentar. "Aku nggak tahu. Kami masih di bus.""Kuharap perjalananmu menyenangkan, Sayang.""Terima kasih.""Dan Amie, ya ampun! Aku kangen sekali. Bagaimana kabarnya? Bagaimana dia menghadapi kepergianmu?" tanyaku antusias."Dia baik-baik saja dan kurasa dia menerima kepergian ini dengan cukup baik. Kupikir akan ada lebih banyak drama, jadi aku sudah siap untuk meyakinkannya, tapi dia malah mengejutkanku. Tapi …." Suara Ana mulai meredup. "Amie benar-benar kesulitan dengan tinggal di rumah sakit. Dia terus bilang ingin pulang."Aku menghela napas. "Kasihan sekali. Aku paham. Rumah sakit nggak seperti taman atau toko es krim. Lama-lama di sana m

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 280

    Sudut pandang Clara:Aku melemparkan senyuman pada nenek tua yang tersenyum padaku saat tatapan kami bertemu. Sambil berjalan keluar dari bandara, aku merogoh tas untuk mengambil ponselku yang berdering. Wajahku langsung cerah saat melihat nama peneleponnya."Halo, bestie," sapaku ceria sambil menempelkan ponsel ke telinga."Halo." Suara Ana terdengar di ujung sana. "Aku lihat pesanmu soal toko itu.""Oh, itu." Bibirku melengkung kesal. Rasa marah yang tadi sempat kutahan perlahan muncul lagi."Iya, aku nggak terlalu ngerti sih. Kayaknya kamu ngetiknya buru-buru deh, banyak salahnya.""Bukan ngetik buru-buru, aku ngetiknya sambil kebakar emosi," jawabku blak-blakan."Oh?""Aku harus meluapkannya biar nggak teriak di tengah jalan atau narik rambut cewek itu sambil kasih ceramah ke manajernya!"Ana terkekeh kecil. "Santai, dong. Aku masih belum ngerti ceritanya."Aku memindahkan ponsel dari telinga kanan ke kiri sambil menggeser tas ke bahu satunya."Jadi gini ceritanya. Aku ke toko lang

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 279

    Aku melingkarkan tanganku erat-erat di sekeliling tubuhnya, lalu berbisik penuh rahasia, "Iya, Mama janji. Para suster ini nggak tahu rencana rahasiaku buat bawa kamu kabur."Tawanya kembali memenuhi telingaku dan dia menarik diri sambil mengedipkan mata nakal. Aku mengecup keningnya sekali lagi, seolah-olah untuk menyegel janji kami. "Sekarang lanjut gambar kita yang banyak, ya."Dia mengangguk cepat, lalu mengambil kembali buku sketsanya dan melanjutkan gambarnya. Aku berdiri dan berjalan menghampiri para suster. "Tolong awasi Amie dengan baik. Aku nggak mau dia keluyuran atau terima barang dari orang asing, ya. Aku sudah cukup banyak pikiran dan nggak mau nambah beban lagi.""Kami benar-benar minta maaf soal itu, Bu. Amie anak yang penuh energi dan punya cara manisnya sendiri. Kami juga nggak tahu gimana dia bisa mengelabui suster, tapi kami akan perhatikan semua yang Ibu sampaikan. Dia akan aman di sini," jawab salah satu suster dengan tulus."Bagus, terima kasih." Pandanganku bera

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 278

    Sudut pandang Anastasia:Aku duduk di samping ranjang rumah sakit Amie, mengamati saat pensilnya bergerak lincah di atas buku sketsa. Alisnya berkerut penuh konsentrasi dan matanya bersinar-sinar penuh kreativitas."Mama tebak, itu kita ya?" tanyaku sambil menunjuk gambar dua karikatur yang mirip denganku dan Amie, minus kaki yang semuanya mengarah ke satu sisi."Iya, Mama. Itu kita yang lagi bikin kue enak di dapur. Aku sebentar lagi mau gambar Tante Clara soalnya dia suka kue buatan Mama juga," jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari sketsanya."Terus Dennis?" tanyaku lagi.Dia berhenti sejenak, pensilnya berhenti di atas buku sketsa sebelum akhirnya dia mengangkat bahu dan kembali menggambar. "Aku tambahin dia juga. Setelah Tante Clara. Mama, aku pengen cepat pulang. Di sini sepi dan bau obat banget."Rasanya sedikit sedih karena aku tahu sebentar lagi aku harus meninggalkannya. Aku belum pernah berpisah dengannya selama satu hari penuh. Sekarang aku akan berpisah dengannya selama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status