Share

Bab 68

Penulis: BELLA
Keesokan harinya, aku tersenyum dari dalam gedung ketika melihat Mark. Melalui dinding kaca ruang tunggu pengadilan, aku bisa melihat sosoknya keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk pengadilan.

Aku tiba sekitar lima menit lalu dan menduga bahwa aku harus menunggu cukup lama sebelum Mark akhirnya datang. Namun, dia datang tepat waktu sesuai dengan yang telah kami sepakati.

Saat memasuki pintu, Mark menoleh ke kiri dan kanan untuk mencariku. Setelah melihatku, dia segera berjalan mendekat.

"Aku kira kamu bakal telat," ujarku sambil berdiri dan menggantungkan tas di bahu.

Mark mengangkat pundak dan berkata, "Aku sudah janji, jadi aku nggak akan melanggarnya."

Aku tidak mampu menahan senyum. Jujur saja, aku cukup terkesan. Apakah ini pengaruh Doris?

"Oke, ayo," kataku sambil berjalan di depan, menuju ruangan hakim.

Senyumku makin lebar saat hakim memutuskan bahwa kami resmi bercerai. Akhirnya, aku bukan lagi istri Mark. Rasanya sungguh melegakan.

Proses perceraian kami berjalan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 69

    Kami kembali berjalan dalam diam. "Ngomong-ngomong, soal saham yang dikasih nenekmu, aku nggak berniat menerimanya," ujarku mengawali pembicaraan.Aku menatap Mark dan tersenyum. "Kamu bisa suruh pengacaramu bikin dokumen transfer dan mengirimkannya ke aku."Mark menggeleng dan berkata, "Nggak usah. Nenek sudah transfer sahamnya ke kamu, jadi saham itu punyamu sekarang. Anggap saja itu nafkah cerai dari aku."Aku mengangkat bahu dan sedikit terkejut. Awalnya aku mengira saham itu sangat penting bagi Mark dan dia pasti marah saat aku menandatangani dokumen transfer saham itu. Namun, dugaanku ternyata salah."Kalau kamu berubah pikiran, hubungi saja pengacaraku nanti," kataku sambil menyerahkan kartu nama pengacaraku.Mark melirik kartu itu sebentar, lalu mengambilnya dan memasukkannya ke saku. Saat ini kami sudah sampai di tempat parkir, jadi aku berjalan ke mobilku dan membuka kuncinya."Oke," kataku sambil berdiri canggung di depan pintu mobil yang terbuka, "aku pergi sekarang."Dia m

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 70

    Perjalanan menuju tempat kerja sangat lancar. Tidak ada kemacetan di jalan seolah semesta sedang melawan Richie.Dalam waktu singkat, aku sudah sampai di kantor. Ban mobilku berdecit keras di aspal saat aku mendadak menginjak rem dan memarkir mobilku dengan pelan. Aku melihat ke sekeliling dan mencari mobil polisi. Namun, tidak ada satu pun mobil, kilauan maupun suara sirene mereka di sekitar."Bagus, aku tepat waktu," gumamku sambil mengunci pintu mobil dan bergegas masuk. Aku mengabaikan semua sapaan dari beberapa kolega dan langsung menuju lift. Di dalam lift, aku menelepon kepala keamanan."Selamat pagi, Bu.""Pagi," jawabku. Tanpa basa-basi, aku langsung ke inti pembicaraan. "Sekarang, aku ingin semua pintu keluar dijaga ketat. Jangan biarkan Richie dan kepala departemen customer service keluar dari area kantor.""Siap, Bu."Bahkan sebelum panggilan berakhir, aku sudah mendengar sang kepala keamanan memberikan instruksi tegas kepada anak buahnya. Bagus.Akan kupastikan Richie dita

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 71

    "Richie.""Bu Sydney," sahutnya. Aku tidak bisa menahan tawa pahit yang keluar dari tenggorokanku. Bukankah dia dengan santai memanggilku "Sydney" kemarin? Sekarang, apa maksudnya dengan "Bu"?"Beri tahu aku, Richie, apa untungnya bagimu menyewa pembunuh bayaran yang menyamar sebagai pemasok untuk membunuhku?"Sekarang, semuanya mulai masuk akal saat kami membahas fitur baru untuk Luxe Vogue. Sebagai kepala departemen, Bran tentu hadir dalam diskusi itu, termasuk para kepala departemen lainnya yang ikut memberikan pendapat.Bibirnya bergetar sedikit. "Apa? Pembunuh? Apa maksudmu? Aku nggak ngerti," dalih dia dengan suara gemetar, berusaha berpura-pura tidak tahu.Namun, aku bisa melihat semuanya dengan jelas. Jemarinya yang gelisah, bibirnya yang gemetar, alisnya yang terus berkedut, dan tatapan matanya yang menyipit. Semuanya tanda-tanda bersalah yang begitu nyata.Aku mengangkat alisku. "Jadi, ini caramu mencoba lari dari masalah? Dengan berpura-pura nggak tahu apa-apa?"Kerutan alis

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 72

    Setelah memastikan Richie telah dibawa pergi, aku mengadakan rapat kecil dengan seluruh karyawan. Dengan nada tegas, aku memberikan peringatan kepada mereka semua. Jika mereka merasa belum siap untuk bekerja, lebih baik mereka segera menyerahkan surat pengunduran diri.Aku tidak lagi terjebak dalam pernikahan yang penuh batasan. Era tanpa pengawasan ketat dan konsisten telah berakhir. Aku lalu memberi instruksi kepada tim HR untuk segera memulai proses rekrutmen untuk mencari pengganti yang paling cocok untuk posisi Richie.Setelah rapat selesai, aku segera menuju rumah sakit. Ini adalah hari di mana Grace akhirnya diperbolehkan pulang. Akhirnya, dia bisa keluar dari ranjang rumah sakit yang sangat tidak nyaman itu.Dalam perjalanan keluar kantor, aku bertemu dengan kepala keamanan dan memberinya instruksi agar tempat itu tetap dijaga dengan ketat. Siapa yang tahu berapa banyak "Bran" lain yang mungkin dimiliki Richie.Aku mengemudi menuju rumah sakit. Dalam perjalanan, aku singgah seb

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 73

    Senyuman pria itu memudar dan wajahnya tampak menjadi kaku jika dilihat lebih dekat. Sydney tidak menyangka jika pria itu akan begitu memperhatikannya atau langsung mengungkapkan kecurigaannya.Pria itu tertawa canggung. Dia berusaha meredakan suasana yang tegang itu, tetapi sudah terlambat. "Ayolah, Bu. Kami cuma mau bicara sama Grace. Kami juga mau mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak," katanya.Aku menyeringai ketika sorot matanya sejenak tampak melunak. Orang-orang seperti mereka tidak mungkin menyerah. Aku berkata dengan dingin, "Maaf, aku cuma bisa bilang kalau Nona Grace tidak akan mencabut gugatan itu. Bagusan kalian pulang saja."Tiba-tiba, pintu kamar pasien perlahan terbuka. Aku mundur selangkah lalu Grace berjalan keluar. Pria berjas itu langsung melempar tatapan penuh kebencian padaku, kemudian mengalihkan pandangannya ke kamar pasien.Grace melihat pria itu, lalu berkata, "Aku Grace. Masuklah, mari kita minum kopi sambil kalian jelaskan apa saja syarat yang

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 74

    "Kurasa ini udah bagus, Grace. Kamu nampak memesona. Waktu kamu nggak sadarkan diri di ranjang pun tetap cantik," puji aku ke Grace.Grace mendengus dan memutar bola matanya, "Ah, jangan ingatkan aku soal dulu. Waktu kulihat wajahku macam itu stress banget. Aku takut kalau bekas lukanya nggak bakal hilang."Aku tertawa pelan sambil mendekat, melihatnya menyesuaikan gaunnya, lalu membantunya memasangkan kalung zamrud yang kubuatkan untuknya. "Bekas lukanya udah hilang kok."Grace mematung sejenak, lalu tiba-tiba berteriak dan memelukku erat-erat. "Kamu menemukannya!""Nenek itu memakainya, tapi kucuri diam-diam.""Mungkin bagusan kamu cekik dia pakai itu," usul Grace. Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak."Janganlah, aku nggak mau dipenjara macam Richie. Aku yakin ayahnya bakal buat aku meringkuk di penjara," kataku di tengah tawa."Mark nggak mungkin membiarkan itu," jawabnya sambil mengerlingkan alis.Aku memutar bola mataku. "Sudahlah, itu sudah berlalu." Lucunya, sejak kami berdua

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 75

    Aku menyeruput anggurku setelah sedikit sadar, mataku terfokus pada kedua orang yang tampak di atas tepi gelas anggurku. "Sejujurnya, tadi kukira kalian lagi mabuk. Tapi setelah kuliat baik-baik, kalian cuma nunjukkin kebodohan kalian kayak biasanya," ucapku dengan tajam sambil mengamati keduanya.Mereka sudah berhenti tertawa dan kini menatap kami dengan tatapan tajam. Mata Sandra seolah-olah bisa membunuhku."Pecundang menyebut orang lain pecundang. Waktu kalian pikir bukan cuma kalian satu-satunya pecundang, rasanya lega sekali, 'kan? Sandra, biar kamu paham, kamu lah pecundangnya, bukan kami.""Kamu adalah pecundang terbesar yang pernah kutemui dalam hidupku. Maksudku, cuma kamu sendiri pecundang di usiamu yang pulang ke rumah, menangis meminta orang tuanya untuk membereskan kekacauan yang kamu buat. Bukankah begitu, Nona Sandra?"Aku mengangkat alis pada Sandra, lalu melanjutkan, "Ayolah, harusnya kamu berterima kasih sama ayahmu si anggota kongres itu. Dia udah capek-capek memban

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 76

    Enam bulan kemudian.Aku mengambil kunci mobilku sambil berbicara di telepon yang terjepit antara telinga dan bahu, "Bilang ke pilotnya untuk pelan sedikit, aku masih di rumah."Grace tertawa. "Kukasi telepon ini aja langsung ke pilotnya biar kamu bisa bicara langsung sama dia, bodoh."Aku tertawa keras, hampir membuat telepon itu terlepas dari bahuku. "Dasar! Semoga lidahmu bukan satu-satunya yang makin tajam selama perjalanan itu.""Jemput aku, nanti kamu bakal tahu."Ada jeda sejenak dari suaranya. Namun, aku bisa mendengar suara orang-orang di latar belakang serta suara seseorang yang cukup jelas mengeluarkan instruksi dengan lembut. Itu pasti pramugari. "Mohon matikan ponsel Anda dan pastikan semua barang Anda karena kami akan mendarat dalam beberapa menit lagi.""Oke, aku harus mematikan telepon, kami hampir mendarat. Jangan buat aku menunggu, Sydney!" kata Grace dengan suara serak."Siap, Bos," jawabku meskipun teleponnya sudah terputus.Aku menyimpan segala sesuatu yang mungkin

Bab terbaru

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 282

    Sudut pandang Anastasia:Akhirnya, kami tiba di penginapan untuk perjalanan bisnis ini.Dengan tas di tangan masing-masing, semua orang ternganga kagum melihat bangunan di depan kami. Antisipasi yang tumbuh selama perjalanan tampak memuncak saat kami melihat pemandangan tersebut.Di atas sebuah papan kayu yang dipaku di bagian atas bangunan, terdapat tulisan "Resor Kayupinus" yang terbuat dari potongan kayu kecil dan dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang menyala. Kerajinan tangan itu sangat mengesankan, memberikan suasana yang unik tetapi profesional pada tempat tersebut."Rasanya seperti baru saja menginjakkan kaki di negeri dongeng," bisik Rachel saat berhenti di sampingku. Dia tampak sangat kagum, matanya bersinar saat lampu-lampu memantul di sana.Meskipun ada lubang besar di hatiku yang hanya bisa diisi dengan memeluk Amie, aku juga sedikit terpesona.Gubuk-gubuk kecil yang terhubung itu dikelilingi, hampir tertelan, oleh pohon-pohon pinus yang tinggi dan pepohonan hijau yang rimb

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 281

    Aku tertawa mendengar suara tawa riang Anastasia lagi."Tanganku ada di sini, jadi aku nggak lupa membawanya," ucap Ana, masih dengan tawanya."Syukurlah.""Tapi sejujurnya, aku nggak bakal tahu kalau aku lupa sesuatu sampai aku buka koper.""Ya Tuhan." Aku mengusap dahiku. "Kuharap kamu nggak terdampar. Kalian sekarang di mana?"Ana mendengung sebentar. "Aku nggak tahu. Kami masih di bus.""Kuharap perjalananmu menyenangkan, Sayang.""Terima kasih.""Dan Amie, ya ampun! Aku kangen sekali. Bagaimana kabarnya? Bagaimana dia menghadapi kepergianmu?" tanyaku antusias."Dia baik-baik saja dan kurasa dia menerima kepergian ini dengan cukup baik. Kupikir akan ada lebih banyak drama, jadi aku sudah siap untuk meyakinkannya, tapi dia malah mengejutkanku. Tapi …." Suara Ana mulai meredup. "Amie benar-benar kesulitan dengan tinggal di rumah sakit. Dia terus bilang ingin pulang."Aku menghela napas. "Kasihan sekali. Aku paham. Rumah sakit nggak seperti taman atau toko es krim. Lama-lama di sana m

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 280

    Sudut pandang Clara:Aku melemparkan senyuman pada nenek tua yang tersenyum padaku saat tatapan kami bertemu. Sambil berjalan keluar dari bandara, aku merogoh tas untuk mengambil ponselku yang berdering. Wajahku langsung cerah saat melihat nama peneleponnya."Halo, bestie," sapaku ceria sambil menempelkan ponsel ke telinga."Halo." Suara Ana terdengar di ujung sana. "Aku lihat pesanmu soal toko itu.""Oh, itu." Bibirku melengkung kesal. Rasa marah yang tadi sempat kutahan perlahan muncul lagi."Iya, aku nggak terlalu ngerti sih. Kayaknya kamu ngetiknya buru-buru deh, banyak salahnya.""Bukan ngetik buru-buru, aku ngetiknya sambil kebakar emosi," jawabku blak-blakan."Oh?""Aku harus meluapkannya biar nggak teriak di tengah jalan atau narik rambut cewek itu sambil kasih ceramah ke manajernya!"Ana terkekeh kecil. "Santai, dong. Aku masih belum ngerti ceritanya."Aku memindahkan ponsel dari telinga kanan ke kiri sambil menggeser tas ke bahu satunya."Jadi gini ceritanya. Aku ke toko lang

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 279

    Aku melingkarkan tanganku erat-erat di sekeliling tubuhnya, lalu berbisik penuh rahasia, "Iya, Mama janji. Para suster ini nggak tahu rencana rahasiaku buat bawa kamu kabur."Tawanya kembali memenuhi telingaku dan dia menarik diri sambil mengedipkan mata nakal. Aku mengecup keningnya sekali lagi, seolah-olah untuk menyegel janji kami. "Sekarang lanjut gambar kita yang banyak, ya."Dia mengangguk cepat, lalu mengambil kembali buku sketsanya dan melanjutkan gambarnya. Aku berdiri dan berjalan menghampiri para suster. "Tolong awasi Amie dengan baik. Aku nggak mau dia keluyuran atau terima barang dari orang asing, ya. Aku sudah cukup banyak pikiran dan nggak mau nambah beban lagi.""Kami benar-benar minta maaf soal itu, Bu. Amie anak yang penuh energi dan punya cara manisnya sendiri. Kami juga nggak tahu gimana dia bisa mengelabui suster, tapi kami akan perhatikan semua yang Ibu sampaikan. Dia akan aman di sini," jawab salah satu suster dengan tulus."Bagus, terima kasih." Pandanganku bera

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 278

    Sudut pandang Anastasia:Aku duduk di samping ranjang rumah sakit Amie, mengamati saat pensilnya bergerak lincah di atas buku sketsa. Alisnya berkerut penuh konsentrasi dan matanya bersinar-sinar penuh kreativitas."Mama tebak, itu kita ya?" tanyaku sambil menunjuk gambar dua karikatur yang mirip denganku dan Amie, minus kaki yang semuanya mengarah ke satu sisi."Iya, Mama. Itu kita yang lagi bikin kue enak di dapur. Aku sebentar lagi mau gambar Tante Clara soalnya dia suka kue buatan Mama juga," jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari sketsanya."Terus Dennis?" tanyaku lagi.Dia berhenti sejenak, pensilnya berhenti di atas buku sketsa sebelum akhirnya dia mengangkat bahu dan kembali menggambar. "Aku tambahin dia juga. Setelah Tante Clara. Mama, aku pengen cepat pulang. Di sini sepi dan bau obat banget."Rasanya sedikit sedih karena aku tahu sebentar lagi aku harus meninggalkannya. Aku belum pernah berpisah dengannya selama satu hari penuh. Sekarang aku akan berpisah dengannya selama

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 277

    Aku mulai terbuka padanya. "Hanya saja ... teman-temanku belakangan ini sangat membantu, terutama Clara. Tapi, sekarang dia sedang di luar negeri dan aku tahu Dennis juga sudah banyak membantu, tapi aku nggak mau terus-terusan merepotkannya.""Rasanya seperti aku selalu berutang budi pada orang lain. Jadi ... rasanya sulit mengatur semuanya sekarang. Setiap hari aku selalu berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan dan kebutuhan Amie."Remi mengangguk, suaranya penuh dengan empati. Dia meraih tanganku dengan penuh pengertian."Aku paham kalau keluarga adalah alasan yang sah untuk nggak ikut dan aku nggak akan memaksamu."Dia sedikit condong ke depan dan menatapku lekat-lekat. "Tapi, aku mau jujur. Aku secara pribadi merekomendasikan namamu untuk masuk daftar peserta. Sekarang aku tahu sepertinya kamu memang nggak bisa ikut.""Aku nggak nyangka," ucapku pelan di balik rasa terkejut karena perhatian yang dia tunjukkan, mataku membelalak. "Terima kasih, Remi. Itu berarti banyak bagiku. Aku

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 276

    Sudut pandang Anastasia:Aku memindai memo di layar komputerku, kata-kata "Retret Perusahaan" dan "Pembangunan Tim" langsung mencuri perhatian. Suasana kantor dipenuhi kegembiraan, rekan-rekanku mengobrol dengan antusias tentang acara liburan yang akan datang."Kamu percaya nggak sih? Seminggu penuh di Hawhi!" seru seorang wanita berambut pirang, berdiri di dekatku."Iya, 'kan? Aku bahkan sudah mulai membayangkan semua pakaian liburan yang bakal kuperlukan," sahut seorang pria dari seberang ruangan.Kegembiraan mereka yang begitu mencolok tidak berhasil menembus suasana hatiku yang suram. Hawhi? Aku memaksakan senyuman, berusaha menyembunyikan kekecewaanku. Aku tahu aku tidak akan bisa ikut karena kondisi kesehatan Amie.Ini bukan masalah yang bisa diperdebatkan, apalagi kalau menyangkut nyawa putriku. Aku akan selalu mengutamakan kepentingannya.Jari-jariku menari di atas papan ketik, mengetik pesan untuk menolak tawaran retret itu.[ Maaf, aku tidak bisa menghadiri retret perusahaan

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 275

    Selama waktu itu juga, aku memutuskan untuk kembali ke kota. Sharon sempat memprotes, bahkan memohon agar aku tetap tinggal karena dia tidak bisa meninggalkan bisnis. Namun, aku tidak bisa. Aku butuh ruang dan waktu untuk benar-benar berpikir.Namun, sebanyak apa pun waktu yang kuhabiskan untuk mempersiapkan diri atau keputusan apa pun yang kuambil, pernikahan itu tetap harus dilangsungkan. Karena sifat pernikahan yang sudah diatur ini dan dokumen yang kutandatangani dengan sadar, pernikahan itu tidak bisa dihindari.Dulu kupikir semua itu baik-baik saja. Namun, saat aku bertemu Anastasia lagi, pikiranku semakin kacau. Saat itulah aku sadar bahwa aku tidak akan pernah siap untuk pernikahan ini, apalagi untuk kembali ke hubungan yang sedang kubangun dengan Sharon.Jadi, aku melakukan satu-satunya hal yang bisa kulakukan, yaitu menghindari Sharon dan pernikahan yang semakin dekat ini dengan segala cara yang kubisa.Sekarang, Sharon yang duduk di seberang meja, menatapku tajam dari balik

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 274

    Sudut pandang Aiden:Ibuku, entah tidak menyadari senyumanku yang membeku atau memang tidak peduli, melangkah ke samping, memberi ruang bagi Sharon untuk menerima pelukan yang seharusnya untuknya.Dengan senyum lebar, Sharon melingkarkan lengannya di tubuhku. "Astaga! Aku sangat merindukanmu," ucapnya sambil menyandarkan wajahnya ke dadaku."Hmm," gumamku saat dia melepaskan pelukannya, lalu menaruh tangannya di dadaku sebelum berjinjit untuk mengecup pipiku.Entah kenapa, aku ingin menghapus bekas kecupannya dari pipiku dengan jaketku. Namun, aku menahan diri dan memberikan kecupan singkat di pipinya. Sejujurnya, aku bahkan ragu apakah bibirku benar-benar menyentuh kulitnya.Aku tetap berdiri di tempat sementara Sharon duduk dan ibuku mengambil tempat di sampingnya.Alih-alih ikut duduk, aku hanya berdiri dan memasukkan tangan ke saku. "Bu, gimana kabarmu?" tanyaku.Setidaknya, dia akan menjawab ini, mengingat dia baru saja memberikan pelukannya ke orang lain."Aku baik-baik saja, Say

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status