Sudut pandang Sydney:Dengan alis berkerut, Grace menatapku dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan langsung bertanya begitu aku menjauhkan ponsel dari telingaku, "Tadi, kamu menyebut nama Sandra?" Nama itu dia ucapkan dengan nada penuh kebencian. "Kenapa nama itu bisa muncul pas kamu ngobrol sama Mark? Tolong jelaskan padaku."Aku menaruh ponselku di meja. "Apa yang kamu simpulkan, itulah kenyataannya.""Ayolah, Sydney, jelasin. Ini nggak masuk akal.""Nah, lihat, 'kan? Tadi kamu bilang dia itu pahlawanmu," ejekku. Matanya menyipit saat dia menatapku dengan tajam. "Pahlawanmu sekarang bersama musuh lamamu, Sandra, si ratu cakar yang pernah diangkat Steven supaya dia bisa mencakar wajahmu."Grace mengerang. "Oh, tolonglah. Nggak perlu mengingatkanku soal itu."Aku tertawa kecil. "Pokoknya, mereka sedang menjalin hubungan sekarang, jadi kamu masih belum bisa mengambil hati pahlawanmu. Kamu harus tunggu sampai mereka putus." Meskipun aku terdengar tidak peduli dan memang tidak, aku teta
Sudut pandang Sydney:"Itu sih berlebihan." Aku tertawa dan duduk, sementara dia setengah bersandar di ujung meja.Bunga yang diberikan Lucas kuletakkan dengan hati-hati di atas meja, lalu aku menoleh ke arahnya. Dia menggenggam tanganku dan selama beberapa saat, kami hanya diam menikmati keheningan yang nyaman.Lalu, muncul ide untuk bertanya padanya demi memuaskan rasa penasaranku. Dia pasti tahu, ‘kan?"Kenapa Mark tiba-tiba jadi mesra banget sama Sandra?" tanyaku sambil mengernyit dalam-dalam saat menatapnya."Dari mana kamu tahu mereka mesra banget?" Dia menyipitkan mata dengan ekspresi jenaka, pura-pura curiga."Nenek Doris yang bilang. Selain itu, unggahan yang ditandai Sandra di media sosial sering muncul di mana-mana.""Hmm," gumamnya. "Kadang aku lupa kalau kamu itu cucu kesayangan Nenek Doris dan ya, ada di media sosial juga." Dia mengangkat bahunya. "Jadi begini, aku yang bujuk Nenek Doris mengatur semuanya. GT Group sudah mencapai kesuksesan finansial besar-besaran dan la
Sudut pandang Sydney:Aku mengenakan gaun hitam sederhana, dipadukan dengan sepatu hak tinggi warna nude dan tas yang senada. Aku merapikan rambutku menjadi dua bagian, membiarkannya membingkai wajahku di kedua sisi. Lucas mengenakan tuksedo hitam yang rapi, dengan kemeja nude di bawahnya. Kami sengaja memilih warna yang serasi.Aku dan Lucas berjalan ke pintu masuk acara lelang dengan bergandengan tangan. Petugas keamanan memeriksa kami menggunakan alat pemindai sebelum mengizinkan kami masuk.Begitu kami masuk, ruangan lelang sudah dipenuhi orang-orang. Kalau saja Lucas tidak memesan kursi VIP di barisan depan atas namanya, kami mungkin harus berdiri sepanjang acara. Salah satu petugas memandu kami menuju kursi kami.Saat mendekati tempat duduk, aku merasakan genggaman Lucas di tanganku menguat. Tadi perhatianku sempat teralihkan oleh keindahan karya seni yang dipamerkan, tetapi begitu aku melihat ke depan, aku sadar tempat duduk kami berada tepat di sebelah kursi Mark.Mark, yang pe
Tiba-tiba, aku merasakan angin dingin di leherku. Aku menoleh dan melihat Sandra memamerkan kipas antik yang indah itu sambil mengipas dirinya sendiri.Aku mendengus dalam hati dan berpaling. "Padahal nggak panas," bisikku pelan."Apa?" Sandra langsung menyahut. "Aku nggak dengar terlalu jelas, kamu bilang kipas ini keren, ya?"Aku mengerlingkan mataku melihat kelakuannya."Ya sudah, karena kamu ingin tahu, akan kuceritakan. Mark memenangkan lelangnya untukku sebelum kamu datang. Yang perlu kulakukan hanya bilang ke dia kalau aku mau kipas ini, kemudian dia langsung jadi penawar terakhir dengan harga 900 juta," katanya dengan nada puas seolah Mark baru saja menggali pohon berusia seratus tahun untuknya.Aku menyeringai, berpikir untuk memberitahunya bahwa Mark memberiku 1,5 miliar hanya untuk menemuiku. Aku penasaran dengan apa yang akan dia katakan, tetapi aku memutuskan untuk tidak melakukannya.Sandra berbisik lagi, "Aku yakin kamu nggak pernah lihat barang sebagus ini, 'kan?""Ngga
Saat Lucas bangkit dari tempat duduknya, dia mengulurkan tangannya kepadaku, lalu berkata, "Ngomong-ngomong, kalau kamu melihat sesuatu yang kamu suka di antara barang-barang yang dipajang, beri tahu aku, ya."Aku memberi senyuman manis padanya, "Baiklah."Saat aku meraih tangannya, tiba-tiba aku menyadari bahwa aku tidak ingin pergi begitu saja. Aku ingin memberikan sesuatu yang bisa membuat Sandra kesal.Aku menarik tangan Lucas dengan lembut, "Tunggu sebentar, ada yang ingin kubicarakan dengan Sandra." Dia menatapku dan Sandra, lalu bertanya, "Apa ada masalah?""Oh, nggak. Aku hanya ingin memberitahunya sesuatu. Sebentar."Dia menatapku sekali lagi dan mengangguk. "Baiklah." Dia menungguku saat aku bergerak sedikit menjauh, mendekati Sandra yang sudah menatapku dengan tatapan penuh kebencian."Tahu nggak apa yang akan dia katakan setelah kamu menikah dengannya?"Tatapannya seketika beralih ke Mark, lalu kembali ke diriku dengan cepat. Sepertinya dia sudah mulai tertekan dengan kata-
"Saya persembahkan keindahan yang luar biasa ini!" seru sang juru lelang yang menyadarkanku dari kepanikan."Harga dibuka mulai dari 3 miliar saja."Aku tahu juru lelang masih berbicara, tetapi pikiranku tidak bisa menangkap kata-katanya. Aku tidak bisa menghapus tatapan tajam Mark dari benakku. Memikirkannya saja membuat tanganku gemetar. Aku mengambil tas genggam dari pangkuanku dan memegangnya dengan erat. Untungnya, tanganku tidak lagi gemetar.Aku menarik napas dalam-dalam dan mendongak. Saat itu, juru lelang sedang tersenyum lebar. Mungkin seseorang telah menawar dengan harga yang lebih tinggi. Juru lelang pun membuka mulutnya untuk berbicara, tapi aku mendengar Lucas berkata, "7,5 miliar."Aku menoleh dan memelototi Lucas, "Apa?" bisikku dengan nada tinggi."Tadi aku tanya, kamu mau barang ini atau nggak? Tapi kamu nggak jawab.""Terus, kenapa barangnya kamu tawar?" Walaupun harga asli gelang itu jauh lebih mahal daripada harga yang ditawar Lucas, aku tidak mau dia membelinya."
Aku melihat-lihat deretan notifikasi, memeriksa email, dan juga berbagai pemberitahuan penting lainnya. Pada saat itulah, aku melihat panggilan tidak terjawab dari Bella. Karena sedang senggang dan berada di tempat yang sepi, aku memutuskan untuk menelepon Bella.Bella langsung mengangkatnya seolah-olah dia sudah menunggu panggilanku. Dia berkata dengan marah, "Maksud kamu apa sih?!" amuknya tanpa berbasa-basi. "Kamu berharap apa setelah ngirim itu? Aku sudah putus sama Mark. Hubungan kamu sudah kelar. Aku nggak peduli dia mau jalan sama siapa pun, ngerti? Pokoknya aku nggak peduli!""Hmm," gumamku pelan hingga membuatnya makin marah. "Kamu yakin? Kalau menilai dari kemarahanmu sekarang ... ck, ck, kedengarannya kamu masih peduli sama dia.""Heh, aku kasih tahu ya! Mendingan kamu pikirin saja urusanmu sendiri, dasar jalang! Kalau aku bilang aku nggak peduli, artinya aku nggak peduli!"Aku tertawa. Aku tertawa keras sampai harus memegangi perutku. Jika ada orang di bilik lain, mereka pa
Aku menekan sekat kamar kecil itu dengan telapak tanganku. Aku berharap sekat itu bisa menelanku saat Mark menatapku tajam tanpa berkata-kata. Kemarahan di wajahnya membuat jantungku berdebar kencang. Aku nyaris mendengar detak jantungku yang berpacu saat aku menatapnya dengan ragu-ragu dan panik."Kamu ada di toilet perempuan," kataku tak berdaya. Mungkin ucapanku akan membuatnya sadar kalau dia sedang berada di tempat yang tidak seharusnya dan segera pergi. Namun, Mark hanya menatapku tanpa ekspresi."Aku tahu," ucapnya dengan suaranya pelan seolah-olah dia sedang menahan diri untuk menyerangku.Aku menelan ludah dan pikiranku berpacu. Aku mencoba memikirkan apa yang harus aku katakan untuk memecah keheningan dan membuatnya pergi dari sini. Tatapannya makin membuatku tidak nyaman. Dia membuatku ingin berlari menjauh darinya dan membungkus diriku dengan aman dalam pelukan Lucas.Lagi pula, bukankah Lucas bilang dia akan mengawasi Mark? Mengapa dia tidak meneleponku sebelum Mark masuk
Aku menggeleng melihat dramanya. Aku menatap mereka berdua, Aiden dengan mata tertutup dan Grace yang sepenuhnya fokus padanya. Hatiku menghangat melihat mereka bersama. Aku sudah bisa merasakan bahwa Aiden akan memiliki begitu banyak dukungan dan cinta dalam hidupnya. Dia akan dikelilingi oleh itu semua, aku akan memastikannya.Senyumku perlahan memudar. Aku menggigit bibirku saat dia terlintas dalam pikiranku. Aku berkata kepada Grace, "Aku berpikir untuk pergi ke Idelia." Grace terdiam sesaat, lalu menghela napas dan terus mengayun Aiden dalam pelukannya. "Untuk apa, Sydney?" tanyanya dengan nada lelah. Aku tahu Grace sudah tahu alasanku ingin ke sana, tetapi karena dia bertanya, aku akan menjawabnya juga. "Untuk mencari Lucas." Aku merasa kecewa dan terkejut ketika setelah sebulan, Lucas tidak kembali atau bahkan menghubungiku. Berminggu penantianku berubah menjadi berbulan-bulan, dan tetap tidak ada kabar dari bajingan itu. "Kamu bercanda, 'kan?" Grace berbalik ke arahku
Beberapa bulan kemudian. Sudut pandang Sydney:"Selamat datang ke dunia ini, Aiden. Mama sangat menyayangimu," bisikku ke telinga kecilnya. Dia menyipitkan matanya padaku sebelum kembali menutupnya. Aku bertanya-tanya apakah dia mendengarku, apakah dia bisa merasakan dan mengetahui bahwa dia berada dalam pelukan ibunya. Mataku mulai berkaca-kaca, dipenuhi air mata kebahagiaan saat aku membelai pipi putraku. Hanya dengan berpikir bahwa dia adalah milikku, hatiku langsung dipenuhi dengan begitu banyak cinta dan kebahagiaan. Astaga, dia terlihat begitu polos. Terlalu suci untuk dunia ini. Tanpa kesulitan apa pun, aku berhasil melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat di rumah sakit yang sama saat aku pertama kali mengetahui bahwa aku hamil. Aku tersenyum. Beberapa bulan terakhir ini benar-benar penuh dengan banyak hal. Bulan-bulan yang dipenuhi dengan gejolak emosi, bulan-bulan di mana aku menerima dukungan dan cinta, bahkan dari orang-orang yang tidak aku duga. Sebenarnya, beb
Aku berbalik dan melihat bangku yang selalu ada di sana, di ujung kedai kopi di sebelah gedung GT Group. Syukurlah, tidak ada orang di sana. Aku langsung berjalan mendekat dan perlahan duduk di kursi itu. Mataku terfokus ke kejauhan, tetapi pikiranku ke mana-mana, dipenuhi dengan keraguan dan ketakutan. Tak lama kemudian, mobil Grace muncul. Syukurlah, aku tidak perlu berteriak memanggil namanya atau berjalan kembali ke depan gedung GT Group karena dia sudah melihatku duduk di sana. Dia mengangguk dan menghentikan mobilnya. Aku berdiri dengan lemas, membuka pintu yang sudah setengah terbuka oleh Grace, lalu naik ke dalam mobil dan duduk di sebelahnya. Tak ada satu kata pun yang terucap saat Grace mengarahkan mobilnya ke tempat parkir GT Group dan berbalik arah. Saat dia mengemudi menuju apartemen, aku tetap menatap jendela di sampingku. Tetapi aku bisa merasakan tatapan Grace yang terus mengarah padaku. Akhirnya, dia memecah keheningan dengan suara lembut, "Kamu mau bicara te
Sudut pandang Sydney:Mark tampak membeku di tempat. Tangannya yang memegang korek api tetap berada di ujung rokok yang masih terselip di antara bibirnya saat dia menatapku, atau lebih tepatnya, saat dia ternganga menatapku.Tangannya terkulai ke samping. Ucapannya dipenuhi oleh ketidakpercayaan. "Kamu nggak bercanda."Aku menatapnya kosong. Sejak kapan kami menjadi sahabat karib sampai-sampai aku harus membuat lelucon seperti itu? Pikirku. Dia pasti berpikiran sama karena dia menggelengkan kepala dan kami hanya saling menatap seperti itu selama beberapa saat.Tiba-tiba, Mark tampaknya memahamiku saat dia dengan cepat menyimpan rokok dan korek api ke sakunya.Dia tampak khawatir, sedikit panik saat melangkah mendekat. Tatapannya beralih dari lorong ke wajahku. Aku penasaran, sedikit geli di tengah semua kekacauan emosional ini, apakah dia akan lari. Apakah pembicaraan tentang bayi atau pemandangan wanita hamil membuatnya begitu takut?Sebaliknya, Mark melangkah maju dan bertanya dengan
Apa maksudnya ini? Apakah aku dicampakkan lagi? Setelah akhirnya aku menemukan pria impianku, sekarang harus begini? Setelah begitu banyak ucapan "aku nggak akan pernah melepaskanmu lagi" darinya?Lucas memasukkan tangannya ke saku. Meskipun dia berdiri tidak jauh dariku, aku bisa melihatnya menjauh dariku.Lucas mengangguk dan menatap mataku sambil menjawab, "Ya, aku akan kembali sendiri. Kalau aku berhasil, aku akan menghubungimu.""Kalau!" kataku tidak percaya. "Apa-apaan ini, Lucas?" Suaraku bergetar. "Semacam kesepakatan bisnis?"Dia membuang muka dan aku ingin memegang wajahnya, menatap matanya dan melihat bahwa dia bercanda. Dia akan tertawa terbahak-bahak dan aku juga. Kemudian, dia akan menciumku dan kami akan pulang. Namun, aku tidak bisa memegang wajahnya dan menatap matanya karena semua itu tidak akan terjadi kecuali dalam khayalanku.Aku menelan ludah dan melangkah maju. Meskipun hatiku hancur dan yang ingin kulakukan hanyalah berlari menyusuri lorong, mencari toilet, dan
Sudut pandang Sydney:Aku mengerutkan kening saat melihat jam. Aku tidak menyangka Lucas akan terlibat dalam diskusi masalah keluarga sampai aku melihat punggungnya menghilang di balik pintu yang menutup rapat.Aku memutuskan untuk menunggu di pintu ruang konferensi. Aku mondar-mandir di lorong, berkeliaran di pintu, tetapi Lucas masih belum keluar.Tiba-tiba, pintu didorong terbuka dengan paksa dan Lucas keluar dengan langkah lebar. Dia tampak marah karena dia berjalan dengan entakan yang sangat kuat."Lucas," panggilku, tetapi dia tidak berhenti.Aku mengejarnya. Ketika aku berada sejauh satu lengan di belakangnya, aku mengulurkan tangan dan meraih bahunya. "Berhentilah."Lucas berhenti berjalan dan aku segera berjalan ke hadapannya. Sorot matanya acuh tak acuh saat dia menatapku dan jantungku berdebar sedikit karena takut. Takut apa?"Maaf, aku nggak memilih untuk mendukungmu.""Aku sudah bilang agar kamu tetap diam dan kita sepakat bahwa kamu akan melakukannya," ucapnya dengan suar
Seiring berjalannya waktu, detektif swastaku menemukan informasi lebih lanjut. Rupanya, Lucas telah merencanakan untuk memicu kecelakaan mobil pada hari pertunanganku, kecelakaan yang pasti akan merenggut nyawaku dan menyingkirkanku sepenuhnya.Kami menemukan bahwa Lucas berencana memanfaatkan kematianku untuk menggantikan posisiku sebagai tunangan Sandra, lalu dia akan menguasai GT Group.Sejujurnya, aku terkejut. Aku bertanya-tanya mengapa Lucas bersama Sydney, terus mengikuti Sydney, padahal dia bermaksud menikahi orang lain. Meskipun belum mendengar bahwa Lucas telah menikah dengan Sandra, aku merasa puas bahwa wanita jalang itu telah keluar dari hidupku.Sebenarnya, rencanaku seperti sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.Aku juga membantu ibuku menghilangkan kecanduannya pada perjudian. Kemudian, ini menjadi permainan untuk mengungkap Lucas. Namun, sebagian dari diriku masih merasa bahwa ibuku mungkin masih kecanduan pada perjudian.Selain itu, ibuku sangat marah ket
Sudut pandang Mark:Aku menahan keinginan untuk menyeringai saat Sydney memutuskan untuk menggabungkan sahamnya dengan sahamku.Andai saja Sydney tahu.Aku tersenyum saat mengukur simpati di mata Sydney, kerutan alisnya saat dia menatap Lucas dan aku.Aku menoleh ke arah pemegang saham lain dengan wajah serius dan mengumumkan kedaulatanku. Jika mereka pikir bisa menyingkirkanku dengan mudah, mereka telah salah, salah besar.Semua itu berkat sedikit kesabaran. Lucas tidak akan mengungkapkan niatnya yang sebenarnya kepada semua orang jika aku tidak tetap sabar, duduk santai, dan melihatnya mempermainkan kami semua.Sejak Lucas kembali, aku terus mengawasinya. Aku tidak akan peduli sama sekali dengan pria acak yang jatuh dari langit dan mulai mengaku sebagai pamanku yang menyebalkan, tetapi ternyata kedua wanita dalam hidupku memujanya.Nenek Doris, aku bisa mengatasinya, tetapi Sydney? Tidak. Sungguh menyebalkan bagaimana Sydney berada di dekat Lucas malam itu, lalu menganggapku hilang d
Keheningan menyelimuti ruangan itu, menyelimuti seluruh ruangan seperti selimut tebal. Orang-orang saling berpandangan sebelum akhirnya menatap Lucas.Aku menatap ekspresi Lucas yang tidak terduga dan bertanya-tanya alasannya melakukan semua ini. Apa perlunya kekuasaan yang ingin dia dapatkan itu? Mengapa dia harus membalas dendam setelah memaafkan mereka? Apakah dia sudah menunggu selama ini sampai Nenek Doris tidak ada sebelum dia bertindak?Aku mendesah. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari pria yang berbicara kepada semua orang ini. Matanya menunjukkan keinginannya agar semua orang mengangkat tangan dan memilih untuk mendukungnya. Dia tampak terlalu asing, terlalu kejam. Di mana Lucas yang berhati lembut? Orang yang mengangkat bahu dan mengatakan "semuanya sudah menjadi masa lalu" itu.Sebuah tangan perlahan terangkat ke udara dan semua kepala menoleh ke pria yang mengangkat tangan itu. Hampir sedetik kemudian, satu orang lain mengangkat tangannya, memberikan suara dukungan.