" nah ,ini nih cewek yang kemarin saya ajak ngobrol ?" Albi berjongkok degan Ridwan.
" Kirain..." kini wajah muram Ridwan terlihat.
" Gak usah di tekuk tuh muka ! Masih sama tetep jelek ! " Ledek Albi dengan polos.
" Nah,bener gini bi,pagi- pagi biasakan datang kesini !" Albi seolah terus menagih rasa gorengan yang di buat Bi Ijah.
" Iya den..." Jawab Bi Ijah dengan senang.
Mereka pun memakan gorengan sebagai menu sarapan mereka di pagi hari..
Kini Albi sudah terbiasa dengan hidup nya sekarang dan sudah meninggalkan kebiasaan lamanya mewah tapi menipu dirinya sendiri.
Setelah menyelesaikan sarapan paginya mereka pun kembali bekerja mengambil peralatan pertukangan .
Albi kembali lagi pada Bi Ijah dan bertanya menanyakan alamat rumah Bi Ijah .
" Bi...sekarang bibi tinggal dimana ?" Tanya Albi yang masih penasaran.
" Bibi tinggal di perkampungan belakang komplek ini den ..." Jawab Bibi ramah.
" Jangan panggil Aden...panggil nama saja ..Albi " Albi enggan memakai panggilan Aden untuk dirinya karena mengingatkan sosok Pak Kimin dan Bi Rokayah.
Sebutan Aden ia tanggalkan karena baginya sebutan itu sebuah kepalsuan.
Albi masih sibuk dengan kegiatannya sebagai kuli bangunan dan di kediaman Hari sedang sibuk menghubungi teman-teman Albi yang tertera di kontak ponselnya.
Hari sibuk menghubungi sana sini namun hasilnya nihil tak ada satu pun teman Albi yang mengetahui keberadaan anaknya itu.
" Mau jadi pembangkang dia rupanya !" Emosi Hari meledak .
" Kita lihat saja siapa yang menang !"
_-_-_-_-
Paman Edo tak di perbolehkan menginap di hotel oleh Rama ayah kandung Zahra.
Karena bagi mereka jika keluarga Edo menginap di hotel maka suasana akrab layaknya adik dan kakak tak akan sehangat seperti sekarang ini.
"Mas...kamu gak kerja ?" Tanya Edo.
" Sama kaya kamu ikut cuti juga !" Jawab Rama .
" Ayah udah gak ngantor lagi " tiba-tiba Zahra masuk dan ikut duduk bersama mereka.
" Ayah punya bisnis sendiri bangun usaha sendiri "tambah Zahra.
" Ayah buka bengkel motor " tambahnya lagi.
"Bosan saya duduk di kursi terus ! Mending gini deh ! Cuti dan kerja sesuka hati saja !" Rama berbicara karena merasakan kejenuhan bekerja di perusahaan milik orang lain.
" Kamu kapan mau pensiun dini atau mau tunggu sampai dapat gelar jenderal" tanya Rama pada adiknya.
" Wah...belum mikir lepas jabatan yang yang sekarang nih " jawab Edo yang belum terlalu berpikir ke arah bisnis.
" Kalau ada duit nganggur mah do...bangun usaha kos-kosan biar kamu udah cape nanti gak pusing bikin dapur ngebul !" Saran Rama.
" Bener juga ! Duit ada sih kalau di gabung sama penghasilan isteri " jawab Edo .
" Nyari lahan di mana ? Belum kepikir tuh tempatnya di mana ?" Edo masih bingung.
" Kalau bisa sih di tanah Jawa do ...kamu kan dari tanah Jawa" saran Rama kembali.
" Iya benar sekalian nanti kalian yang urus deh semuanya !" Edo mempercayakan semuanya pada Rama kakaknya.
" Mumpung masih di sini nanti sore keliling saja siapa tahu ada lahan yang cocok !" Rama mengajak Edo untuk bisa menentukan lahannya sendiri.
" Benar jalan sore aja ! Sudah lima tahun juga gak pernah jalan keliling lagi " ucap Edo.
" Ya,sudah sekarang makan siang dulu deh !" Ajak Rama.
"Zahra Kamu gak pergi kuliah ?" Tanya sang paman .
" Percuma pergi ke kampus juga ! Lihat di grup WA dosennya sakit ! "Jawab Zahra.
" Kan,ada ASDOS jangan bikin alasan untuk bolos deh " jawab sang paman.
" Hehe...lebih asyik belajar sama DOSEN langsung !" Zahra sedang gak mood untuk pergi ke kampusnya.
" Ok ! Kali ini di maafin ! Lain kali ,jangan bikin alasan apapun.
" Sekali-kali nongkrong di rumah gitu " jawab Zahra dengan senyum yang di paksakan takut kalau sang paman ikut menceramahinya.
" Ingat...kalau pun harus bolos tapi tetap belajarnya harus jalan terus ! Waktu belajar yang harusnya di kampus sekarang ganti di rumah !" Sang paman menasehati keponakannya demi kebaikannya.
"Sekarang harus belajar ! Maaf gak bisa dong om ! Perut minta di isi dulu ! Mana bisa mikir kalau di serang cacing yang ada buntu semua !" Jawab Zahra.
" Terus mau kapan belajarnya !" Tanya Rama sang ayah.
" Malam aja yah ! Boleh ya ! Sore kan mau ikut nyari lahan ! Itung - itung cuci mata !" Zahra mengiba pada kedua orang dewasa di hadapannya.
" Terserahlah ! Makin di atur,makin ngawur ! "Ayah Rama enggan berbelit lagi dengan anaknya.
" Yey ... Makasih ayah " kemudian Zahra memeluk dan menciumi pipi ayahnya.
_-_-_-
"Mau kemana bro...sore begini tumben kinclong tuh wajah !" Ridwan merasa heran dengan tingkah Albi.
" Yey...mau ngapel dong ! Gue kan masih laku ! Gak bulukan kayak lu nyantai di kosan melulu !" Jawab Albi asal.
" Boleh ikut ?" Tanya Ridwan.
" Nggak ! No...!" Jawab Albi tegas.
" Ini acara pribadi gak ada bonus bawa satpam kaya lu ya !" Albi yang enngan di ketahui Ridwan tentang niatannya.
" Gimana gak bulukan coba ! Yang di tempelin temannya model lu ! Nyesel ya lu punya teman kaya gue !" Ridwan mulai merasa kesal.
" Ah...terserah deh mau ngomong apa ? Ini bukan soal cinta atau soal cewek seperti yang ada di dalam pikiranmu itu ! Tapi ini soal harga diri seorang "lelaki" paham !" Albi menjelaskan dengan detail takut kalau Ridwan menjadi salah paham.
" Itu bibir gak usah dimanyunin gitu! tetap aja jeleknya gak berubah !" Albi berkata tanda ia hanya sedang bergurau.
" Udah ya ! Gue pergi dulu ! Bye "Albi pun berlalu membuka pintu.
Albi berjalan seorang diri menyusuri rumah- rumah perkampungan yang berjejer.
Saat ini hanya kaki yang bisa ia langkahkan demi mengembalikan harga diri di mata hukum.
Tekadnya sudah kuat ! Walaupun ia sendiri masih bingung tentang cara yang harus di tempuh agar identitasnya kembali menjadi anak Ibu Ningsih dan Pak Wawan kedua orang tua kandungnya.
Dalam hati Albi masing menimang dan berpikir panjang jika proses hukum harus di laluinya.
Ia pun,tak serta merta masih menggali tentang dampak dari proses hukum tersebut mengingat sosok Hari dan Tia yang sudah membesarkannya.
Albi masih bisa berpikir jernih konsekuensi nanti yang akan di dapatnya bila masih memakai identitas yang palsu.
" Data boleh palsu ! Tapi,hati gak bisa di palsukan "batin Albi bermonolog agar ia kuat menghadapinya.
"Cari siapa ? " Tanya salah satu warga yang kebetulan sedang menyapu di gang dan membuyarkan lamunan Albi.
" Maaf,boleh tanya ?'' tanya Albi pada salah satu warga dengan sopan.
"Boleh ! Tanya apa ya ?" jawab warga tersebut dengan ramah.
"Tahu rumah Bi Ijah yang suka keliling dagang gorengan ?" Tanya Albi lagi.
" Oh masih terus lurus dari sini ! Nanti, ada dua belokkan ! Belok kiri aja ! Rumahnya di ujung !
Albi pun masih terus berjalan mengikuti arahan warga yang tadi di temuinya. Hingga ia menemukan rumah yang di tujunya. "Rumahnya bagus ! Tapi,kenapa Bi Ijah masih berjualan keliling ya ! Mungkin ia punya alasan sendiri" Albi berbicara dalam hati karena merasa heran. Dilihatnya Bi Ijah sedang mengawasi beberapa cucu-cucunya di sekitaran teras rumahnya. " Assalammu'alaikum " sapa Albi dengan ramah . "Wa'alaikum salam " jawab Bi Ijah dengan ramah. "Eh...nak Albi ayo,sini masuk !"Bi Ijah dengan ramah mempersilahkan tamunya masuk. "Ganggu gak bi" tanya Albi pelan takut kalau kedatangannya mengganggu yang punya rumah. "Nggak ganggu ! Bibi senang nak Albi mau berkunjung kesini !" Jawab kembali Bi Ijah dengan ramah. "Sana...main sama yang lain dulu !" Bi ijah menyuruh cucu-cucunya
" jadilah pemberontak yang baik ! Pemberontak yang tak merugikan banyak pihak ! Ingat meski kamu di lahirkan oleh orang tuamu tapi Hari dan Tia juga punya jasa yang besar dalam membesarkan dan nerawatmu ! Teruslah berjuang untuk mendapatkan hak mu mengembalikan data orang tuamu !namun perlu di ingat jangan sampai ada yang terluka ! Tugasmu berat nak !" " Aku tahu Bi," jawab Albi. " Bagaimana cara aku terpisah dari keluarga kandungku sendiri Bi ! Ceritakanlah yang sebenarnya bi ! Aku mohon ! " Pertanyaan Albi yang mengharapkan sebuah kejujuran seorang Bi Ijah. " Caranya yang salah karena sang nenek yang terlalu ikut campur dalam keluarga Ningsih yang sudah menikah !" " Hari tak kunjung di karuniai anak karena dia memberikan luka pada Ningsih Ibumu !" " Hari berdosa !" " Kenapa Bi ? "Tanya Albi kembali .
Zahra masih belum bisa memejamkan matanya begitu pun dengan Albi. Akhirnya Albi lah yang memutuskan untuk berkirim pesan menyapa Zahra terlebih dahulu. " PING " Albi mengirim pesan pada Zahra dan mengetes sudah tidur atau belum. Ternyata Zahra belum tidur juga terdengar dari bunyi pesan WA masuk. " PING juga " balasan dari Zahra. " Tadi nyariin kesini ada apa ? Aku tadi keluar ada sesuatu yang penting !" Pesan dari Albi untuk Zahra. " Tadinya mau nagih janji buat di traktir! Eh...tahunya yang janjiinya sedang keluar ! Ya,udah balik kanan lagi aja !" Jawaban pesan dari Zahra yang di baca Albi. '' besok sore aja ! Gimana ? Itu juga kalau kamu nya gak sibuk !" Pesan dari Albi. ''ya,udah entar aku samperin ke sana deh! Bakal ngilang lagi gak !" Tanya Zahra kembali. " Nggak lah ! Kan
"Alhamdulillah...kenyang " Albi bersendawa." Mau tambah lagi ?" Tanya Albi sambil menaruh mangkuknya.Mereka berdua menyantap mie ayam buatan mas Supar di pinggir jalan.Hanya sandal yang bisa di jadikan alas untuk duduk .Albi mengira Zahra enggan atau menolaknya makan di tempat seperti ini karena dari tampilannya terlihat Zahra bukanlah anak dari kalangan biasa."Ini juga udah kenyang " jawab Zahra." Kamu sering kesini ?" Tanya Zahra sambil menaruh mangkuknya di bawah." Saat berstatus mahasiswa sih tiap hari kesini sampai sore terus pulang ke rumah magrib "" Walaupun tempat ini rame banyak mobil dan motor melintas tapi aku ngerasa tenang aja di sini ..." Albi belum menyelesaikan kalimatnya namun,Zahra sudah menyelanya." Tempat sebising ini kamu bilang tenang ! Atau jangan-jangan kamu salah minum ob
Tiga hari lamanya Bi Ijah tak berjualan seperti biasanya. "Hei...mau kemana lagi " Ridwan bertanya karena melihat Albi yang tergesa-gesa " Nyari angin " jawab Albi sambil berlalu menutup pintu. " Teman gak ada akhlak ... Nyari angin sendiri ! Gak di ajak lagi ! Asem deh ngobrol sendiri !" Gerutu Ridwan yang kesal karena tak pernah di ajak keluar. Albi berjalan kaki ke tempat Bi Ijah namun sayang hatinya bergetar dan langkah kakinya terhenti saat para warga,baru saja memulai acara tahlilan. " Siapa yang meninggal ? " Tanyanya dalam hati. " Jangan...jangan..." Antara yakin dan ragu ia menjawab pertanyaan dirinya sendiri. Albi pun ikut duduk bersama para warga dan ikut membacakan surat Yasin. Setelah acara selesai barulah Albi mendengar obrolan para warga. " Mudah-mudahan amal
Albi tak pernah bisa memilih antara Bi Sari ataupun Zahra.Zahra masih dalam mode ngambeknya." Sekali-kali dia lah yang cari saya ! " Zahra membalikkan ponsel miliknya agar tak terlihat lagi nama Albi.Keesokkan paginya Albi masih sibuk memeriksa pesan atau panggilan masuk dari Zahra.namun,tak ada satupun balasan chat atau panggilan balik dari Zahra.Kini Albi sendiri yang merasa bingung." Gak biasanya dia seperti ini ! Apa aku salah ya !" Albi sejenak berpikir." Ah...sudahlah " Albi menaruh kembali ponsel ke dalam sakunya." Ayo..." Ajak Ridwan setelah memakai sepatunya.Saran dari Zahra untuk membuat nasi sendiri kini Albi terapkan sendiri dalam hidupnya.Ia pun berbagi nasi dengan Ridwan teman sekamarnya.Awalnya Albi kesulitan menakar air untuk menanak nasi karena
Zahra tak mau berburuk sangka pada Albi dan ia pun memutuskan untuk membalas chat dari Albi. "Hari Minggu jangan kemana - mana !" Pesan untuk Albi. Ada rasa bahagia pada diri Albi karena Zahra membalas pesannya walaupun dalam hatinya ia masih mempertanyakan tentang solusi dari permasalahan yang di hadapinya kini. "Hari Senin sampai Sabtu jangan ganggu aku !" Pesan nya lagi untuk Albi. " Ok " jawab Albi singkat. Zahra menganggap agar Albi bisa bersama Sari teman barunya dan dengan dirinya hanya di waktu hari Minggu saja. Ada renncana yang ingin segera ia praktekan pada Albi. " Mudah-mudahan berhasil " gumam Zahra. " Harus berhasil " Zahra berbicara dalam hati untuk menyemangati dirinya. Ia bukanlah sosok gadis yang gampang menyerah sebelum mencapai target yang
Sepasang suami isteri yang tak lain Hari dan Tia berkunjung dengan pintu yang terus di gedor-gedor seperti tak ada akhlak seolah Ningsih dan Wawan sedang menyembunyikan harta Karun miliknya.Ningsih tidak berjalan ke arah pintu utama di mana Hari dan Tia masih menggedor-gedor pintu rumahnya.Ia lebih memilih masuk ke dapur dan menyembunyikan di dalam wadah tempat beras yang di berikan Albi lewat Zahra" Sebentar..." Jawab Ningsih sopan sambil berjalan dan membukakan pintu." Saya tidak mau berbasa basi mana Albi ?" Tanya Tia dengan angkuh.Hari memaksa berjalan memasuki rumah tanpa permisi pada tuan rumahnya.Sorot matanya terus mengitari sekeliling tempat itu dan hasilnya masih tetap nihil.Hingga Hari merasa curiga pada Zahra yang sedang berkunjung ke rumah itu." Siapa kamu ?" Matanya kini menyoroti Zahra.Z
Selesai melaksanakan ijab qobul dan resepsi mereka menikmati bulan madu selama satu Minggu. " Masih,sisa satu Minggu lagi nih ! Aku kan cuti dua Minggu jadi gimana kalau mulai petsiapan pindah ke rumah dinas ?" Tanya Albi pada Zahra. " Ya,sudah ayo " Zahra mengiyakan ajakan suaminya. Mereka berdua pun menyempatkan diri untuk berbelanja kebutuhan terlebih dahulu untuk bisa memenuhi kehidupan mereka nantinya di sana. " Ayo" Albi mengajak Zahra untuk masuk. " Maaf,ya untuk sementara waktu tinggal dulu di rumah dinas dulub! Bukannya gak pengen punya rumah sendiri tapi terkadang tugas saya sebagai prajurit bisa di pindahkan sewaktu-waktu !" Albi menjelaskan agar Zahra tidak salah paham nantinya. " Iya,aku paham " Zahra memasukkan semua belanjaan ke dalam kulkas dan mulai menata barang - batang yang di belinya
Sekarang waktunya untuk menjalani prosedur nikah kantor.semua di lalui Zahra dengan hati yang dah Dig dug der. Bertemu dengan banyak orang bukanlah hal baru tapi jika mengurus sesuatu yang menyangkut dengan masa depan inilah yang harus di hadapinya sekarang bersama Albi. "Gimana,capek ?" Tanya Albi. " Iyasih capek ! Tapi,ya mau gimana lagi !aturan nya sudah begini ! Mau gak mau ya harus di lewati !" Jawab Zahra dengan rasa lelahnya. " Nyesel gak ?" Albi bertanya takut saja kalau Zahra merasa menyesal harus melewati prosedur seperti ini. " Anggap saja saya sedang menyusun skripsi !" Zahra menjawab demikian karena teringat dengan harus mengumpulkan beberapa berkas dan masuk ruangan sana sini. " Kalau,ditanya nanti tolong jangan bilang saya punya usaha sendiri ya Bi...!" Pinta Zahra. " Tergantung ! Alasannya apa
" berapa nominal yang biasa kamu setor per bulannya ?" Tanya Zahra. " Biasanya sih........!" Albi membisikkan nominal jumlahnya. " Karena tadinya usaha yang saya bangun tersebut awalnya hanya buat mengusir rasa kebosanan saja selepas dinas !" Albi mengingat awal usahanya di bangun. " Kenapa merasa bosan dengan dunia militer ?" Tanya Zahra. " Ya,bosan saja ! Karena saat tinggal di dalam asrama banyak ibu - ibu untuk menjodohkan saya ! Setiap hari harus menghindari mereka semua ! Ya,menghindar terus kan percuma juga ! Dari pada melakukan hal yang gak benar mendingan bikin usaha biar fokus saja gak suntuk gitu !" Albi mulai membuka masa lalunya. " Memang,di sana kamu gak pacaran gitu ?" Tanya Zahra dengan polosnya karena penasaran Albi memiliki mantan atau tidak. " Kalau yang ngejar saya sih banyak ! Cuman masalahnya saya yang pengen ngejar kamu ! Tapi,waktu itu ka
" jadi selama ini kamu mencemburui Sari ! Tanpa tahu Sari itu siapa ?" Pertanyaan dari Albi yang mengintimidasi Zahra langsung. " Karena , kamu yang bilang sendiri ! Sari dan saya sama pentingnya dalam hidup kamu !" Zahra kembali mempertegas kalimatnya. " Kamu tahu siapa itu Sari ?" Tanya Albi untuk memastikan. " Tidak tahu " jawab Zahra . " Sekarang diam dan jangan menyela !" Albi ingin agar saat dirinya bicara tidak ada yang menyelanya. " Sari dan Zahra sama pentingnya dalam hidup saya ! Mereka berdua hadir dan memberi saya motivasi untuk bisa melanjutkan hidup kembali dan menasehati saya agar tidak menyakiti banyak orang ! Terutama menyangkut keluarga !" " Sari yang kamu maksud adalah ibu kandung dari Azizah isteri dari Ridwan" "Terus kenapa kamu waktu itu kirim pesan ! Dan dalam ketikan jelas sekali menuli
Siang ini pesawat Albi akan berangkat pukul 02.00. Albi masih memiliki waktu di rumah keluarga kandungnya selama lima jam lagi sebelum ia benar - benar pergi ke pulau seberang lagi. " Kak,nanti di anterin siapa ?" Tanya sang adik. " Biasa...sendiri juga jadi !" Jawab Albi dengan santai. " Berarti sebelum berangkat ! Kita makan di luar dulu ya !" Pinta sang adik. " Di rumah juga bisa dek !" Albi sedang malas. " Ya,ini kan beda moment nya beda ! Kakak jarang ada di rumah juga ! Kan kakak cuti dua Minggu ! Ini baru juga tiga hari ! Kok,sudah mau balik lagi ?" Sang adik merasa heran. " Ada tugas dadakan ! " Jawab Albi dengan biasa padahal sebenarnya dia sedang berbohong . " Berarti nanti siang bisa kan ! Itung - itung makan siang juga ! Sebelum pergi lagi !" Pinta sang adik dengan manja. &nbs
" jadi maksudmu ? Kamu cemburu ?" Tanya Rama sekali lagi. " Jujur iya ! Dan Albi sangat membanggakan Sari ! Terbukti saat tadi siang Albi datang ke toko Zahra dan ia masih tetap membahas Sari ! Jika Sari memang lebih penting dalam hidupnya ! Maka Zahra lebih baik mundur ! Dan Albi selalu bilang bahwa Sari dan Saya sama pentingnya !" Zahra bercerita lagi. " Mungkin Sari itu ibunya " Rama menengahi arah pembicaraan Zahra. " Sari bukan ibu nya Albi ! Zahra tahu semua keluarga Albi entah itu ibunya,ayahnya ataupun adiknya ! Zahra tahu semua ! Bahkan cerita Albi yang identitasnya di palsukan semua ! Itu ulah keluarga besarnya !" Zahra bercerita lagi. " Kamu,sudah selidiki siapa itu Sari ?" Tanya Rama. Zahra hanya menggelengkan kepalanya. " Ya,sudah tidak usah di pikirkan lagi ! Jika memang bukan jodohmu ! Ayah juga tidak akan memaksamu untuk menerima A
Ningsih dan Wawan kembali lagi ke rumah mereka dan mereka melihat ke empat pengawal yang khusus yang di kirim Albi tinggal percis di seberang rumah mereka. " Kalau ada apa - apa ! Jangan sungkan ! Kalau mendesak berteriak lah ! Rumah kalian sudah di pasang kamera cctv !" Salah satu pengawal berucap tegas. " Ya,sudah istirahat saja dulu !" Titah Wawan kepada ke empat pengawalnya. Albi sebenarnya sudah tahu laporan dari para pengawalnya mengenai Ini Tia dan Hari namun,Albi belumbisa beranjak dari tempat Zahra karena urusannya dengan gadis itu masihnwlum selesai. Beruntung Albi meletakkan para pengawalnya di depan rumah keluarga kandungnya untuk menghalau sesuatu yang tidak di inginkan !mengingat dirinya harus berdinas luar yang jauh dari pantauan matanya. Albi masih belum bisa melepaskan Zahra begitu saja dan ia berpikir untuk datang ke rumah Zahra.
Ningsih dan Wawan pergi ke rumah sakit di jam yang sama saat Albi hendak keluar rumah untuk urusan Zahra. Wawan dan Ningsih masih terus dalam pengawasan melalui orang suruhan Albi dan Albi memerintahkan untuk selalu tetap waspada mengingat kelicikan Tia dan Hari sudah tidak perlu di ragukan lagi. Wawan dan Ningsih masih menikmati perjalanan selama enam puluh menit lamanya karena mereka sengaja tidak tinggal dalam satu kota bersama dengan kota yang di tempati Hari dan Tia. Manik mata Wawan terus mengawasi orang di samping dan kanan kiri mobilnya dan ia melihat dua motor yang sedari tadi terus bersamaan dengan dirinya melaju di jalanan. Insting seorang lelaki selalu benar jika ada orang yang terus mengawasi mereka namun,Wawan masih bersikap santai saja karena ia tidak ingin membuat sang isteri cemas dengan keadaan sekitarnya. Saat sampai di rumah sakit Wawan dan Hari berg
Albi menjadi pusat perhatian para pengunjung dan itu membuat Zahra semakin kesal. Albi tahu jika kehadirannya sangat tidak di inginkan oleh Zahra namun,ia tidak ingin menumpuk masalah yang sudah bertahun - tahun terutama mengenai Sari yang dialah artikan oleh Zahra karena saat Albi sebelum masuk ke dunia militer lewat Bi Sari lah Albi bisa mendapatkan info tentang perlakuan keluarga besarnya terhadap keluarga kandungnya. Zahra lebih memilih fokus mengeluarkan baju dari gudang untuk di masukkan ke dalam keranjang yang sudah tersedia. Albi membantu Zara dengan melobby para pengunjung yang datang ke toko Zahra dan pada hari itu juga toko Zahra menjadi ramai sekali dan mendapatkan omset yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Jika saja kesalah pahaman itu tidak pernah terjadi maka dapat di pastikan Albi dan Zahra pasti sudah bersatu bahkan mungkin udah pnya anak di tengah - tengah mereka.