Aku mengangguk, ajakan Emak merupakan titah bagiku. Kalau tidak dituruti bisa merepet berhari-hari. Aku memboncengkan Emak. Dengan mengendarai motor secara santai. Tidak ada komentar sedikitpun tentang Mella.Sampai di depan rumah Emak, aku berhenti dan Emak pun turun. Tanpa basa-basi langsung ngeloyor masuk ke rumah. Bapak yang duduk di teras tidak disapanya sama sekali. Dasar Emak aneh."Kok cepat pulangnya, Bu?" tanya Warti."Emak mengajak pulang.""Tadi Emak berangkat bareng Mbak Mella kan? Kemana Mbak Mella?" tanya Warti lagi."Lagi asyik nyanyi di panggung," jawab Minah sambil menunjukkan hpnya padaku."Wah ada yang sedang siaran langsung, MasyaAllah, Mbak Mella jogetnya hot sekali. Pakaiannya persis biduan hihi," sahut Warti."Mungkin Emak marah dengan kelakuan Mella, makanya Emak mengajak pulang cepat," ucapku."Mungkin juga Bu," kata Warti."Bakalan terjadi perang Bu, antara Mak Amir dan Mella. Pasti seru!" seloroh Minah."Hus, kamu ini bisa saja," ujarku."Bu, tuh lihat, Mba
Kejadian kemarin benar-benar memukul perasaan Emak. Emak tekanan darahnya naik lagi. Tadi sudah diperiksa oleh Bu Bidan dan Emak di kasih obat. "Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam ketika aku masuk ke rumah Emak."Waalaikumsalam, masuk Nov!" kata Bapak.Hari ini aku mengantarkan sayur dan lauk untuk Emak dan Bapak, juga anak-anak. Biasanya Mella juga ikut nebeng makan. Dia memang jarang masak, mengandalkan kiriman masakan dariku. Kalau aku sih tidak masalah ia mau ikut makan. Asalkan jangan mencela masakanku. Yang kurang asin, terlalu manis, kurang matang dan sebagainya. Selalu mengomentari masakanku, tapi tetap ikut makan juga. Dasar nggak punya malu."Emak sudah makan, Pak?" tanyaku pada Bapak."Belum, tadi cuma makan roti," ucap Bapak."Ya sudah, saya antar makanan ke Emak dulu, ya Pak?" Bapak mengangguk. Aku segera menuju kamar Emak, tampak Emak sedang tiduran tapi tidak memejamkan mata."Mak, makan dulu, ya? Mau saya suapin?" tanyaku menawarkan diri."Nggak usah, taruh situ
Sudah beberapa hari ini suasana di rumah dan warung terasa tenang. Tidak ada huru hara lagi, karena biang keroknya pergi. Ya, Mella ikut Deni tinggal di perkebunan. Bagi yang sudah berkeluarga, mereka mendapat tempat tinggal berupa rumah semi permanen. Kalau masih lajang, tinggalnya di mess perusahaan. Sebenarnya Mella tidak mau ikut Deni, tapi Emak dan Bapak memaksa Mella ikut. Akhirnya, dengan terpaksa, Mella pun pergi ke perkebunan. Jarak dengan rumah Emak hanya dua jam perjalanan, kalau cuaca terang. Tapi kalau musim penghujan, yang tinggal di perkebunan tidak bisa keluar dari situ. Begitu juga sebaliknya, yang dari luar tidak bisa masuk ke perkebunan. Karena akses jalannya yang berlumpur, mirip kubangan kerbau. Hanya kendaraan besar semacam Fuso yang bisa lewat.Emak pun sekarang sudah agak baik denganku. Aku bilang agak, karena kadang-kadang masih suka ketus kalau berbicara denganku. Tapi itu sudah merupakan suatu perubahan yang sangat berarti bagiku. Kadang-kadang Emak ingin d
Aku kaget melihat siapa yang datang. Deni, Mella dan Sheila turun dari mobil dengan membawa banyak tas. Sebanyak yang ia bawa kemarin.Bapak dan Bang Jo juga melongo melihat siapa yang datang."Kenapa melihatnya seperti itu? Nggak senang ya melihat aku datang?" kata Mella sambil masuk ke rumah. Deni sibuk mengangkat tasnya."Den, ada apa? Bukankah belum waktunya kamu libur?" tanya Bapak."Mella nggak betah tinggal disana, jadi mau kembali kesini lagi," sahut Deni sambil berjalan masuk ke dalam rumah.Apa? Tinggal disini lagi? Bisa terjadi perang terus. Waduh, baru senang beberapa Minggu, sekarang malah datang lagi si biang keroknya."Emak nggak mau, nggak setuju!" teriak Emak dari dalam. Semua langsung masuk ke rumah Emak. Aku yang tingkat kekepoannya tinggi, ikut masuk. Ingin tahu apa yang terjadi di dalam sana.Emak tampak kesal, entah kesal dengan siapa?"Mak, ada apa?" tanya Bapak."Mereka mau tinggal disini lagi, Emak tidak setuju. Emak nggak mau Mella ada di rumah ini." Emak me
"Apa yang harus Bapak lakukan, Johan?" tanya Bapak Lagi."Aduh, aku nggak tahu Pak. Kalau dia disuruh bikin rumah, nggak bakal bisa. Disuruh ngontrak, biayanya juga dari mana. Aku juga heran dengan mereka, sudah lama berumah tangga, tapi nggak kelihatan hasilnya. Misalnya beli tanah kaplingan atau nyicil beli tanah. Yang ada hanya untuk penampilan saja," keluh Bang Jo."Itulah yang membuat Bapak pusing. Sepertinya Emak dan Bapak yang harus mengalah, berbesar hati hidup dengan mereka. Biarlah nanti Deni cari kerja disini. Kerja apa saja yang penting menghasilkan uang halal. Kalau Deni masih di perkebunan, terus Mella tinggal disini, Bapak nggak mau." Bapak menjawab keluhan Bang Jo."Biarlah mereka tinggal di rumah Bapak. Nanti kalau Bapak, Emak dan anak-anak mau makan, makan saja disini. Biar mereka mencari makan sendiri." Bang Jo memberikan solusi."Ya sepertinya memang itu jalan terbaik untuk saat ini. " ucap Bapak. "Bapak dan Emak nggak usah banyak pikiran, mudah-mudahan mereka nan
"Enggak kok, Pak. Ayah Nayla nunggu warung." Mungkin karena aku datang hanya berdua, dikira sedang berantem."Anisa mana Bu?" tanyaku pada Ibu Sis."Main, entah kemana mainnya." Ibu Sis menjawab ucapanku. Kemudian beliau masuk ke dalam. Aku mengikutinya."Bu, ini ada kabau kesukaan Bapak," ucapku."Wah kok malah repot-repot bawain segala. Hasil kebun ya?" jawab Ibu."Iya Bu, kemarin ada yang panen kabau di kebun.""Wah lumayan dong hasilnya. Disini cukup mahal. Sekilo seratus ribu.""Di dusun murah Bu. Kalau orang ambil di kebun, sekilo empat puluh ribu. Karena dia yang manjat dan yang mengambil kabaunya. Tapi dijual di pasar sekitar delapan puluh ribu."Kalau di daerah tempat tinggalku, kami menyebut desa dengan dusun. Mayoritas penduduk asli Sumatera. Kalau aku keturunan Jawa tapi dari lahir sudah di Sumatera. Sedangkan tempat tinggal Bapak, mayoritas orang keturunan Jawa.Kabau merupakan lalapan sejenis petai atau jering (jengkol). Kabau berupa buah yang lonjong berwarna hijau dan
"Serba salah, kalau saya bilang jujur pasti Mak Amir lebih marah lagi," kata Warti ketika Emak sudah pergi. Ia hanya bisa menghela nafas."Iya, padahal kita senyum tadi karena ucapan Mak Amir. Waktu ngomong oleh-oleh dari Ibu dimakan Mbak Mella. Katanya makanan ndeso, nggak tahunya malah doyan haha…" sahut Minah sambil tertawa."Sudah, nggak usah dimasukkan ke hati ucapan Emak tadi. Bisa stress kalian," sahutku membesarkan hati mereka."Mau kemana Pak?" tanyaku pada Bapak Mertua, ketika kulihat beliau pergi dengan Manto."Mau ikut Manto mengantarkan beras ke dusun sebelah," ucap Bapak.Ternyata Bapak pergi menemani Manto. Mungkin Bapak jenuh di rumah terus. Aku segera masuk ke dalam rumah menemui bapakku dan Bang Jo."Pak, pasti Nova sudah bercerita tentang rencana kami. Kami berencana membangun warung makan dan rumah di tanah sebelah sana," ucap Bang Jo."Iya, Bapak tadi sudah lihat tanahnya. Lebar kesamping ya?" kata Bapak."Iya, Pak. Rencananya warung yang bersebelahan dengan rumah
Sampai sekarang Deni belum mendapatkan pekerjaan tetap. Kerjanya hanya luntang lantung. Bapak dan Emak pusing melihat kegiatan Deni. Bapak yang sering curhat dengan Bang Jo. Kami juga bingung, karena kami tidak bisa membantu. Deni disuruh motong di kebun karet, nggak mau. Katanya gengsi.Motong adalah kegiatan menyadap pohon karet yang merupakan kebiasaan dari para petani karet di sebagian besar pulau Sumatera. Dengan menyadap karet para petani bisa menghasilkan getah karet yang nantinya dijual kepada pengepul atau toke.Sedangkan kalau untuk mengangkat hasil dari penampungan getah disebut ngangkit. Selama ini yang motong karet di kebun Bapak, dilakukan oleh orang lain dengan sistem bagi hasil. Karena Bapak sudah tua, tidak memungkinkan untuk motong lagi."Bapak pusing mikirin Deni. Kerjanya nggak karuan, hobi ikut pesta malam, pulang menjelang pagi. Nggak mikirin kebutuhan anak dan istri. Dulu dia kerja di perkebunan, lumayan hasilnya. Walaupun tidak pernah memberi uang pada Emak. T
“Abang takut kehilanganmu. Abang banyak merenung dan berpikir selama Adek masih di klinik. Masalah anak kita, apa yang yang Abang ucapkan itu hanya emosi sesaat. Karena Abang masih kalut dengan usaha Abang yang merugi, ditambah kedatangan perempuan itu. Abang benar-benar minta maaf. Abang akan melakukan apa saja asal kamu tidak pergi. Abang berjanji tidak akan melakukan kesalahan seperti ini lagi.”Aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Apakah aku senang dengan apa yang dilakukan Bang Jo sekarang? “Dek, Abang minta maaf kalau tidak bisa menjadi suami yang seperti kamu inginkan. Tapi Abang berjanji, Abang akan selalu melindungi dan menjagamu. Abang akan menjadi suami siaga untukmu dan bayi kita. Nak, maafkan Ayah,” kata Bang Jo sambil mengelus perutku. Kemudian ia berusaha berdiri dan menunduk untuk mencium perutku.“Maafkan Ayah, Nak. Ayah akan menjagamu sampai kamu lahir dan sampai kamu besar nanti. Ayah akan bercerita tentang ibumu, betapa hebatnya ibumu selama mendamping
Aku sedang mengemasi pakaianku di kamar. Aku baru saja pulang dari klinik dan langsung pulang ke rumah untuk mengemas pakaianku dan Nayla. Diruang tamu ada Bapak dan Bang Jo, entah apa yang mereka bicarakan.“Jadi Ibu benar-benar mau pergi?” tanya Dewi dengan meneteskan air mata. Aku tidak tahu kapan Dewi masuk ke kamarku. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dan kemudian duduk di sebelah Dewi.“Maafkan Ibu, Dewi. Semua ini tergantung ayahmu. Kalau memang ayahmu masih menghendaki Ibu ada disini, Ibu akan tetap disini. Tapi percayalah, Ibu akan tetap menyayangimu, apapun yang terjadi.” aku berkata dengan mata yang berkaca-kaca.“Mana janji Ibu yang akan mendampingi Dewi sampai Dewi mandiri? Ibu bohong!” Dewi berteriak sambil menangis. Aku segera memeluknya dan ikut menangis. Sebenarnya berat bagiku meninggalkan anak-anak. Tapi daripada disini tapi diabaikan oleh Bang Jo, lebih baik aku pergi, demi kesehatan mentalku. Apalagi aku sedang mengandung.Aku mendengar diluar sedang terjadi pe
Pagi menjelang siang, aku dikejutkan dengan kedatangan bapakku. Ya Pak Hardi, bapakku datang ke klinik. “Kamu dengan siapa disini? Sendirian? Johan benar-benar keterlaluan! Nanti kamu pulang ke rumah Bapak saja. Bapak masih sanggup mengurusmu!” Bapak tampak geram.“Bapak sama siapa kesini?” tanyaku basa-basi.“Sama Manto!”“Dari kemarin Bapak merasa tidak enak, kepikiran kamu terus. Apalagi waktu mendengar kalau Tina pergi kesini. Bapak sudah menebak apa yang terjadi.”“Bapak tahu dari mana kalau Tina kesini?” tanyaku dengan heran.“Kemarin Bapak mencari beras, anak buahnya bilang sedang pergi kesini. Ya Bapak langsung berpikir tentang kamu. Makanya pagi-pagi Bapak sudah berangkat. Sampai rumahmu hanya ada Nayla, terus Mella bilang kalau kamu disini. Tadi malam kamu sama siapa disini?” Bapak menjelaskan.Aku diam tidak menjawabnya.“Sendirian? Tega sekali Johan ya?” Bapak mulai emosi.“Sebenarnya Dewi, Mella mau menemaniku. Tapi aku nggak mau. Aku sudah meminta Dewi untuk menjaga adi
Sepertinya Bang Jo terpengaruh dengan kata-kata Tina. Tadi malam ia memilih tidur dengan Angga. Pagi ini pun ia tidak banyak bicara. Tidak menyapaku seperti biasanya.Aku membereskan meja makan setelah semuanya sarapan. Anak-anak sudah berangkat sekolah, hanya ada Nayla yang sudah asyik di depan televisi. Dari tadi Bang Jo menghindari bertatapan mata denganku. Aku merasa kalau ia sengaja tidak mau menyapaku.“Hari ini Abang mau kemana?” tanyaku sambil mendekatinya. Ia malah berjalan menghindar.“Bang!” teriakku. Ia tetap tidak menghiraukanku.Aku berlari mengejarnya sampai ke warung.“Mbak Nova, jangan lari, Mbak sedang hamil,” teriak Mella. Aku tersadar kalau aku memang sedang hamil. Bang Jo tetap tidak peduli, ia berjalan keluar. Aku tetap berlari mengejarnya, akhirnya aku bisa meraih tangannya.“Ada apa?” Bang Jo berkata dengan datar.“Seharusnya aku yang bertanya, ada apa Bang? Dari tadi malam Abang menghindariku.”“Bisa kamu pikirkan sendiri!” Bang Jo menjawab dengan ketus.“Jadi
“Bu, ada yang nyariin,” kata Warti. Aku sedang tiduran di depan televisi, kehamilanku ini membuatku tak berdaya. Tapi aku tetap bersemangat dan tidak mau menunjukkan kepada Bang Jo dan anak-anak. Mereka tahunya aku kuat.“Siapa?” “Nggak tahu, Bu.”Aku pun beranjak dari tidurku dan berjalan perlahan menuju ke warung. Tampak seorang perempuan yang isinya diatasku. Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi dimana ya? Aku mencoba mengingat-ingat.“Maaf, apakah Ibu mencari saya?” Kau bertanya dengan sopan pada perempuan itu.“Oh, anda yang bernama Nova?” Perempuan itu menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki. “Iya. Maaf, anda siapa ya?”“Kenalkan saya Tina, istrinya Romi.” Perempuan bernama Tina itu mengulurkan tangannya. Aku pun menerima uluran tangan itu.“Oh, ada apa ya?”“Kamu kenal Romi kan?” tanya Tina.“Iya, kenal. Teman waktu SMA.”“Teman? Hanya teman? Bukannya pacaran?” Suaranya agak meninggi. Beberapa orang melihat ke arahku.“Cinta monyet, Bu. Waktu kami SMA. Sesudah itu tidak
"Ayo kita semua makan, hidangan sudah siap. Nova panggil mertuamu untuk bergabung kesini." Ibu mengajak kami makan siang bersama.Aku segera memanggil Bapak dan Emak, juga Mella. Bang Jo dan Deni ternyata sudah siap duduk di dekat meja makan."Ayo anak-anak kita makan," panggilku pada anak-anak yang asyik bermain. Dewi dan Angga ternyata dari tadi nungguin adik-adiknya bermain. Dewi memang sudah bisa diandalkan, begitu juga dengan Angga.Kami pun makan siang bersama, menyantap hidangan yang memang sudah disediakan. Mulai dari tempoyak, ada juga bekasam.Bekasam adalah ikan yang difermentasi, tidak hanya dengan garam, tapi ikan juga dicampur dengan sedikit nasi. Lalu simpan di tempat kedap udara setelah 10 hari hingga Bekasam bisa dinikmati.Bekasam bisa menjadi lauk makan. Rasanya asam dan sedikit bau. Bau disini itu karena unsur fermentasinya, baunya itu ciri khas Bekasam. Tapi aku tidak menyukai bekasam, karena baunya ini sudah membuat perutku merasa mual.Penyajiannya bisa ditumis
“Ternyata Ibu kepo juga ya? Haha.” Dewi tertawa kecil. Dewi pun duduk di sebelahku.“Dewi berkata seperti itu berdasarkan cerita Malvin. Sebenarnya Malvin itu hidupnya tertekan karena banyak tuntutan dari mamanya,” lanjut Dewi.“Terus papanya diam saja?” “Papanya itu juga sangat nurut dengan mamanya. Malvin dan Dewi hanya berteman kok, Bu. Memangnya Ibu mau punya besan kayak mamanya Malvin?” Gantian Dewi yang menggodaku.“Kalau itu sudah kemauan anak, mau nggak mau ya harus mau.” Aku tertawa.“Itulah yang Dewi senangi dari Ibu. Ibu selalu membebaskan Dewi untuk melakukan apa saja, yang penting tidak aneh-aneh.”“Ibu nggak mau jadi orang tua yang suka memaksakan kehendak. Dewi kan sudah besar, pasti tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik.”“Apakah Malvin pernah mengatakan kalau menyukai Dewi?” tanyaku penasaran.“Secara terang-terangan sih enggak pernah, Bu. Bukannya Dewi ge er, tapi memang sepertinya Malvin itu menyukai Dewi. Lagipula perempuan yang menyukai Malvin itu banyak,
"Mbak!" Suara itu mengagetkanku. Aku menoleh, karena ada yang memanggilku. Ternyata Mella."Eh, Mella. Ada apa?" tanyaku.Mella mendekatiku dan duduk di sebelahku."Ada yang ingin aku bicarakan. Mbak Nova ada waktu?" tanya Mella."Oh, iya. Ada apa ya?""Sekedar berbagi cerita, Mbak. Masalah rumah tanggaku.""Oh, aku akan mendengarkan."Mella pun mulai bercerita."Mbak, aku belajar untuk ikhlas menjalani hidupku. Aku selalu memasrahkan diri pada Allah. Ternyata ketika kita sudah ikhlas, jalannya dipermudah. Aku dan Kak Deni banyak bercerita dan saling bertukar pikiran. Kak Deni sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kami sepakat untuk memulai lagi dari awal. Aku sudah meminta Kak Deni untuk periksa ke dokter, takutnya ada penyakit kelamin menular. Sekarang kami berdua sedang berobat, untuk sekedar meyakinkan kalau kita benar-benar sehat."Mella menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan lagi."Untuk saat ini kami memang belum melakukan hubungan badan. Menunggu sampa
Dengan deg-degan aku membuka pesan itu.[Nova, kok kamu lama nggak online. Kemana saja? Aku merindukanmu.][Nova, kamu nggak apa-apa, kan?][Aku sangat merindukanmu. Ingin mengulang lagi kisah kita. Walaupun banyak yang menganggap cinta monyet, tapi aku menganggapmu cinta sejatiku.]Jantungku berdetak semakin kencang.[Boleh aku main ke rumahmu? Sekedar melihat wajahmu yang selalu aku rindukan.][Atau kita bertemu di hotel saja, melepas rindu.][Kita bernasib sama, memiliki pasangan hidup yang usianya jauh berbeda. Jujur saja, kalau aku tidak pernah merasa puas dengan istriku. Aku yakin kalau denganmu aku bisa sangat puas. Aku selalu membayangkan melakukannya denganmu.][Aku rela menceraikan istriku demi mendapatkanmu. Aku yakin kita bisa bahagia bersama.]Deg! Pikiranku jadi kacau membaca pesan dari Romi.Kok Romi semakin nekat saja. Aku menjadi ilfil dengan kata-katanya. Ujung-ujungnya hubungan badan itulah. Memang benar jika laki-laki beristri dan perempuan bersuami berhubungan, pa