Share

Enggan membantu

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 11:33:01

💐

"Ibu kamu kenapa sampai begini ke aku, Daf? Apa hidup kita selalu diawasi Ibu?" Keluh kesah dilontarkan Yasmin. Keduanya berdiri berhadapan.

"Niat Ibu baik, Yasmin. Cuma memang Ibu orangnya begitu, kamu juga nggak mau coba dekati Ibu, kan? Padahal semua ini Ibu yang siapin."

Yasmin tertawa miris, "jadi karena Ibu udah fasilitasi semua, sampai urusan di dalam kamar diatur juga?! Ya nggak gitu, Daf. Aku nggak mau, ya, Ibu ke sini lagi. Terserah kamu mau marah apa nggak. Aku lama-lama kesel sama Ibu!" Nada bicara Yasmin meninggi. Ia masuk ke dalam kamar, meninggalkan Daffa dalam kebingungan.

Kenapa Yasmin begini setelah nikah? Apa karena hormon ibu hamil? batin Daffa seraya menundukkan kepala.

Perkara besok harus bayar cicilan kartu kredit saja ia masih tak tau bayar dari uang apa. Ditambah Yasmin merajuk seperti itu.

Daffa berjalan ke arah meja makan, di atas meja sudah ada masakan ibunya. Walau hanya gulai daging sapi dan tumis sayur selada air.

Senyum Daffa merekah, ia ambil piring, langsung menyendokan nasi juga lauk pauk. Ia makan sendiri, tapi sangat puas bisa merasakan masakan ibunya lagi.

Gendis datang ke toko, akhirnya ia memanggil manajer saja untuk membahas menu baru.

"Maaf ya saya batalin mendadak, tadi ke rumah Daffa. Jadi gimana, bisa minggu depan launching menunya?" Gendis dan manajer duduk di dalam ruang kerja Gendis. Toko roti berlantai dua, tak hanya menjual roti dan pastry, tapi ada kopi, minuman dingin lainnya dan makanan juga. Bisa dinikmati di lantai dua yang ada ruangan VIP juga.

"Bisa, Bu. Saya sudah koordinasi tadi sama chef di dapur. Penjualan kita satu minggu ini juga meningkat karena musim ambil rapot, jadi banyak yang cari kue untuk dibawa ke sekolah."

"Wah, alhamdulillah. Kalau selain roti, kue dan pastry, gimana, Rin?"

Rina menunjukkan grafik penjualan di layar laptop miliknya. Gendis tersenyum karena naik dua persen setelah dua bulan ini membuat promo untuk grup-grup arisan, atau ibu-ibu sekolah, menawarkan paket hemat.

"Bu, kemarin ada yang tanya. Kalau lantai atas di booking untuk acara ulang tahun anak apa bisa? Lalu menunya ada paketan apa aja. Saya bilang kalau akan dijawab secepatnya, saya sudah punya nomer hpnya beliau." Rina lanjut menjelaskan.

"Boleh, bisa, kok. Kita bikin aja empat paket ultahnya, jenis makanan kamu diskusikan ke chef di dapur, untuk harga paketan kalau kamu bingung, bahas sama saya nggak apa-apa sambil saya mikir mau kasih bonus apa."

"Baik, Bu. Kalau gitu saya siapin desain poster, banner dan spanduk menu baru ya, Bu. Supaya bisa dipasang. Yang versi digital juga, biar langsung admin sosmed dan marketing yang urusin."

"Boleh, selamat bekerja, ya. Tolong koordinatorin mereka. Kalau jadi sesuai rencana, tahun depan saya buka cabang baru."

"Baik, Bu. Permisi," pamit Rina keluar ruangan. Gendis mengangguk. Ia diam karena laptopnya di rumah, alhasil ia memilih memantau rumah makan khas sunda miliknya dengan manajer area di sana lewat pesan singkat.

Gendis melepaskan beban pikiran tentang Daffa. Ada banyak kepala yang hidup bergantung padanya, ia biarkan Daffa menjalani hidup sesuai pilihan hatinya, Gendis enggan mencari tau lagi.

***

Raffa dan Kirana, keduanya sudah sarjana juga. Bahkan, bekerja sesuai bidang masing-masing.

Saat ini Raffa sedang pendidikan atas perintah perusahaan di luar negeri, seperti kursus selama empat bulan.

"Halo, gimana di sana?" Gendis duduk di kursi meja makan.

"Baik, Bu. Aman dan lancar. Bu, Bang Daffa hubungin aku sore tadi."

"Ngapain?"

"Bang Daffa lagi kesulitan uang? Bener, Bu?"

Gendis geram karena Daffa pasti minta tolong ke adik-adiknya.

"Mana Ibu tau ... iya kali," sahut Gendis. "Kamu pinjemin ke Daffa?"

"Ya nggak, Bu. Tabungan Raffa udah buat modal nikah. Nggak bisa diutak utik, di sini aja Abang irit-irit banget makan sama jajan. Bagus dapet asrama jadi nggak keluar cost."

"Iya, rejekimu. Yaudah, jaga diri, ya. Adinda udah kamu telepon?"

Raffa tertawa, "nanti lah, Bu, maleman dikit. Jakarta Singapore sejauh apa, sih. Salam buat Ayah, ya, Bu. Jaga kesehatan kalian. Peluk juga buat Nanda."

"Iya, Nak." Gendis memutuskan sambungan telepon. Tak lama Kirana pulang, putri ketiganya langsung menemui Gendis di ruang makan.

"Silakan duduk, ada apa anda ke sini dengan wajah ditekuk?" ledek  Gendis.

"Bu, Abang beneran nggak punya uang?"

"Nggak tau. Kenapa nanyanya begini?" Gendis bertopang dagu.

"Bang Daffa pinjem duit Kirana lima juta. Dibayar bulan depan dia gajian. Bu ... ini bukan sekali, lho. Dari habis nikah sampaiiii sekarang. Kirana bingung, Abang kerja gaji dua belas juta, masa iya tiap bulan uang habis terus ditengah minggu."

Gendis hanya tersenyum tipis, enggan merespon omongan Kirana.

"Bu, Bang Daffa nggak pernah boros, lho. Kenapa sekarang begini? Si Yasmin kali ya sumbernya?" Mulai Kirana kepo, Gendis mengedikkan bahu, maksudnya menjawab tak tau.

Agung pulang, suaminya heran melihat istri dan anaknya di meja makan padahal belum masuk jam makan malam.

"Ngapain kalian? Gosipin Bu Sukun ya?"

"Bu Sukun? Dia kenapa?" Gendis mendadak sumringah.

"Tadi Ayah ketemu satpam, katanya Bu Sukun habis ribut sama Bu Juhri, gara-gara Bu Juhri tanya apa bener anaknya Bu Sukun suka pukulin istrinya."

Wah, berita hangat. Gendis mancing-mancing lagi. Bisa dioper ke Soraya, Endah dan Yuni.

"Tuh, kan. Itulah akibatnya suka komenin urusan orang lain, giliran kena batunya, sewot. Bu Juhri wajar tanya, anaknya dia kan tinggal sebelahan sama anaknya si Sukun di komplek itu." Gendis beranjak karena akan menyiapkan makan malam.

"Bu, Ayah!" panggil Nanda. Ia berjalan membawa buku pelajaran bahasa inggris.

"Apa?" sahut Gendis.

"Nanda nggak jadi masuk kedokteran, deh. Jadi guru aja, ya. Ambil jurusan pendidikan."

Semua mata menatap penuh terkejut ke arah Nanda.

"Serius?!" pekik Kirana.

"Iya, Kak. Jadi guru aja deh. Oke nggak, tuh?" Nanda cengar cengir.

"Yaudah. Ayah sih terserah kamu," sahut Agung.

"Ibu juga. Kamu kasih tau Abangmu juga, lah," usul Gendis.

"Ntar aja, Bu. Bang Raffa sibuk belajar, kalau Bang Daffa ... tadi mau pinjem duit ke Nanda. Duit dari mana, Nanda aja duit jajan dijatah Ibu sama Ayah," keluhnya.

"Daffa kenapa? Kok pinjem uang?" Agung langsung duduk di kursi dekat Kirana.

"Udah sering, Yah. Ke Kirana udah tujuh bulan ini, ya walau dibayar tetap aja Kirana heran." Kirana mencepol rambut panjangnya.

"Kok bisa?" Agung menoleh ke istrinya.

"Bisa, lah. Kalau terlalu bodoh turutin kemauan istrinya yang jorok, pemalas, seenaknya sendiri," ketus Gendis.

"Ada apa sih, Bu. Daffa butuh berapa, biar Ay--"

"Eits! Nggak, ya. Ayah diem aja. Kita nggak usah bantu-bantu Daffa. Dia udah pinjem ke Kirana, bulan depan diganti. Biarin, Ibu mau lihat sampai kapan mereka bisa seenaknya sendiri. Sampai ada yang bantuin lagi, awas aja, Ibu marah bener-bener ke kalian!" ancam Gendis. Ia sengaja mengultimatum anggota keluarganya, memberi pelajaran ke Daffa dan Yasmin.

Agung menghela napas panjang, mau apa lagi, kendali di rumah tetaplah Gendis. Kirana dan Nanda juga bisa apa selain menuruti kemauan Gendis yang terus tersenyum penuh makna ke arah suami juga dua anak perempuannya.

bersambung,

Bab terkait

  • Mertua Masa Gini?   Mau nggak mau

    💐Bulan yang ditunggu tiba, Daffa menghubungi Gendis jika Yasmin akan melahirkan. Mereka sudah di rumah sakit sejak siang hari."Bu, ayo ke sana," ajak Agung yang tampak tak sabaran."Iya, tunggu dong, Yah, masih rapihin rambut. Bagusan di jepit tengah apa di cepol terus kasih jepitan?" Gendis bersolek di depan cermin meja rias."Apa aja Ibu selalu cantik," puji Agung."Halah gombal." Gendis menahan senyum. Ia cepol rambutnya, lantas menyematkan jepitan rambut bentuk bunga. "Oke siap. Dressku bagus juga kan, Yah, nggak norak warnanya?""Nggak, ayo buruan. Kasihan Daffa pasti nungguin kita.""Nungguin buat apa? Minta dibayarin biaya lahirannya? Mbel gedes, maaf ya, nggak, deh." Gendis lalu menenteng tas tangan yang berisi macam-macam, dari tisu kering, tisu basah, minyak angin, lengkap pokoknya.Agung mendengkus, Gendis benar-benar akan memberi pelajaran sendiri untuk anaknya.Nanda dijemput di tempat les, masih memakai seragam sekolah, remaja itu masuk ke dalam mobil. Ia menyapa kedu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?   Bu Sukun cari perkara

    💐Gendis tak peduli jika ia dibenci Yasmin, bodo amat. Apalagi ia yang biayai persalinan sampai pulang ke rumah, bahkan aqiqah pun, Gendis yang biayai atas dasar sedekah ke cucu.Seharusnya jadi urusan Daffa, tetapi karena uang Daffa tak cukup, jadilah Gendis dan Agung lagi yang biayai.Kedua orang tua Yasmin ya petantang petenteng saja, seolah ikut terlibat. Bahkan saat acara aqiqah satu pekan setelah Yasmin melahirnya, keluarga ibunya Yasmin banyak diundang hadir.Gendis yang peka, dengan santai memesan semua urusan aqiqah di tempat kenalannya juga. Jadi tak ada keluarga yang rewel minta jatah bungkus makanan.Yuni, Endah, Soraya turun tangan membantu Gendis mengatur acara.Kirana asik duduk sambil menggendong keponakannya saat acara aqiqah selesai. Di sampingnya sang kekasih hati memperhatikan sambil tersenyum."Buruan resmiin," celoteh Daffa, ia duduk di dekat Kirana."Bang Raffa dulu, lah. Masa gue lompatin Kakak sendiri." Kirana mengusap pelan pipi bayi tampan itu."Nggak papa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?   Yasmin keterlaluan

    💐Warung makan khas sunda ramai sekali saat akhir pekan. Gendis berada di sana sejak pagi bahkan saat belum buka. Ia sibuk di dapur membantu anak buahnya menyiapkan banyak hal."Tik! Meja sepuluh tanyain, pesanannya udah semua belum?" perintah Gendis."Baik, Bu!" sahut semangat Tika. Gendis menuju meja prasmanan berisi wadah-wadah delapan jenis sambal yang digratiskan."Jo, Jojo," panggilnya sambil melambaikan tangan. Jojo mendekat. "Sambal mangganya tinggal setengah, ambil di dapur, isi ya. Jangan sampai begini," bisiknya."Iya, Bu Gendis," tukas Jojo seraya berlari. Warung itu bersuansa putih dan hijau muda. Kapasitas bisa menambung seratus orang lebih, dengan konsep kekeluargaan, menu yang disediakan Gendis bahkan ada yang khusus untuk anak-anak dengan paket menarik juga porsi yang pas, jadi tidak terbuang makanannya.Prinsip jualanannya begitu, jika tidak habis makanan yang dipesan, kena denda tiga puluh persen. Tidak takut pengunjung lari? Oh, tidak. Justru ia mau mengajarkan pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?   Rebutan

    💐"Kamu kenapa bohong sama Yasmin, Bang. Ke Bali kok bilangnya ke Surabaya. Pantesan dia minta pesenin tiket kereta." Gendis mengantar Daffa sampai ke terminal bis bandara."Kesel, Bu. Bu, nggak apa-apa Ibu urus bayi?" Daffa menoleh ke baby car seat di jok belakang, anaknya tidur pulas."Emang kamu pikir, empat anak Ibu siapa yang urus?! Sembarangan. Kamu kerja aja, fokus. Istrimu biar di rumah sendirian. Biar mikir. Itu juga kalau punya pikiran. Hati-hati, ya, Bang," pesan Gendis. Daffa menyalim lalu mencium pipi ibunya. Daffa juga mencium putranya sejenak sebelum mengambil koper di bagasi."Hati-hati, Nak!" teriak Gendis lalu melambaikan tangan. Ia tancap gas pulang ke rumah, sebelumnya sudah menelpon Nanda untuk belikan pampers juga sabun bayi."Ibumu gendeng, urus kamu nggak becus. Maaf ya, Nini harus ngomong gini," gumam Gendis tak kuasa menahan rasa kesal. Ia mengemudi dengan hati-hati karena membawa cucunya.Di rumah, semua menyambut senang apalagi Raffa dan calon istrinya. Ca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?   Perang dingin

    💐"Aku nggak peduli ya, warga semua akhirnya gosipin keluargaku karena Raja sekarang tinggal di rumah. Cucuku harus di selamatkan dari Ibunya yang sak wudele dewe." Sambil menyuguhkan minuman, Gendis ngedumel ke ketiga temannya yang berkunjung."Jujur, Ndis, kamu jadi mertua emang saklek. Kalau udah A ya, A. Punya standarisasi sendiri demi semua berjalan seusai arahan." Yuni duduk memangku bantal sofa.Hari itu mereka bisa bertemu karena waktu lowong bersamaan sekaligus Gendis mau membahas seragam untuk nikahan Raffa."Aku begini karena faktanya emang ngeselin, Yun.""Terus sekarang, Yasmin gimana? Udah seminggu Raja di sini, kan?" Soraya membuka toples berisi kue kacang."Bener, kan. Nggak ada tanya-tanya tentang Raja. Dia katanya sibuk ngelamar kerja. Itu juga Daffa yang kasih tau aku kemarin." Gendis sebenarnya tak mau rumah tangga anaknya sampai ribet begini, tapi Yasmin memang kebangetan.Sedangkan di rumah Daffa. Pria itu merapikan laptop yang tertinggal di kamar. Ia terpaksa p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?   Geger satu RT

    💐Rumah Gendis mendadak ramai dengan kumpulnya semua anggota keluarga. Baik dari pihak Daffa maupun Yasmin.Ya, akhirnya Gendis tak sabar mau menyidang semua yang terlibat.Selang dua bulan setelah pernikahan Raffa hal itu terjadi. Kenapa menunggu selama itu? Karena Gendis mau lihat sejauh mana usaha anak dan menantunya memperjuangkan keutuhan rumah tangga."Sekarang begini aja. Saya sebagai mertuanya Yasmin juga minta maaf kalau dibilang terlalu ikut campur urusan rumah tangga mereka, tapi ... seandainya ... seandainya posisi Daffa jadi anak Ibu dan diperlakukan begini. Apa Ibu terima?!" tekan Gendis."Bu Gendis, kita sebaiknya nggak perlu terlalu dalam mencampuri. Kapan anak-anak bisa paham apa itu rumah tangga kalau apa-apa didikte orang tua!" Ibunya Yasmin coba mengutarakan pendapat."Oh, nggak bisa," ujar Gendis dengan telunjuk menggarah ke besannya."Daffa sudah sibuk kerja, ya. Capek dijalan juga karena berangkat pun naik motor. Daffa belum punya mobil. Bisa aja sih, saya dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Mertua Masa Gini?   Karyawan baru

    💐Gendis berjalan mondar mandir di depan ketiga temannya. Mereka berkumpul di toko roti milik Gendis."Jelek namaku di komplek jadinya," gumam Gendis seraya berpikir bagaimana memperbaiki nama keluarganya."Udah, lah. Kaya setiap rumah nggak ada boroknya. Tenang, lah, Ndis," sahut Soraya.Yuni miris, tapi memang sepandai bangkai terkubur pasti tercium juga baunya."Ndis, yang penting Daffa udah proses cerai. Raja diambil alih hak asuhnya dan Yasmin, kapok karena nggak dapat apapun dari Daffa. Itu aja udah paling penting." Yuni memberikan penilaian karena ia juga yang menemani Gendis ke pengadilan bersama pengacara."Ini udah sidang ke dua, tapi Yasmin masih mau minta harta gono gini. Harta apaan? Dari awal nikah aku yang sokong!" Emosi Gendis terpantik. Ia berkacak pinggang. Tiga temannya memperhatikan sambil duduk, malas menangkan nenek-nenek sumbu pendek."Permisi, Bu Gendis," sela salah satu karyawan."Ya, ada apa, Wan?" Gendis menoleh ke Wawan."Bu, calon karyawan baru sudah data

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Mertua Masa Gini?   Kondisi Laras dan Adinda

    💐"Udah siap? Kita nggak akan kelihatan mencurigakan, kan?" bisik Soraya takut apa yang mereka lakukan membuat Laras tersinggung. "Nggak. Udah, yuk! Kita pemanasan dulu," ajak Yuni. Mereka berdua akan jogging pagi, Gendis dan Endah menyusul karena masih asa urusan di rumah. Jalan kaki dengan ritme pelan dilakukan, menyapa tetangga-tetangga sebelum menuju ke arah rumah Laras. Dari semua rumah, memang rumah yang Laras tinggali terlalu mencolok dengan kondisi yang cukup miris. Satu kali putaran dilakukan Yuni dan Soraya sambil memata-matai, lantas mereka ke arah lapangan RT. Di sana sudah ada Endah dan Gendis yang juga memakai baju olahraga training warna pink. "Laras di rumah, kan?" lirih Endah. "Ada, tadi kedengeran lagi cuci baju. Ada air ngalir dari arah selokan, bau pewangi juga," jawab Yuni."Yaudah, yok. Inget, kalau ditanya bilang kita habis muterin komplek dari setengah jam lalu," ujar Gendis. Keempatnya berjalan ke arah rumah Laras. Bangunan dua tingkat itu terlihat sud

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Mertua Masa Gini?   Stalking Henggar

    💐Mobil sedan melaju pelan setelah mendekati satu bangunan ruko di kawasan perumahan kalangan menengah ke atas. Keempat wanita paruh baya saling melempar pandangan ke arah bangunan berlantai dua dengan desain modern minimalis mediterania. "Ini kantornya, Ndis?" celetuk Yunni. "Iya kayaknya," sahut Gendis seraya melongok ke arah luar dari balik kaca mobil. Tangannya masih memegang kemudi, tubuhnya condong ke depan juga. "Terus, kita ngapain? Ndis, kalau suami dan anakku tau, bisa diomelin aku? Pergi lama-lama," keluh Soraya. Gendis menoleh ke belakang. "Nanti aku yang ngomong sama suami dan anak-anakmu," sewotnya. Lain dengan Endah yang oke oke aja, apalagi jika izin perginya dengan Gendis, pasti semua aman terkendali. "Tujuan kamu apa sih, Ndis. Kalau emang Henggar tulus dan sayang sama Kirana, kenapa kamu nggak restuin?" Soraya mau memperjelas tujuan mereka memata-matai Henggar. Gendis menyandarkan tubuh pada jok mobil yang diduduki, jemarinya mengetuk kemudi seraya berpikir

  • Mertua Masa Gini?   Nggak boleh protes!

    💐Aisyah menyiapkan bekal untuk Raja, walau masih dua tahunan usianya lalu bersekolah, Daffa tetap meminta Raja bawa bekal sendiri. Kotak makan dimasukan ke dalam tas kecil berbentuk pesawat. Raja baru bangun tidur digendong Daffa yang hendak berangkat kerja. "Jumat besok ada kegiatan berkunjung ke sea world, aku cuti jadi bisa temani Daffa. Kamu di sini aja." Raja dipangku duduk di kursi meja makan. Aisyah mengangguk patuh, ia berdiri di dekat bak cuci piring. "Sarapan Raja mana?" Daffa melempar pandangan tajam. Aisyah lupa. Ia menepuk keningnya, lalu mengeluarkan bubur ayam buatannya dari microwave. Raja suka karena rasanya gurih kaldu sapi. Aisyah memasak sejak pukul tiga. "Ini, Mas." Aisyah meletakkan mangkuk bentuk anak singa warna orange. Raja pindah duduk di kursi kusus bayi, Daffa menyuapi Raja sambil menikmati sarapannya yang ia beli sendiri setiap malam. Aisyah bagaimana? Tetap berdiri memperhatikan, belum makan. Hanya minum teh. "Kamu bisa siapin baju Raja untuk hari

  • Mertua Masa Gini?   Masa depan anak perempuan

    💐Meja makan diisi Gendis, Agung dan dua anak gadisnya. Makan malam syahdu karena saling bercerita hal-hal ringan yang terjadi hari itu. Ikan bakar masakan Gendis selalu menjadi kesukaan Agung. Makan tak pilih-pilih, apa yang Gendis sajikan dilibas habis masuk ke perut. "Bu, pendapatan Ibu dari usaha macem-macem, udah berapa omset rata-rata sebulan?" tutur Kirana, ia nambah sambal matah yang super seger karena asam pedas. "Mau tau? Kenapa? Incer warisan?" judes Gendis. Kirana hanya menyipitkan kedua matanya ke arah sang ibu. "Nuduh melulu. Kiran punya gaji sendiri, Bu.""Oh, kirain. Ibu mau sumbangin warisan Ibu soalnya, kalian cari duit sendiri, ya," canda Gendis. Nanda dan Kirana hanya menggeleng pelan sambil terkekeh. "Emang kenapa, Kirana?" Gendis menjeda menikmati makan malamnya. Kirana menatap lekat kedua mata ibunya. "Bu, jangan kecapean. Masih ada Kirana dan Nanda yang belum nikah. Kami anak cewek, butuh Ibu untuk ajarin banyak hal. Ya soal anak, rumah tangga." Gendis

  • Mertua Masa Gini?   Apa kata mas daffa aja

    💐"Alasan apapun, terserah kamu bilang ke Ibu apa kita pisah kamar." Daffa melepaskan setelan jas yang dikenakan untuk acara pernikahan. "Oke." Dengan santai Aisyah menjawab sambil duduk di sofa ruang tengah apartemen yang menyambung ke dapur juga meja makan kecil. Namanya diapartemen, apalagi Agung dan Gendis menyewakan yang tipe kecil. Niat hati supaya anak dan menantunya bisa mulai berkomunikasi lancar lalu muncul benih cinta, rupanya tak mudah. Ya ... yang penting sudah usaha. "Kamar kamu itu, karena saya sama Raja jadi yang agak besar," tunjuknya ke kamar yang lebih kecil. "Oke," tukas Aisyah simple. "Udah? Aku mau ganti baju dan mandi. Raja datang sama susternya sebentar lagi, kan?" "Raja datang tiga hari lagi, karena orang tua kita berpikir kita lagi bulan madu." Daffa masuk ke dalam kamar utama. Aisyah menjawab dengan satu kata 'oh.' Lalu masuk ke kamarnya. Detik jam terasa lama. Tak ada kegiatan pengantin baru yang dilakukan mereka. Daffa tidur lepas sholat Isya, sedan

  • Mertua Masa Gini?   Batal Minggat

    💐Laras menolak lamaran yang meminta Aisyah menjadi istri Daffa. Alasannya, Laras merasa tak pantas berbesan dengan Gendis, apalagi latar belakang kegagalan rumah tangga yang didera wanita itu pasti akan menjadi masalah suatu saat nanti. Laras lupa, yang ada dihadapannya adalah Gendis, wanita keras kepala yang punya insting tepat layaknya peramal tanpa pernah meleset. "Yang bikin kamu malu apa sebenernya? Kalau masalah tetangga omongin kamu, diemin aja, Ras." Gendis merapatkan duduknya ke arah Laras. "Namanya tinggal bertetangga, mau di gang sempit, komplet elit, komplek kayak kita, pasti akan ada gossip, Ras. Aku yakin Aisyah bisa jadi istri yang memang Daffa mau untuk seumur hidupnya. Anak itu aja masih gendeng, butuh obat dan itu ... Aisyah." Laras menggeleng tak yakin, "Ndis, Agung ... jangan jadikan anakku tersiksa menikah dengan Daffa. Mungkin Daffa butuh waktu untuk obati hatinya, tapi bukan dengan Aisyah." Laras tetap berusaha menolak. "Nggak, Ras. Aisyah paling pas. Aku n

  • Mertua Masa Gini?   Jalan keluar kehabisan beras

    💐"Cari istri kayak Ibumu, Bang," ucap Agung mencoba membuka pikiran anaknya. Sejak keputusan dibuat Gendis, Daffa langsung murung. "Nggak bisa, Yah. Jalan hidup kan beda-beda," kilah Daffa. "Siapa bilang?" jeda Agung terkekeh. "Ada doa. Kamu lupa?" sindirnya. Kursi teras menjadi saksi obrolan ayah dan anak itu hampir larut malam. Daffa masih tak bisa menerima keputusan Gendis, tapi tetap harus dijalankan. Esok hari. Gendis membahas rencana melamar Aisyah bersama Yuni, Endah dan Soraya. Semua mendukung, tinggal bicara ke Laras saja yang harus tepat waktu. Namun, setelah sepekan, Laras mendadak tak ada di rumah. Bahkan saat Gendis menemani Adinda operasi, masih menyempatkan diri ke rumah Laras, semua terkunci. Hanya lampu teras menyala. "Kemana si Laras? Aisyah juga nggak kerja dua hari ini?" gumamnya lantas mengarahkan kemudi ke arah rumah. "Kucing beranak!" lontarnya kaget karena sekuriti RT mendadak muncul sambil menghentikan laju mobilnya. "Bu Gendis, cari Bu Laras?" kata se

  • Mertua Masa Gini?   Efek samping gotong royong

    💐Sabtu pagi pekan itu, menjadi hari dilaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan, menghias juga 'bedah rumah' kecil-kecilan untuk Laras. Wanita itu mendapatkan jadwal operasi dua minggu lagi, jadi masih bisa beraktifitas normal. Dari dalam rumah, ia membawa nampan berisi bakwan goreng buatannya, padahal Gendis sudah melarang. Ada kas RT yang digunakan untuk konsumsi anak muda yang merapikan rumah. Tak enak hati, Laras tetap membuatkan suguhan sederhana. Aisyah sendiri bekerja, pagi-pagi sekali sudah ke toko karena ada yang booking untuk acara sekolah. Ia harus menata tempat di lantai dua. "Bang Daffa, kamu bisa kayaknya ganti plafon. Udah lihat ke lantai atas rumah Tante Laras?" bisik Gendis saat Daffa baru datang dari rumah. "Belum detail, Bu. Yang lain aja, lah. Abang bersihin halaman aja," tolaknya. "Ih! Gitu amat. Badanmu tinggi gagah, kuat, nggak perlu naik tangga sampai ujung buat ganti plafon," gerutu Gendis. Daffa tetap tak mau, ia memilih membersihkan halaman rumah Ge

  • Mertua Masa Gini?   Permintaan perangkat RT

    💐Aisyah menyiapkan makan malam untuk ibunya. Ia sendiri beralasan masih kenyang, jadi membiarkan ibunya makan yang banyak. "Syah, operasinya nanti berhasil nggak, ya?" tukas Laras pelan. "Berhasil. Yang penting Ibu jangan banyak pikiran. Bu ... tadi Isyah pulang diantar Kak Kirana, dia cerita katanya Mas Daffa cerai, padahal udah punya anak." Aisyah bertopang dagu. "Ya terus? Kamu kasihan?" Laras tersenyum tipis. "Nggak, sih. Cuma aneh aja. Ngapain nikah kalau akhirnya ce--" Aisyah diam. Ia tatap Laras yang ternyata menatapnya lekat. "Maaf, Bu, nggak maksud nyindir." Laras lanjut makan diiringi senyuman. "Cerai itu pilihan, Syah. Tergantung seberat apa masalahnya. Kalau orang tuamu ini, udah jelas apa masalahnya dan berat. Kalau Daffa, bisa aja sama-sama berat tapi buat dia, buat kita belum tentu. Jangan menilai perceraian selalu karena hal berat atau sepele ya, Syah. Semua kembali ke permasalahannya." Aisyah mengangguk. Hujan deras kembali turun. Aisyah meletakkan baskom dan

  • Mertua Masa Gini?   Urusan rumah sakit

    💐"Bu," sapa Raffa setelah sampai. Ia menyalim punggung tangan Gendis lalu menghampiri Adinda yang masih sedikit pucat. "Kamu nggak apa-apa?" bisiknya. Adinda mengangguk. "Raf, kenapa nggak bilang Dinda mau operasi kista?!" Langsung semprot. Raffa berbalik badan perlahan mengarah pada Gendis. Raut wajahnya langsung berubah sendu. "Bukan gitu, Bu, Raffa cuma nggak mau Ibu pusing. Mikirin masalah Bang Daffa aja udah bikin Ibu naik tensi." "Sembarangan," protes Gendis seraya berkacak pinggang, ia juga memakai celemek karena sedang masak. "Urusan Bang Daffa udah Ibu serahin ke sang khalik! Terserah itu anak mau galau atau apalah. Yang penting cerai!" Gendis diam, menunggu sanggahan Raffa. "Yaudah, maaf, Bu. Ibu masak apa? Wangi amat?" Raffa mengeluarkan kemeja kerja dari dalam celana. Ia mendekat ke Gendis. "Sop ayam kampung. Kaldunya bagus buat kondisi Dinda, sama Ibu bikin tumis selada air pakai teri, biar sedep makannya. Ayahmu nanti ke sini juga." Gendis mengaduk sop ayam lagi.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status