Beranda / Rumah Tangga / Mertua Masa Gini? / Bu Sukun cari perkara

Share

Bu Sukun cari perkara

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 06:06:26

πŸ’

Gendis tak peduli jika ia dibenci Yasmin, bodo amat. Apalagi ia yang biayai persalinan sampai pulang ke rumah, bahkan aqiqah pun, Gendis yang biayai atas dasar sedekah ke cucu.

Seharusnya jadi urusan Daffa, tetapi karena uang Daffa tak cukup, jadilah Gendis dan Agung lagi yang biayai.

Kedua orang tua Yasmin ya petantang petenteng saja, seolah ikut terlibat. Bahkan saat acara aqiqah satu pekan setelah Yasmin melahirnya, keluarga ibunya Yasmin banyak diundang hadir.

Gendis yang peka, dengan santai memesan semua urusan aqiqah di tempat kenalannya juga. Jadi tak ada keluarga yang rewel minta jatah bungkus makanan.

Yuni, Endah, Soraya turun tangan membantu Gendis mengatur acara.

Kirana asik duduk sambil menggendong keponakannya saat acara aqiqah selesai. Di sampingnya sang kekasih hati memperhatikan sambil tersenyum.

"Buruan resmiin," celoteh Daffa, ia duduk di dekat Kirana.

"Bang Raffa dulu, lah. Masa gue lompatin Kakak sendiri." Kirana mengusap pelan pipi bayi tampan itu.

"Nggak papa kali, Raffa santai orangnya," sambung Daffa sambil menikmati es buah.

"Nggak, Bang. Gue juga masih siapin beberapa hal, kantor lagi banyak proyek. Kirana juga setuju nunggu setahun lagi." Kali ini calon adik ipar yang menyahut. Daffa manggut-manggut.

"Emang elo. Udah DP duluan. Gila lo! Amit-amit, Bang Daffa, jangan sampe anak lo ngikutin jejak buruk lo sama Yasmin. Lo pikir nggak jadi dosa turun temurun?" sindir Kirana enteng. Daffa mengangguk, sebenernya ia menyesal juga, tapi nasi sudah jadi bubur, mau gimana lagi.

"Jadi fix nih namanya Ganindra? Panggilannya siapa?" Kirana menatap Daffa.

"Maunya Yasmin itu. Gue sih pinginnya nama yang lain."

"Dih! Ya tolak lah. Milih nama anak rembukan berdua dong!" protes Kirana yang mulai BT karena kakaknya apa-apa mengalah dari Yasmin.

"Namanya bukan Ganindra, tapi ... Danaraja Anggana," sambar Gendis. Ia duduk di karpet juga. Mengusap kepala cucunya dengan sayang.

"Bu, nanti Yasmin protes, ribet Daffa nanggepinnya," keluh Daffa dengam raut wajah melas.

"Protes ke Ibu kalau berani!" bentak Gendis kesal. "Bukannya bersyukur apa-apa di bantu Ibu dan Ayah, masih bertingkah. Pak Ustadz juga udah setuju anakmu dikasih nama itu, di doain. Mana Yasmin dan keluarganya. Sibuk urusin makanan sisa yang mau dibungkus. Untung Tante Soraya ngawasin, kalau nggak sama wadah-wadahnya dibawa pulang!" celetuk Gendis yang membuat Kirana menahan tawa.

"Lagian elo, Bang. Nemu di mana sih, bini lo?! Sekalinya cinta sama cewek modelan begitu. Sorry, ya, nggak maksud hina, fakta aja." Kirana itu cuek seperti Gendis, ceplas ceplos. Daffa hanya diam, karena memang ia menahan semuanya selama ini dan pendapat keluarganya selalu benar.

***

"Ndis! Ayo cepetan!" Soraya, Endah dan Yuni sudah berdiri di depan pagar rumah Gendis.

"Iya, ya, ampun." Gendis menenteng tas kecil di tangan kanan, lalu plastik besar berisi dua dus kue-kue. Mbak Inong menutup pagar saat Gendis sudah berjalan kaki ke rumah bu Padmo, lokasi arisan bulan itu.

"Kamu bawa kue? Kan udah ada dana konsumsi, Ndis?" tegur Yuni.

"Kue doang, santai, lah, Yun. Lagian ini baru mulai lagi arisan RTnya, itung-itung ramein sama kue-kue." Gendis berjalan satu payung dengan Yuni. Arisan di rumah bu Padmo dimulai pukul dua siang, biasanya selesai pukul empat.

Rumah bu Padmo tiga gang ke belakang rumah Gendis. Bangunan bergaya nuansa Jepang karena anak perempuan bu Padmo seorang arsitek dan bekerja di Tokyo. Rumahnya asri, adem, banyak tanaman hijau. Melambangkan kekayaan.

"Ndis, nggak ada niat renov rumah jadi keren kayak punya Bu Padmo?" bisik Soraya.

"Buat apa? Anak-anakku nanti mental semua setelah nikah, rumah diisi aku sama Agung, sayang duitnya. Ujung-ujungnya bisa bikin ribut anak-anak, nggak, deh."

"Terus rumah itu nanti gimana? Dijual ke orang?" sambar Endah.

"Ya enggak, lah. Ari-ari empat anakku di tanam di halaman rumah semua, siapa yang mau nempatin nantinya, tempatin aja. Sampai kapan nggak akan dijual. Warisan anak-anak udah aku sama Agung siapin. Aman, lah," tukas Gendis diakhiri tawa.

Dari keempatnya, memang hanya Gendis yang punya anak banyak. Endah anaknya dua, Soraya satu, Yuni satu. Jadi mereka khawatir anak-anak Gendis jadi rebutan warisan.

"Assalamualaikum," ucap Endah ke pemilik rumah. Mereka melepas sandal lalu masuk ke dalam.

"Waalaikumsalam, ayo masuk. Kirain empat sekawan nggak datang," sambut bu Padmo senang.

"Datang, dong. Waktunya silaturahmi," jawab Soraya.

Suasana sudah ramai, Gendis memberikan plastik besar ke bu Padmo yang menyambut dengan sumringah. Kue jajanan pasar tapi buatan chef di tokonya, rasa premium dengan harga terjangkau.

Saling menyapa dengan bercipika cipiki di lakukan. Gendis dan kawan-kawan duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Bu Agung, denger-denger istrinya Daffa sudah lahiran, ya? Perasaan nikahnya baru enam bulan." Mulut usil bu Sukun mulai bersuara.

"Kata siapa, Bu?" balas Gendis. Soraya, Endah dan Yuni ketar ketir, Gendis emosinya sumbu pendek, tak segan menghajar siapapun.

"Denger berita aja, sih," ujar bu Sukun lalu tertawa.

Hm, minta dihajar balik, nih, batin Gendis.

"Bu Sukun, gimana kabar menantunya? Udah nggak memar lagi digebukin sama suaminya. Anak Bu Sukun, kan? Ya ampun ... kok bisa sih, mukulin istri. Di depan anaknya juga ya? Haduh ... ikut prihatin ya, Bu," sindir Gendis.

Soraya menyikut lengan Gendis, tapi Gendis masa bodo.

"Kata siapa, Bu?! Anak menantu saya baik-baik aja! Jangan fitnah, ya!" Bu Sukun sampai menunjuk-nunjuk Gendis.

"Lho, bukannya ini udah jadi konsumsi umum, sampe tukang sayur keliling aja tau, lho, Bu. Kalau nggak bener, ya santai aja responnya, Bu Sukun. Kalau benar, nasehatin anak mantunya biar rukun damai tentram berumah tangga."

Keadaan semakin panas. Gendis maju tak gentar. Semua orang mulai menikmati tontonan itu. Bu Sukun berulah lagi dengan berkata jika Kirana suka pulang malam diantar cowok.

"Oh, ya ampun. Cowok itu calon suaminya Kirana, bos perusahaan tempat Kirana kerja. Saya sama Agung udah tau kok, dan setiap Kirana pulang malam, kami di teras duduk nungguin. Bu Sukun kan nggak lihat sampai teras, cuma ngintip dari pagar kan? Nggak akurat nih, jelek-jelekin anak saya." Gendis tertawa lepas.

Bu Sukun mulai kesal, wajahnya ditekuk. Ketua arisan menyela dengan memulai acara, lalu uang setoran arisan dikumpulkan ke bendahara. Satu orang tiga ratus ribu, total yang ikut dua puluh orang.

"Bu Ketua, uang arisan saya sekalian bulan depan, ya, saya antar uangnya sore ini, lupa nggak bawa dompet," ujar Bu Sukun.

Gendis membuka tas, lalu mengambil dompet. Ia keluarkan uang tunai tiga ratus ribu. "Bu Sukun, nih, saya talangin ya. Nanti antar aja uangnya ke rumah, malam kalau perlu sekalian lihatin Kirana pulang diantar calon suaminya, jadi nggak salah informasi."

Yuni menahan tawa. Sedangkan ibu-ibu lain melongo.

"Jangan cari masalah sama saya ya, Bu Sukun. Urus keluarga masing-masing," bisik Gendis ke bu Sukun dengan tatapan tajam. Bu Sukun hanya bisa diam mematung. Ia malu sendiri tapi tetap bisa santai dan cuek cengangas cengenges.

bersambung,

Bab terkait

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Yasmin keterlaluan

    πŸ’Warung makan khas sunda ramai sekali saat akhir pekan. Gendis berada di sana sejak pagi bahkan saat belum buka. Ia sibuk di dapur membantu anak buahnya menyiapkan banyak hal."Tik! Meja sepuluh tanyain, pesanannya udah semua belum?" perintah Gendis."Baik, Bu!" sahut semangat Tika. Gendis menuju meja prasmanan berisi wadah-wadah delapan jenis sambal yang digratiskan."Jo, Jojo," panggilnya sambil melambaikan tangan. Jojo mendekat. "Sambal mangganya tinggal setengah, ambil di dapur, isi ya. Jangan sampai begini," bisiknya."Iya, Bu Gendis," tukas Jojo seraya berlari. Warung itu bersuansa putih dan hijau muda. Kapasitas bisa menambung seratus orang lebih, dengan konsep kekeluargaan, menu yang disediakan Gendis bahkan ada yang khusus untuk anak-anak dengan paket menarik juga porsi yang pas, jadi tidak terbuang makanannya.Prinsip jualanannya begitu, jika tidak habis makanan yang dipesan, kena denda tiga puluh persen. Tidak takut pengunjung lari? Oh, tidak. Justru ia mau mengajarkan pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Rebutan

    πŸ’"Kamu kenapa bohong sama Yasmin, Bang. Ke Bali kok bilangnya ke Surabaya. Pantesan dia minta pesenin tiket kereta." Gendis mengantar Daffa sampai ke terminal bis bandara."Kesel, Bu. Bu, nggak apa-apa Ibu urus bayi?" Daffa menoleh ke baby car seat di jok belakang, anaknya tidur pulas."Emang kamu pikir, empat anak Ibu siapa yang urus?! Sembarangan. Kamu kerja aja, fokus. Istrimu biar di rumah sendirian. Biar mikir. Itu juga kalau punya pikiran. Hati-hati, ya, Bang," pesan Gendis. Daffa menyalim lalu mencium pipi ibunya. Daffa juga mencium putranya sejenak sebelum mengambil koper di bagasi."Hati-hati, Nak!" teriak Gendis lalu melambaikan tangan. Ia tancap gas pulang ke rumah, sebelumnya sudah menelpon Nanda untuk belikan pampers juga sabun bayi."Ibumu gendeng, urus kamu nggak becus. Maaf ya, Nini harus ngomong gini," gumam Gendis tak kuasa menahan rasa kesal. Ia mengemudi dengan hati-hati karena membawa cucunya.Di rumah, semua menyambut senang apalagi Raffa dan calon istrinya. Ca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Perang dingin

    πŸ’"Aku nggak peduli ya, warga semua akhirnya gosipin keluargaku karena Raja sekarang tinggal di rumah. Cucuku harus di selamatkan dari Ibunya yang sak wudele dewe." Sambil menyuguhkan minuman, Gendis ngedumel ke ketiga temannya yang berkunjung."Jujur, Ndis, kamu jadi mertua emang saklek. Kalau udah A ya, A. Punya standarisasi sendiri demi semua berjalan seusai arahan." Yuni duduk memangku bantal sofa.Hari itu mereka bisa bertemu karena waktu lowong bersamaan sekaligus Gendis mau membahas seragam untuk nikahan Raffa."Aku begini karena faktanya emang ngeselin, Yun.""Terus sekarang, Yasmin gimana? Udah seminggu Raja di sini, kan?" Soraya membuka toples berisi kue kacang."Bener, kan. Nggak ada tanya-tanya tentang Raja. Dia katanya sibuk ngelamar kerja. Itu juga Daffa yang kasih tau aku kemarin." Gendis sebenarnya tak mau rumah tangga anaknya sampai ribet begini, tapi Yasmin memang kebangetan.Sedangkan di rumah Daffa. Pria itu merapikan laptop yang tertinggal di kamar. Ia terpaksa p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Geger satu RT

    πŸ’Rumah Gendis mendadak ramai dengan kumpulnya semua anggota keluarga. Baik dari pihak Daffa maupun Yasmin.Ya, akhirnya Gendis tak sabar mau menyidang semua yang terlibat.Selang dua bulan setelah pernikahan Raffa hal itu terjadi. Kenapa menunggu selama itu? Karena Gendis mau lihat sejauh mana usaha anak dan menantunya memperjuangkan keutuhan rumah tangga."Sekarang begini aja. Saya sebagai mertuanya Yasmin juga minta maaf kalau dibilang terlalu ikut campur urusan rumah tangga mereka, tapi ... seandainya ... seandainya posisi Daffa jadi anak Ibu dan diperlakukan begini. Apa Ibu terima?!" tekan Gendis."Bu Gendis, kita sebaiknya nggak perlu terlalu dalam mencampuri. Kapan anak-anak bisa paham apa itu rumah tangga kalau apa-apa didikte orang tua!" Ibunya Yasmin coba mengutarakan pendapat."Oh, nggak bisa," ujar Gendis dengan telunjuk menggarah ke besannya."Daffa sudah sibuk kerja, ya. Capek dijalan juga karena berangkat pun naik motor. Daffa belum punya mobil. Bisa aja sih, saya dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Karyawan baru

    πŸ’Gendis berjalan mondar mandir di depan ketiga temannya. Mereka berkumpul di toko roti milik Gendis."Jelek namaku di komplek jadinya," gumam Gendis seraya berpikir bagaimana memperbaiki nama keluarganya."Udah, lah. Kaya setiap rumah nggak ada boroknya. Tenang, lah, Ndis," sahut Soraya.Yuni miris, tapi memang sepandai bangkai terkubur pasti tercium juga baunya."Ndis, yang penting Daffa udah proses cerai. Raja diambil alih hak asuhnya dan Yasmin, kapok karena nggak dapat apapun dari Daffa. Itu aja udah paling penting." Yuni memberikan penilaian karena ia juga yang menemani Gendis ke pengadilan bersama pengacara."Ini udah sidang ke dua, tapi Yasmin masih mau minta harta gono gini. Harta apaan? Dari awal nikah aku yang sokong!" Emosi Gendis terpantik. Ia berkacak pinggang. Tiga temannya memperhatikan sambil duduk, malas menangkan nenek-nenek sumbu pendek."Permisi, Bu Gendis," sela salah satu karyawan."Ya, ada apa, Wan?" Gendis menoleh ke Wawan."Bu, calon karyawan baru sudah data

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Kondisi Laras dan Adinda

    πŸ’"Udah siap? Kita nggak akan kelihatan mencurigakan, kan?" bisik Soraya takut apa yang mereka lakukan membuat Laras tersinggung. "Nggak. Udah, yuk! Kita pemanasan dulu," ajak Yuni. Mereka berdua akan jogging pagi, Gendis dan Endah menyusul karena masih asa urusan di rumah. Jalan kaki dengan ritme pelan dilakukan, menyapa tetangga-tetangga sebelum menuju ke arah rumah Laras. Dari semua rumah, memang rumah yang Laras tinggali terlalu mencolok dengan kondisi yang cukup miris. Satu kali putaran dilakukan Yuni dan Soraya sambil memata-matai, lantas mereka ke arah lapangan RT. Di sana sudah ada Endah dan Gendis yang juga memakai baju olahraga training warna pink. "Laras di rumah, kan?" lirih Endah. "Ada, tadi kedengeran lagi cuci baju. Ada air ngalir dari arah selokan, bau pewangi juga," jawab Yuni."Yaudah, yok. Inget, kalau ditanya bilang kita habis muterin komplek dari setengah jam lalu," ujar Gendis. Keempatnya berjalan ke arah rumah Laras. Bangunan dua tingkat itu terlihat sud

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Urusan rumah sakit

    πŸ’"Bu," sapa Raffa setelah sampai. Ia menyalim punggung tangan Gendis lalu menghampiri Adinda yang masih sedikit pucat. "Kamu nggak apa-apa?" bisiknya. Adinda mengangguk. "Raf, kenapa nggak bilang Dinda mau operasi kista?!" Langsung semprot. Raffa berbalik badan perlahan mengarah pada Gendis. Raut wajahnya langsung berubah sendu. "Bukan gitu, Bu, Raffa cuma nggak mau Ibu pusing. Mikirin masalah Bang Daffa aja udah bikin Ibu naik tensi." "Sembarangan," protes Gendis seraya berkacak pinggang, ia juga memakai celemek karena sedang masak. "Urusan Bang Daffa udah Ibu serahin ke sang khalik! Terserah itu anak mau galau atau apalah. Yang penting cerai!" Gendis diam, menunggu sanggahan Raffa. "Yaudah, maaf, Bu. Ibu masak apa? Wangi amat?" Raffa mengeluarkan kemeja kerja dari dalam celana. Ia mendekat ke Gendis. "Sop ayam kampung. Kaldunya bagus buat kondisi Dinda, sama Ibu bikin tumis selada air pakai teri, biar sedep makannya. Ayahmu nanti ke sini juga." Gendis mengaduk sop ayam lagi.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Permintaan perangkat RT

    πŸ’Aisyah menyiapkan makan malam untuk ibunya. Ia sendiri beralasan masih kenyang, jadi membiarkan ibunya makan yang banyak. "Syah, operasinya nanti berhasil nggak, ya?" tukas Laras pelan. "Berhasil. Yang penting Ibu jangan banyak pikiran. Bu ... tadi Isyah pulang diantar Kak Kirana, dia cerita katanya Mas Daffa cerai, padahal udah punya anak." Aisyah bertopang dagu. "Ya terus? Kamu kasihan?" Laras tersenyum tipis. "Nggak, sih. Cuma aneh aja. Ngapain nikah kalau akhirnya ce--" Aisyah diam. Ia tatap Laras yang ternyata menatapnya lekat. "Maaf, Bu, nggak maksud nyindir." Laras lanjut makan diiringi senyuman. "Cerai itu pilihan, Syah. Tergantung seberat apa masalahnya. Kalau orang tuamu ini, udah jelas apa masalahnya dan berat. Kalau Daffa, bisa aja sama-sama berat tapi buat dia, buat kita belum tentu. Jangan menilai perceraian selalu karena hal berat atau sepele ya, Syah. Semua kembali ke permasalahannya." Aisyah mengangguk. Hujan deras kembali turun. Aisyah meletakkan baskom dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05

Bab terbaru

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Stalking Henggar

    πŸ’Mobil sedan melaju pelan setelah mendekati satu bangunan ruko di kawasan perumahan kalangan menengah ke atas. Keempat wanita paruh baya saling melempar pandangan ke arah bangunan berlantai dua dengan desain modern minimalis mediterania. "Ini kantornya, Ndis?" celetuk Yunni. "Iya kayaknya," sahut Gendis seraya melongok ke arah luar dari balik kaca mobil. Tangannya masih memegang kemudi, tubuhnya condong ke depan juga. "Terus, kita ngapain? Ndis, kalau suami dan anakku tau, bisa diomelin aku? Pergi lama-lama," keluh Soraya. Gendis menoleh ke belakang. "Nanti aku yang ngomong sama suami dan anak-anakmu," sewotnya. Lain dengan Endah yang oke oke aja, apalagi jika izin perginya dengan Gendis, pasti semua aman terkendali. "Tujuan kamu apa sih, Ndis. Kalau emang Henggar tulus dan sayang sama Kirana, kenapa kamu nggak restuin?" Soraya mau memperjelas tujuan mereka memata-matai Henggar. Gendis menyandarkan tubuh pada jok mobil yang diduduki, jemarinya mengetuk kemudi seraya berpikir

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Nggak boleh protes!

    πŸ’Aisyah menyiapkan bekal untuk Raja, walau masih dua tahunan usianya lalu bersekolah, Daffa tetap meminta Raja bawa bekal sendiri. Kotak makan dimasukan ke dalam tas kecil berbentuk pesawat. Raja baru bangun tidur digendong Daffa yang hendak berangkat kerja. "Jumat besok ada kegiatan berkunjung ke sea world, aku cuti jadi bisa temani Daffa. Kamu di sini aja." Raja dipangku duduk di kursi meja makan. Aisyah mengangguk patuh, ia berdiri di dekat bak cuci piring. "Sarapan Raja mana?" Daffa melempar pandangan tajam. Aisyah lupa. Ia menepuk keningnya, lalu mengeluarkan bubur ayam buatannya dari microwave. Raja suka karena rasanya gurih kaldu sapi. Aisyah memasak sejak pukul tiga. "Ini, Mas." Aisyah meletakkan mangkuk bentuk anak singa warna orange. Raja pindah duduk di kursi kusus bayi, Daffa menyuapi Raja sambil menikmati sarapannya yang ia beli sendiri setiap malam. Aisyah bagaimana? Tetap berdiri memperhatikan, belum makan. Hanya minum teh. "Kamu bisa siapin baju Raja untuk hari

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Masa depan anak perempuan

    πŸ’Meja makan diisi Gendis, Agung dan dua anak gadisnya. Makan malam syahdu karena saling bercerita hal-hal ringan yang terjadi hari itu. Ikan bakar masakan Gendis selalu menjadi kesukaan Agung. Makan tak pilih-pilih, apa yang Gendis sajikan dilibas habis masuk ke perut. "Bu, pendapatan Ibu dari usaha macem-macem, udah berapa omset rata-rata sebulan?" tutur Kirana, ia nambah sambal matah yang super seger karena asam pedas. "Mau tau? Kenapa? Incer warisan?" judes Gendis. Kirana hanya menyipitkan kedua matanya ke arah sang ibu. "Nuduh melulu. Kiran punya gaji sendiri, Bu.""Oh, kirain. Ibu mau sumbangin warisan Ibu soalnya, kalian cari duit sendiri, ya," canda Gendis. Nanda dan Kirana hanya menggeleng pelan sambil terkekeh. "Emang kenapa, Kirana?" Gendis menjeda menikmati makan malamnya. Kirana menatap lekat kedua mata ibunya. "Bu, jangan kecapean. Masih ada Kirana dan Nanda yang belum nikah. Kami anak cewek, butuh Ibu untuk ajarin banyak hal. Ya soal anak, rumah tangga." Gendis

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Apa kata mas daffa aja

    πŸ’"Alasan apapun, terserah kamu bilang ke Ibu apa kita pisah kamar." Daffa melepaskan setelan jas yang dikenakan untuk acara pernikahan. "Oke." Dengan santai Aisyah menjawab sambil duduk di sofa ruang tengah apartemen yang menyambung ke dapur juga meja makan kecil. Namanya diapartemen, apalagi Agung dan Gendis menyewakan yang tipe kecil. Niat hati supaya anak dan menantunya bisa mulai berkomunikasi lancar lalu muncul benih cinta, rupanya tak mudah. Ya ... yang penting sudah usaha. "Kamar kamu itu, karena saya sama Raja jadi yang agak besar," tunjuknya ke kamar yang lebih kecil. "Oke," tukas Aisyah simple. "Udah? Aku mau ganti baju dan mandi. Raja datang sama susternya sebentar lagi, kan?" "Raja datang tiga hari lagi, karena orang tua kita berpikir kita lagi bulan madu." Daffa masuk ke dalam kamar utama. Aisyah menjawab dengan satu kata 'oh.' Lalu masuk ke kamarnya. Detik jam terasa lama. Tak ada kegiatan pengantin baru yang dilakukan mereka. Daffa tidur lepas sholat Isya, sedan

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Batal Minggat

    πŸ’Laras menolak lamaran yang meminta Aisyah menjadi istri Daffa. Alasannya, Laras merasa tak pantas berbesan dengan Gendis, apalagi latar belakang kegagalan rumah tangga yang didera wanita itu pasti akan menjadi masalah suatu saat nanti. Laras lupa, yang ada dihadapannya adalah Gendis, wanita keras kepala yang punya insting tepat layaknya peramal tanpa pernah meleset. "Yang bikin kamu malu apa sebenernya? Kalau masalah tetangga omongin kamu, diemin aja, Ras." Gendis merapatkan duduknya ke arah Laras. "Namanya tinggal bertetangga, mau di gang sempit, komplet elit, komplek kayak kita, pasti akan ada gossip, Ras. Aku yakin Aisyah bisa jadi istri yang memang Daffa mau untuk seumur hidupnya. Anak itu aja masih gendeng, butuh obat dan itu ... Aisyah." Laras menggeleng tak yakin, "Ndis, Agung ... jangan jadikan anakku tersiksa menikah dengan Daffa. Mungkin Daffa butuh waktu untuk obati hatinya, tapi bukan dengan Aisyah." Laras tetap berusaha menolak. "Nggak, Ras. Aisyah paling pas. Aku n

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Jalan keluar kehabisan beras

    πŸ’"Cari istri kayak Ibumu, Bang," ucap Agung mencoba membuka pikiran anaknya. Sejak keputusan dibuat Gendis, Daffa langsung murung. "Nggak bisa, Yah. Jalan hidup kan beda-beda," kilah Daffa. "Siapa bilang?" jeda Agung terkekeh. "Ada doa. Kamu lupa?" sindirnya. Kursi teras menjadi saksi obrolan ayah dan anak itu hampir larut malam. Daffa masih tak bisa menerima keputusan Gendis, tapi tetap harus dijalankan. Esok hari. Gendis membahas rencana melamar Aisyah bersama Yuni, Endah dan Soraya. Semua mendukung, tinggal bicara ke Laras saja yang harus tepat waktu. Namun, setelah sepekan, Laras mendadak tak ada di rumah. Bahkan saat Gendis menemani Adinda operasi, masih menyempatkan diri ke rumah Laras, semua terkunci. Hanya lampu teras menyala. "Kemana si Laras? Aisyah juga nggak kerja dua hari ini?" gumamnya lantas mengarahkan kemudi ke arah rumah. "Kucing beranak!" lontarnya kaget karena sekuriti RT mendadak muncul sambil menghentikan laju mobilnya. "Bu Gendis, cari Bu Laras?" kata se

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Efek samping gotong royong

    πŸ’Sabtu pagi pekan itu, menjadi hari dilaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan, menghias juga 'bedah rumah' kecil-kecilan untuk Laras. Wanita itu mendapatkan jadwal operasi dua minggu lagi, jadi masih bisa beraktifitas normal. Dari dalam rumah, ia membawa nampan berisi bakwan goreng buatannya, padahal Gendis sudah melarang. Ada kas RT yang digunakan untuk konsumsi anak muda yang merapikan rumah. Tak enak hati, Laras tetap membuatkan suguhan sederhana. Aisyah sendiri bekerja, pagi-pagi sekali sudah ke toko karena ada yang booking untuk acara sekolah. Ia harus menata tempat di lantai dua. "Bang Daffa, kamu bisa kayaknya ganti plafon. Udah lihat ke lantai atas rumah Tante Laras?" bisik Gendis saat Daffa baru datang dari rumah. "Belum detail, Bu. Yang lain aja, lah. Abang bersihin halaman aja," tolaknya. "Ih! Gitu amat. Badanmu tinggi gagah, kuat, nggak perlu naik tangga sampai ujung buat ganti plafon," gerutu Gendis. Daffa tetap tak mau, ia memilih membersihkan halaman rumah Ge

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Permintaan perangkat RT

    πŸ’Aisyah menyiapkan makan malam untuk ibunya. Ia sendiri beralasan masih kenyang, jadi membiarkan ibunya makan yang banyak. "Syah, operasinya nanti berhasil nggak, ya?" tukas Laras pelan. "Berhasil. Yang penting Ibu jangan banyak pikiran. Bu ... tadi Isyah pulang diantar Kak Kirana, dia cerita katanya Mas Daffa cerai, padahal udah punya anak." Aisyah bertopang dagu. "Ya terus? Kamu kasihan?" Laras tersenyum tipis. "Nggak, sih. Cuma aneh aja. Ngapain nikah kalau akhirnya ce--" Aisyah diam. Ia tatap Laras yang ternyata menatapnya lekat. "Maaf, Bu, nggak maksud nyindir." Laras lanjut makan diiringi senyuman. "Cerai itu pilihan, Syah. Tergantung seberat apa masalahnya. Kalau orang tuamu ini, udah jelas apa masalahnya dan berat. Kalau Daffa, bisa aja sama-sama berat tapi buat dia, buat kita belum tentu. Jangan menilai perceraian selalu karena hal berat atau sepele ya, Syah. Semua kembali ke permasalahannya." Aisyah mengangguk. Hujan deras kembali turun. Aisyah meletakkan baskom dan

  • Mertua Masa Gini?Β Β Β Urusan rumah sakit

    πŸ’"Bu," sapa Raffa setelah sampai. Ia menyalim punggung tangan Gendis lalu menghampiri Adinda yang masih sedikit pucat. "Kamu nggak apa-apa?" bisiknya. Adinda mengangguk. "Raf, kenapa nggak bilang Dinda mau operasi kista?!" Langsung semprot. Raffa berbalik badan perlahan mengarah pada Gendis. Raut wajahnya langsung berubah sendu. "Bukan gitu, Bu, Raffa cuma nggak mau Ibu pusing. Mikirin masalah Bang Daffa aja udah bikin Ibu naik tensi." "Sembarangan," protes Gendis seraya berkacak pinggang, ia juga memakai celemek karena sedang masak. "Urusan Bang Daffa udah Ibu serahin ke sang khalik! Terserah itu anak mau galau atau apalah. Yang penting cerai!" Gendis diam, menunggu sanggahan Raffa. "Yaudah, maaf, Bu. Ibu masak apa? Wangi amat?" Raffa mengeluarkan kemeja kerja dari dalam celana. Ia mendekat ke Gendis. "Sop ayam kampung. Kaldunya bagus buat kondisi Dinda, sama Ibu bikin tumis selada air pakai teri, biar sedep makannya. Ayahmu nanti ke sini juga." Gendis mengaduk sop ayam lagi.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status