Bowo menunda langkah saat melihat sebuah mobil jenis sporty berhenti tepat di pekarangan rumah tipe 45 yang kemarin baru saja ia belikan untuk istri keduanya Liana.Laki-laki itu mengerenyitkan kening, mengira-ngira mobil siapa yang terparkir manis di depan rumah yang baru saja ia beli itu.Bowo naik ke teras rumah dengan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan lalu mengetuk pintu perlahan. Namun tak juga dibuka hingga lelaki itu kembali mengetuk dengan keras sampai akhirnya pintu pun terbuka.Tetapi bukan Liana yang membukanya melainkan seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan penampilan necis dan meyakinkan yang tidak Bowo kenal.Ah, siapa laki-laki ini gerangan dan mau apa berada di rumah istri mudaku siang-siang begini? Tak urung benak Bowo diliputi tanda tanya."Siapa kamu?" tanya Bowo dengan rasa ingin tahu dan cemburu yang membuncah dan tak kuasa ditahan lagi saat melihat lelaki itu. Sementara lelaki di depannya juga menatap Bowo dengan tatapan yang sama, tatapan ing
"Sudahlah, Yun. Aku capek! Aku mau istirahat dulu! Minggir" Sekali lagi Bowo menyingkirkan tubuh istrinya tetapi Yuni hanya bergeming saja, tak beranjak dari posisinya sedikit pun, malah sengaja berkacak pinggang di depan suaminya itu."Istirahat katamu? Nggak salah kamu mau istirahat di rumah ini, Mas? Kenapa tidak di rumah selingkuhanmu saja? Kamu bisa istirahat dengan puas seperti yang sudah kamu lakukan selama ini! Lalu kenapa kamu tiba-tiba memilih pulang? Jangan-jangan kamu sudah diusir dari rumahnya karena dia ganti suami baru, ya?" ejek Yuni dengan kasar dan sinis, membuat Bowo emosional mendengarnya."Bukan urusanmu! Yang jelas aku masih suamimu jadi tentu saja aku berhak pulang, bukan?" "Berhak pulang? Siapa bilang? Ini bukan rumah kamu, Mas! Lalu siapa yang memberi hak kamu untuk pulang ke sini? Rumah kamu sendiri kan ada? Rumah yang kamu dapatkan dari menipu istri yang sudah mendampingi hidupmu selama ini! Siapa yang menghuni rumah itu sekarang? Jangan bilang perempuan si
"Mbak Yuni ...!" Alvin memburu tubuh sang kakak yang tampak luruh di atas lantai. Darah segar terlihat mengucur dari luka di bagian kepalanya."Yuni?" Senada dengan Alvin, Bowo pun tampak panik. Laki-laki itu mengejar tubuh Yuni yang tampak tak bergerak di tempat ia jatuh telentang."Semua gara-gara kamu, Mas. Puas kamu sudah membuat kakakku jadi begini? Pergi dari sini, biar aku sendiri yang ngurus kakakku. Aku nggak perlu bantuan kamu!" Alvin menghalau tangan kakak iparnya dengan kasar membuat sesaat terjadi saling sikut antara ia dan Bowo."Mama ...." Pekikan penuh rasa terkejut juga datang dari balik pintu ruang tamu. Tampak Dea dan Deo, anak-anak Yuni dan Bowo berteriak panik saat melihat ibu mereka terbujur layu di atas lantai, sementara sang papa dan paman mereka, justru tengah sibuk bertengkar meributkan siapa yang berhak menolong ibunya."Papa, mama kenapa? Kok berdarah gini? Sudahlah, jangan bertengkar lagi, Pa ... Om ... kita bawa mama sekarang juga ke rumah sakit ya? Dea
"Gimana, dok keadaan istri saya? Apa sudah siuman, dok?" Bowo memburu pria berbaju putih yang baru saja keluar dari pintu ruangan operasi itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung lagi.Di depannya, sejenak laki-laki berjas putih itu menghentikan langkahnya, lalu memandang Bowo dengan tatapan ingin tahu yang sama."Saudara siapanya pasien?" tanya dokter itu dengan tenang."Saya suaminya pasien dok," sahut Bowo dengan nada tak sabar ingin segera mengetahui kondisi Yuni yang sedari tadi tampaknya belum juga sadar dari pingsannya. Dan itu membuatnya dicekam rasa gelisah."Alhamdulillah, pasien sudah siuman dan sudah mulai kembali kesadarannya, Pak. tapi belum bisa diajak berkomunikasi lebih lanjut karena trauma dan luka di bagian belakang kepala yang cukup dalam. Kita lihat saja dalam beberapa jam ke depan ya. Semoga saja pasien tidak kenapa-kenapa dan bisa pulih kembali kesadarannya. Oke. Saya permisi dulu." Sang dokter berucap tegas lalu kembali meneruskan langkahnya yang tert
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama satu minggu, dokter akhirnya mengizinkan pasien/Yuni pulang ke rumah, sembari tak lupa untuk melakukan kontrol sesuai jadwal yang telah diberikan.Keadaan Yuni mulai membaik meski masih sering mengalami pusing dan sakit di bagian kepalanya. Namun, menurut dokter hal itu normal karena Yuni masih dalam proses penyembuhan.Yuni sendiri sejak kesadarannya semakin meningkat, merasa terkejut mendapati Bowo ternyata ada di sampingnya. Menurut yang ia dengar dari Alvin, Bowo tak sekalipun meninggalkan Yuni sejak pertama kali jatuh sakit.Hal itu membuat amarah dan sakit hati yang selama ini ada dalam benak Yuni perlahan mulai terkikis, meskipun masih menyisakan bekas yang tak mungkin hilang begitu saja.Sudah banyak yang jadi korban karena keegoisan laki-laki itu. Ibunya dipenjara, itu karena perilaku suaminya yang sudah memanfaatkan penghasilannya dan ibunya secara diam-diam bahkan menghabiskannya demi perempuan lain yang bahkan tak punya and
"Hai, Nit ... nggak nyangka ya bisa ketemu kamu di sini. Lagi sama siapa? Al ... vin?" Dina terpaku saat matanya tertumbuk pada sosok Alvin yang membeliak kaget karena tak menyangka bisa bertemu dirinya di tempat seperti itu.Melihat Dina menatapnya heran, buru-buru Alvin menundukkan kepalanya hingga membuat Anita sampai harus mengernyitkan dahinya karena bingung.Gadis itu juga heran karena ternyata Dina yang ia kenal karena keluarganya merupakan mitra bisnis perusahaan yang didirikan Vira yang saat ini ia kelola ternyata juga mengenal Alvin. Lalu sejauh mana gadis itu mengenal laki-laki muda di depannya ini ya? Apa ada hubungan spesial diantara mereka sebelum Alvin bertemu dengannya? Galau hati Anita ingin tahu."Kalian saling kenal?" Anita bertanya sembari menatap Dina dan Alvin berganti-gantian dengan rasa penasaran."Ya, kenallah. Dia mantan suami temanku. Kalian sendiri sudah lama saling kenal?" Dina balik bertanya pada Anita yang tiba-tiba merasa kaget dan kurang nyaman mendeng
Pasca makan siang itu, hubungan Alvin dan Anita tak lagi intens seperti sebelumnya. Beberapa kali Alvin mencoba mengirim pesan di aplikasi hijau, tetapi Anita hampir tak antusias membalasnya.Alvin akhirnya sadar mungkin perjuangannya memang harus kandas pada titik itu juga. Anita ternyata bukanlah jodoh yang dikirimkan Tuhan untuk menggantikan Vira dan Meisya, melainkan teguran agar ia mau berubah dan memperbaiki dirinya.Sejujurnya gadis itu memang sulit untuk ia jangkau. Kehidupan mereka sangat lah jauh berbeda. Anita terlahir dari keluarga kaya dan memiliki pekerjaan yang punya prestis baik di mata masyarakat, seorang dokter spesialis anak.Sedangkan ia tak punya apa-apa. Baru saja mencoba merintis usaha menjadi seorang content creator di aplikasi berwarna merah. Itu pun masih terhitung pemula. Meski sudah mulai memiliki penghasilan, tetapi semua itu belumlah sepadan untuk bisa membuatnya sebanding dengan Anita.[Vin, buktikan kamu sudah berubah jauh lebih baik dari yang dulu. Bar
"Kamu kenapa, Vin? Kok senyum senyum sendiri?" tanya Bu Surti saat melihat putranya tampak senyum-senyum simpul saat membaca pesan WhatsApp yang baru saja diterima olehnya.Pesan WhatsApp dari sosok Anita yang beberapa hari ini kembali dekat dengannya setelah hampir dua tahun lamanya mereka tak lagi menjalin komunikasi. Namun, kemarin secara tiba-tiba gadis itu kembali menghubunginya dan barusan mengatakan kalau kedua orang tuanya memintanya bertemu dengan dirinya.Apakah itu berarti kedua orang tua gadis itu telah siap sedia menerima dirinya menjadi calon menantu mereka? Ah, senangnya andai benar demikian, batin Alvin penuh harap dan bahagia."Hmm, ini Bu. Ada pesan dari teman dekat Alvin. Dia bilang kedua orang tuanya mau bertemu Alvin. Gimana menurut ibu?" jawab Alvin sambil menatap lekat ibunya.Bu Surti balik menatap putranya dan tersenyum lebar."Oh ya? Kamu sudah punya teman dekat dan kedua orang tuanya ingin segera bertemu kamu? Syukurlah kalau begitu, Vin. Semoga ini pertanda