"Maksud kamu apa, Yun? Ibu nggak ngerti! Kenapa kamu marah marah sama ibu begini? Apa salah ibu sama kamu?" Bu Surti terhenyak tak mengerti.Ia sama sekali tak menyangka jika Yuni akan sanggup berkata dan bersikap kasar terhadapnya seperti sekarang ini. Apa kesalahan yang sudah ia perbuat pada anak perempuannya itu sebenarnya sehingga Yuni marah pada nya? Bu Surti benar benar tak habis mengerti. Ia benar benar tak tahu jika Yuni sebenarnya sudah tahu mengenai hubungan tak lazimnya itu pada menantunya sendiri dan itu membuat Yuni akhirnya menyimpan amarah dan kebencian terhadap ibunya sendiri."Ibu masih bertanya apa salah Ibu padaku? Ibu punya perasaan nggak sih sebenarnya? Ibu tahu kan kalau aku ini anak kandung Ibu sendiri tapi kenapa Ibu tega mengkhianati aku seperti ini, Bu? Kenapa?" Yuni berteriak keras sembari menangis. Air mata mulai meluncur jatuh dari pipinya tanpa bisa dicegah.Batinnya sangat sakit dan terluka.Wanita yang selama ini ia percayai, ia dukung habis habisan jus
Hari itu juga Yuni dan Bowo membawa Bu Surti ke pasar. Teriakan penolakan dari wanita itu tak membuat anak perempuannya tersebut mengurungkan niat memaksa ibunya kembali meminta-minta.Yuni malah mengancam jika ibunya tak mau menuruti kemauannya, wanita itu akan mengadukan perbuatannya dengan Bowo ke kantor polisi.Yuni juga mengancam akan mengadukan perilakunya yang tidak pantas sebagai mertua itu pada Alvin. Itu sebabnya, akhirnya Bu Surti pun bersedia menuruti keinginan anaknya itu meski dengan hati terpaksa.Bu Surti terduduk di depan emperan pertokoan. Tangannya menengadah meminta siapapun pengunjung toko yang lewat untuk memberi sumbangan.Perban dipenuhi merah noda darah tampak membalut lututnya yang sekilas terlihat bengkak. Bau amis merebak dari luka yang dibuat-buat itu. Tentu saja, karena Yuni benar-benar memoleskan darah di luka itu. Darah ayam yang ia minta di tempat pemotongan ayam.Orang-orang memandangnya dengan iba hingga beberapa di antara pengunjung toko yang lewat
"Dapat berapa hari ini, Bu?" tanya Yuni saat menjemput sang ibu keesokan harinya di pusat pertokoan seperti biasanya.Tanpa menjawab, Bu Surti menyerahkan plastik berisi uang hasil meminta-minta yang ia lakukan itu pada anak perempuannya dengan gerakan tak suka."Hitung aja sendiri! Oh ya, besok ibu nggak bisa operasi karena ibu ada pekerjaan lain!" ucap Bu Surti sembari merapikan pakaiannya lalu berjalan menuju kendaraan roda dua sang anak, tetapi Yuni buru-buru menghalangi."Nanti dulu pulangnya, Bu. Aku ke sini cuma mau ngambil uang yang sudah ada aja dulu. Ini kan masih siang, baru jam 3 sore. Nanti jam enam baru aku jemput lagi," sahut Yuni sembari memasukkan kantong berisi uang hasil meminta-minta ibunya itu ke dalam saku jaketnya dan bersiap siap pergi tanpa peduli keberatan dari ibunya itu."Tapi ibu udah capek, Yun! Tega kamu perlakukan ibu seperti ini! Nggak nganggap ibu ini ibu kandung kamu lagi!" sergah Bu Surti dengan suara bergetar.Hatinya sakit bukan main. Bahkan hingg
"Mas, siapa perempuan ini? Kok kalian bisa sama-sama ke sini?" Nanar, Yuni membuka mulutnya.Ia merasa bingung bagaimana bisa suaminya tiba-tiba ada di tempat yang sama dengannya, tetapi lelaki itu tidak sendirian melainkan bersama perempuan lain yang sudah memanggil nama suaminya itu dengan panggilan teramat mesra. Dan sama seperti dirinya, perempuan yang bersama suaminya kelihatannya juga tertarik hendak membeli rumah di kompleks yang sama ini. Tapi siapa sebenarnya perempuan itu?"Mas, siapa perempuan ini?" ulang Yuni lagi saat didapatinya suaminya hanya diam saja saat ditanya dengan ekspresi wajah terlihat resah.Sementara wanita yang berdiri di sampingnya juga memandanginya dengan tatapan bingung dan resah.Ya. Meskipun Liana belum pernah bertemu dengan Yuni secara langsung seperti saat ini tetapi saat mendengar Bowo mengucapkan nama wanita itu dengan rasa terkejut tadi, ia pun langsung tahu jika perempuan yang sedang ada di hadapan mereka adalah istri pertama dari lelaki ini. D
"Halo, dengan Ibu Yuni? Bu Yuni kami beritahukan bahwa ibu anda, Bu Surti saat ini kami tahan di kepoli*ian karena terbukti menjadi pengedar obat-obatan terlarang." Beritahu seseorang di seberang telpon pada Yuni yang sedang bingung mencari keberadaan ibunya yang tadi masih ada di depan pertokoan tempat ia beroperasi seperti biasanya tersebut namun saat ini tak ada di tempat itu.Mendengar pemberitahuan laki-laki di seberang telpon, spontan Yuni merasa terkejut dan tidak percaya. "Ba-bagaimana bisa ibu saya dituduh sebagai pengedar obat-obatan terlarang, Pak? Bapak pasti salah tangkap, ibu saya tidak pernah kenal obat-obatan terlarang apalagi mengedarkannya," sahut Yuni berusaha mementahkan ucapan petugas itu dengan nada tidak percaya. Ya. Bagaimana mungkin ibunya yang sehari-hari hanya berprofesi sebagai peminta-minta itu justru ditangkap karena menjadi pengedar narkoba? Tuduhan apa itu? Namun sepertinya petugas di seberang telpon tidak begitu saja percaya pada penjelasannya."Begi
Bu Surti tertunduk lesu sesaat setelah vonis hakim dijatuhkan. Tiga tahun penjara. Bukan waktu yang sebentar tetapi apa daya ia tak kuasa melawan bukti-bukti yang dihadirkan jaksa penuntut umum yang memang memberatkan dirinya.Sementara di tempat duduknya, Yuni dan Alvin menyeka air mata yang menetes tanpa mampu ditahan lagi. Sejak Bu Surti ditahan di di sel tahanan, kehidupan mereka memang tidak lagi sama.Dipenjaranya sang ibu telah membuat mereka seolah kehilangan sosok yang selama ini mengendalikan keluarga. Terlebih Yuni yang sekarang hidup sendiri tanpa suami karena sejak insiden pertengkaran itu, Bowo memang tak lagi pulang ke rumah.Entah kemana dan tidur di mana lelaki itu, mungkin di rumah perempuan yang tempo hari bersamanya, tapi Yuni tak lagi peduli.Alvin dan Yuni mengejar sosok ibu mereka sesaat sebelum petugas membawa kembali ibu mereka ke penjara. Sebelum berpisah mereka berangkulan mencurahkan perasaan masing-masing dan saling menguatkan hingga akhirnya ibu mereka pu
Bowo menunda langkah saat melihat sebuah mobil jenis sporty berhenti tepat di pekarangan rumah tipe 45 yang kemarin baru saja ia belikan untuk istri keduanya Liana.Laki-laki itu mengerenyitkan kening, mengira-ngira mobil siapa yang terparkir manis di depan rumah yang baru saja ia beli itu.Bowo naik ke teras rumah dengan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan lalu mengetuk pintu perlahan. Namun tak juga dibuka hingga lelaki itu kembali mengetuk dengan keras sampai akhirnya pintu pun terbuka.Tetapi bukan Liana yang membukanya melainkan seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan penampilan necis dan meyakinkan yang tidak Bowo kenal.Ah, siapa laki-laki ini gerangan dan mau apa berada di rumah istri mudaku siang-siang begini? Tak urung benak Bowo diliputi tanda tanya."Siapa kamu?" tanya Bowo dengan rasa ingin tahu dan cemburu yang membuncah dan tak kuasa ditahan lagi saat melihat lelaki itu. Sementara lelaki di depannya juga menatap Bowo dengan tatapan yang sama, tatapan ing
"Sudahlah, Yun. Aku capek! Aku mau istirahat dulu! Minggir" Sekali lagi Bowo menyingkirkan tubuh istrinya tetapi Yuni hanya bergeming saja, tak beranjak dari posisinya sedikit pun, malah sengaja berkacak pinggang di depan suaminya itu."Istirahat katamu? Nggak salah kamu mau istirahat di rumah ini, Mas? Kenapa tidak di rumah selingkuhanmu saja? Kamu bisa istirahat dengan puas seperti yang sudah kamu lakukan selama ini! Lalu kenapa kamu tiba-tiba memilih pulang? Jangan-jangan kamu sudah diusir dari rumahnya karena dia ganti suami baru, ya?" ejek Yuni dengan kasar dan sinis, membuat Bowo emosional mendengarnya."Bukan urusanmu! Yang jelas aku masih suamimu jadi tentu saja aku berhak pulang, bukan?" "Berhak pulang? Siapa bilang? Ini bukan rumah kamu, Mas! Lalu siapa yang memberi hak kamu untuk pulang ke sini? Rumah kamu sendiri kan ada? Rumah yang kamu dapatkan dari menipu istri yang sudah mendampingi hidupmu selama ini! Siapa yang menghuni rumah itu sekarang? Jangan bilang perempuan si