"Halo, dengan Ibu Yuni? Bu Yuni kami beritahukan bahwa ibu anda, Bu Surti saat ini kami tahan di kepoli*ian karena terbukti menjadi pengedar obat-obatan terlarang." Beritahu seseorang di seberang telpon pada Yuni yang sedang bingung mencari keberadaan ibunya yang tadi masih ada di depan pertokoan tempat ia beroperasi seperti biasanya tersebut namun saat ini tak ada di tempat itu.Mendengar pemberitahuan laki-laki di seberang telpon, spontan Yuni merasa terkejut dan tidak percaya. "Ba-bagaimana bisa ibu saya dituduh sebagai pengedar obat-obatan terlarang, Pak? Bapak pasti salah tangkap, ibu saya tidak pernah kenal obat-obatan terlarang apalagi mengedarkannya," sahut Yuni berusaha mementahkan ucapan petugas itu dengan nada tidak percaya. Ya. Bagaimana mungkin ibunya yang sehari-hari hanya berprofesi sebagai peminta-minta itu justru ditangkap karena menjadi pengedar narkoba? Tuduhan apa itu? Namun sepertinya petugas di seberang telpon tidak begitu saja percaya pada penjelasannya."Begi
Bu Surti tertunduk lesu sesaat setelah vonis hakim dijatuhkan. Tiga tahun penjara. Bukan waktu yang sebentar tetapi apa daya ia tak kuasa melawan bukti-bukti yang dihadirkan jaksa penuntut umum yang memang memberatkan dirinya.Sementara di tempat duduknya, Yuni dan Alvin menyeka air mata yang menetes tanpa mampu ditahan lagi. Sejak Bu Surti ditahan di di sel tahanan, kehidupan mereka memang tidak lagi sama.Dipenjaranya sang ibu telah membuat mereka seolah kehilangan sosok yang selama ini mengendalikan keluarga. Terlebih Yuni yang sekarang hidup sendiri tanpa suami karena sejak insiden pertengkaran itu, Bowo memang tak lagi pulang ke rumah.Entah kemana dan tidur di mana lelaki itu, mungkin di rumah perempuan yang tempo hari bersamanya, tapi Yuni tak lagi peduli.Alvin dan Yuni mengejar sosok ibu mereka sesaat sebelum petugas membawa kembali ibu mereka ke penjara. Sebelum berpisah mereka berangkulan mencurahkan perasaan masing-masing dan saling menguatkan hingga akhirnya ibu mereka pu
Bowo menunda langkah saat melihat sebuah mobil jenis sporty berhenti tepat di pekarangan rumah tipe 45 yang kemarin baru saja ia belikan untuk istri keduanya Liana.Laki-laki itu mengerenyitkan kening, mengira-ngira mobil siapa yang terparkir manis di depan rumah yang baru saja ia beli itu.Bowo naik ke teras rumah dengan rasa ingin tahu yang tak bisa disembunyikan lalu mengetuk pintu perlahan. Namun tak juga dibuka hingga lelaki itu kembali mengetuk dengan keras sampai akhirnya pintu pun terbuka.Tetapi bukan Liana yang membukanya melainkan seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan penampilan necis dan meyakinkan yang tidak Bowo kenal.Ah, siapa laki-laki ini gerangan dan mau apa berada di rumah istri mudaku siang-siang begini? Tak urung benak Bowo diliputi tanda tanya."Siapa kamu?" tanya Bowo dengan rasa ingin tahu dan cemburu yang membuncah dan tak kuasa ditahan lagi saat melihat lelaki itu. Sementara lelaki di depannya juga menatap Bowo dengan tatapan yang sama, tatapan ing
"Sudahlah, Yun. Aku capek! Aku mau istirahat dulu! Minggir" Sekali lagi Bowo menyingkirkan tubuh istrinya tetapi Yuni hanya bergeming saja, tak beranjak dari posisinya sedikit pun, malah sengaja berkacak pinggang di depan suaminya itu."Istirahat katamu? Nggak salah kamu mau istirahat di rumah ini, Mas? Kenapa tidak di rumah selingkuhanmu saja? Kamu bisa istirahat dengan puas seperti yang sudah kamu lakukan selama ini! Lalu kenapa kamu tiba-tiba memilih pulang? Jangan-jangan kamu sudah diusir dari rumahnya karena dia ganti suami baru, ya?" ejek Yuni dengan kasar dan sinis, membuat Bowo emosional mendengarnya."Bukan urusanmu! Yang jelas aku masih suamimu jadi tentu saja aku berhak pulang, bukan?" "Berhak pulang? Siapa bilang? Ini bukan rumah kamu, Mas! Lalu siapa yang memberi hak kamu untuk pulang ke sini? Rumah kamu sendiri kan ada? Rumah yang kamu dapatkan dari menipu istri yang sudah mendampingi hidupmu selama ini! Siapa yang menghuni rumah itu sekarang? Jangan bilang perempuan si
"Mbak Yuni ...!" Alvin memburu tubuh sang kakak yang tampak luruh di atas lantai. Darah segar terlihat mengucur dari luka di bagian kepalanya."Yuni?" Senada dengan Alvin, Bowo pun tampak panik. Laki-laki itu mengejar tubuh Yuni yang tampak tak bergerak di tempat ia jatuh telentang."Semua gara-gara kamu, Mas. Puas kamu sudah membuat kakakku jadi begini? Pergi dari sini, biar aku sendiri yang ngurus kakakku. Aku nggak perlu bantuan kamu!" Alvin menghalau tangan kakak iparnya dengan kasar membuat sesaat terjadi saling sikut antara ia dan Bowo."Mama ...." Pekikan penuh rasa terkejut juga datang dari balik pintu ruang tamu. Tampak Dea dan Deo, anak-anak Yuni dan Bowo berteriak panik saat melihat ibu mereka terbujur layu di atas lantai, sementara sang papa dan paman mereka, justru tengah sibuk bertengkar meributkan siapa yang berhak menolong ibunya."Papa, mama kenapa? Kok berdarah gini? Sudahlah, jangan bertengkar lagi, Pa ... Om ... kita bawa mama sekarang juga ke rumah sakit ya? Dea
"Gimana, dok keadaan istri saya? Apa sudah siuman, dok?" Bowo memburu pria berbaju putih yang baru saja keluar dari pintu ruangan operasi itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung lagi.Di depannya, sejenak laki-laki berjas putih itu menghentikan langkahnya, lalu memandang Bowo dengan tatapan ingin tahu yang sama."Saudara siapanya pasien?" tanya dokter itu dengan tenang."Saya suaminya pasien dok," sahut Bowo dengan nada tak sabar ingin segera mengetahui kondisi Yuni yang sedari tadi tampaknya belum juga sadar dari pingsannya. Dan itu membuatnya dicekam rasa gelisah."Alhamdulillah, pasien sudah siuman dan sudah mulai kembali kesadarannya, Pak. tapi belum bisa diajak berkomunikasi lebih lanjut karena trauma dan luka di bagian belakang kepala yang cukup dalam. Kita lihat saja dalam beberapa jam ke depan ya. Semoga saja pasien tidak kenapa-kenapa dan bisa pulih kembali kesadarannya. Oke. Saya permisi dulu." Sang dokter berucap tegas lalu kembali meneruskan langkahnya yang tert
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama satu minggu, dokter akhirnya mengizinkan pasien/Yuni pulang ke rumah, sembari tak lupa untuk melakukan kontrol sesuai jadwal yang telah diberikan.Keadaan Yuni mulai membaik meski masih sering mengalami pusing dan sakit di bagian kepalanya. Namun, menurut dokter hal itu normal karena Yuni masih dalam proses penyembuhan.Yuni sendiri sejak kesadarannya semakin meningkat, merasa terkejut mendapati Bowo ternyata ada di sampingnya. Menurut yang ia dengar dari Alvin, Bowo tak sekalipun meninggalkan Yuni sejak pertama kali jatuh sakit.Hal itu membuat amarah dan sakit hati yang selama ini ada dalam benak Yuni perlahan mulai terkikis, meskipun masih menyisakan bekas yang tak mungkin hilang begitu saja.Sudah banyak yang jadi korban karena keegoisan laki-laki itu. Ibunya dipenjara, itu karena perilaku suaminya yang sudah memanfaatkan penghasilannya dan ibunya secara diam-diam bahkan menghabiskannya demi perempuan lain yang bahkan tak punya and
"Hai, Nit ... nggak nyangka ya bisa ketemu kamu di sini. Lagi sama siapa? Al ... vin?" Dina terpaku saat matanya tertumbuk pada sosok Alvin yang membeliak kaget karena tak menyangka bisa bertemu dirinya di tempat seperti itu.Melihat Dina menatapnya heran, buru-buru Alvin menundukkan kepalanya hingga membuat Anita sampai harus mengernyitkan dahinya karena bingung.Gadis itu juga heran karena ternyata Dina yang ia kenal karena keluarganya merupakan mitra bisnis perusahaan yang didirikan Vira yang saat ini ia kelola ternyata juga mengenal Alvin. Lalu sejauh mana gadis itu mengenal laki-laki muda di depannya ini ya? Apa ada hubungan spesial diantara mereka sebelum Alvin bertemu dengannya? Galau hati Anita ingin tahu."Kalian saling kenal?" Anita bertanya sembari menatap Dina dan Alvin berganti-gantian dengan rasa penasaran."Ya, kenallah. Dia mantan suami temanku. Kalian sendiri sudah lama saling kenal?" Dina balik bertanya pada Anita yang tiba-tiba merasa kaget dan kurang nyaman mendeng