Pagi ini Shaynala melewatkan sarapan karena malas bergabung satu meja dengan Kaindra, ia mengatakan kepasa Umi nya kalau akan sarapan di luar, sehingga wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahannya.Tujuan Shaynala adalah ke universitas, setelah selesai mengurus daftar ulang di sana, ia lantas membelokkan mobilnya menuju sebuah toko buku terbesar di pusat kota."Untungnya masih sepi," gumamnya dan lantas keluar dari mobil.Gadis cantik itu memilih beberapa buku, menghabiskan banyak waktu mencari buku yang cocok sebagai referensi novelnya. Karena terlalu fokus, ia tidak sadar kakinya mundur ke belakang dan punggungnya menghantam sesuatu yang terasa keras."Eh, maaf." Shaynala membalikkan tubuh seraya menundukkan kepala. Sepersekian detik kemudian, pupil matanya membola lebar saat mendapati seseorang yang sangat di kenalinya itu. "Kak Reagen. Maaf, ya, aku nggak sengaja. Aku kira di sini tadi kosong," ucapnya lagi dengan senyuman hangat."Tidak apa-apa, Na. Kamu sendirian?""Iya, se
"Ning, ada oleh-oleh dari Ayah." Rashita masuk ke dalam kamar Shaynala dengan membawa sebuah paper bag besar.Hening! Gadis itu tidak menjawab, ia hanya melirik Rashita yang meletakkan papar bag tersebut di atas meja rias. Selanjutan Rashita duduk di kursi rias, menghadap Shaynala dengan memamerkan senyum manisnya."Isinya dodol ketan kesukaan kamu, Ning," ucap Rashita.Mengulas senyum hangat, Shaynala lantas mengangguk dan menjawab. "Terima kasih banyak. Paman Ilham selalu ingat sama aku.""Ayah memang seperti itu, beliau sangat menyayangi kamu," sahut Rashita dengan kekehan kecil."Yeah. Oh, iya, tadi bagaimana bisa kamu sama Kak Kaindra?""Ayah nggak bisa mengantar karena asam uratnya kambuh, Ning. Sementara Ibu harus menunggu Nenek di rumah. Ayah tidak mengizinkan aku berangkat sendiri. Sebenarnya Ayah meminta kembali besok, siapa tahu besok beliau sudah sembuh dan bisa mengantarkan, tapi aku bilang liburanku sudah habis hari ini. Akhirnya Ayah menelepon Kak Kaindra untuk menjemp
Kaindra langsung kembali ke kantor dan meminta Ryon mengumpulkan semua kepala produksi, pria itu meminta kepala staf pemasaran untuk membuat strategi marketing baru, demikian juga kepala staf produksi dituntut untuk membuat inovasi produk baru.Pria itu meminta bulan depan setidaknya penjualan kembali stabil, sehingga tiga bulan kemudian penjualan bisa dipastikan naik. Ia juga meminta kepala staf keuangan untuk menutupi masalah ini dari para investor. Bukannya mau bersikap curang, tetapi ia melakukan demi menjaga nama baik perusahaan.Satu jam berlalu...Kaindra membubarkan rapat dan kembali ke ruangannya. Baru saja duduk dan belum sempat menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, ia dikejutkan dengan deringan ponsel yang menandakan sebuah telepon masuk."Halo," sapanya setelah menggeser ikon hijau pada layar canggih itu. "Ada apa, Kang Fatih?" tanyanya.Pria berusia 24 tahun yang menjadi Kang Ndalem dan mengabdikan dirinya di pesantren. Kaindra memerintahkan Fatih untuk melaporkan
"Kenapa diam saja?" tanya Kaindra saat Shaynala sama sekali tidak membuka suaranya. Pria itu khawatir, takut gadis yang tengah duduk di sampingnya tersebut kenapa-napa. "Nggak papa.""Masih lapar?" tanya Kaindra yang hanya disahut gelengan kepala oleh Shaynala.Pria itu menghela napas dalam. "Selama ini kamu selalu menjaga jarak dengan pria lain, kenapa saat bertemu dengan Reagen kamu jadi seperti ini, Ning? Apa karena Reagen bukan terlahir dari keluarga pesantren dan dia bisa bebas keluar, sehingga kamu mau saja saat dia mengajak?" tanyanya tanpa sekalipun menoleh ke arah Shaynala.Gadis cantik itu menggeram lirih, tangannya mengepal emosi dengan dada naik turun karena deru napasnya."Apa sebenernya mau mu, Kak? Aku mau keluar dengan siapa saja itu urusanku! Tentang alasan kenapa aku selalu menjaga jarak dengan pria-pria yang melamar ku dulu, karena mereka orang asing yang tidak pernah ku kenal sebelumnya. Sementara Reagen, aku sudah mengenalnya dan kami memang berteman, jadi wajar
"Silakan masuk ke dalam, Tuan. Sebuah kehormatan bagi kami, karena kedatangan pengusaha sukses seperti Anda. Mari, kita akan berbincang di dalam agar lebih nyaman," ucap Kaindra seraya mengulurkan tangan meminta Jamal berjalan lebih dulu.Pria paruh baya itu mengangguk, menghapus air matanya dan lantas berjalan masuk dengan digandeng Ryon. Matanya mengedar ke seluruh ruangan saat kakinya baru saja menjejakkan langkah di dalam ruang CEO."Silakan duduk, Pak," ucap Ryon."Ruangannya indah sekali, saya suka desainnya.""Ruangan ini di desain sendiri oleh Pak Kaindra, beliau memang ahli dalam hal mendesain dan seleranya selalu bagus," sahut Ryon.Jamal mengangguk, mendudukkan dirinya di sofa dan menyandarkan tongkat di sebelahnya. Ia lantas melihat ke arah Kaindra yang baru saja masuk ke dalam ruangan ini.'Demi apapun, dia benar-benar mirip dengan Mahesa,' batinnya dengan senyuman hangat.Bola mata Jamal mengikuti gerakan cucunya hingga pria tampan itu ikut mendudukkan diri di sampingnya
Matahari semakin naik dan berada tepat di atas kepala, Kaindra pulang dan langsung menceritakan semua yang dibicarakan Jamal tadi kepada Aaraf. Pria paruh baya itu terkejut, tetapi secepat mungkin ia menormalkan ekspresi wajahnya agar tidak kentara. Yeah! Aaraf tidak mau Kaindra khawatir."Tidak apa-apa, kita akan atasi semuanya. Jangan takut dengan ancaman Jamal, dia hanya menggertak.""Iya, Bi," sahut Kaindra."Sekarang kamu istirahat, kasihan tubuh dan pikiran kamu kalau lelah," ujar Aaraf.Kaindra mengangguk, selanjutan ia bangkit dan lantas beranjak menuju kamar. Mengistirahatkan diri di sana, berharap besok pikirannya bisa kembali segar, agar bisa memikirkan pemecahan masalah di perusahaan.***Hari-hari berlalu, semua yang direncanakan tidak selamanya berjalan sesuai keinginan. Terkadang Tuhan menyusun skenario lain, yang mana itu lah takdir yang harus dihadapi.Seperti keadaan Perusahaan Starlight, satu bulan sudah, tetapi tidak ada perkembangan apapun. Banyak dana yang sudah
Shaynala yang baru saja keluar dari kamar dan melangkah menuju ruang tamu sontak berhenti mendadak, tubuhnya menegang saat mendengar Arsen melamarnya kepada sang Abi. Batinnya bergejolak, satu sisi ia menganggap ini kesempatan baik karena bisa membalas dendam kepada Kaindra. Namun, di relung terdalam hatinya ia tidak memiliki perasaan cinta terhadap Arsen.'Ah, bukankah cinta bisa dipelajari?' batin Shaynala dan lantas meneruskan langkah menuju ruang tamu.Semua mata tertuju pada gadis cantik dalam balutan abaya berwarna hijau itu, senyum manisnya memaku setiap mata untuk terus memandangnya. Ia menyalami Adele dan memeluk wanita paruh baya itu cukup lama, kemudian beralih menyalami Rafael dan Arsen. Shaynala duduk di tengah-tengah Kayshilla dan Adele, sesekali ia akan melirik ke arah Kaindra yang hanya menunduk dengan kedua tangan terkepal di atas paha.'Kenapa dia? Apakah cemburu dengan lamaran Kak Arsen barusan?' batin Shaynala."Le, Abi tidak bisa menjawab karena semua keputusan
Rafael benar-benar menepati janji dalam memberikan bantuan untuk Perusahaan Starlight, ia menyuntikkan banyak dana dan dalam waktu satu bulan saja grafik penjualan sudah naik. Grafik mulai stabil dan berada di batas aman, meskipun belum naik setidaknya perusahaan bisa menepati janji kepada investor."Syukurlah, kita bisa mengembalikan kepercayaan para investor, Le," ucap Aaraf. Pria itu memang ikut ke kantor selama masalah belum berakhir. "Iya, Bi," sahut Kaindra, singkat."Abi sudah tenang sekarang, tinggal mempersiapkan acara lamaran adikmu yang akan dilakukan satu minggu lagi," ucap Aaraf yang hanya diangguki oleh Kaindra.Memangnya pria itu mau mengatakan apa lagi? Berbicara hanya akan menimbulkan rasa sakit, bahkan ia berencana melakukan perjalanan bisnis saat acara lamaran Shaynala digelar.Di sisi lain, Shaynala tengah bersama Rashita di dalam kamar. Beberapa saat lalu Umi nya masuk mengantarkan dua buah baju yang akan dipakai gadis cantik itu di acara lamarannya. Shaynala dib